• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1-18 : Perjalanan Zahrana ke Beijing China untuk menerima penghargaan level Internasional oleh School of

commit to user

China. Namun selama perjalanan dia masih terbayang wajah kedua orang tuanya yang tidak begitu antusias dengan prestasinya kali ini. 2) Halaman 19-36 : Zahrana sudah sampai di Bandara Changi (Singapura), dalam perjalanannya dia masih memikirkan bagaimana sepak terjangnya bisa sampai seperti sekarang ini, termasuk penolakannya terhadap pinangan beberapa laki-laki, termasuk mas Gugun.

3) Halaman 37-48 : Atas perintah Zahrana, Lina sahabatnya bertandang ke rumah Zahrana untuk menemui kedua orang tuanya dan menanyakan perihal kepergian Zahrana yang membuat mereka tidak begitu bahagia.

4) Halaman 49-62: Zahrana tiba di Beijing dan diperlakukan dengan baik disana, termasuk ditempatkan di hotel bagian President Suite. 5) Halaman 63-80: Zahrana menyampaikan isi pidatonya di tengah

orang-orang ternama di bidang arsitektur dan didepan para wartawan yang meliput. Sedangkan di rumah keluarganya kecuali Pak Munajat menontonnya lewat televisi.

6) Halaman 81-100: Zahrana sudah tiba di tanah air dan disambut oleh mahasiswa dan rekan-rekannya di Kampus Mangunkarsa. 7) Halaman 101-110: Usai penyambutan di kampus, Zahrana

langsung bergegas ke rumah sahabatnya Lina untuk menanyakan hasil kunjungannya ke orang tuanya kemarin.

8) Halaman 111-128: Sepulangnya dari Beijing, Zahrana dilamar oleh Pak Sukarman dekannya.

9) Halaman 129-142: Zahrana masih bingung dan resah memikirkan lamaran Pak Sukarman.

10) Halaman 143-158: Hari-hari yang dilewati Zahrana setelah dilamar Pak Sukarman begitu berantakan. Ia jadi sering melamun memikirkan keputusan yang akan diberikan kepada dekannya itu. 11) Halaman 159-170: Setelah cukup lama resah karena lamaran Pak

commit to user

dari singapura, bersama Lina Zahrana menceritakan apa yang dialaminya.

12) Halaman 171-202: walaupun orang tuanya sedikit kecewa dengan keputusannya, tapi Zahrana tetap teguh dengan pendiriannya untuk menolak Pak Karman.

13) Halaman 203-214: Pasca penolakan Pak Karman, Zahrana melihat ada tingkah Pak Karman yang tidak mengenakan, akhirnya dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari Universitas Mangunkarsa.

14) Halaman 215-226: Setelah mengundurkan diri dari kampus, Rana mendapat tawaran untuk mengajar di STM Al Fatah Mranggen

Demak. Namun permasalahan di Kampusnya mengajar dulu belum juga selesai, dia dilamar kembali oleh rekan kerjanya dulu yaitu Pak Didik, beliau ingin menjadikan Zahrana sebagai istri keduanya, tanpa pikir panjang Zahrana menolak lamaran Pak Didik.

15) Halaman 227-244: Usaha Zahrana tidak kenal lelah, ia terus berikhtiar untuk mencari pendamping hidupnya kelak. Termasuk menemui Pak Kyai dari salah satu pondok pesantren di Kaliwungu untuk meminta tolong dicarikan calon suami yang taat beribadah, tidak peduli latar belakang pendidikannya apa dan pak kyai pun akhirnya menjodohkan Zahrana dengan seorang pedagang krupuk keliling yang baik akhlaknya. Semua orang diundang kecuali Pak Karman, Ia takut berita ini akan membuat dia semakin murka. 16) Halaman 245-256: Ujian datang lagi menimpa Zahrana, tepat di

hari pernikahannya. Rahmad calon suaminya meninggal dunia karena tertabrak kereta api. Tidak sampai disitu, Pak Munajat juga meninggal dunia karena serangan jantung yang dideritanya.

17) Halaman 257-270: Siapa yang menanam, dia yang akan menuai. Pepatah itu tepat sekali jika diberikan kepada Pak Karman. Ia ditemukan tewas di ruang kerjanya karna ditikam oleh suami dari

commit to user

mahasiswa yang dilecehkannya. Kehidupan Zahrana semakin membaik, dia sudah bisa ikhlas menerima kenyataan karena ditinggal oleh dua orang yang dicintainya. Tanpa disangka-sangka menjelang maghrib dr.Zulaikha ibunya Hasan datang kerumah Zahrana untuk melamarkan putranya, Zahrana masih belum percaya karena hasan adalah mahasiswanya. Namun dr.Zulaikha terus meyakinkan Zahrana akan keseriusannya. Tanpa berfikir panjang Zahrana menerima lamaran Hasan.

18) Halaman 271-276: Usai akad mereka hidup bersama dan merencanakan masa depan keluarga kecil mereka termasuk untuk melanjutkan menempuh gelar doktornya.

e. Latar

Istilah latar adalah terjemahan dari istilah Inggris setting. Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 216).

Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 2002: 67).

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Dengan demikian, pembaca merasa dipermudah untuk mengoperasikan daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar

commit to user

mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita (Aminuddin, 2002: 217).

Posisi dan fungsi latar amat penting dalam cerita. Berkat adanya latar maka suatu keadaan tertentu akan lebih terungkapkan. Sering terjadi, latar ikut membantu pembaca untuk lebih menghayati suasana terjadinya suatu peristiwa dalam cerita tersebut. Pembaca seolah-olah mengalami peristiwa tersebut atau ikut terhanyut ke dalam suasana, misalnya perang, aman dan damai, mengerikan dan

menakutkan. Latar cerita terkadang bisa mengungkapkan semangat jaman tertentu, misalnya dengan local colour atau warna setempat, seperti jelas terlihat dalam cipta sastra angkatan Balai Pustaka yang masih bersifat kedaerahan, berikut temuan latar yang ada dalan novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman EL-Shirazy.

1) Latar Waktu

Latar waktu dapat memberikan penjelasan mengenai masa atau zaman terjadinya cerita. Penggunaan waktu dalam novel Cinta Suci Zahrana ini dengan menyebutkan waktu seperti, jam dua siang, dua menit lagi, satu jam lagi, seminggu berlalu, malam, pagi, siang. Seperti pada halaman satu berikut ini:

“Gerimis terus turun. Ia melihat jam tangannya. Jam dua siang. Ia mendesah menghela nafas dalam-dalam. Dua puluh menit lagi ia akan masuk pesawat dan terbang ke Singapura, lalu terbang ke Beijing, China.” (CSZ: 2011: 1).

Dan terdapat juga seperti berikut:

“Hampir tengah malam, bandara terbesar di daratan China itu masih ramai. Ribuan orang berlalu lalang menyeret dan menenteng barang bawaannya” (CSZ, 2011: 49).

commit to user

Latar tempat dapat berupa lokasi terjadinya cerita. Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdapat beberapa latar tempat seperti pada bagian awal novel ini berlatar di bandara karena Zahrana akan berangkat ke China, selanjutnya berlatar di China yang

menceritakan betapa megahnya gaya arsitektur Tsinghua University dan beberapa bangunan tua di China seperti mesjid Niujie. Pada pertengahan cerita novel ini berlatar di daerah

Semarang tepatnya di daerah Mangunkarsa. Namun di Akhir novel ini kembali berlatar di China karena Zahrana menerima beasiswa yang ditawarkan universitas Fudan. Hasan pun memilih

melepaskan beasiswa di Malaysia dan lebih memilih kuliah di China mengikuti istrinya untuk sekalian berbulan madu. Tembok besar China menjadi saksi atas sucinya cinta mereka.

Selain menyebutkan nama-nama kota ataupun Negara seperti diatas, novel ini juga menerangkan keberadaannya waktu itu, seperti di hotel, auditorium, rumah, kampus, bengkel, kamar dan ruang kantor.

“Boleh jadi ini adalah hotel pertama berkelas International. Suasananya menentramkan. Sejuk karena memiliki banyak kebun. Hotel ini sangat dekat dengan jantung kota. Dan hanya lima menit ke pasar Xiushui, juga dekat dengan Tiananmen Square.” (CSZ, 2011: 54).

Kutipan di atas menggambarkan sebuah hotel di China dengan segala fasilitasnya. Sedangkan di bawah ini kutipan yang menggambarkan tempat dimana Zahrana akan berpidato.

“Zahrana memasuki ruang auditorium dengan langkah sedikit gemetar. Ruangan itu sudah hampir penuh. Vincent mengajaknya ke barisan paling depan. Ratusan pasang mata memandangnya. Vincent mengenalkan Zahrana pada orang-orang penting yang ada di barisan paling depan, termasuk

commit to user

Rektor Tsinghua University, Menteri Pendidikan RRC, para guru besar, para duta besar dan lain sebagainya. Zahrana dipersilahkan duduk tepat disamping guru besar Fakultas Teknik Fudan University, namanya Prof Jiang Daohan.” (CSZ, 2011: 65).

3) Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dngan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat, Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual (Nurgiyantoro, 2005 : 233).

Latar sosial yang ada dalam novel Cinta Suci Zahrana ini adalah mengenai sikap hidup. Hal ini digambarkan pada kisah keluarga Zahrana yang berasal dari keluarga sederhana, akan tetapi Zahrana tidak minder dengan kondisi keluarganya. Justru karena itu dia terus belajar dan bekerja keras agar bisa mengangkat derajat keluarganya dimata masyarakat pada umumnya. Seperti tampak dalam kutipan berikut:

“Maka nduk, kamu sekolahlah setinggi-tingginya. Jangan sampai nasibmu kayak ibu dan bapakmu. Kalau sekolahnya rendah itu tidak diajeni sama orang.” (CSZ, 2011: 7).

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, jelaslah bahwa latar sangat diperlukan untuk mendukung unsur-unsur instrinsik yang lainnya seperti tokoh dan penokohan, sehingga dapat menjadi suatu karya sastra yang estetik.

commit to user

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 248) Sudut pandang, point of view, menyaran pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk dalam cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Dalam novel Cinta Suci Zahrana ini dibuat berdasarkan sudut pandang orang ketiga. Terlihat dari penggunaan kata dia sebagai kata pengganti orang ketiga.

“Dalam hati Ia mendoakan para mahasiswanya itu, semuanya sukses dan jadi orang yang berhasil kelak. Lebih berhasil dari dirinya. Ia pernah mendengar kalimat yang indah dari salah satu guru SMA dulu, “Guru yang berhasil adalah yang mampu mengantarkan muridnya lebih berhasil dari dirinya. Itulah guru sejati.” Ia berharap bisa mengantarkan mahasiswanya meraih prestasi Internasional melebihi dirinya” (CSZ, 2011: 57).

g. Gaya Bahasa

Gaya bahasa menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 276) diartikan sebagai cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Gaya Bahasa atau majas dalam novel Cinta Suci Zahrana didominasi oleh hiperbola. Adapun pemajasan lain yang terdapat dalam novel Cinta Suci Zahrana adalah personifikasi dan simile.

1) Majas Hiperbola

Hiperbola merupakan gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu. Hasil analisis majas hiperbola dalam novel Cinta Suci Zahrana adalah sebagai berikut.

a) “Suaranya menderu, roda-rodanya menapak dan mencengkeram landasan.” (CSZ, 2011: 1).

commit to user

Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola terlihat pada kalimat di atas, yang dimaksudkan pada kalimat diatas adalah suara pesawat yang akan turun dan roda pesawat yang mulai menyentuh landasan, kata menderu dan mencengkeram

merupakan kata yang melebih-lebihkan untuk menggambarkan keadaan pesawat yang akan mendarat.

b) “Pesan dari Ibunya itu benar-benar menancap dalam dadanya”(CSZ, 2011: 8).

Hiperbola adalah majas yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu. Kalimat di atas membesar-besarkan sesuatu yaitu yang terdapat pada kalimat menancap di dadanya, yang dimaksudkan disini adalah nasihat dari ibunya benar-benar membuat ia tersadar.

c) “Ia keluar ruangan dari ruangan Dekan dengan hati berbunga-bunga”(CSZ, 2011: 11).

Kalimat diatas memanfaatkan gaya bahasa hiperbola karena penggunaankata berbunga-bunga dirasa berlebihan, kalimat diatas dimaksudkan untuk menggambarkan hati seseorang yang sedang bahagia.

d) “Ia paling antusias jika diminta bercerita tentang perjuangan hidupnya yang penuh tetesan keringat, peluh, dan darah”(CSZ, 2011: 30).

Penggunaan gaya bahasa hiperbola sangat terlihat pada kalimat di atas, karena penggunaan kata yang sangat berlebihan seakan-akan ia sedang perang dengan tetesan

commit to user

keringat, peluh, dan darah padahal ia hanya menceritakan perjuangan hidupnya untuk meraih kesuksesan.

e) “Nikmatnya mendengar suara ibunya mengaji. Ia seperti merasakan ada aliran kesejukan menyusup ke syaraf-syarafnya, sehingga sesaat ia seperti terbebas dari segala bentuk tekanan.”(CSZ, 2011: 154)

Penggunaan gaya bahasa hiperbola terlihat pada kata menyusup, ini membuat kalimat di atas terlihat berlebihan, padahal yang dimaksud dalam kalimat di atas adalah Zahrana yang merasa tentram hatinya karena mendengar ibunya yang sedang mengaji.

f) “Sore itu kota Semarang kembali gelap. Langit hitam pekat. Kilat berdenyar-denyar.” (CSZ, 2011: 171).

Penggunaan gaya bahasa hiperbola terlihat pada kalimat Langit Hitam Pekat. Kilat berdenyar-denyar. Ini terlalu berlebihan untuk menggambarkan keadaan langit yang mendung dan akan turun hujan disertai kilat tanda akan turun hujan deras.

g) “Keringat yang mengalir, lengan yang kekar terbakar matahari menambah pesona tersendiri.” (CSZ, 2011: 239).

Kalimat di atas dapat dikategorikan dalam gaya bahasa hiperbola, karena kalimat di atas hanya bertujuan untuk menggambarkan kekaguman Zahrana kepada Rahmad yang gagah dengan keringat dan badannya yang kekar.

commit to user 2) Majas Personifikasi.

Majas personifikasi adalah gaya bahasa yang meramalkan benda-benda mati seolah-olah hidup atau mempunyai sifat

kemanusiaan. Hasil analisis majas personifikasi dalam novel Cinta Suci Zahrana adalah sebagai berikut.

a) “Daun-daun menari bergesekan tertiup angin.” (CSZ, 2011: 37).

Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kabut diibaratkan sebagai benda hidup, sama seperti manusia yang dapat melakukan kegiatan menari, daun diibaratkan dapat menari layaknya manusia. Padahal makna kalimat tersebut adalah daun yang bergerak karena adanya angin.

b) “Rerumputan meringkuk dalam basah.” (CSZ, 2011: 37).

Kalimat tersebut memanfaatkan penggunaan gaya bahasa personifikasi, karena meringkuk merupakan kegiatan yang bisa dilakukan oleh manusia, dalam kalimat di atas di jelaskan rumput dapat meringkuk layaknya manusia, makna yang sebenarnya adalah rumput yang tumbang karena tersiram air.

c) “Air berlarian masuk selokan bersama daun-daun kering, ranting-ranting patah dan sampah.” (CSZ, 2011: 37).

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kegiatan berlari hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang bernyawa, air, daun, dan ranting tidak dapat berlari seperti hewan maupun manusia. Makna dari kalimat di atas adalah aliran air yang deras yang dapat

commit to user

menghanyutkan daun kering dan ranting patah ke dalam selokan.

d) “ Pak Munajat berjalan setengah berlari, ia seperti dikejar hujan yang turun menderu.” (CSZ, 2011: 171).

Kalimat di atas memanfaatkan gaya bahasa

personifikasi karena menyamakan hujan dengan manusia yang bisa mengejar, yang dimaksudkan dalam kalimat di atas adalah Pak Munajat yang berjalan setengah berlari karena takut hujan akan semakin turun deras.

3) Majas Simile

Majas simile atau perumpamaan dapat diartikan suatu majas yang membandingkan dua hal/benda dengan menggunakan kata penghubung. Hasil analisis majas simile dalam novel Cinta Suci Zahrana adalah sebagai berikut.

a) “Sungai yang meliuk-liuk seperti ular yang panjang” (CSZ, 2011: 86).

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa simile karena terdapat kata pembanding seperti. Dalam konteks ini menjelaskan sungai yang memiliki tikungan curam.

Dari temuan-temuan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa unsur-unsur intrinsik yang meliputi tema, amanat, tokoh, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa, merupakan unsur pembangun yang saling melengkapi, hal ini menjadi salah satu acuan penilaian baik atau tidaknya sebuah karya sastra dan mutu penceritaan. Dilihat dari hasil analisis unsur instrinsik, novel Cinta Suci Zahrana ini merupakan salah satu

commit to user

karya sastra yang memiliki nilai tinggi karena unsur intrinsik di

dalamnya saling padu untuk menciptakan sebuah cerita yang membangun jiwa bagi setiap para pembacanya.

Dokumen terkait