1 PENDAHULUAN
2.5 VMS di Beberapa Negara
Sebuah artikel ilmiah populer yang berjudul “Malaysia Terapkan MCS Sejak 1985” (Sukarya, 2000) dapat diketahui bahwa Malaysia merupakan salah satu negara di Asia yang telah menerapkan sistem MCS sejak tahun 1985 yang dikembangkan berdasarkan Akta Perikanan.
Sistem ini dikembangkan dengan tujuan untuk pengelolaan sumber daya ikan secara luas, mulai dari perizinan, pelaporan dan pemantauan lapangan. Sistem MCS di Malaysia didukung oleh kemampuan surveillance 85 unit kapal dari berbagai ukuran yang tersebar di 26 pangkalan di seluruh Malaysia, termasuk Sabah dan Sarawak. Selain itu pengelolaan sumber daya ikan diperkuat oleh Sistem Rangkaian Informasi Perikanan (SIRIP). Sistem ini berbentuk jaringan informasi perikanan yang berpusat di Kuala Lumpur dengan pangkalan data negeri di masing-masing negara bagian.
SIRIP di Malaysia dibangun berdasarkan empat modul, pertama, modul perizinan, melalui modul ini nelayan dapat mengurus izin pada kantor perikanan daerah terdekat dan permohonan tersebut akan disalurkan ke kantor pusat perikanan secara online. Untuk kapal ukuran di atas 40 GT keputusan dilakukan oleh kantor pusat. Kedua adalah modul pendaratan ikan (di luar perikanan laut dalam) yang menyerasikan seluruh data pendaratan ikan. Dengan demikian seluruh daerah mempunyai data yang sama untuk diproses dan dianalisis guna pengambilan keputusan dan perencanaan pengelolaan sumber daya ikan.
Ketiga, modul sistem pemantauan, sistem ini menggunakan teknologi satelit untuk memantau pergerakan kapal yang dioperasikan di laut melalui Vessel Tracking and Management System (VTMS). Setiap kapal ikan di atas 70 GT diwajibkan memasang transmitter. Keempat, modul pendaratan ikan laut dalam, yang berfungsi mengumpulkan data pendaratan ikan dari seluruh daerah secara on line untuk mempermudah proses analisis data oleh pusat.
Kendali perikanan Malaysia melalui sistem ini sangat ketat sebagaimana diatur dalam Akta Perikanan no. 317 tahun 1985. Kewenangan memberikan gross akte, laik laut dan laik layar berada di bawah kantor perikanan. Pemeriksaan kelaikan operasi oleh petugas lapangan dibarengi dengan kewenangan untuk mengizinkan atau menghentikan keberangkatan kapal untuk menangkap ikan.
Pelaksanaan pemantauan didukung juga oleh Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM), Police Diraja Malaysia (PDRM) dan aparat perikanan yang lengkap dengan kapal patrolinya. Semua elemen tersebut tergabung dalam Pusat Penyelarasan Penguat Kekuasaan Maritim (PPPM). Penerapan MCS di Malaysia lebih mengacu pada kebijakan konservasi, hal ini tercermin dalam ketatnya pembatasan pemanfaatan sumber daya ikan dan rendahnya sumbangan perikanan terhadap GDP yang hanya 1,7%. Sebagai catatan tambahan, bahwa penegakan hukum di Malaysia sangat tegas.
Andrew R. Smith menulis dan membahas efektifitas MCS tahun 1999 dengan judul : Monitoring, Control and Surveillance in Developing Countries and The Role of FAO. Dalam Artikel tersebut dijelaskan bahwa penerapan MCS di Afrika telah menghasilkan keuntungan (pendapatan) yang diperoleh dari pemberian izin terhadap kapal asing, denda yang diterapkan terhadap pelanggaran, sehingga dapat membiayai operasional MCS.
Kegiatan MCS dipusatkan pada proyek yang disebut “MCS of Industrial Fishing” dan lembaga donornya adalah Grand Duchy of Luxembourg dan lembaga atau agen pelaksananya adalah FAO dan Lux-Development. Negara- negara lain yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini antara lain: Cape Verde, The Gambia, Guinea, Guine-Bissau, Mauntania, Senegal and Sierra Leone. Negara-negara tersebut tergabung dalam “Sub Regional Fisheries Commission (CRSP)”.
Pelaksanaan MCS di negara Namibia diterapkan dengan cara yang sangat keras berdasarkan monitoring terhadap semua pendaratan ikan, selain itu mereka menempatkan pengamat (observers) pada kapal-kapal utama dan menyebarkan kapal-kapal patroli ikan serta pesawat bersayap dan helikopter untuk melakukan pengamatan lapangan. Efektivitas kegiatan dapat dilihat dari adanya penangkapan kapal ikan yang melanggar dan tindakan hukum dilakukan oleh pengadilan Namibia.
Artikel tersebut menyebutkan pula, bahwa beberapa negara Amerika Latin, telah mengembang MCS dengan baik dengan melibatkan angkatan laut dan patroli pantai. Argentina, Cheli dan Peru semua dilaporkan telah mempunyai sistem operasional MCS, sedangkan beberapa negara bagian kecil dari Karibia
dinilai kurang mengembangkan sistem MCS, terutama untuk untuk wilayah ZZE, hal ini disebabkan karena sebagian besar mencari ikan di daerah yang sulit dideteksi.
Berikut ini diuraikan pengalaman beberapa negara lain dalam penerapan VMS dan seberapa jauh upaya yang telah dilakukan:
(1) New Zealand :
1) VMS di negara ini telah beroperasi sejak tahun 1994 dan mencakup wilayah perairan ZEE New Zealand.
2) Sudah memantau 300 kapal dan direncanakan akan ditingkatkan hingga 1000 kapal.
3) Kapal-kapal memakai transmitter untuk satelit Argos maupun Inmarsat C.
4) Interval pelaporan posisi otomatis setiap 2 jam.
(2) Forum Fisheries Agency (FFA) 16 Negara Pasifik Selatan:
1) Mulai beroperasi pada bulan Nopember 1997 mencakup wilayah ZEE seluruh 16 negara-negara anggota Forum Pasifik Selatan.
2) Memantau 1.700 kapal dan direncanakan akan ditingkatkan hingga lebih dari 2000 kapal.
3) VMS Centre ada di Solomon, dengan regional centre di masing-masing negara.
4) Memakai transmitter dan jaringan satelit Inmarsat C. 5) Interval pelaporan posisi otomatis setiap 4 jam. (3) Australia :
1) Mulai beroperasi sejak 1994 mencakup wilayah ZEE Australia maupun wilayah perairan teritorial setiap negara bagian.
2) Memantau 300 kapal di wilayah perairan Commonwealth Government, serta 600 kapal di perairan teritorial negara bagian.
3) Memakai transmitter dan jaringan satelit Inmarsat C. (4) Uni Eropa :
1) Kewajiban penerapan VMS di negara-negara Uni Eropa sejak 1 Juli 1998.
2) Kapal yang diwajibkan adalah yang berukuran length overall > 24 meter yang sampai dengan tahun 2000 telah mencapai 7.000 kapal.
3) Sistem satelit yang dipakai mencakup Inmarsat C, Argos, dan Eutertracs. 4) Pelaporan setiap 2 jam.
5) Apabila kapal beroperasi di wilayah perairan negara lain, maka negara domisili kapal harus mengirimkan data ke negara tempat lokasi penangkapan.
6) Setiap negara harus memiliki VMS Center sendiri (5) Peru :
1) Mulai beroperasi sejak Mei 1999 mencakup wilayah ZEE Peru. 2) Memantau 800 kapal.
3) Instalasi pertama untuk 700 kapal hanya dalam waktu 5 bulan (Desember 1998 s/d April 1999).
4) Memakai transmitter dan jaringan satelit ARGOS. (6) Amerika Serikat :
1) Secara resmi US NMFS (National Marine and Fisheries Service) mulai mewajibkan pemakaian VMS untuk kapal-kapal perikanan Highly Migratory Species (HMS) pada 1 Januari 2000, sedangkan untuk penangkapan udang sejak Mei 1998.
2) Sampai akhir tahun 2000 diperkirakan sudah ada 900 kapal yang memakai VMS, dan diperkirakan akan mencapai 10.000 pada Mei 2001. 3) Memakai transmitter dan sistem jaringan satelit Inmarsat C, ARGOS,
dan Boattracs, dll.
4) Pelaporan posisi setiap jam