• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Penjelasan Mengenai Investasi

Dalam dokumen P D R B Produk Domestik Regional Bruto (Halaman 32-46)

Bab II Metodologi

2.8 Beberapa Penjelasan Mengenai Investasi

Berdasarkan buku panduan mengenai penyusunan neraca nasional yang disebut A System of National Accounts atau SNA yang diterbitkan oleh United Nations, besarnya investasi yang telah direalisasi di suatu negara pada suatu tahun adalah sama dengan jumlah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB atau gross fixed capital formation) dengan Perubahan Stok (PS atau change in stock). PMTB menggambarkan investasi domestik secara fisik (physical domestic investment) yang telah direalisasi pada suatu tahun tertentu dalam bentuk berbagai jenis barang kapital/modal (capital goods), seperti bangunan, mesin-mesin, alat-alat transportasi, dan PMTB lainnya; sedangkan stok (inventory) menggambarkan output suatu sektor yang belum selesai diproses, yang dapat berbentuk output setengah jadi, atau input yang belum digunakan, termasuk juga stok berupa barang jadi yang belum dijual. Inventory atau stok termasuk sebagai bagian dari investasi karena stok termasuk dalam modal kerja (working capital) yang merupakan bagian dari investasi yang direncanakan. Perubahan stok merupakan selisih antara stok awal dengan stok akhir pada suatu waktu tertentu. Pendekatan penghitungan investasi melalui konsep PMTB dan Perubahan Stok disebut juga sebagai pendekatan arus barang (commodity flow approach) atau metode tidak langsung (indirect method). Pembahasan investasi pada publikasi ini difokuskan hanya terhadap perkembangan PMTB.

Secara lebih konseptual, PMTB atau gross fixed capital formation didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang

modal (capital goods) baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun barang modal bekas dari luar negeri di dalam negeri (domestik). Barang modal adalah barang atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi dan mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih (oleh karena itu disebut sebagai modal tetap; sedangkan bruto mencerminkan bahwa penghitungan PMTB belum dikurangi dengan penyusutan barang modal). Secara lebih rinci, PMTB pada dasarnya meliputi:

 Barang modal dalam bentuk konstruksi, baik berupa bagunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal, konstruksi lainnya seperti jalan raya, jembatan, instalasi listrik, jaringan komunikasi, bendungan irigasi, pelabuhan, dan lain sebagainya;

 Barang modal dalam bentuk mesin dan peralatan baik untuk keperluan pabrik, kantor, maupun untuk usaha rumah tangga;

 Barang modal berupa alat transportasi (kendaraan);

 Biaya yang dikeluarkan untuk perubahan dan perbaikan besar barang modal seperti disebutkan di atas yang dapat meningkatkan produktivitas atau memperpanjang umur pemakaian barang modal tersebut;

 Pengeluaran untuk pengembangan dan pembukaan lahan baru, pematangan tanah (lahan), perluasan hutan, penghutanan kembali serta penanaman dan peremajaan pohon tanaman hias;

 Pembelian ternak produktif untuk keperluan pembiakan, pemerahan susu, pengangkutan, dan lain sebagainya tetapi tidak termasuk pembelian ternak untuk dipotong atau untuk dikonsumsi.

2.8.1 PMTB Menurut Jenis Barang Modal

PMTB dapat dirinci menurut jenisnya (dirinci atas jenis-jenis barang modal) yang dalam hal ini terdiri atas :

1. Bangunan tempat tinggal. Yang termasuk dalam kategori ini adalah bangunan tempat tinggal yang dibangun sendiri oleh pemiliknya (rumah tangga) termasuk di dalamnya perbaikan-perbaikan besar terhadap bangunan tempat tinggal; atau yang dibangun oleh pihak pengembang (developer) sektor properti atau real estate (termasuk oleh Perumnas/BTN) yang telah dibeli oleh konsumen (rumah tangga); 2. Bangunan bukan tempat tinggal. Yang termasuk dalam kategori ini

adalah bangunan bukan tempat tinggal seperti gedung-gedung perkantoran; tetapi termasuk juga bangunan tempat tinggal yang dibangun oleh pihak pengembang sektor property (real estate dan Perumnas/BTN) tetapi belum terjual kepada konsumen;

3. Bangunan lainnya. Dalam kategori ini termasuk bangunan lainnya, seperti jalan raya, jembatan, instalasi listrik, jaringan komunikasi, bendungan irigasi, pelabuhan, dsb;

4. Mesin-mesin (untuk keperluan kantor seperti komputer, mesin tik, dsb; atau untuk keperluan pabrik seperti mesin tenun, dsb);

5. Alat transportasi (kendaraan) untuk keperluan produksi (alat kendaraan yang digunakan untuk konsumsi, seperti untuk keperluan keluarga, tidak termasuk sebagai barang modal);

6. PMTB lainnya seperti pematangan lahan, pembelian ternak produktif, perluasan dan peremajaan hutan, dan lain sebagainya.

2.8.2 PMTB menurut Institusi

Besarnya PMTB dapat juga dirinci menurut institusi yang melakukan investasi. Dalam hal ini dengan menggunakan owner concept, institusi yang melakukan investasi dirinci atas :

1. Pemerintah. Yang dimaksud dengan pemerintah disini adalah

pemerintah yang menyelenggarakan general administration, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal ini dilakukan agar sesuai dengan konsep pemerintah dalam PDRB Kota Bandung yang hanya mencakup pemerintah dalam tugas general administration saja. Pengeluaran PMTB oleh pemerintah, misalnya, untuk pembangunan gedung kantor, pembelian mesin-mesin komputer untuk penyelenggaraan pemerintah sebagai general adminstration. Termasuk juga bila pemerintah mengeluarkan PMTB untuk kepentingan masyarakat yang bersifat infrastruktur, seperti pembangunan jalan raya, pembangunan irigasi, dan sebagaiya.

2. Badan Usaha Milik Nasional (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dalam kategori ini hanya pengeluaran investasi yang

benar-benar dikuasai oleh BUMN dan BUMD, tetapi tidak termasuk pengeluaran PMTB oleh pemerintah yang bersifat infrastruktur untuk kepentingan masyarakat (jalan raya, irigasi, kesehatan, pendidikan). 3. Swasta dan rumah tangga

2.8.3 PMTB menurut Lapangan Usaha

PMTB dirinci menurut lapangan usaha utama ekonomi yang ada di Kota Bandung, yaitu :

1. Pertanian;

2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan;

4. Listrik, Gas dan Air Bersih; 5. Konstruksi (Bangunan);

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan

Bab III Tinjauan Ekonomi Regional

Proses pembangunan ekonomi suatu daerah sangat ditentukan aktivitas sektor-sektor ekonomi (lapangan usaha) secara menyeluruh dan terpadu. Aktivitas sektor-sektor ekonomi yang digambarkan melalui proses siklus transaksi dari produsen kepada konsumen dan sebaliknya, akan berujung pada arus barang dan jasa, seiring dengan adanya nilai tambah yang tercipta. Nilai tambah yang dihasilkan dari keseluruhan aktivitas sektor ekonomi akan digunakan sejalan dengan kepentingan dan prioritas yang ada, dengan proporsi yang berbeda dari setiap komponen penggunaan. Pengalokasian dan penggunaan nilai tambah dirinci dalam nilai PDRB menurut penggunaan. Demikian halnya dengan proses pembangunan ekonomi di Kota Bandung, proses siklus transaksi barang dan jasa antara produsen ke konsumen pun terjadi, seiring dengan terciptanya nilai tambah bruto dari seluruh aktivitas ekonomi.

Dalam penghitungannya PDRB penggunaan menggunakan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku Kota Bandung pada tahun 2012 mencapai 111,12 triliun rupiah, mengalami kenaikan dari tahun 2011 yang mencapai 95,61 triliun rupiah. Berdasarkan harga konstan 2000, pada tahun 2012 nilai PDRB Kota Bandung mencapai 37,55 triliun rupiah. Nilai ini meningkat sebesar 8,98 persen jika dibandingkan dengan tahun 2011.

Tabel 1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Penggunaan Kota Bandung Tahun 2009 – 2012 (Milyar Rupiah)

Kelompok Pengeluaran 2009*) 2010*) 2011*) 2012**)

[1] [2] [3] [4] [5]

1. Konsumsi Rumah Tangga 43.136,26 50.374,67 58.363,29 67.306,69 Makanan 18.081,11 21.085,55 25.224,68 28.068,96 Non Makanan 25.055,14 29.289,12 33.138,61 39.237,73 2. Konsumsi Lembaga Non

Profit 241,33 262,77 298,98 348,04 3. Konsumsi Pemerintah 5.404,46 6.822,23 8.720,53 11.055,74 4. Pembentukan Modal Tetap

Bruto

19.406,93 23.788,69 27.955,84 33.841,28

5. Perubahan Stok 2.876,48 3.030,85 3.269,31 3.563,27 6. Ekspor 47.367,40 53.503,26 58.973,28 62.566,93 7. Impor 48.151,70 55.780,30 61.968,36 67.560,39

Produk Domestik Regional

Bruto 70.281,16 82.002.18 95.612,86 111.121,55

Sumber : BPS Kota Bandung *) Angka Perbaikan

Tabel 2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan Kota Bandung Tahun 2009 – 2012 (Milyar Rupiah)

Kelompok Pengeluaran 2009*) 2010*) 2011*) 2012**)

[1] [2] [3] [4] [5]

1. Konsumsi Rumah Tangga 19.303,12 20.995,85 22.988,97 24.901,53 Makanan 8.215,33 8.736,11 9.400,39 9.697,99 Non Makanan 11.087,79 12.259,73 13.588,58 15.203,54 2. Konsumsi Lembaga Non

Profit 155,01 163,95 175,59 202,29 3. Konsumsi Pemerintah 2.993,23 3.432,05 3.858,22 4.569,21 4. Pembentukan Modal Tetap

Bruto

8.425,72 8.947,92 9.668,89 10.757,20

5. Perubahan Stok 1.321,80 1.371,23 1.438,01 1.521,13 6. Ekspor 17.464,20 17.622,78 18.187,62 19.035,58 7. Impor 20.434,81 20.876,51 21.854,04 23.428,62

Produk Domestik Regional

Bruto 29.228,27 31.697,28 34.463,63 37.558,32

Sumber : BPS Kota Bandung *) Angka Perbaikan

PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat peranan setiap komponen. Dari ketiga komponen utama tersebut konsumsi merupakan komponen yang paling dominan selama ini dengan kontribusi rata-rata dari tahun ke tahun di atas 70 persen terhadap pembentukan PDRB Penggunaan Kota Bandung. Konsumsi meliputi konsumsi rumahtangga, pengeluaran lembaga non profit dan konsumsi pemerintah.

Faktor ekonomi yang mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga adalah : (1) pendapatan rumah tangga, pendapatan yang meningkat biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. (2) Kekayaan, orang kaya yang memiliki banyak aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. (3) Tingkat bunga, bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank daripada membelanjakan uang. (4) Perkiraan masa depan, orang yang was-was tentang nasibnya di masa mendatang cenderung lebih menekan konsumsinya.

Faktor demografi yang mempengaruhi tingkat konsumsi diantaranya adalah : (1) Komposisi penduduk, jika dalam suatu daerah jumlah penduduk usia produktif lebih banyak maka konsumsinya akan lebih tinggi. (2) Jumlah penduduk, jika suatu daerah penduduknya banyak maka cenderung konsumsinya lebih tinggi.

Adapun faktor sosial budaya yang mempengaruhi konsumsi diantaranya adalah : (1) Kebiasaan adat sosial budaya, dimana daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana cenderung konsumsinya sedikit, sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan melakukan pesta adat cenderung konsumsinya lebih besar.

Konsumsi Rumah Tangga 60,57% Konsumsi Lembaga Non Profit 0.31% Konsumsi Pemerintah 9.95% Pembentukan Modal Tetap Bruto 30,45% Perubahan Stok 3,21% Net Ekspor -4.50%

Dalam periode yang sama ekspor netto Kota Bandung selalu bernilai negatif dikarenakan nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor. Untuk memenuhi kebutuhan primer penduduk, Kota Bandung harus mengimpor dari daerah lain, selain itu seiring dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk Kota Bandung, kebutuhan akan barang mewah yang tidak diproduksi dalam negeri pun semakin meningkat sehingga harus mengimpor dari negara lain. Komoditi ekspor Kota Bandung terutama dari industri tekstil.

Perkembangan komponen-komponen PDRB penggunaan Kota Bandung dari tahun ke tahun dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan. Kajian mengenai laju perkembangan ekonomi ini sangat penting karena dengan laju pertumbuhan ekonomi ini kita dapat mengetahui kemajuan atau kemunduran dari kinerja perekonomian di Kota Bandung. Pada tahun 2009 hingga tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandung berkembang cukup menggembirakan.

Pada tahun 2009 laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandung mencapai 8,34 persen, kemudian meningkat menjadi 8,45 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2011 meningkat hingga 8,73 persen dan pada tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandung mencapai 8,98 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Bandung merupakan yang paling tinggi di Jawa Barat.

Gambar 2. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bandung Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan Tahun 2009 – 2012 (Persen) Selain laju pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator dari triple track program pemerintah sekarang ada tiga hal lagi yaitu tentang ketenagakerjaan dan pengangguran; serta perkembangan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Dalam kaitannya dengan PDRB ini ada hubungan yang signifikan antara sasaran program pemerintah dengan komponen-komponen yang membentuk PDRB menurut penggunaan ini.

Investasi yang laju pertumbuhan dan share nya terus meningkat terhadap pembentukan PDRB dari tahun ke tahun diharapkan sejalan dengan penyerapan tenaga kerja. Investasi diharapkan baik dari luar negeri maupun dalam negeri, usaha besar yang padat teknologi, maupun usaha kecil menengah yang padat karya.

8 8,2 8,4 8,6 8,8 9 9,2 2009 2010 2011 2012 laju pertumbuhan

3.1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen yang memiliki kontribusi terbesar dalam penggunaan PDRB Kota Bandung, yaitu mencapai 60,57 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini terdiri dari pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan. Secara total pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki tren yang meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Kota Bandung dan kenaikan harga dari barang dan jasa.

Pada tahun 2009 pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kota

Bandung tercatat 43,136 triliun rupiah, di tahun 2010 meningkat

menjadi 50,374 triliun rupiah, pada tahun 2011 meningkat menjadi

58,363 triliun rupiah, dan pada tahun 2012 meningkat lagi hingga

mencapai 67,306 triliun rupiah. Berbanding terbalik dengan nilainya

yang terus meningkat, peranan pengeluaran konsumsi rumah tangga

terhadap PDRB Kota Bandung periode tahun 2009-2012 terus

mengalami penurunan,

hal ini dikarenakan banyak penduduk Kota Bandung lebih memilih untuk berinvestasi.

Distribusi pengeluaran

konsumsi rumah tangga antara makanan dan non makanan masih lebih

besar pada konsumsi non makanan.

Jika dilihat dari kelompok komoditi dari kedua komponen konsumsi rumah tangga tersebut, pada konsumsi makanan andil terbesar diberikan oleh kelompok makanan jadi, diikuti oleh padi-padian dan tembakau. Sedangkan pada konsumsi bukan makanan didominasi oleh pengeluaran untuk aneka barang dan jasa serta perumahan.

Tabel 3.Pertumbuhan, Distribusi, dan Inflasi Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bandung Tahun 2009-2012

Uraian 2009*) 2010*) 2011*) 2012**) [1] [2] [3] [4] [5] 1. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%) 7,10 8,77 9,49 8,32 Makanan 5,16 6,34 7,60 3,17 Non Makanan 8,59 10,57 10,84 11,88 2. Distribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap

PDRB (%) 61,38 61,43 61,04 60,57

Makanan 25,73 25,71 26,38 25,26 Non Makanan 35,65 35,72 34,66 35,31

3. Inflasi Konsumsi Rumah

Tangga (%) 8,36 7,37 5,81 6,47

Makanan 10,21 9,66 11,18 7,86 Non Makanan 6,98 5,72 2,08 5,83

Sumber : BPS Kota Bandung *) Angka Perbaikan

**) Angka Sementara

Jika dilihat kenaikan riil, laju pertumbuhan dari konsumsi

rumah tangga sebesar 7,10 persen di tahun 2009 kemudian meningkat

8,77 persen pada tahun 2010, kemudian naik lagi pada tahun 2011

menjadi 9,49 persen dan mengalami perlambatan pada tahun 2012

menjadi 8,32 persen. Data ini memperlihatkan bahwa kemampuan

masyarakat dalam membeli barang dan jasa tahun 2012 melambat

dibanding 2011. Perlambatan pertumbuhan ini tidak lepas dari

harga-harga barang yang meningkat tinggi pada tahun tersebut.

Dalam dokumen P D R B Produk Domestik Regional Bruto (Halaman 32-46)

Dokumen terkait