• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Bedah Script

Menurut LoBrutto (2002), membaca dan membedah naskah adalah hal utama yang dilakukan setiap department pada masa praproduksi. Bagi production designer, membedah script merupakan langkah awal dalam menentukan konsep dan melakukan riset yang mencakup kepentingan set, props, dan kostum yang akan digunakan (hlm. 17).

11 2.6. Research

Menurut Rizzo (2005), mendesain penampilan dan visual sebuah film ditentukan berdasarkan konsep visual yang diinginkan tidak dapat semata-mata berasal dari pihak production designer sendiri namun juga didukung oleh infromasi dan data kuat yang didapat melalui riset yang akan membantu memperkaya dan memperindah cerita dalam naskah (hlm. 53).

2.7. Visual Concept

Selama praproduksi sebuah film maupun film pendek, production designer mengkonsepkan bagaimana aspek lingkungan dan karakter secara visual. Dalam suatu film, peranan konsep visual dapat menguatkan dan mendukung isi cerita.

Menurut Katz (2011), dalam membangun suatu konsep visual seorang production designer membuat sketsa sebagai media untuk menunjukkan peletakkan set dan props serta gambaran lokasi yang mencakup camera angle yang akan meningkatkan kekuatan perspektif dari set yang dibangun (hlm. 17).

Gambar 2.3. Set Projection Sketch by Camille Abbot for Flashdance (Steven Doughlas Katz, 2011)

12 2.8. Mood Board

Menurut Barnwell (2008), mood board menjadi salah satu langkah penting dalam sebuah proses kreatif yang membantu menyampaikan look, atmosfer, emosi, dan mood yang ingin divisualisasikan dalam suatu film. Pembuatan mood board dapat menggunakan potongan-potongan gambar yang berasal dari majalah, foto, kartu pos, dan fabric (hlm. 106).

2.9. Concept Drawing

Menurut LoBrutto (2002), production designer mengembangkan ide dan konsep awal melalui sketsa. Berangkat dari sketsa konsep atau concept drawing tersebut akan tercipta sebuah gambaran konsep yang diinginkan berdasarkan hasil riset yang didapat. Membuat sketsa konsep merupakan tahap pertama dalam proses kreatif atau proses desain setelah tahap pembedahan script dan memahami visi dan misi sutradara terhadap visual film yang ingin disampaikan (hlm. 57).

2.10. Approval

Menurut LoBrutto (2002), setelah production designer membuat sketsa sesuai dengan konsep yang diinginkan serta didukung dengan riset yang telah didapat, production designer memberikan konsep tersebut kepada sutradara dan mempresentasikannya untuk menjelaskan konsepnya secara detail kepada sutradara. Setelah mempresentasikan konsep tersebut, production designer berdiskusi bersama sutradara dan director of photography untuk menyatukan visi dan misi yang mendukung film agar dapat berjalan. Setelah konsep mendapat persetujuan sutradara, art department dapat memulai pekerjaannya (hlm. 58).

13

BAB III METODOLOGI

3.1. Gambaran Umum

Materi yang akan dibahas adalah visualisasi desain set dalam penggambaran karakter pada film pendek berjudul “Maya” yang merupakan sebuah film pendek karya mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara jurusan Desain Komunikasi Visual dengan peminatan digital cinematography yang memiliki durasi kurang lebih 15 menit. Film “Maya” memiliki genre drama bertema accepting.

Penulisan Laporan Tugas Akhir pada film “Maya” menggunakan metode kualitatif sebagai metode penelitian dengan pendekatan deskriptif naratif.

Menurut Yang (2011), metode deskriptif naratif adalah sebuah metode di mana penulis mengumpulkan data berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri, setelah data terkumpul maka data akan dianalisa menjadi kumpulan data yang sistematis (hlm. 203).

3.1.1. Sinopsis

Seorang anak perempuan berusia 7 tahun bernama Maya yang pindah ke sebuah rumah susun bersama ayahnya, Anthony. Di malam pada hari mereka pindah Maya yang tidur bersama ayahnya mendengar sebuah suara aneh yang membuatnya tidak bisa tidur. Maya mencari suara tersebut dan ternyata suara tersebut berasal dari dengkuran ayahnya yang sedang tertidur. Maya yang tidak mengerti arti dari dengkuran tersebut berusaha untuk menghentikan suara yang mengganggunya tersebut.

14 3.1.2. Posisi Penulis

Dalam film pendek berjudul “Maya”, penulis berperan sebagai production designer yang merupakan kepala dari art department. Penulis bertanggung jawab dalam proses konsep visualisasi desain set berdasarkan karakter dari naskah untuk divisualkan secara fisik oleh art department ke dalam film “Maya”.

3.2. Tahapan Kerja

Membaca naskah merupakan tahap utama yang dilakukan setiap department saat memasuki masa praproduksi yang bertujuan untuk mencapai pemahaman visi dan misi dari cerita yang ingin disampaikan. Begitu pula penulis selaku production designer berperan dalam memahami naskah secara detail khususnya karakter dalam film “Maya”.

Pada pembuatan film “Maya”, production designer ingin memvisualisasikan kondisi karakter melalui konsep desain set sehingga kondisi dari masing-masing karakter dapat tervisualisasikan melalui desain set yang diwujudkan dari konsep production designer berdasarkan scene yang telah ditentukan. Dalam proses memvisualisasikan konsep production designer harus berkomunikasi dengan sutradara menyangkut gambaran visual yang diberikan sesuai dengan visi cerita yang ingin disampaikan. Lalu dilanjutkan dengan art director, prop master, set decorator, dan tim art untuk dapat mewujudkan konsep visual ke dalam bentuk fisik pada setiap desain set yang dibangun sesuai dengan scene-nya. Sehingga penulis menganggap komunikasi antara production designer, sutradara, dan art department harus memiliki satu visi dan misi. Bila visi dan misi

15 ini tidak sejalan maka peluang terjadinya kesalahpahaman dalam komunikasi yang menimbulkan permasalahan dalam masa produksi karena perbedaan pandangan dapat terjadi.

Setelah memahami naskah dan membedahnya secara visual, penulis selaku production designer melakukan riset lebih dalam dengan pencarian referensi serta teori yang dapat memperkuat konsep pada cerita yang ingin disampaikan. Seperti pemahaman mengenai pengaruh psikologi pada anak berumur 7 tahun melalui coretan tangan, kondisi psikologi dan sosiografi orang dewasa, ataupun referensi gambar isi dan kondisi dari ruangan dalam sebuah rumah susun kelas menengah dan ke bawah yang mendukung kondisi karakter. Kemudian melalui pemahaman teori yang didapat, sketsa konsep hasil survey setiap lokasi dan ruangan yang telah didatangi bersama sebagai acuan bentuk desain konsep set. Production designer memvisualisasikan bentuk tulisan pada naskah menjadi sebuah gambaran visual dalam bentuk gambar untuk memberikan bayangan konsep ruang set pada setiap scene yang ingin diwujudkan secara fisik. Production designer juga membuat mood board sebagai acuan suasana yang ingin diciptakan setiap scene-nya, juga sebagai acuan gambaran bagaimana karakter yang akan diwujudkan ke dalam film

“Maya”.

16 .

Gambar 3.1. Script Breakdown Dok. Pribadi, 2014

Gambar 3.2. Draft Set Sketches Dok. Pribadi, 2014

17 Gambar 3.3. Moodboard

Dok. Pribadi, 2014

18 3.3. Acuan

Film “Maya” memiliki beberapa referensi sebagai acuan. Sutradara memberi referensi film karya Hirokazu Koreeda yang berjudul “Nobody Knows” (2004),

“All About Lily Chow-Chow” karya Shunji Iwai (2001), “Tokyo Sonata” karya Akira Kurosawa (2008), “Kolja” karya Jan Sverák (1996), dan film berjudul “Ilo-Ilo” karya Anthony Chen (2013).

Gambar 3.4. Ref. Nobody Knows By Hirokazu Koreeda, 2004

19 Gambar 3.5. Ref. Nobody Knows

By Hirokazu Koreeda, 2004

Gambar 3.6. Ref. Rumah Susun

http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000016755799/rumah-susun-pondok-bambu, 2014

20 3.4. Temuan

Penulis sebagai production designer dalam film pendek berjudul “Maya”

bertanggung jawab memvisualisasikan konsep berdasarkan naskah cerita ke dalam bentuk fisik serta mewujudkan desain set dalam penggambaran karakter yang ada pada film ini.

Penulis sebagai production designer meninjau pentingnya set dalam menggambarkan suasana dan kondisi dari karakter yang bersangkutan dalam suatu film. Dalam proses mewujudkan desain set yang dapat menggambarkan kondisi karakter pada film “Maya”, production designer harus melakukan berbagai riset, antara lain riset yang berkaitan dengan look dan suasana dari lokasi yang akan dibutuhkan, gambaran set yang akan diterapkan, menyesuaikan set dan props yang kiranya akan diterapkan pada karakter yang ada pada film “Maya”.

Gambar 3.7. Ref. Rumah Susun

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/12/090396500/Kepemilikan-Rumah-Susun-Tak-Bisa-Dialihkan, 2014

21 Penulis dalam film “Maya” merangkap sebagai production designer, art director, props master, set decorator serta dibantu oleh tim art yang membantu meringankan kerja production designer selama masa praproduksi hingga pasca produksi. Selama praproduksi production designer mencari segala props dan kebutuhan set baik membeli, menyewa, ataupun meminjam dengan harga sesuai budget yang ditentukan. Hunting props dan kebutuhan dicari ke berbagai tempat seperti pasar, mall, dan melalui internet (online shop).

Dalam proses ini penulis menemukan berbagai kendala bahwa tidak semua props mudah didapatkan dan dapat ditempatkan dalam setiap scene. Props seperti kasur dan kulkas berukuran besar adalah salah satu props yang sangat sulit untuk dicari karena kedua alat ini merupakan alat kebutuhan yang vital. Jika membeli alat ini maka akan berdampak pada production budget. Namun penulis mencari alternatif lain untuk mengatasi masalah berhubungan dengan props yang sulit dicari.

Begitu juga kendala yang ditemukan ketika adanya kesalahpahaman komunikasi antara sutradara, production designer, dan tim art. Saat ada perubahan atau penambahan props dalam suatu scene, sering kali gagasan dari production designer pada sutradara tidak dimengerti maksudnya oleh sutradara.

Saat ada perubahan atau penambahan props pada set atau scene dalam bidang art komunikasi hanya diketahui antara dua pihak sehingga menghambat proses kerja.

Dalam hal ini production designer harus segara mencari jalan untuk mengatasi masalah yang timbul dan menghitung matang-matang terkait perubahan yang dilakukan akan berdampak pada masa produksi ke depannya atau akan

22 mempersulit kinerja department lain. Penulis juga menemukan bahwa komunikasi antar department harus terjalin dengan baik. Masalah ini terjadi pada masa prapoduksi di mana ketika sebuah department membutuhkan bantuan department lain namun department yang dituju sulit untuk diajak berkomunikasi. Selain itu terdapat kendala menyangkut setiap department yang seharusnya saling membantu satu sama lain demi lancarnya proses masa produksi. Masalah seperti ini dialami penulis ketika penulis sebagai production designer turun hunting bersama tim art untuk mencari props yang akan digunakan pada film “Maya”, namun hari hunting production designer bersama tim art berbenturan dengan hari fitting aktor. Penulis mengharapkan department lain dapat membantu production designer dalam melakukan fitting dengan aktor, karena production designer telah menyiapkan kostum-kostum yang akan dipakai. Dalam masalah ini production designer harus mencari jalan tengah yakni mempercepat waktu hunting dan segera menuju ke lokasi fitting untuk melakukan fitting aktor dengan tepat waktu. Hal ini juga dilakukan untuk menjaga mood aktor agar tetap stabil dan tidak menurun dikarenakan menunggu penulis dan tim art kembali untuk melakukan fitting. Pada saat pembongkaran set, kendala yang dialami adalah saat melepas gipsum, triplek, dan kayu yang dipasang untuk membangun sekat dalam ruangan sehingga production designer harus dibantu oleh set builder dan department lain yang datang membantu pada saat hari pembongkaran dikarenakan ukuran dari masing-masing material tersebut banyak, memiliki ukuran yang tergolong besar, dan berat. Penulis juga menemukan bahwa tidak semua aspek dalam 3 dimensional character dapat diwujudkan dalam film “Maya”. Hal ini dikarenakan

23 diperlukannya fokus terhadap aspek tertentu yang ingin dibangun dan divisualisasikan. Hal ini juga dapat menguatkan makna pesan naratif dalam sebuah cerita yang disampaikan secara visual. Dalam film “Maya”, production designer awalnya memfokuskan aspek psikologi dari karakter Anthony untuk set pada scene ruang tengah, namun setelah proses eksekusi set selesai diketahui bahwa ternyata aspek sosiografi/sosiologi karakter Anthony lebih menonjol, sehingga penulis sebagai production designer memfokuskan aspek sosiologi/sosiografi pada karakter Anthony dan aspek psikologi untuk difokuskan pada karakter Maya.

24

BAB IV ANALISIS

4.1. Cerita Film “Maya”

Film “Maya” bercerita tentang seorang anak perempuan berumur 7 tahun bernama Maya yang pindah ke sebuah rumah susun bersama dengan Anthony, ayahnya.

Mereka pindah ke rumah susun karena Anthony yang bekerja sebagai akuntan di PHK oleh perusahaan tempat ia dipekerjakan. Di malam setelah kepindahan mereka ke rumah susun tersebut, Maya yang tidur bersama Anthony gusar karena ada suara yang mengganggunya. Ia bangun dan berusaha mencari asal suara yang mengganggunya tersebut. Ternyata suara tersebut keluar dari mulut sang ayah.

Anthony mendengkur. Maya yang tidak mengerti arti dengkuran sendiri berusaha untuk menghentikan suara yang mengganggunya tersebut dengan caranya sendiri.

Segala cara ia lakukan untuk menghentikan dengkuran sang ayah namun tidak satupun dari caranya berhasil pada suara yang keluar dari mulut sang ayah. Maya yang sangat terganggu dengan suara tersebut memutuskan untuk keluar dari kamar membawa buku mewarnainya dan tasnya kemudian masuk ke dalam ruang kardus. Maya menemukan sebuah kardus besar yang mereka bawa saat pindahan hari itu. Maya menarik kardus besar tersebut dan masuk ke dalamnya. Maya mulai menggambar dalam kardus tersebut dengan krayon yang ia bawa dalam tasnya.

Perlahan-lahan Maya merasa mengantuk dan kemudian tidur di dalam kardus besar tersebut. Keesokkan paginya, Anthony yang terbangun dan menemukan Maya tidak ada di sampingnya beranjak dari kasur dan keluar kamar. Anthony

25 menemukan Maya yang tertidur di dalam kardus besar. Anthony pun membangunkan Maya. Kemudian siang itu Anthony yang ingin bangkit dari kondisi ekonominya yang jatuh pergi menemui rekannya untuk menawarkan kerja sama dan meninggalkan Maya seorang diri di rumah. Sebelum pergi Anthony sempat mengingatkan Maya untuk tidak keluar rumah. Maya yang sedang mewarnai buku mewarnainya merasa lapar dan mencari-cari sesuatu yang bisa ia makan. Maya memeriksa dapur, membuka kulkas, dan kardus-kardus yang terdapat di ruang kardus namun tetap, ia tidak mendapatkan makanan apapun yang bisa ia makan untuk mengganjal rasa laparnya hingga ia membuka kembali kardus yang berisi barang-barangnya. Ia menemukan tas merahnya dan mulai membuka satu-persatu kantung pada tasnya dan menemukan sebuah permen susu dan menikmatinya. Setelah menikmati permen tersebut ia kembali melakukan hal kesukaannya yaitu mewarnai di dalam kardus besar kesukaannya sambil menunggu Anthony kembali. Perhatian Maya kembali tertuju pada ruang kardus, ia mulai membuka kembali kardus-kardus ibunya dan menemukan sebuah kotak musik. Maya pun membawa kotak musik tersebut masuk ke dalam kardus besarnya. Selama di dalam kardus Maya mendengar suara pantulan-pantulan bola yang mengenai dinding. Maya berjalan ke arah pintu dan keluar dari rumahnya dan berjalan-jalan di lorong rumah susun serta memperhatikan lingkungan di sekitar rumah susun tersebut. Tak lama kemudian ia melihat Anthony berjalan dengan lesu dan duduk di lapangan rumah susun. Melihat hal tersebut Maya kembali ke dalam rumah. Maya memasuki ruang kardus dan kembali masuk ke dalam kardus besar kesukaannya sambil memutar lagu pada kotak musik tersebut.

26 Maya pun tertidur pulas. Anthony yang kemudian tiba di rumah dalam keadaan lesu meletakkan berkas-berkasnya yang berisi surat kerja sama di atas meja makan dan ia sadar bahwa Maya tidak ada di dalam rumah. Ia pun mulai menari-cari Maya dengan memeriksa seluruh ruangan sampai ia tiba di ruang kardus dan membukanya. Anthony melihat Maya tertidur di dalam kardus besar di ruang kardus sambil memegang sebuah kotak musik. Anthony yang lega menggendong Maya ke dalam kamar. Anthony kembali ke ruang tengah dan mulai memutar siaran sepak bola di TV. Rasa lelah, kecewa, dan putus asa membuat Anthony tertidur di atas alas mewarnai Maya yang ada di ruang tengah. Maya yang mendengar suara dengkuran Anthony keluar dari kamar dengan menarik selimut.

Ia menghampiri Anthony dan menyelimutinya kemudian masuk ke dalam ruang kardus. Ia menarik kardus besar kesukaannya ke samping Anthony, masuk ke dalam kardus besar, dan menutup kardus tersebut.

Dalam cerita yang bertema accepting ini, nilai naratif yang ingin disampaikan adalah bagaimana perubahan kondisi hubungan suatu keluarga yang berubah drastis dari sebuah keluarga utuh menjadi sebuah keluarga yang renggang. Adanya suatu jarak dari hubungan sang ayah dengan sang istri yang meninggalkannya dan hubungan sang ayah dengan anaknya, begitu pula dengan anaknya.

4.1.1. Karakter Maya

Karakter Maya berdasarkan 3 dimensional characater adalah seorang anak perempuan yang berpenampilan tidak feminim dan rambutnya pendek sebahu,

27 maka dari itu yang perlu disiapkan untuk karakter Maya ini dari segi kostum adalah jenis kostum yang tidak mencerminkan sikap feminim. Dalam menentukan kostum, production designer memilih celana monyet (jumpsuit) dengan dalaman kaos untuk mendukung sisi penampilan Maya yang tergolong tomboy. Selain itu, Maya sendiri merupakan anak dengan kondisi kesehatan yang baik namun sering bersin, sehingga untuk karakter Maya ini diperlukan adanya tisu untuk props yang akan menunjang dan memperjelas kekurangan dari kondisi kesehatannya. Dari sisi kelas sosialnya dalam 3 dimensional characater dikatakan “upper middle class.

Dari awal film akan diperlihatkan bahwa ia telah berpindah menjadi kelas bawah.

Akan ada ketidaknyamanan yang terjadi ketika ia pindah ke rumah itu. Seorang anak yang kehilangan ruang bermainnya.”

Maka production designer memvisualisasikan karakter dan kondisi fisik karakter Maya sebagai karakter yang dapat dilihat oleh penonton tidak seperti karakter yang jatuh miskin, karena di sini posisi dari karakter Maya sendiri adalah baru mengalami sebuah perubahan kondisi yaitu kejatuhan ekonomi keluarga yang mengharuskannya pindah ke sebuah rumah susun. Maka dari itu, penampilan Maya dari segi kostum dan props yang Maya gunakan tidak menggambarkan seorang yang berasal dari keluarga berkekurangan. Sifat dari Maya yang pendiam ini menutupi sifat aslinya yaitu sifat anak-anak yang masih menggebu-gebu dalam dirinya, hal ini divisualisasikan melalui alas mewarnainya di ruang tengah dan juga buku mewarnainya yang menggambarkan bagaimana kondisi Maya setelah kejatuhan dan efek dari pernikahan ayah dan ibunya. Pada alas mewarnai Maya yang berbentuk persegi, terdapat 4 warna coklat di sudut kanan, kiri di atas dan

28 bawah yang menandakan bahwa Maya tertekan dan terdesak oleh keadaan, sedangkan warna kuning menjadi sifat asli Maya yakni penasaran, ingin tahu, imajinatif, dan berani.

4.1.2. Karakter Anthony

Karakter Anthony memiliki sifat yang sederhana, maka production designer menggambarkannya melalui kostum dengan kaos oblong dan celana pendek. Dari sisi kelas sosialnya dalam 3 dimensional character dikatakan “upper middle class.

Dari awal film akan diperlihatkan bahwa ia telah berpindah menjadi kelas bawah.

Sebelumnya, ia merupakan seorang akuntan yang di-PHK”.

Maka production designer memvisualisasikan karakter Anthony dengan gambaran yang tergolong kaum menengah atas karena pada kondisi ini Anthony baru mengalami kejatuhan ekonomi sejak ia dikenakan PHK namun pada saat kepindahannya ke rumah susun ia masih membawa barang-barang yang berasal dari rumah lamanya. Barang-barang tersebut seperti baju-bajunya, furniture dan lain-lain yang pernah menjadi isi dari rumah lamanya. Karakter Anthony memiliki egoisme yang tinggi sehingga ia lebih mementingkan urusannya terlebih dahulu termasuk pekerjaannya sehingga kurang memperhatikan keluarganya namun setelah PHK ia menjadi depresi, production designer memvisualisasikan sisi depresi Anthony melalui desain set yang ditata tidak pada tempatnya, hal ini menjelaskan bagaimana kondisi mental Anthony yang tidak sedang berada pada kondisi yang baik, selain itu untuk menunjukkan bahwa Anthony sebelumnya merupakan orang yang tergolong mampu (upper middle class), production designer membuat set dan menggunakan props yang mendukung kelas sosial

29 Anthony sebelum ia pindah ke rumah susun dengan cara menggunakan props yang berasal dari rumah lamanya sebelum Anthony pindah ke rumah susun.

4.2. Tahap Desain

Dalam proses mewujudkan desain set dalam penggambaran karakter pada film berjudul “Maya”, production designer melakukan berbagai tahap kerja guna mendapatkan gambaran yang sesuai dengan konsep yang telah ditentukan.

4.2.1. Analisis Script Scene Ruang Tengah

30 Maya yang sedang mewarnai melihat ayahnya keluar dari kamar dengan pakaian rapi non-formal. Anthony memakai kemeja lengan pendek kotak-kotak dengan celana panjang berbahan jeans. Maya sedang mewarnai buku mewarnainya yang bergambar seekor induk burung yang sedang memberi makan anaknya. Hal ini menjelaskan bahwa Anthony sedang berjuang untuk bangkit demi keluarganya dengan mencari rekan kerjanya untuk membuka pekerjaan baru. Maya memperhatikan Anthony yang hendak pergi dari rumah. Maya mendengarkan nasihat Anthony untuk tidak keluar dari rumah dengan membuka pintu rumah ketika ia sedang pergi. Dalam hal ini Anthony memang mengingatkan Maya untuk tidak keluar dari rumah, namun ia ceroboh dengan meninggalkan anak berusia 7 tahun sendirian di rumah, terlebih di mana ia berada di sebuah lingkungan baru yang sangat berbeda dengan lingkungan sebelumnya.

4.2.2. Script Breakdown

Dalam pembedahan naskah ini dibutuhkan:

Set:

Ruang tengah rusun yang telah ditata dengan tidak begitu rapi. Props yang diletakkan tidak di tempat yang sesuai dengan tujuan menggambarkan keadaan Anthony yang sedang frustasi dan depresi.

Props: Jemuran handuk, mesin cuci, keranjang baju kotor, kulkas 2 pintu, meja kerja kayu, rak kecil tempat mug dan rice cooker, meja TV, remote dan antena TV, rak sepatu, meja makan kayu berbentuk persegi panjang dan kursi makan,

Props: Jemuran handuk, mesin cuci, keranjang baju kotor, kulkas 2 pintu, meja kerja kayu, rak kecil tempat mug dan rice cooker, meja TV, remote dan antena TV, rak sepatu, meja makan kayu berbentuk persegi panjang dan kursi makan,

Dokumen terkait