2.8 Theory Acceptance Model (TAM)
2.7.5 Behavioral Intention to Use
Behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk menggunakan suatu teknologi. Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginan menambah peripheral pendukung motivasi untuk memotivasi pengguna lain (Davis, 1989; Relawati, 2014).
Menurut Fatmawati (2015) Tingkat penggunaan sistem informasi pada pengguna dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap sistem informasi tersebut. Terdapat semacam motivasi untuk menggunakan dan keinginan untuk memotivasi pengguna lainnya. Hal ini meliputi aspek, antara lain:
1. kognitif/cara pandang adanya ketertarikan terhadap sistem informasi, 2. afektif dengan pernyataan pengguna untuk menggunakan sistem
informasi, komponen yang berkaitan dengan perilaku yaitu adanya keinginan untuk tetap menggunakan sistem informasi yang ada.
2.7.6 Actual System Use
Davis (1989) dalam Fatmawati (2015) menyebutkan bahwa Actual use diartikan sebagai “a person’s performance of specific behaviou1r”. Artinya
kinerja seseorang dari perilaku tertentu. Hal ini dapat diketahui melalui kondisi secara nyata penggunaan sistem informasi tersebut, antara lain:
intensitas penggunaan sistem informasi, frekuensi penggunaan menggunakan sistem informasi, maupun penggunaan sistem informasi yang sebenarnya secara terus-menerus di perpustakaan tersebut.
Menurut Davis (1989) dalam Mustakini (2007) menjelaskan bahwa actual use kondisi nyata penggunaan sistem. Dikonsepkan dalam bentuk pengukuran terhadap frekuensi dan durasi waktu penggunaan teknologi.
Seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktivitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan.
2.9 Expectation-Confirmation Model (ECM)
Expectation-Confirmation Model (ECM) dikembangkan oleh Bhattacherjee (2001) yang merupakan pengembangan dari Expectation Confirmation Theory (ECT) oleh (Oliver, 1980). ECT oleh Oliver (1980) adalah teori yang menjelaskan tentang hubungan antara kepuasan pelanggan dengan pembelian. Pelanggan membandingkan ekspektasi mereka sebelum membeli produk atau jasa dengan hasil didapatkan setelah pembelian, dan kepuasan berdasarkan konfirmasi dari ekspektasi mereka yang membuat mereka ingin membeli kembali produk atau jasa tersebut.
Bhattacherjee (2001) berargumentasi bahwa konfirmasi dan ekspektasi dalam sistem informasi terbentuk dari pengalaman pengguna dalam menggunakan terakhir sistem informasi tersebut, dilihat dari kegunaan yang
pengguna rasakan dari sistem informasi atau aplikasi tersebut. Adaptasi model EDT pada kasus yang secara spesifik membicarakan continuance use dari produk dan layanan IT, Bhattacherjee mengusulkan beberapa ekstensi dan modifikasi pada model asli ECT. Salah satu usulan modifikasi tersebut adalah mengganti ekspektasi yang digunakan pada ECT menjadi Perceived Usefulness.
Perubahan ini dikarenakan ekspektasi pada ECT hanya berfokus pada ekspektasi pra-konsumsi, sementara ekspektasi pasca konsumsi, menurut Bhattacherjee, dapat berubah seiring dengan waktu (Chen, Yen, & Peng, 2017). ECM eksptektasi direpresentasikan oleh Perceived Usefulness.
Digunakannya Perceived Usefulness sebagai pengganti ekspektasi adalah karena variabel ini merupakan satu-satunya variabel yang secara konsisten mempengaruhi pengguna di seluruh tahap temporal penggunaan teknologi informasi (Bhattacherjee, 2001). Hubungan antar variabel yang terdapat pada ECM dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Expectation-Confirmation Model (Bhattacherjee, 2001)
2.9.1 Perceived Usefulness
Perceived Usefulness adalah persepsi pengguna tentang manfaat yang dapat diharapkan dari penggunaan suatu teknologi informasi (Hsu & Lin, 2015). Indikator-indikator dari variabel Perceived Usefulness dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator Variabel Peceived Usefulness
Variabel Indikator Sumber
Perceived Usefulness
Meningkatkan Kinerja (Bhattacherjee, 2001) Meningkatkan Produktivitas
Meningkatkan Efektivitas Manfaat sistem secara keseluruhan
2.9.2 Confirmation
Confirmation adalah persepsi pengguna tentang kesesuaian harapan pengguna atas penggunaan suatu teknologi informasi dengan kinerja aktual dari teknologi informasi tersebut (Kim et al., 2019). Indikator-indikator dari variabel Confirmation dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Indikator Variabel Confirmation
Variabel Indikator Sumber
Confirmation Pengalaman menggunakan sistem (Bhattacherjee, 2001) Layanan yang disediakan sistem
Ekspektasi secara Keseluruhan 2.9.3 Satisfaction
Satisfaction adalah perspektif pengguna akan kondisi aktual dari suatu sistem informasi untuk memenuhi suatu kebutuhan pengguna (Kim et al.,
2019). Indikator-indikator dari variabel Satisfaction dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indikator Variabel Satisfaction
Variabel Indikator Sumber
Satisfaction Pengalaman yang memuaskan 2.9.4 Continuance Intention
Continuance use intention adalah tingkat di mana pengguna bermaksud untuk terus menggunakan suatu teknologi informasi (Hsu & Lin, 2015).
Indikator-indikator dari variabel continuance intention dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Tabel Indikator Continuance Intention
Variabel Indikator Sumber
Continuous Intention
menggunakan kembali sistem dibanding berhenti menggunakan.
(Bhattacherjee, 2001) menggunakan kembali sistem atau
aplikasi dibanding menggunakan sistem
untuk sering menggunakan sistem dikemudian hari
2.10 Perceived Value
Perceived Value adalah level suatu nilai perspektif pengguna dalam membandingkan antara sacrifice dengan benefit dari suatu penggunaan aplikasi atau layanan (Kim et al., 2007).
Tabel 2.5 Tabel Indikator Perceived Value
Variabel Indikator Sumber
Perceived Value
Membandingkan biaya yang harus dibayar dengan aplikasi lain.
(Kim et al., 2007) Membandingkan waktu yang saya berikan
dalam menggunakan sebanding dengan manfaat yang saya terima.
Membandingkan usaha yang saya berikan dalam menggunakan aplikasi sebanding dengan manfaat yang saya terima.
2.11 Privacy Risk
Privacy risk adalah level suatu kegelisahan suatu pengguna tentang kebocoran data pribadi yang dilakukan dalam transaksi online menggunakan aplikasi Mobile (Kim et al., 2019). Indikator-indikator dari variabel privacy risk dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Tabel Indikator Privacy Risk
Variabel Indikator Sumber
Privacy Risk
Saya tidak merasa data pribadi dalam melakukan transaksi aman
(Chunxiang, 2014; Dinev
& Hart, 2006; Kim et al., 2019)
Mendaftar aplikasi tersebut akan meningkatkan resiko pencurian data pribadi
Pelaku kriminal siber mungkin akan menyalahgunakan kartu kredit saya
2.12 Perceived Fee
Perceived fee adalah evaluasi dengan membandingkan manfaat layanan dengan biaya atau harga penggunaan layanan yang pengguna keluarkan (Cheong & Park, 2005). Pengguna menganggap bahwa harga lebih besar daripada manfaat layanaan, pengguna akan memutuskan untuk tidak
menggunakan layanan itu lagi(Roostika, 2012).Indikator-indikator dari variabel perceiced fee dapat dilihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Tabel Indikator Variabel Perceived Fee
Variabel Indikator Sumber
Perceived Fee
Harga yang ditawarkan oleh aplikasi kai Access murah.
(Chunxiang, 2014; Dinev
& Hart, 2006; Kim et al., 2019).
Harga yang ditawarkan oleh aplikasi kai Access sangat masuk akal.
Saya senang saat membeli dengan menggunakan applikasi kai Access.
2.13 Penelitian Kuantitatif
Penelitian dengan pendekatan kuantitatif ialah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerik yang diolah dengan metode statistika. Pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian dalam rangka menguji hipotesis dan menyandarkan kesimpulannya pada suatu probabilitas kesalahan. Penggunaan metode kuantitatif maka akan diperoleh signifikasi perbedaan kelompok atau signifikasi hubungan antar variabel (Azwar, 2007).
Kesimpulan dari penjabaran diatas penelitian kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan prosedur statistika dan data numerik dengan menyimpulkan pada suatu probabilitas kesalahan agar diperoleh hasil yang signifikan.
2.14 Pengelompokkan Data
Menurut Suryani & Hendriyadi (2016) pengelompokkan data terbagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Data Menurut Jenisnya
Data menurut jenisnya yaitu data dikelompokkan menjadi dua yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kategori atau karakteristik yang dimiliki objek penelitian seperti jenis kelamin, usia, warna, dan lain-lain. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam angka yang dapat berupa hasil perhitungan atau pengukuran seperti tinggi badanm berat badan, suhu, dan lain-lain.
2. Data menurut sumbernya
Data menurut sumbernya terbagi menjadi dua jenis yaitu data internal dan eksternal. Data internal adalah data yang didapatkan dari dalam perusahaan, organisasi, atau instansi dimana penelitian dilaksanakan yang menggambarkan keadaan di dalamnya. Sementara data eksternal adalah data yang menggambarkan keadaan di luar organisasi yang umumnya didapatkan dari pihak lain untuk digunakan sebagai pembanding.
3. Data Menurut Cara Memperolehnya
Data menurut cara memperolehnya dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu primer dan sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti yang akan menggunakan data tersebut yang diperoleh dari wawancara atau kuisoner. Data sekunder adalah data yang tidak langsung dikumpulkan oleh peneliti yang didapatkan dari laporan tahunan dan lain sebagainya.
4. Data Menurut Waktu Pengumpulannya
Data menurut waktu pengumpulannya terbagi menjadi tiga jenis yaitu data cross section, data deret waktu (time series), dan data panel (cross section time series). Data cross section merupakan data yang terkumpul pada suatu waktu tertentu untuk menjelaskan gambaran perkembangan sebuah objek atau peristiwa. Data deret waktu (time series) merupakan data yang menjelaskan sebuah objek atau peristiwa dari waktu ke waktu secara historis. Data panel (cross section time series) merupakan data yang menjelaskan beberapa objek dari waktu ke waktu secara historis.
2.15 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, kuesioner, dan observasi.
1. Wawancara
Menurut Sugiyono (2012) wawacara merupakan suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dengan cara tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih melakukan tatap muka.
Wawancara diadakan dengan maksud mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, dan lain-lain (Sugiyono, 2012).
2. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan memberikan seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden. Kuesioner terbagi menjadi dua macam yaitu kuesioner langsung dan tidak langsung.
Kuesioner langsung adalah kuesioner yang diberikan kepada responden secara langsung, sedangkan tidak langsung adalah kuesioner yang didapat oleh responden melalui perantara. Jika berdasarkan jenisnya, kuesioner terbagi menjadi kuesioner terbuka dan tertutup. Kuesioner terbuka adalah kuesioner dengan pertanyaan yang jawabannya dapat diisi dengan leluasa sehingga akan mendapatkan data yang beragam. Kuesioner tertutup ialah kuesioner dengan beberapa pilihan jawaban yang telah ditetapkan.
3. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati perilaku manusia, tempat, proses pekerjaan, gejala-gejala yang muncul, dan lain-lain. Observasi dilaksanakan karena mempunyai tujuan tertentu, memiliki sifat ilmiah, kuantitatif, cepat, dan terbukti reabilitas serta validitasnya.
2.16 Skala Likert
Penelitian dengan kuesioner sebagai metode pengumpulan data menggunakan skala sikap sebagai alat pengukurannya (Siswanto, 2012).
Salah satu skala sikap yang dapat digunakan adalah skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, serta persepsi seseorang tentang fenomena sosial (Siswanto, 2012). Skala Likert mengukur respon subyek ke dalam poin atau 7 poin skala dengan interval yang sama (Jogiyanto, 2008). Umumnya pemberian skala tersebut dilakukan sebagai berikut: “sangat tidak setuju” diberi angka
1, “tidak setuju” diberi angka 2, “tidak tahun (netral)” diberi angka 3,
“setuju” diberi angka 4, dan “sangat setuju” diberi angka 5 (Sarwono, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa skala Likert merupakan suatu skala yang digunakan untuk mengukur suatu perilaku individu yang umumnya berupa kuesioner dengan pilihan jawaban yang telah ditentukan.
2.17 Populasi dan Sampel 2.17.1 Populasi
Populasi adalah jumlah secara menyeluruh dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diramalkan (Triyono, 2013). Menurut Eriyanto (2007) populasi ialah segala bagian dari objek yang akan diamati. Sugiyono (2012) menjelaskan jika populasi adalah sebuah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek yang memiliki kualitas tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Kesimpulan dari penjabaran diatas populasi adalah jumlah keseluruhan dari objek yang diamati dengan kualitas tertentu.
2.17.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai karakteristik yang sama dari objek yang merupakan sumber data (Sukandarrumidi, 2006).
Menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan bagian dari karakteristik dan jumlah yang dimiliki oleh sebuah populasi. Pengambilan sampel pada suatu penelitian dengan tujuan sebagai pertimbangan efisiensi dan sentralisasi masalah dengan fokus pada sebagian dari populasinya.
Kesimpulan dari penjabaran diatas sampel merupakan bagian dari populasi dengan karakteristik dan jumlah yang dimiliki sumber data dengan tujuan supaya lebih efisien dan fokus pada masalah pada penelitian.
2.17.3 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel dan teknik sampling yang akan digunakan pada penelitian (Sugiyono, 2012). Pada dasarnya, teknik sampling memiliki dua macam metode pengambilan sampel yaitu pengambilan sampel secara acak (probability sampling) dan pengambilan sampe secara tidak acak (non-probability sampling) (Triyono, 2013).
Beberapa cara pengambilan sampel secara acak (probability sampling) menurut Sugiyono (2012) sebagai berikut:
1. Simple Random Sampling
Simple Random Sampling dinyatakan sederhana karena pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan tingkatan yang ada pada suatu populasi. Simple Random Sampling merupakan teknik untuk mendapatkan sampel yang dilakukan langsung di unit sampling sehingga setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Cara pengambilan sampel dapat dilakukan dengan undian, ordinal, dan tabel bilangan random.
2. Proportionate Stratified Random Sampling
Proportionate Stratified Random Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang biasa digunakan pada populasi yang
memiliki susunan atau struktur yang berlapis-lapis. Teknik ini tidak dapat membuat strata jika tidak melakukan investigasi.
3. Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproportionate Stratified Random Sampling digunakan apabila ingin menentukan jumlah sampel dengan populasi yang berstrata namun kurang proposional.
4. Cluster Sampling
Cluster Sampling merupakan teknik yang digunakan jika populasi tidak terdiri dari individu melainkan kelompok individu atau cluster.
Teknik ini digunakan untuk menentukan sampel jika objek penelitian sangat luas.
Beberapa cara pengambilan sampel secara tidak acak (non-probability sampling) menurut Sugiyono (2012) sebagai berikut:
1. Systematic Sampling
Systematic sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Unsur pertama saja dari sampel yang dipilih secara acak selanjutnya dipilih secara sistematis dengan suatu pola tertentu.
Teknik pengambilan sampel jenis ini jarang mengalami kesalahan karena anggota sampel yang menyebar secara merata.
2. Kuota Sampling
Kuota Sampling merupakan teknik pengambilan sampel dari suatu populasi yang memiliki ciri tertentu hingga jumlah (kuota) yang
diinginkan. Teknik ini jumlah populasi tidak dihitung akan tetapi diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
3. Aksidental Sampling
Aksidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara kebetulan atau tidak disengaja bertemu dengan peneliti. Teknik ini pengambilan sampel tidak diputuskan terlebih dahulu sehingga peneliti secara langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemukan.
4. Purposive Sampling
Purposive Sampling ialah teknik pengambilan sampel dengan mempertimbangkan hal-hal tertentu. Pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang berhubungan dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya berdasarkan tujuan penelitian.
5. Sampling jenuh
Sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel jika seluruh anggota populasi digunakan sebagai sampel. Teknik ini dilakukan pada populasi yang berjumlah sedikit.
6. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan teknik awal mengambil beberapa sampel, lalu sampel yang telah dipilih diinstruksikan untuk memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel.
2.18 Slovin
Slovin merupakan salah satu cara atau rumus dalam menentukan besaran sampel yang dikembangkan oleh Slovin (1960). Rumus slovin menetapkan taraf keyakinan pada penhitungannya yang terbagi menjadi taraf keyakinan 90%, 95%, dan 99% (Tatang, 2011). Semakin besar taraf keyakinan yang ditetapkan maka data yang diperoleh semakin baik. Untuk dapat menentukan jumlah sampel dengan populasi yang telah diketahui dapat menggunakan rumus yaitu:
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁𝑒2 n = Ukuran sampel
N = Jumlah seluruh anggota populasi
e = toleransi terjadinya galat, taraf signifikansi 2.19 Structural Equation Modeling (SEM)
Structural Equation Modeling (SEM) adalah metode analisis data yang sering digunakan dalam riset pemasaran karena dapat menguji model secara linier dan aditif yang didukung secara teoritis (Dell, 2015). Pemasar dapat dilakukan secara visual dengan memeriksa hubungan yang ada di antara variabel-variabel yang diminati untuk memprioritaskan sumber daya agar dapat melayani pelanggan dengan lebih baik dalam SEM (Hair et al., 2017).
Ada dua submodel dalam model persamaan strukturalyaitu model bagian dalam menentukan hubungan antara variabel independen dan dependen (Kwong & Wong, 2013). Variabel dapat dikatakan eksogen atau endogen di dalam SEM. Sebuah variabel eksogen memiliki panah jalur ke luar,
sedangkan variabel endogen memiliki setidaknya satu jalur yang mengarah ke dalam dan mewakili efek dari variabel lain (Kwong & Wong, 2013).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa SEM adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data yang dapat dilakuka secara visual dengan melihat kondisi variabel-variabel yang saling berhubungan.
2.20 Partial Least Squares (PLS)
Partial Least Squares (PLS) adalah pendekatan pemodelan lunak untuk SEM tanpa asumsi tentang distribusi data (Vinzi, 2010). PLS-SEM dapat menjadi alternatif yang baik untuk situasi seperti ukuran sampel kecil, Aplikasi memiliki sedikit teori yang tersedia, keakuratan prediksi, dan spesifikasi model yang benar tidak dapat dipastikan (Kwong & Wong, 2013). PLS berfungsi untuk pemodelan persamaan struktural yang diterapkan pada penelitian terutama pada jumlah populasi yang terbatas (Kwong & Wong, 2013). PLS-SEM telah digunakan di banyak bidang, seperti ilmu organisasi, sistem informasi manajemen dan strategi bisnis.
PLS merupakan pendekatan untuk SEM tanpa mengasumsi distribusi data sehingga dapat menjadi solusi pada kondisi ukuran sampel yang kecil dan aplikasi yang digunakan untuk menganalisis memiliki sedikit teori.
2.21 Evaluasi model PLS
PLS adalah sebuah cara alternatif pada analisis SEM saat data yang digunakan tidak berdistribusi normal multivariate (Alfa et al., 2017). Nilai variabel laten pada SEM dengan PLS diestimasi sesuai dengan kombinasi linear dari variabel-variabel manifest yang berhubungan dengan variabel
laten sehingga diperlukan mengganti variabel manifest (Alfa et al., 2017).
Menurut Monecke & Leisch (2012) SEM dengan PLS terdiri dari tiga komponen yaitu model structural, model pengukuran, dan skema pembobotan. Analisis SEM dengan PLS terdapat dua model yaitu inner model dan outer model (Alfa et al., 2017).
2.21.1 Model Pengukuran (Outer Model)
Model Pengukuran atau Outer Model merupakan model yang menggambarkan hubungan antar variabel laten dengan indikatornya. Model pengukuran ini memiliki pemeriksaan Convergent Validity yang terdiri dari individual item reliability, internal consistency, Average Variance Extracted (AVE), dan pemeriksaan Discriminant Validity.
Tahap pertama pada convergent validity ialah Individual indicator reliability. Individual indicator reliability merupakan sebuah jenis validitas yang berkaitan dengan prinsip bahwa pengukur suatu konstruk harus mempunyai kolerasi tinggi sehingga digunakan untuk mengukur besarnya kolerasi antara variabel laten dengan variabel manifest pada model pengukuran reflekstif. Individual indicator reliability dapat dinilai berdasarkan outer loading yaitu dengan berdasarkan kolerasi antara nilai komponen (item score) dengan nilai konstrak (Alfa et al., 2017). Suatu kolerasi dapat dikatakan memenuhi Individual item reliability apabila mempunyai outer loading score lebih besar dari 0,5 sampai 0,6 (Chin, 1998).
Tahap kedua adalah pengukuran Internal consistency reliability.
Pengukuran Internal consistency reliability dilakukan dengan memeriksa nilai composite reliability. Nilai composite reliability dianggap lebih baik untuk mengukur internal consistency daripada menggunakan cronbach’s alpha pada model PLS-SEM. Hal tersebut disebabkan oleh nilai composite reliability tidak mengasumsikan kesamaan boot dari setiap indikator (Yamin & Kurniawan, 2011). Batas nilai yang digunakan ialah di atas 0,7 berarti dapat diterima dan di atas 0,8 berarti memuaskan (Hair et al., 2017).
Composite Realibility dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝜌𝑐 = (Σ𝜆𝑖)2
Σ𝜆𝑖2+ Σ𝑖𝑣𝑎𝑟𝜀(𝑖)
dimana 𝜆𝑖 menyatakan loading factor dari var 𝜀(𝑖) = 1 - 𝜆𝑖2 Tahap ketiga adalah mengukur Avarage Variance Extracted (AVE).
Apabila nilai AVE lebih besar dibandingkan nilai kolerasi diantara variabel laten, maka Discriminant Validity dapat dianggap terpenuhi (Alfa et al., 2017). Discriminant Validity dianggap tercapai jika nilai AVE lebih besar dari 0,5 (Sarwono & Narimawati, 2015). AVE dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
𝐴𝑉𝐸 = Σ𝜆2𝑖 Σ𝜆2𝑖 + Σ𝑖𝑣𝑎𝑟𝜀(𝑖)
Dimana 𝜆𝑖 menyatakan loading factor (covenrgent validity) dari var 𝜀(𝑖) = 1 - 𝜆𝑖2.
Selanjutnya dilakukan pengukuran Discriminant Validity. Discriminant Validity adalah suatu evaluasi untuk Outer Model karena validitas
diskriminan berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur konstruk yang berlainan seharusnya tidak berkolerasi tinggi (Alfa et al., 2017). Validity Discriminant dapat diukur berdasarkan nilai cross loading antar indikator dan cross loading Fornell-Lacker’s (Hair et al., 2017; Yamin & Kurniawan, 2011). Cross loading diukur dengan membandingkan kolerasi antar indikator dengan konstrak dan konstrak di blok lainnya jika kolerasi antar indikator dengan konstraknya lebih tinggi dari kolerasi dengan blok lainnya, maka konstrak tersebut memperkirakan ukuran pada blok tersebut lebih baik daripada blok lainnya. Cross Loading Fornell-Lacker’s dilakukan dengan memeriksa nilai akar dari AVE. Nilai akar AVE harus lebih besar dari kolerasi antar konstrak dengan konstrak lainnya (Yamin & Kurniawan, 2011).
2.21.2 Model Struktural (Inner Model)
Model Struktural atau Inner Model yaitu menggambarkan model yang berhubungan antar variabel laten yang dibentuk berdasarkan subtansi teori.
Model struktural terdiri dari pengukuran nilai path coefficient (β), R2 (coefficient of determination), nilai t-test, pengujian f2 (effect size), Q2 (predictive relevance), dan q2 (relative impact).
Tahapan pertama pada uji model struktural adalah pengukuran koefisien jalur (path coefficient) yang dilakukan untuk menunjukkan kekuatan hubungan konstrak (Yamin & Kurniawan, 2011). Nilai batas ambang untuk path coefficient adalah 0,1 yang berarti path atau jalur tersebut berpengaruh dalam model.
Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi nilai R2 yang digunakan untuk menjelaskan varian dari setiap target endogenous variabel. Batas ambang nilai R2 terbagi menjadi tiga yaitu 0,67 berarti subtansial, 0,33 berarti moderat, dan 0,19 berarti lemah (Yamin & Kurniawan, 2011).
Langkah setelah itu melakukan uji nilai t-test dengan menggunakan metode bootstrapping melalui uji two-tailed dengan tingkat signifikansi sebesar 5% yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hipotesis dikatakan dapat diterima jika nilai t-test di atas 1,96 (Abdillah & Jogiyanto, 2015).
Tahap berikutnya adalah pengujian f2 (effect size) yang dilakukan untuk memperkirakan pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Nilai batas ambang untuk f2 terbagi menjadi tiga yaitu, 0,02 berarti memiliki pengaruh yang kecil, 0,15 berarti memiliki pengaruh menengah, dan 0,35 berarti memiliki pengaruh yang besar. Rumus perhitungan nilai f2 adalah sebagai berikut:
𝑓2 =𝑅2𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒 − 𝑅2𝑒𝑥𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒 1 − 𝑅2𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒
Tahapan selajuntnya dengan melihat Q2 (predictive relevance) menggunakan metode blindfolding untuk membuktikan jika variabel yang digunakan memiliki keterkaitan prediktif dengan variabel yang lainnya.
Nilai Q2 lebih besar dari 0 menunjukkan bahwa model memiliki nilai predictive relevance, sedangkan jika nilai kurang dari 0 menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. Model persamaannya yaitu:
Q2 = 1-(1-R12) (1-R22)
Tahap keenam adalah pengujian q2 dengan menggunakan metode blindfolding untuk mengukur pengaruh relatif dari sebuah keterkaitan
Tahap keenam adalah pengujian q2 dengan menggunakan metode blindfolding untuk mengukur pengaruh relatif dari sebuah keterkaitan