• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Teori Belajar Bruner

Menurut bruner (Hudoyo, 1988:56), belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan – hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika.

Siswa dapat memahami materi dengan mudah dan komprehensif melalui pemahaman terhadap konsep dan struktur. Siswa juga dapat lebih mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer.

Menurut Ruseffendi (1992: 109) Jarome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.

Pada proses belajar, siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga tersebut, siswa dapat

50

melihat secara langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya. Kemudian keteraturan tersebut oleh siswa dihubungkan dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.

Anak didik dalam belajar harus terlibat secara aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu:

1. Tahap enaktif

Pada tahap ini siswa menggunakan atau memanipulasi objek-objek konkret secara langsung. Anak belajar melalui benda riil. Anak dalam belajar masih menggunakan cara gerak refleks, coba-coba, dan belum harmonis. Ia melakukan maipulasi benda-benda dengan cara menyusun, menjejerkan, mengutak-atik, atau gerak lain yang bersifat mencoba.

2. Tahap ikonik

Pada tahap ini, kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti pada tahap enaktif, namun sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud. Anak telah dapat mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda riil dalam bentuk bayangan mental di benaknya.

3. Tahap simbolik

Pada tahap ini siswa sudah memahami simbol-simbol dan dapat menjelaskan bayangan mentalnya dalam bentuk simbol dan bahasa. Tahap ini

51

merupakan tahap memanipulasi symbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek konkret.

Menurut Bruner (dalam Ruseffendi 1992:110-113), dalam belajar matematika ada beberapa teori yang berlaku yang disebutnya dengan dalil. Teori tersebut antara lain adalah dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem).

1. Dalil penyusunan

Menurut dalil penyusunan siswa selalu ingin mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi, dan sebagainya. Pembelajaran suatu konsep matematika sebaiknya dilakukan dengan cara menyusun penyajiannya. Dalam hal ini siswa diajak untuk mendapatkan ide/pesan pelajaran melalui konstruksi yang dibuatnya sendiri berdasarkan kegiatan kontak dengan benda nyata. Siswa hendaknya dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk menguasai suatu konsep matematis hendaknya siswa mencoba dan melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan penyusunan konsep tersebut. Anak akan lebih mudah untuk mamahami ide atau konsep jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai bantuan objek-objek konkret. Selain itu, ide / konsep tersebut lebih tahan lama dalam ingatannya. Guru hendaknya benar-benar memberi kesempatan anak untuk melaksanakan tahap enaktif.

52 2. Dalil notasi

Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep matematis, notasi memegang peranan yang sangat penting. Pengunaan notasi dalam menyatakan konsep matematis tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak didik. Penggunaan notasi-notasi sebaiknya diberikan tahap demi tahap dan sifatnya berurutan dimulai dari notasi yang paling sederhana sampai yang kompleks/paling sulit.

3. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman

Menurut Sri Subarinah (2006:4) Penyajian konsep matematika dari yang konkret ke yang lebih abstrak sebaiknya dilakukan melalui kegiatan pengkontrasan dan keanekaragaman. Hal ini karena banyak konsep matematika yang bertolak belakang, misalnya bilangan ganjil dan genap, bilangan rasional dan irasional, bilangan prima dan komposit, dan sebagainya.

Dalam dalil ini diperlukan contoh yang banyak sehingga siswa mampu mengetahui secara tepat karakteristik konsep tersebut. Salah satu cara pengkontrasan adalah dengan menyajikan contoh dan bukan contoh. Misalnya untuk menjelaskan pengertian tentang persegi panjang dapat juga disertai dengan bentuk segi empat lainnya. Siswa dapat mengetahui pengertian/karakteristik dari persegi panjang.

Keanekaragaman juga dapat membantu siswa dapat memahami suatu konsep matematika. Misalnya dalam menjelaskan segitiga siku-siku, dapat diberikan gambar-gambar yang sisi miringnya tidak dalam keadaan miring,

53

misalnya dalam keadaan vertikal atau horizontal. Dengan cara ini siswa dapat memeriksa apakah segitiga yang disajikan termasuk segitiga siku-siku ata tidak. 4. Dalil pengaitan

Konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan maka penyajian kaitan- kaitan pembelajaran matematika merupakan hal yang sangat penting dan lebih diutamakan dibandingkan penyajian konsep-konsep yang terpisah-pisah. Dalil ini menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan rumus-rumus. Suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain. Misalnya rumus luas jajar genjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang.

Pada penelitian ini akan menggunakan tiga langkah pembelajaran Teori Bruner yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik sedangkan dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem) tidak digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap enaktif dapat menggunakan kertas lipat, tahap ikonik dapat menggunakan gambar kertas lipat dan pada tahap simbolik siswa dapat menggunakan simbol pecahan sederhana itu sendiri.

Dokumen terkait