• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Belajar Matematika

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar Matematika

Belajar adalah sesuatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010 : 2).

Belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Perubahan terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam periode waktu cukup panjang. Perubahan ini disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian dan biasanya hanya berlangsung sementara. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian pemecahan masalah, keterampilan, kecakapan, atau kebiasaan maupun sikap (Purwanto, 2006 : 85).

Sudjana juga berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.

Adapun ciri-ciri perilaku khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang penting adalah:

1) Perubahan intensional dalam arti bukan pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan.

2) Perubahan positif dan aktif dalam arti baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan, tetapi karena usaha siswa itu sendiri.

3) Perubahan efektif dan fungsional dalam arti perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan proses belajar fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan.

4) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.

Kegiatan belajar yang dilakukan oleh individu tentunya tidak akan terlepas dari kegiatan pembelajaran. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan pembelajaran

13

adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Menurut Johson dan Myklebust dalam Abdurrahman (2003: 252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika adalah ilmu yang di dalamnya adalah tentang bilangan. Segala sesuatu yang berubungan dengannya adalah yang mencakup segala bentuk prosedur operasioal. Itu semua digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.

Belajar matematika berarti belajar ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti belajar bernalar. Jadi belajar matematika berarti berhubungan dengan penalaran.

b. Macam-macam Gaya Belajar 1) Visual (Visual Learners)

Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham gaya seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.

2) Auditori (Auditory Learners)

Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama

15

orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.

3) Kinestetik (Kinesthetic Learners)

Gaya belajar kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.

c. Kesulitan Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2011 : 235) kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana peserta didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan atau gangguan belajar. Menurut Thursan Hakim (20015 : 14) kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang menimbulkan hambatan dalam proses belajar seseorang. Hambatan itu menyebabkan orang tersebut mengalami kegagalan atau setidak-tidaknya kurang berhasil mencapai tujuan belajar. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesulitan

belajar adalah hambatan yang ditemui seseorang dalam belajar yang dapat muncul karena faktor dari dalam diri siswa dan dari luar diri siswa tersebut sehingga siswa dapat mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan belajar.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab kesulitan belajar terdiri atas dua macam :

1. Faktor intern siswa; yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.

 Yang bersifat kognitif ( ranah cipta ), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.

 Yang bersifat afektif ( ranah rasa ), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap

 Yang bersifak psikomotor ( ranah karsa ), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar ( mata dan telinga )

2. Faktor ekstern siswa; yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.

 Lingkungan keluarga

 Lingkungan masyarakat

17

d. Diagnosis Kesulitan Belajar

Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain adalah prosedur Weener dan Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut :

1) Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.

2) Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.

3) Mewawancarai orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.

4) Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.

5) Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Dokumen terkait