• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hakekat pembangunan dalam suatu wilayah adalah proses multidimensional yang mencakup perubahan yang mendasar meliputi struktur-struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga merupakan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan kerjasama, kebutuhan dasar, dan keinginan mayoritas individu maupun kelompok sosial yang ada untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang lebih baik. Dapat dikatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponen spesifik atas "kehidupan yang lebih baik" itu, pembangunan di semua masyarakat paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu (Todaro dan Smith, 2006).

Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka upaya peningkatan pembangunan perlu terus ditingkatkan dan diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat. Untuk melaksanakan pembangunan secara adil dan merata, isu strategis yang menjadi tantangan pembangunan nasional adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan semakin bertambahnya penduduk miskin. Adanya kemiskinan di dalam suatu wilayah merupakan potret bahwa pembangunan itu secara umum kurang berhasil sehingga pada dasarnya keberhasilan pembangunan suatu wilayah tergantung pada kegiatan pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya.

Sejak tahun 1990, United Nations Development Program (UNDP) telah menerbitkan suatu indikator yang menggabungkan faktor ekonomi dan non ekonomi yang mendefinisikan kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar

Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang dinamakan Human Development Index (HDI) atau yang sering disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). HDI memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), pendidikan (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari varitas daya beli/PPP, penghasilan). Menurut Drapper (1990) dalam kata pengantarnya pada HDR 1990, munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan manusia.Indeks tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia, tetapi Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan antara penghasilan dan kesejahteraan.

Modal manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi, dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih membaik. Selain itu manusia juga merupakan manifestasi kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Oleh karena itu manusia menjadi sasaran utama dari pembangunan. Kualitas modal manusia ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator-indikator lainnya. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong kualitas manusianya hanya akan membuat negara bersangkutan tertinggal dari negara lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Peningkatan kualitas modal manusia akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan karena jika modal manusia semakin baik akan dapat meningkatkan produktifitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan individu tersebut sehingga akan meningkatkan kesejahteraannya. Sesuai Laporan Ringkas UNDP tahun 2005 yang menyatakan bahwa sumber daya manusia yang handal merupakan solusi dan salah satu modal utama dalam proses pembangunan yang meliputi kesehatan, pengetahuan, ketrampilan dan daya beli. Jika kualitas sumber daya suatu wilayah rendah maka penduduk yang ada akan terus membebani proses pembangunan secara keseluruhan.

3

Pembangunan manusia, menurut United Nations Development Programme (UNDP), adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga yang dianggap penting, yaitu: panjang umur dan sehat, pendidikan dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup layak. Pilihan yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik, hak asasi manusia dan penghormatan pribadi. Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal.

Pada tahun 1996, untuk pertama kalinya Badan Pusat Statistik (BPS) dan UNDP mempublikasikan IPM sebagai alat tolok ukur pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusia melalui indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli). Pada saat ini indeks pembangunan manusia dianggap lebih mencerminkan hasil-hasil pembangunan yang berfokus pada pembangunan manusia.

Sejak diterbitkan dan dipublikasikannya, IPM menjadi suatu perbincangan yang hangat sebagai alat ukur tunggal dan sederhana.IPM sangat cocok sebagai alat ukur kinerja pembangunan khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu atau secara spesifik IPM merupakan alat ukur kinerja dari pemerintahan suatu wilayah. Pembangunan yang diharapkan meningkat tidak hanya tertuju pada pembangunan ekonomi saja tetapi pembangunan manusia yang merupakan prioritas utama, penduduk ditempatkan sebagai objek dan sekaligus subjek pembangunan. Konsep ini menempatkan manusia sebagai titik pusat dan sekaligus modal dasar kekuatan, menjadi faktor yang dominan dan menjadi sasaran utama bagi pembangunan itu sendiri. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia sejak 2002 sampai dengan 2010 menunjukkan peningkatan (lihat tabel 1.1).

Berdasarkan nilai indeks pembangunan manusia pada tabel 1.1, secara umum nilai IPM di Indonesia dalam periode 1996 - 2010 terus meningkat, hal ini menunjukkan kenaikkan capaian kualitas manusia seiring dengan membaiknya perekonomian negara. Akan tetapi peningkatan nilai IPM selama periode tersebut,

hingga saat ini wilayah perbatasan Indonesia berada pada kondisi yang sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan daerah perkotaan maupun wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan kondisi sosial ekonomi warga perkotaan maupun negara tetangga (lihat tabel 1.2).

Tabel. 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia Tahun 2002-2010 Provinsi 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 N. A.D 66.0 68.7 69.0 69.4 70.3 70.7 71.3 71.7 Sumatera Utara 68.8 71.4 72.0 72.5 72.8 73.3 73.8 74.2 Sumatera Barat 67.5 70.5 71.2 71.6 72.2 72.9 73.4 73.8 Riau 69.1 72.2 73.6 73.8 74.6 75.1 75.6 76.1 Jambi 67.1 70.1 70.9 71.3 71.5 72.0 72.4 72.7 Sumatera Selatan 66.0 69.6 70.2 71.1 71.4 72.0 72.6 72.9 Bengkulu 66.2 69.9 71.1 71.3 71.6 72.1 72.5 72.9 Lampung 65.8 68.4 68.8 69.4 69.8 70.3 72.9 71.4 Bangka Belitung 65.4 69.6 70.7 71.2 71.6 72.2 72.5 72.8 Kepulauan Riau - 70.8 72.2 72.8 73.7 74.2 74.5 75.1 DKI Jakarta 75.6 75.8 76.1 76.3 76.6 77.0 77.4 77.6 Jawa Barat 65.8 69.1 69.9 70.3 70.7 71.1 71.6 72.3 Jawa Tengah 66.3 68.9 69.8 70.2 70.9 71.6 72.1 72.5 DI Yogyakarta 70.8 72.9 73.5 73.7 74.1 74.9 75.2 75.8 Jawa Timur 64.1 66.8 68.4 69.2 69.8 70.4 71.1 71.6 Banten 66.6 67.9 68.8 69.1 69.3 69.7 70.1 70.5 Bali 67.5 69.1 69.8 70.1 70.5 70.9 71.5 72.3 NTB 57.8 60.6 62.4 63.0 63.7 64.1 64.7 65.2 NTT 60.3 62.7 63.6 64.8 65.4 66.1 66.6 67.3 Kalimantan Barat 62.9 65.4 66.2 67.1 67.5 68.2 68.8 69.1 Kalimantan Tengah 69.1 71.7 73.2 73.4 73.5 73.9 74.4 74.6 Kalimantan Selatan 64.3 66.7 67.4 67.7 68.0 68.7 69.3 69.9 Kalimantan Timur 70.0 72.2 72.9 73.3 73.8 74.5 75.1 75.6 Sulawesi Utara 71.3 73.4 74.2 74.4 74.7 75.2 75.7 76.1 Sulawesi Tengah 64.4 67.3 68.5 68.8 69.3 70.1 70.7 71.1 Sulawesi Selatan 65.3 67.8 68.1 68.8 69.6 70.2 70.9 71.3 Sulawesi Tenggara 64.1 66.7 67.5 67.8 68.3 69.0 69.5 70.0 Gorontalo 64.1 65.4 67.5 68.0 68.8 69.3 69.8 70.3 Sulawesi Barat - 64.4 65.7 67.1 67.7 68.5 69.2 69.6 Maluku 66.5 69.0 69.2 69.7 69.9 70.4 70.9 71.4 Maluku Utara 65.8 66.4 66.9 67.5 67.8 68.2 68.6 69.0 Irian Jaya Barat - 63.7 64.8 66.1 67.3 67.9 68.6 69.1 Papua 60.1 60.9 62.1 62.7 63.4 64.0 64.5 64.9 Indonesia 65,8 68,7 69,6 70,1 70,6 71,2 71,7 72,3 Sumber : BPS, 2011

5

Tabel. 1.2 Perbedaan kondisi sosial ekonomi kabupaten perbatasan

Aspek

Kabupaten Perbatasan

Kal-

Bar Srawak Sambas Bkyg Sgau Sintang K.

Hulu A Standar hidup Pddk miskin (%) 14.39 17.63 12.05 18.74 16.93 14.78 3.10 Tk. Pertumb. Pendapatan/kapita(%) 2.20 2.25 2.16 0.40 0.22 2.95 3.83 Tk. produktifitas tenaga kerja (Rp ) 2.93 1.80 3.80 2.42 3.05 4.50 37.5 Tk. pertumbuhan penduduk 2.69 3.11 1.51 1.60 4.17 1.03 2.09 Tk. pengangguran terbuka (%) 5.71 5.57 5.73 6.52 5.05 4.54 2.70 B Ketergantungan pada sektor pertanian

Jml tenaga kerja pertanian (%) 79.20 78.93 75.97 76.97 74.21 65.35 30.06 Kontribusi pertanian thd PDRB (%) 33.14 33.78 36.80 36.95 44.24 23.83 9.90 Penduduk tinggal di pedesaan (%) 85.21 92.07 86.16 89.72 93.56 73.30 51.63 Sumber: Buletin kawasan 2008

Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dalam bentuk program prioritas pengembangan daerah perbatasan yang bertujuan meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan masyarakat, serta memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain, maka pembangunan perbatasan perlu mendapatkan perhatian khusus dan menjadi prioritasutama. Program prioritas ini dijabarkan lagi dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang disusun setiap tahun dan bertujuan untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara melalui pengamanan wilayah perbatasan dan pembangunan sosial ekonomi wilayah sepanjang perbatasan. Berdasarkan RPJMN 2004-2009 telah menyebutkan pembangunan kawasan perbatasan menjadi beranda depan negara. Program ini ditujukan untuk:

1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional,

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya,

3. Keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 001/Kep/M-PDT/I/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal melansir bahwa terdapat 199 kabupaten tertinggal yang tersebar hampir di seluruh provinsi kecuali DKI Jakarta dan Banten. Dari 199 kabupaten tersebut 26 diantaranya adalah kabupaten perbatasan dengan negara tetangga yang terbagi atas 16 kabupaten perbataasan darat dan 10 kabupaten perbatasan laut. Data ini menunjukkan bahwa seluruh kabupaten wilayah perbatasan merupakan daerah tertinggal.

Selama beberapa puluh tahun ke belakang masalah perbatasan masih belum mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.Sehingga perlu adanya usaha dan kebijakan pemerintah dalam percepatan pembangunan perbatasan. Hal ini dikarenakan daerah perbatasan memiliki permasalahan yang kompleks dalam penanganannya. Permasalahan pembangunan kawasan perbatasan selama ini pada umumnya adalah permasalahan politik, ekonomi, ideologi dan sosial budaya. Berdasarkan fakta yang ada juga telah ketahui bahwa kita telah kehilangan 2 bagian wilayah yang berada di perbatasan yaitu pulau lipitan dan Sipadan, bahkan dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh harian setempat menurut Asy‟ari (ketua adat setempat) bahwa bukan tidak mungkin kita akan terancam kehilangan 2 wilayah lagi yaitu gosong Niger dan Camar Bulan dikarenakan kurang pedulinya pemerintahan kita terhadap tanda batas terhadap suatu wilayah.

7

Pada tahun 2009, angka indeks pembangunan manusia kabupaten perbatasan di Kalimantan Timur yaitu Kabupaten Malinau sebesar 72,30, Kabupaten Nunukan sebesar 73,48 dan Kabupaten Kutai Barat sebesar 72,16. Indeks pembangunan manusia ketiga kabupaten tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan angka Propinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 75,11, padahal Propinsi Kalimantan Timur merupakan daerah kaya dengan nilai PDRB tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yaitu sebesar Rp. 212 Triliun pada tahun 2009. Sementara untuk kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua hampir semuanya indeks pembangunan manusianya lebih rendah lagi yaitu di bawah angka 70 kecuali kota Jayapura.

Tabel 1.3 Perbandingan Indikator Kinerja Pembangunan Manusia Kabupaten/ Kota Perbatasan dengan Nasional Tahun 2009

Daerah AHH RLS AMH Output/Kapita IPM

Prop. NTT 67.25 6.60 87.96 602.60 66.60

- Kupang 65.24 6.72 89.00 599.85 65.58

- T. Tengah Selatan 66.75 6.12 84.37 604.16 65.28

- Belu 65.65 6.24 82.98 63.41 63.91

Prop. Kal - Bar 66.45 6.75 89.70 630.34 68.79

- Sambas 60.91 5.94 90.00 621.09 64.46

- Bengkayang 68.70 6.09 88.70 602.47 67.18

- Sanggau 68.24 6.41 89.95 612.24 68.19

- Sintang 68.12 6.59 90.45 607.55 68.00

- Kapuas Hulu 66.49 7.15 92.59 630.97 69.79

Prop. Kal - Tim 71.00 8.85 96.89 638.73 75.11

- Kutai Barat 70.08 7.79 95.97 625.57 72.16 - Malinau 68.22 7.67 92.65 645.91 72.30 - Nunukan 71.30 7.42 93.94 637.56 73.48 Prop. Papua 68.35 6.57 75.58 603.88 64.53 - Merauke 62.25 8.63 87.37 597.20 64.77 - Boven Digoel 66.75 3.10 31.75 580.88 49.56 - Pegunungan Bintang 65.55 2.45 31.76 582.55 48.54 - Keerom 66.93 7.32 91.12 618.70 68.89 - Kota Jayapura 68.34 10.88 99.10 632.54 75.16 Indonesia 69.21 7.72 9.,58 628.33 71.76 Sumber: IPM 2008 – 2009, BPS

Daerah perbatasan merupakan wilayah strategis sekaligus daerah rawan terkait dengan masalah-masalah pertahanan dan keamanan negara. Peran strategis perbatasan bukan hanya dalam dimensi pertahanan keamanan akan tetapi juga

dalam dimensi sosial ekonomi baik nasional maupun daerah. Dalam kerangka nasional, wilayah perbatasan adalah beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan perwujudan kedaulatan bangsa dan negara serta kedaulatan ekonomi bangsa. Oleh karenanya sangat perlu untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar khususnya yang menyangkut pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi produktif masyarakat dan keamanan. Selama ini daerah perbatasan masih identik dengan daerah yang terisolir, terpencil, terbelakang dalam berbagai macam aspek kegiatan baik sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan (Sondakh, 1996 dalam Kamaluddin, 2003). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia menjadi penting karena hal ini secara tidak langsung mempengaruhi angka indeks pembangunan manusia. Contoh dalam mengukur angka harapan hidup, maka terlebih dahulu harus ditentukan tingkat kematian penduduk. Tingkat kematian ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan pangan, kemiskinan, keadaan gizi, penyakit menular, fasilitas kesehatan, kecelakaan, bencana, dan lain-lain.

Dokumen terkait