• Tidak ada hasil yang ditemukan

tiga tujuan, yaitu : (i) menentukan tingkat kesejahteraan yang dicapai suatu negara pada suatu tahun tertentu; (ii) menggambarkan tingkat kelajuan atau kecepatan pembangunan ekonomi dunia dan di berbagai negara; dan (iii) menunjukkan jurang pembangunan diantara berbagai negara.

Berdasarkan penggunaan tersebut di atas, maka pendapatan per kapita dapat digunakan dalam mengukur daya beli masyarakat yang selanjutnya berkaitan dengan kesejahteraan yang dicapai dalam suatu negara. Pendapatan per kapita dapat digunakan dalam mengukur daya beli masyarakat yang kemudian berkaitan dengan kesejahteraan yang dicapai dalam suatu negara. Pendapatan per kapita didefinisikan sebagai besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.

2.9 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang pemerintah lakukan, yaitu jika pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, maka pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Suparmoko (1994) dalam Eka (2011), bahwa pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi:

a. Pengeluaran merupakan investasi yang menembah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa yang akan dating.

b. Pengeluran langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

d. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli lebih luas.

Adapun macam-macam pengeluaran pemerintah, yaitu:

a. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau sepenuhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa dan barang-barang yang

bersangkutan. Misalnya, pengeluaran untuk jasa-jasa dan barang-barang pemerintah atau proyek-proyek produktif.

b. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat yang denga naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pertanian, pendidikan, dan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat.

c. Pengeluaran yang tidak self liquiditing dan tidak reproduktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, pendirian monumen dan sebagainya.

d. Pengeluaran merupakan penghematan dimasa datang, misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu, untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), angsuran dan utang pemerintah serta jumlah pengeluaran lainnya. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya adalah pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, yang dibedakan atas pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek.

Pendanaan terhadap fasilitas-fasilitas umum yang akan digunakan oleh masyarakat berhubungan langsung dengan berapa besar jumlah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk meningkatkan fasilitas umum yang diperlukan. Jadi semakin besar jumlah pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan maka semakin besar pula dana pembangunan serta

31

semakin baik pula kualitas sarana dan prasarana pelayanan publik termasuk bidang pendidikan dan kesehatan yang ada.

Pendidikan dan kesehatan yang baik akan meningkatkan kapasitas serta berperan membuka peluang yang lebih besar untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi (Lanjouw et.al, 2001). Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dan kualitas pembangunan manusia.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, total penerimaan daerah yang didapatkan dari pengelolaan sumber daya dan juga bantuan dari pemerintah yang berupa Dana perimbangan khusus (DAK), diharapkan akan mendorong peningkatan alokasi dana untuk mensejahterakan masyarakat. Pengalokasian dana belanja modal untuk kesejahteraan khususnya di bidang pendidikan, diharapkan lebih besar untuk kemajuan daerah dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Belanja modal ini dapat berupa pembangunan gedung, sarana dan prasarana yang memadai untuk kenyamanan bersekolah.

Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM didasarkan kepada pemikiran bahwa pendidikan tidak sekedar menyiapkan peserta didik agar mampu masuk dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu upaya pembangunan watak bangsa (national character building) seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, kesederhanaan dan keteladanan. Penggunaan indikator kesejahteraan yang komprehensif dan akomodatif terhadap konsepsi pembangunan yang berkelanjutan sangat penting. Arah kebijakan peningkatan, perluasan dan pemerataan pendidikan untuk belanja modal dilaksanakan melalui antara lain; penyediaan fasilitas layanan pendidikan berupa pembangunan unit sekolah baru, penambahan ruang kelas dan penyediaan fasilitas Kemajuan pendidikan ini dilihat dari indikator: dapat membaca dan menulis, penduduk usia sekolah, penduduk masih sekolah, sekolah, angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, dan tamat sekolah (BPS, 2006).

Sedangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan dasar kesehatan dan pemerataan pembangunan di bidang kesehatan, fokus kegiatan akan ditekankan pada: (i) peningkatan akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan ketersediaan tenaga

medis dan paramedis, terutama untuk pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil dan tertinggal; (iii) pencegahan dan pemberantasan penyakit menular; (iv) penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi dan anak balita; (v) peningkatan pemanfaatan obat generik esensial, pengawasan obat, makanan dan keamanan pangan; serta (vi) revitalisasi program KB (BPS, 2004)

Mardiasmo (2002), menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh karena itu, alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan pelayanan ini. Sejalan dengan peningkatan pelayanan ini (yang ditunjukkan dengan peningkatan belanja modal) diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang diharapkan. Berbagai pemaparan ini menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran pemerintahakan memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pembangunan manusia yang tercermin dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

2.9.1 Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan

Mengacu pada UU No.20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Pada nagara maju dapat dilihat dari tingginya tingkat pendidikan masyarakatnya karena tersedianya pelayanan pendidikan yang menunjang dan memadai. Peranan dominan pemerintah dalam pasar pendidikan tidak hanya mencerminkan masalah kepentingan pemerintah tetapi juga aspek ekonomi khusus yang dimilki oleh sektor pendidikan yaitu sebagai berikut (Achsanah dalam Rica Amanda, 2010):

1. Pengeluaran pendidikan sbagai investai 2. Eksternalitas

3. Pengeluaran bidang pendidikan dan implikasinya terhadap kebijakan public 4. Tingkat pengembalian pendidikan

33

2.9.2 Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan

Beberapa ekonom menganggap bahwa kesehatan merupakan fenomena ekonomi, baik jika dinilai dari stok maupun sebagai investasi. Sehingga fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai faktor produksi untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa, atau sebagai suatu sasaran dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik oleh individu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai tujuan kesejahteraan. Oleh karena itu kesehatan dianggap sebagai modal dan memiliki tingkat pengembalian yang positif baik untuk individu maupun untuk masyarakat.

Dana untuk kesehatan yang diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji, 0leh karena itu sudah semestinya pemerintah harus dapat menyediakan pelayanan publik yang memadai dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan manusia yang selanjutnya dapat meningkatkan IPM. (Maryani, 2010).

Dokumen terkait