• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan, namun sektor migas masih sangat diandalkan dalam perekonomian nasional, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri.

Sumbangan sektor minyak dan gas bumi terhadap perekonomian Indonesia sudah semakin menurun dibandingkan dengan masa kejayaannya pada tahun 1973-1983, namun peranannya masih tetap penting sebagai penyumbang utama penerimaan negara. Pada tahun 2010, 7,8 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berasal dari sektor pertambangan dan industri migas.

Tabel 1.1. Kontribusi Sektor Migas terhadap PDB Indonesia Tahun 2004- 2010

Sektor

Kontribusi Sektor Migas terhadap PDB Indonesia 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi 5,2 6,4 6,0 5,9 5,7 4,5 4,5

Industri Migas 4,1 5,0 5,2 4,6 4,9 3,8 3,3

1) Pengilangan Miyak Bumi 2,6 3,2 3,5 3,1 3,0 2,4 2,0

2) Gas Alam Cair (LNG) 1,5 1,8 1,6 1,5 1,9 1,5 1,3

TOTAL 9,3 11,4 11,2 10,5 10,6 8,3 7,8

Keterangan : *Angka sementara

** Angka sangat sementara Sumber: BPS, 2011

Kontribusi ekspor migas terhadap total ekspor Indonesia juga cukup besar, yaitu sebesar 17,8 persen pada tahun 2010. Namun, jika dibandingkan dengan

komoditi migas lainnya seperti minyak mentah dan hasil minyak, gas alam memiliki kontribusi terbesar dalam ekspor migas Indonesia. Berdasarkan Tabel 1.2, pada tahun 2010, kontribusi ekspor dari gas alam sebesar US$ 13.669,5 juta atau sekitar 8,7 persen dari total ekspor yaitu sebesar US$ 157.779,1 juta. Angka ekspor gas alam tersebut meningkat sebesar 52,98 persen dari nilai ekspor gas alam pada tahun 2009.

Tabel 1.2. Perkembangan Ekspor Migas Indonesia Tahun 2009-2010

Jenis Barang Berat Bersih (Ribu Ton) Perubahan Nilai FOB (Juta US$) Perubahan

2009 2010 (%) 2009 2010 (%) Total Ekspor 378.999,10 478.846,80 26,35 116.510,00 157.779,10 35,42 MIGAS 46.072,80 55.925,10 21,38 19.018,30 28.039,60 47,43 Minyak mentah 17.967,10 18.132,40 0,92 7.820,30 10.402,90 33,02 Hasil minyak 5.405,70 7.322,80 35,47 2.262,30 3.967,30 75,36 Gas alam 22.700,10 30.469,90 34,23 8.935,70 13.669,50 52,98 Sumber: BPS, 2010

Selain berperan sebagai sumber penerimaan negara dan penyumbang devisa yang cukup besar dari hasil ekspornya, gas alam mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai sumber energi dan bahan baku industri. Gas alam menjadi komoditi yang lebih diandalkan dan lebih dapat dikembangkan di sektor pertambangan dan industri migas karena produksi gas alam lebih melimpah dibandingkan dengan komoditi migas lainnya. Berdasarkan data pada Tabel 1.3, dapat diketahui bahwa produksi gas alam hampir sepuluh kali lipat dibandingkan dengan minyak bumi (BPS, 2011). Berdasarkan status 2010, Indonesia memiliki cadangan gas alam sebesar 152,89 TSCF dengan laju produksi sebesar 9.336 MMSCFD (Ditjen Migas, 2010). Dengan kondisi tersebut, pada saat ini cadangan gas Indonesia mencukupi untuk 45 tahun mendatang.

Tabel 1.3. Produksi Minyak Bumi dan Gas Alam Indonesia Tahun 2005-2010 Tahun Produksi Minyak Mentah (barel) Produksi Gas Alam (barel)

2005 341.202,60 2.985.341,00 2006 313.037,20 2.948.021,60 2007 305.137,40 2.805.540,30 2008 314.221,70 2.790.988,00 2009 301.663,40 2.887.892,20 2010 300.923,30 3.407.592,30 Sumber: BPS, 2011

Produk hasil penyulingan gas alam yang menjadi primadona ekspor adalah

Liquefied Natural Gas (LNG). Pemanfaatan LNG ini dapat digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga gas, bahan bakar kendaraan bermotor, hingga gas kota untuk kebutuhan rumah tangga, hotel, dan restoran. Dengan harga lebih murah, dan lebih bersih dibandingkan bahan bakar minyak membuat banyak negara berlomba mengimpor LNG.

Perdagangan LNG sebagian besar dilakukan berdasarkan kontrak jangka panjang 20 tahun atau lebih. Meskipun demikian, saat ini juga telah terdapat kontrak jangka menengah 3 sampai 10 tahun. Hanya sebagian kecil LNG diperdagangkan pada pasar spot. Kontrak LNG pada awalnya dilakukan melalui negosiasi langsung antar negara yang bersangkutan, tetapi sejak tahun 2000 kontrak dilakukan melalui tender.

Dalam pasar dunia, Indonesia memiliki posisi yang strategis. Pada tahun 2009, Indonesia merupakan produsen dan eksportir LNG terbesar ketiga dunia, setelah Qatar dan Malaysia (UN Comtrade, 2012). Produk gas alam yang diekspor Indonesia ini diambil dari lapangan gas Arun, Bontang dan Tangguh.

Sumber : UN Comtrade, 2010

Gambar 1.1. Perkembangan Ekspor LNG Lima Negara Utama di Dunia Tahun 2000-2010

Sebagian besar LNG dari negara-negara berkembang diekspor ke negara- negara industri maju, seperti Jepang, Amerika Serikat, Cina, Korea Selatan, dsb. Selama 40 tahun terakhir, konsumsi LNG hanya didominasi oleh negara Jepang, namun seiring berjalannya waktu, negara yang mengkonsumsi LNG akan semakin bertambah sehingga ukuran pasar akan terus mengalami pertumbuhan. Berdasarkan peramalan yang dilakukan oleh Medlock (2011), diketahui bahwa pasar LNG memiliki demand yang akan terus meningkat hingga tahun 2040 sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.2.

Peningkatan demand LNG dunia disebabkan karena karakteristik LNG itu sendiri, yaitu menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan (Girdis et.al, 2000). Secara ekonomi, keberadaan gas merupakan sebuah bahan bakar alternatif bagi konsumen, sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap batu bara dan minyak bumi. Diperkenalkannya gas kepada berbagai sektor juga dapat mengurangi emisi terutama SO2, NOx, dan CO2 secara signifikan.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Volume E kspor LNG (juta to n) Algeria Australia Indonesia Malaysia Qatar

Sumber: Medlock, 2011

Gambar 1.2. Proyeksi Pertumbuhan Impor LNG Dunia, Tahun 2005-2040 Berdasarkan uraian di atas, komoditi LNG merupakan komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia karena sumbangannya terhadap devisa negara yang cukup besar dan potensinya di pasar internasional cukup baik. Hal ini menjadikan struktur pasar gas alam Indonesia lebih didominasi oleh alokasi ekspor dibandingkan dengan alokasi domestik. Namun, tidaklah wajar suatu negara mengekspor suatu produk yang dihasilkannya di dalam negeri sementara dia masih membutuhkannya untuk konsumsi domestik, sementara kebutuhan gas domestik kian meningkat dari tahun ke tahun.

Gas alam dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) diekspor seluruhnya dan belum dimanfaatkan ataupun dikonsumsi di dalam negeri karena belum tersedianya infrastruktur yang memadai, sehingga di dalam negeri, gas alam dimanfaatkan dalam berbagai produk gas lainnya. Penggunaan gas alam dalam pasar domestik dimanfaatkan untuk pembangkit listrik (PLN), bahan baku industri (pupuk, petrokimia dan industri lain), bahan bakar kilang, bahan bakar gas untuk rumah tangga (LPG dan Gas Kota) dan bahan bakar gas untuk transportasi. Jadi,

gas alam juga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah telah menetapkan kebijakan umum mengenai pemanfaatan gas alam nasional dalam rangka mendorong peningkatan pemanfaatan gas alam domestik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai dengan amanat UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Hal tersebut dinyatakan melalui PP No.35 Tahun 2004 Pasal 46 dan kemudian dipertegas dalam Peraturan Menteri ESDM No.3 Tahun 2010, di mana pemerintah mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk menyerahkan 25 persen dari produksi gas bumi bagian kontraktor guna memenuhi keperluan dalam negeri dalam rangka domestic market obligation (DMO). Tambahan alokasi gas untuk kebutuhan domestik tersebut diperuntukkan bagi peningkatan produksi pupuk, listrik, gas kota, bahan bakar gas (BBG) transportasi, dan industri lainnya. Pemerintah juga tengah mendorong pembangunan infrastruktur gas alam secara bertahap dan terjadwal, sesuai master plan pembangunan pipa transmisi dan distribusi gas alam, yang didasarkan pada sumber gas dan master plan

pemanfaatan gas oleh sektor pengguna.

Hingga saat ini, kebijakan domestic market obligation (DMO) gas telah berlangsung selama kurang lebih 7 tahun. Oleh karena itu, penelitian mengenai

Evaluasi Kebijakan Domestic Market Obligation Gas: Pengalihan Alokasi Ekspor Liquefied Natural Gas (LNG) Indonesia untuk Pemenuhan

Kebutuhan Gas dalam Negeri” perlu dilakukan untuk mengetahui dan

Dokumen terkait