• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya, dari Sabang hingga Merauke dapat dilihat banyak sekali ragam kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia. Kekayaan alam hayati yang dimiliki oleh Indonesia disebabkan oleh tanahnya yang subur, sehingga beragam jenis tanaman dapat ditanam di Indonesia. Didukung kondisi geografisnya, sebagian besar masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani, oleh karena itu sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung dari perekonomian Indonesia.

Tabel 1. Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Tahun 2005-2009*

Tahun Kegiatan 2005 2006 2007 2008 2009 (US$ 000) 1 Subsektor Perkebunan Ekspor 10.673.186 13.972.064 19.948.923 27.369.363 21.581.670 Impor 1.532.520 1.675.067 3.379.875 4.535.918 3.949.191 Neraca 9.140.666 12.296.997 16.569.048 22.833.445 17.632.479 2 Subsektor Hortikultur Ekspor 227.974 238.063 254.765 432.727 378.627 Impor 367.425 527.415 795.846 909.669 1.063.120 Neraca -139.451 -289.352 -541.081 -476.942 -684.493 3 Subsektor Peternakan Ekspor 396.526 388.939 748.531 1.148.170 754.914 Impor 1.121.832 1.190.396 1.696.459 2.352.219 2.132.800 Neraca -725.306 -801.457 -947.928 -1.204.049 -1.337.886

4 Subsektor Tanaman Pangan

Ekspor 286.744 264.155 289.049 348.914 321.280 Impor 2.115.140 2.568.453 2.729.147 3.526.961 2.737.862 Neraca -1.828.396 -2.304.299 -2.440.098 -3.178.047 -2.416.582 5 Sektor Pertanian Ekspor 11.584.429 14.863.221 21.241.268 29.299.174 23.036.491 Impor 5.136.916 5.961.331. 8.601.327 11.324.767 9.882.973 Neraca 6.447.513 8.901.890 12.639.941 17.974.407 13.153.518 Sumber : BPS diolah Pusdatin Kementrian Pertanian (2010)

2 Sektor perkebunan Indonesia memiliki beberapa komoditi yang menjadi andalan yakni karet, minyak sawit, kopi, teh, kina, tebu dan tembakau. Komoditi- komoditi ini banyak menyumbangkan devisa bagi negara Indonesia. Pada tahun 2008 subsektor perkebunan menyumbang lebih dari 90 persen terhadap total ekspor pertanian, yakni sebesar US$ 27,37 miliar dari total ekspor pertanian US$ 29,30 miliar. Meskipun ekspor perkebunan mengalami penurunan pada tahun 2009, menjadi US$ 21,58 miliar, subsektor perkebunan masih mendominasi total ekspor pertanian Indonesia yang mana pada tahun 2009 mencapai US$ 23,04 miliar, dan masih lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah impornya, yakni US$ 3,95 miliar. Ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki keunggulan di sektor perkebunan.

Besarnya jumlah margin yang diberikan oleh komoditi perkebunan ternyata memberikan pengaruh bagi perkembangan luas areal perkebunan di Indonesia, yang mana kelapa sawit mendominasi luasan areal perkebunan Indonesia. Sekitar 7.363.847Ha lahan pada tahun 2008 digunakan untuk komoditi kelapa sawit, dan hal ini diperkirakan akan terus meningkat1 dikarenakan harga CPO (Crude Palm Oil) yang bertambah. Hal yang berlawanan dialami oleh komoditi teh, salah satu komoditi yang mendominasi areal perkebunan di Pulau Jawa dan Sumatera ini terus mengalami penurunan luasan areal kebun. Menurut data dari Direktorat Jendral Perkebunan (Ditjenbun), pada tahun 2007 luasan areal teh yakni 133,734 Ha, turun menjadi 123,506 Ha pada tahun 20092. Hal ini disebabkan rendahnya harga komoditi teh di pasar internasional, yang berimplikasi pada rendahnya harga jual teh domestik. Rendahnya harga tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat setiap tahunnya, sehingga banyak pembudidaya teh rakyat yang mengkonversi lahan teh miliknya menjadi komoditi yang lebih menguntungkan bagi mereka, seperti sayur-sayuran dan kelapa sawit.

Permasalahan ini berdampak pada jumlah produksi teh Indonesia (Tabel 2), yang mana produksi teh Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005

1

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan: Tree Crop Statistics 2009-2011 Kelapa Sawit. Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan. Hlm. 1.

2

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan: Tree Crop Statistics 2009-2011 Teh. Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan. Hlm. 1.

3 hingga tahun 2006. Pada tahun 2007 hingga sekarang, terjadi peningkatan produksi teh namun masih belum sebesar tahun 2005. Pengurangan jumlah produksi ini mempengaruhi volume ekspor teh Indonesia karena, hampir 80 persen teh yang diproduksi oleh Indonesia dialokasikan untuk dijual ke pasar ekspor.

Tabel 2. Produksi, Luas Area dan Ekspor Teh Nasional Tahun 2005-2011

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010* 2011**

Produksi (Ton) 166.951 146.858 150.623 153.971 156.901 150.342 153.175 Luas Area (Ha) 139.121 135.590 133.734 127.712 123.506 124.573 123.554

Ekspor (Ton) 102.389 95.338 83.658 96.209 92.305 - - Keterangan : *) Angka sementara

**) Angka dugaan -) Data belum tersedia

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2010)

Saat ini menurut data International Tea Commitee (ITC), Indonesia menempati urutan ketujuh negara pengekspor teh dunia, di mana Kenya menduduki urutan pertama dan Sri Lanka berada di urutan kedua. Padahal Indonesia pernah berada di posisi kelima negara pengekspor teh dunia pada tahun 1999. Oleh karena itu, untuk memperbaiki citra teh Indonesia, Dewan Teh Indonesia sebagai lembaga yang didirikan untuk memadukan kepentingan pelaku agribisnis teh Indonesia berencana menggalakkan program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN).

Program GPATN ini bertujuan untuk merevitalisasi sistem agribisnis teh Indonesia. Adapun beberapa hal yang menjadi fokus dalam program ini; perbaikan perkebunan teh rakyat, perbaikan gabungan kelompok tani, penguatan lembaga riset teh, penyempurnaan SNI (Standar Nasional Indonesia) hasil teh yang mengakomodasi standar-standar dunia, penambahan pabrik pengolahan dan peremajaan pabrik yang sudah ada, dan yang terakhir penguatan lembaga pemasaran teh, khususnya Jakarta Tea Auction .

Mayoritas teh yang diekspor ke seluruh dunia dipasarkan dengan cara lelang, di pusat lelang teh di masing-masing negara yang memproduksi teh. Saat ini terdapat sebelas tempat pelelangan teh di dunia Mombasa (Kenya), Colombo

4 (Sri Lanka), Jakarta (Indonesia), Limbe (Malawai), Chitagong (Bangladesh), Kolkata, Guwahati, Sliiguri, Kochi, Coimbatore, dan Conoor (keenamnya berada di India). Berkembangnya tempat pelelangan teh yang bertempat di negara-negara produsen teh dikarenakan London Tea Auction, sebagai tempat lelang teh terbesar di dunia yang tidak lagi beroperasi sejak tahun 1998.

Pelelangan teh di Indonesia dipegang oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara) yang terletak di Jakarta, atau lebih dikenal dengan Jakarta Tea Auction (JTA). Sebagian besar teh yang dilelang di

Jakarta Tea Auction saat ini merupakan hasil produksi dari perkebunan negara yang dipegang oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). Bentuk dan kualitas teh yang dihasilkan oleh Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara-negara pengekspor teh lainnya, namun dalam pemasarannya seringkali harga lelang teh rata-rata Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan harga lelang teh di tempat lain, seperti Colombo (Sri Lanka) dan Mombasa (Afrika Timur).

Gambar1. Grafik harga lelang rataan Jakarta Tea Auction (JTA), Colombo Tea Auction (CTA), Mombasa Tea Auction (MTA), dan Guwahati Tea Auction (MTA) Tahun 1999-2008

Sumber : ITC (International Tea Committee) (2009)

Merujuk pada grafik pergerakan harga lelang teh (Gambar 1), rataan harga lelang teh Indonesia berada di bawah rataan harga lelang Colombo dan Mombasa,

0 50 100 150 200 250 300 350 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 H ar g a US $ Ce n t/ K g JTA CTA MTA GTA

5 namun masih berada di atas hara rata-rata teh di Guwahati, India. Namun, dikarenakan teh hitam memiliki banyak grade data harga rataan masih belum dapat memberikan informasi jenis grade apa yang sedang diminati oleh pasar dunia saat ini.

Adanya liberalisasi perdagangan membuat sebuah negara dengan mudah melakukan kegiatan perdagangan ke negara lain. Sehingga, diduga harga teh yang terjadi di setiap tempat lelang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya persaingan ekspor teh antara teh Indonesia dan teh di beberapa

auction tersebut. Persaingan ini menyebabkan harga ekspor teh Indonesia menjadi fluktuatif, yang terkadang mempersulit pihak perkebunan untuk menentukan komposisi produksi karena ketidakpastian harga teh yang akan mereka terima kedepannya. Selain itu harga penjualan lelang juga menjadi salah satu dasar harga untuk penjualan sistem free sales atau private sales, sehingga jika harga lelang turun akan berdampak kepada harga jual teh di tingkat domestik yang mengikuti pergerakan harga lelang.

Dokumen terkait