• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Transmisi Harga Teh Hitam Grade Dust Indonesia (Dengan Pendekatan Model Vector Autoregression)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Transmisi Harga Teh Hitam Grade Dust Indonesia (Dengan Pendekatan Model Vector Autoregression)"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya, dari Sabang hingga Merauke dapat dilihat banyak sekali ragam kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia. Kekayaan alam hayati yang dimiliki oleh Indonesia disebabkan oleh tanahnya yang subur, sehingga beragam jenis tanaman dapat ditanam di Indonesia. Didukung kondisi geografisnya, sebagian besar masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani, oleh karena itu sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung dari perekonomian Indonesia.

Tabel 1. Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Tahun 2005-2009*

Tahun

Kegiatan

2005 2006 2007 2008 2009

(US$ 000)

1 Subsektor Perkebunan

Ekspor 10.673.186 13.972.064 19.948.923 27.369.363 21.581.670

Impor 1.532.520 1.675.067 3.379.875 4.535.918 3.949.191

Neraca 9.140.666 12.296.997 16.569.048 22.833.445 17.632.479

2 Subsektor Hortikultur

Ekspor 227.974 238.063 254.765 432.727 378.627

Impor 367.425 527.415 795.846 909.669 1.063.120

Neraca -139.451 -289.352 -541.081 -476.942 -684.493

3 Subsektor Peternakan

Ekspor 396.526 388.939 748.531 1.148.170 754.914

Impor 1.121.832 1.190.396 1.696.459 2.352.219 2.132.800

Neraca -725.306 -801.457 -947.928 -1.204.049 -1.337.886

4 Subsektor Tanaman Pangan

Ekspor 286.744 264.155 289.049 348.914 321.280

Impor 2.115.140 2.568.453 2.729.147 3.526.961 2.737.862

Neraca -1.828.396 -2.304.299 -2.440.098 -3.178.047 -2.416.582

5 Sektor Pertanian

Ekspor 11.584.429 14.863.221 21.241.268 29.299.174 23.036.491

Impor 5.136.916 5.961.331. 8.601.327 11.324.767 9.882.973

Neraca 6.447.513 8.901.890 12.639.941 17.974.407 13.153.518

(2)

2 Sektor perkebunan Indonesia memiliki beberapa komoditi yang menjadi andalan yakni karet, minyak sawit, kopi, teh, kina, tebu dan tembakau. Komoditi-komoditi ini banyak menyumbangkan devisa bagi negara Indonesia. Pada tahun 2008 subsektor perkebunan menyumbang lebih dari 90 persen terhadap total ekspor pertanian, yakni sebesar US$ 27,37 miliar dari total ekspor pertanian US$ 29,30 miliar. Meskipun ekspor perkebunan mengalami penurunan pada tahun 2009, menjadi US$ 21,58 miliar, subsektor perkebunan masih mendominasi total ekspor pertanian Indonesia yang mana pada tahun 2009 mencapai US$ 23,04 miliar, dan masih lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah impornya, yakni US$ 3,95 miliar. Ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki keunggulan di sektor perkebunan.

Besarnya jumlah margin yang diberikan oleh komoditi perkebunan ternyata memberikan pengaruh bagi perkembangan luas areal perkebunan di Indonesia, yang mana kelapa sawit mendominasi luasan areal perkebunan Indonesia. Sekitar 7.363.847Ha lahan pada tahun 2008 digunakan untuk komoditi kelapa sawit, dan hal ini diperkirakan akan terus meningkat1 dikarenakan harga CPO (Crude Palm Oil) yang bertambah. Hal yang berlawanan dialami oleh komoditi teh, salah satu komoditi yang mendominasi areal perkebunan di Pulau Jawa dan Sumatera ini terus mengalami penurunan luasan areal kebun. Menurut data dari Direktorat Jendral Perkebunan (Ditjenbun), pada tahun 2007 luasan areal teh yakni 133,734 Ha, turun menjadi 123,506 Ha pada tahun 20092. Hal ini disebabkan rendahnya harga komoditi teh di pasar internasional, yang berimplikasi pada rendahnya harga jual teh domestik. Rendahnya harga tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat setiap tahunnya, sehingga banyak pembudidaya teh rakyat yang mengkonversi lahan teh miliknya menjadi komoditi yang lebih menguntungkan bagi mereka, seperti sayur-sayuran dan kelapa sawit.

Permasalahan ini berdampak pada jumlah produksi teh Indonesia (Tabel 2), yang mana produksi teh Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005

1

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan: Tree Crop Statistics 2009-2011 Kelapa Sawit. Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan. Hlm. 1.

2

(3)

3 hingga tahun 2006. Pada tahun 2007 hingga sekarang, terjadi peningkatan produksi teh namun masih belum sebesar tahun 2005. Pengurangan jumlah produksi ini mempengaruhi volume ekspor teh Indonesia karena, hampir 80 persen teh yang diproduksi oleh Indonesia dialokasikan untuk dijual ke pasar ekspor.

Tabel 2. Produksi, Luas Area dan Ekspor Teh Nasional Tahun 2005-2011

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010* 2011**

Produksi (Ton) 166.951 146.858 150.623 153.971 156.901 150.342 153.175

Luas Area (Ha) 139.121 135.590 133.734 127.712 123.506 124.573 123.554

Ekspor (Ton) 102.389 95.338 83.658 96.209 92.305 - -

Keterangan : *) Angka sementara **) Angka dugaan

-) Data belum tersedia

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2010)

Saat ini menurut data International Tea Commitee (ITC), Indonesia menempati urutan ketujuh negara pengekspor teh dunia, di mana Kenya menduduki urutan pertama dan Sri Lanka berada di urutan kedua. Padahal Indonesia pernah berada di posisi kelima negara pengekspor teh dunia pada tahun 1999. Oleh karena itu, untuk memperbaiki citra teh Indonesia, Dewan Teh Indonesia sebagai lembaga yang didirikan untuk memadukan kepentingan pelaku agribisnis teh Indonesia berencana menggalakkan program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN).

Program GPATN ini bertujuan untuk merevitalisasi sistem agribisnis teh Indonesia. Adapun beberapa hal yang menjadi fokus dalam program ini; perbaikan perkebunan teh rakyat, perbaikan gabungan kelompok tani, penguatan lembaga riset teh, penyempurnaan SNI (Standar Nasional Indonesia) hasil teh yang mengakomodasi standar-standar dunia, penambahan pabrik pengolahan dan peremajaan pabrik yang sudah ada, dan yang terakhir penguatan lembaga pemasaran teh, khususnya Jakarta Tea Auction .

(4)

4 (Sri Lanka), Jakarta (Indonesia), Limbe (Malawai), Chitagong (Bangladesh), Kolkata, Guwahati, Sliiguri, Kochi, Coimbatore, dan Conoor (keenamnya berada di India). Berkembangnya tempat pelelangan teh yang bertempat di negara-negara produsen teh dikarenakan London Tea Auction, sebagai tempat lelang teh terbesar di dunia yang tidak lagi beroperasi sejak tahun 1998.

Pelelangan teh di Indonesia dipegang oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara) yang terletak di Jakarta, atau lebih dikenal dengan Jakarta Tea Auction (JTA). Sebagian besar teh yang dilelang di

Jakarta Tea Auction saat ini merupakan hasil produksi dari perkebunan negara yang dipegang oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). Bentuk dan kualitas teh yang dihasilkan oleh Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara-negara pengekspor teh lainnya, namun dalam pemasarannya seringkali harga lelang teh rata-rata Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan harga lelang teh di tempat lain, seperti Colombo (Sri Lanka) dan Mombasa (Afrika Timur).

Gambar1. Grafik harga lelang rataan Jakarta Tea Auction (JTA), Colombo Tea Auction (CTA), Mombasa Tea Auction (MTA), dan Guwahati Tea Auction (MTA) Tahun 1999-2008

Sumber : ITC (International Tea Committee) (2009)

Merujuk pada grafik pergerakan harga lelang teh (Gambar 1), rataan harga lelang teh Indonesia berada di bawah rataan harga lelang Colombo dan Mombasa,

0

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(5)

5 namun masih berada di atas hara rata-rata teh di Guwahati, India. Namun, dikarenakan teh hitam memiliki banyak grade data harga rataan masih belum dapat memberikan informasi jenis grade apa yang sedang diminati oleh pasar dunia saat ini.

Adanya liberalisasi perdagangan membuat sebuah negara dengan mudah melakukan kegiatan perdagangan ke negara lain. Sehingga, diduga harga teh yang terjadi di setiap tempat lelang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya persaingan ekspor teh antara teh Indonesia dan teh di beberapa

auction tersebut. Persaingan ini menyebabkan harga ekspor teh Indonesia menjadi fluktuatif, yang terkadang mempersulit pihak perkebunan untuk menentukan komposisi produksi karena ketidakpastian harga teh yang akan mereka terima kedepannya. Selain itu harga penjualan lelang juga menjadi salah satu dasar harga untuk penjualan sistem free sales atau private sales, sehingga jika harga lelang turun akan berdampak kepada harga jual teh di tingkat domestik yang mengikuti pergerakan harga lelang.

1.2. Perumusan Masalah

Mayoritas produksi teh hitam baik CTC (Crush, Tearing and Curling) maupun ortodoks yang diproduksi oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) dipasarkan melalui sistem lelang yang dilakukan di Jakarta Tea Auction yang diselenggarakan oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara), yang terletak di Jl. Cut Mutiah No. 11 Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Jakarta Tea Auction, Dadang Juanda, Jakarta Tea Auction memegang peranan penting dalam pemasaran produksi hasil perkebunan teh PT. Perkebunan Nusantara.

Harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction akan diinformasikan kepada pihak perkebunan, agar pihak perkebunan dapat menyesuaikan komposisi produksi teh mereka dengan grade yang sedang diminati di Jakarta Tea Auction. Dalam menentukan pendugaan harga lelang teh yang akan datang biasanya digunakan pendugaan harga sebelumnya (Naive Forecasting).

(6)

6 dari auction lainnya. Dikarenakan semakin terbukanya pintu perdagangan bagi negara-negara lain untuk mengekspor produk yang mereka hasilkan ke negara lain.

Kekurangan yang terdapat pada pemasaran teh, terkadang dalam publikasi umum mengenai harga digunakan masih menggunakan pendekatan harga rataan. Sehingga masih terdapat beberapa produsen teh yang kesulitan untuk mendapatkan gambaran bagaimana kondisi pasar teh pada tingkat grade teh, bagaimana pengaruh harga kompetitor terhadap harga masih belum dapat tergambarkan, karena informasi hanya dipegang oleh beberapa pihak saja. Fluktuasi harga yang ada, semakin membuat para produsen yang kurang mendapat informasi sulit menentukan komposisi produksi dalam tingkat grade

dikarenakan ketidakpastian penerimaan yang akan mereka terima.

Pentingnya sebuah riset pasar (market reasearch) guna mendapatkan informasi mengenai industri teh dalam tingkat grade, informasi yang didapat akan mempermudah perencanaan produksi dan pemasaran bagi produsen teh. Apabila produsen dapat melihat bagaimana fluktuasi harga pasar, pengaruh dari kompetitor terhadap produk yang dijual, dan pendugaan harga yang akan datang, hal ini akan mempermudah produsen teh dalam menyusun strategi pemasaran dan produksinya yang akan datang.

Tabel 3. Perbandingan Harga Rata-rata dan Volume Lelang Grade Teh Mutu I Tahunan Jakarta Tea Auction (Tahun 2008 - 2010)

Jenis

(7)

7 Teh dalam produksinya dibagi kembali menjadi beberapa grade, yang mana masing-masing grade memiliki standar harga sendiri. Adapun grade yang menjadi unggulan di Jakarta Tea Auction antara lain: BOP (Broken Orange Pekoe), BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning), PF (Pekoe Fanning), BP (Broken Pekoe), dan Dust. Kelima grade ini menunjukkan perkembangan harga yang baik dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen teh dalam mengembangkan perencanaan produksinya karena jika produsen teh dapat mengetahui informasi mengenai grade apa yang sedang diminati saat sebuah auction sedang berlangsung produsen dapat dengan mudah memanfaatkan peluang tersebut dengan mengubah komposisi produksinya agar dapat memperoleh keuntungan.

Dalam penelitian ini, digunakan teh dengan grade Dust, Dust dipilih karena memiliki harga yang cukup tinggi di pasar lelang. Selain itu Dust juga merupakan jenis grade teh terbanyak kedua yang diproduksi oleh perkebunan di Indonesia, sekitar 16 persen teh yang dilelang di Jakarta Tea Auction merupakan

grade Dust, dikarenakan grade Dust merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk tea bag, dan juga merupakan salah satu dari beberapa jenis

grade teh yang dilelang pada Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction.

Colombo Tea Auction dipilih karena merupakan sentra pelelangan teh orthodoks terbesar di dunia, sedangkan Guwahati Tea Auction dipilih karena berada di provinsi sentra penghasil teh terbesar di India, Assam, dan merupakan salah satu sentra pelelangan teh terbesar di India. Selain itu pada kedua tempat pelelangan ini teh grade Dust ortodoks merupakan salah satu produk yang mereka lelang di pelelangan.

Vector Autoregression (VAR) dapat menjadi salah satu solusi metode dalam melihat hubungan dinamis time series antar variabel yang diduga memiliki hubungan satu sama lain selain itu VAR juga dapat digunakan untuk menduga harga lelang yang akan datang. Permodelan VAR digunakan dalam penelitian untuk melihat hubungan antara harga teh Jakarta Tea Auction dengan harga teh di

(8)

8 dan variabel-variabel lain yang terlibat dalam sistem pada periode-periode sebelumnya (Enders, 1995).

Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana volatilitas harga teh grade Dust di pasar dunia ?

2. Bagaimana hubungan harga teh grade Dust di pasar dunia dan pasar Indonesia berdasarkan model VAR yang dibuat ?

3. Bagaimana performa model VAR dalam menggambarkan pergerakan harga teh grade Dust Jakarta Tea Auction ?

4. Bagaimana implikasi model VAR terhadap perencanaan strategi pemasaran teh kedepannya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Merujuk pada pemaparan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis volatilitas harga teh grade Dust di pasar lelang dunia.

2. Menganalisis hubungan harga teh grade Dust di Jakarta Tea Auction

terhadap auction di Colombo dan Guwahati.

3. Mengetahui bagaimana performa model VAR dalam menggambarkan pergerakan harga di Jakarta Tea Auction.

4. Menyusun rekomendasi strategi yang dapat dilakukan PT. KPB Nusantara dan Dewan Teh Indonesia untuk meningkatkan penjualan teh khususnya

grade Dust.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi;

1. Dewan Teh Indonesia sebagai penentu kebijakan strategis teh nasional. 2. Produsen teh, khususnya yang memasarkan produknya di Jakarta Tea

Auction, untuk membantu dalam perencanaan produksi dan pemasarannya, khususnya dalam produksi grade Dust.

(9)

9 4. Peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai

referensi bagi penelitian selanjutnya.

5. Mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan serta sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah diterima di bangku kuliah.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai harga lelang teh pada tingakat grade

menggunakan data dari salah satu grade yang diminati di pasar lelang yakni Dust dari total sekitar 26 grade teh yang dilelang di Jakarta Tea Auction (JTA) oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Hal ini disebabkan teh grade Dust ortodoks juga dilelang di Colombo Tea Auction (CTA) dan Guwahati Tea Auction

(GTA), sehingga dalam penelitian ini dapat terlihat hubungan harga teh grade

Dust di Jakarta Tea Auction (JTA) dengan harga lelang teh grade Dust yang terjadi di auction yang ada di luar negeri seperti Colombo Tea Auction (CTA) dan

(10)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Lelang

Ngadijarno et al. (2006) menjelaskan, lelang menurut pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah penjualan barang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan dan ataupun secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat, namun juga harus dilakukan dengan campur tangan/dihadapan/di depan Pejabat Lelang dan untuk setiap pelaksanaan lelang harus dibuat berita acara tersendiri (Risalah Lelang) oleh Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang. Pelelangan harus mengandung beberapa asas, yakni asas keterbukaan (seluruh lapisan masyarakat mengetahui dan dapat mengikuti jalannya lelang), asas keadilan (dalam pelaksanaannya lelang harus adil, tidak boleh memihak), asas kepastian hukum (adanya perlndungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang), asas efisiensi (pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan tidak memerlukan biaya banyak), dan asas akuntabilitas (lelang yang dilaksanakan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan).

(11)

11

forward adalah tempat bertemunya para penjual dan pembeli suatu komoditi dengan menggunakan sistem lelang dengan penyerahan di kemudian hari.

Beberapa pasar lelang yang aktif di Indonesia mayoritas dipegang oleh Kementrian Perdagangan (Kemendag) di bawah pengawasan Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti). Selain pasar lelang yang dijalankan oleh Kemendag, ada juga pasar lelang yang dipegang oleh PT. KPB Nusantara, yang mayoritas melelang hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara.

2.2. Teh di Dunia

Teh yang memiliki nama latin Camellia sinensis, merupakan sebuah tanaman yang sudah dibudidayakan cukup lama di Cina bagian tenggara. Teh sudah digunakan sebagai minuman sejak dua atau tiga ratus tahun yang lalu. Awalnya tanaman ini hanya tersebar di Cina, Indo-Cina dan Assam, namun mulai berkembang hingga daerah tropis dan sub tropis (Eden, 1958). Saat ini teh menjadi minuman yang mendunia, hampir seluruh dunia mengetahui dan mengkonsumsi minuman teh, hal ini dapat dilihat melalui data statistik produksi teh dunia3 dan data konsumsi teh dunia yang meningkat setiap tahunnya4.. Data produksi teh dunia dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Produksi Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008 (dalam metrik ton)

Negara

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Cina 835.231 934.857 1.028.064 1.140.000 1.200.000

India 892.965 945.974 981.095 944.678 980.818

Kenya 324.608 323.497 310.578 369.606 345.817

Sri Lanka 308.089 317.196 310.822 304.613 318.697

Vietnam 119.050 133.350 142.500 149.270 166.375

Turki 165.000 135.000 142.000 175.000 155.000

Indonesia 164.817 156.273 146.847 137.248 137.499

Sumber : International Tea Committee (2009) (diolah)

3

International Tea Committee. 2009. Annual Buletin of Statistics.London. International Tea CommitteeTC. Hlm 35

4

(12)

12 Berdasarkan data International Tea Committee (ITC) (2009), China dan India memiliki tingkat produksi yang tinggi untuk pasar teh dunia. Sedagkan untuk ekspor, teh lebih di dominasi oleh negara-negara Afrika seperti Sri Lanka dan Kenya, hal ini dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 5. Volume Ekspor Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008 (dalam metrik ton)

Negara

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Kenya 332.502 348.276 312.156 343.703 383.444

Srilanka 290.604 298.769 314.915 294.254 297.469

China 280.193 286.563 286.594 289.431 296.935

India 193.908 195.228 215.672 175.841 193.000

Vietnam 99.351 87.918 105.116 110.929 104.000

Indonesia 98.572 102.294 95.339 83.659 96.210

Argentina 66.374 66.289 70.723 74.880 77.228

Sumber: International Tea Committee (2009) (diolah)

Mayoritas negara yang mengkonsumsi teh merupakan negara Eropa. Dikarenakan pada awalnya teh ditanam dan dibudidayakan untuk konsumsi negara-negara Eropa. Beberapa negara pengimpor teh terbesar di dunia dapat dilihat pada tabel 6.

Inggris 128.755 128.252 135.403 131.152 129.759

Pakistan 120.017 139.261 116.780 106.366 99.116

Amerika Serikat 99.484 100.060 107.572 109.396 116.749

Mesir 71.803 73.500 78.500 69.000 104.000

Irak 51.000 58.000 67.000 32.000 36.000

Polandia 32.114 31.057 27.144 28.077 30.595

(13)

13 Mayoritas teh dunia dipasarkan menggunakan sistem lelang. Awalnya pelelangan teh dunia diadakan oleh East India Company (EIC) di London pada abad ke-17, yang bertujuan sebagai pengumpul teh yang dijual oleh Cina ke benua Eropa. Oleh karena EIC merupakan organisasi dagang yang paling berpengaruh saat itu, pada tahun 1983 EIC memberlakukan aturan seluruh teh yang akan dijual ke Eropa harus melalui EIC, sehingga teh yang akan dijual ke Eropa harus disimpan di gudang milik EIC. Metode lelang yang diberlakukan saat itu dapat dibilang unik karena menggunakan sistem lilin (by the candle), dimana setiap orang diberikan waktu untuk menawar berapapun jumlah teh yang ingin dibeli, hingga lilin yang dinyalakan meleleh sepanjang satu inci.

Setelah sistem tersebut, pada 10 Januari 1837 dibentuk sebuah sistem lelang menggantikan sistem by the candle. Hal ini ditengarai pihak EIC yang merasa peserta lelang harus memiliki informasi yang sama mengenai barang yang akan dilelang agar terjadi keseimbangan informasi antar pembeli sehingga mekanisme lelang dapat berjalan lebih efektif. Hal ini dilakukan dengan memberikan beberapa sampel kepada peserta pelelangan beberapa hari sebelum lelang teh dimulai. Sistem lelang seperti ini masih digunakan umum di beberapa tempat lelang teh dunia hingga saat ini.

London Tea Auction sempat ditutup akibat Perang Dunia Kedua dan karena terjadi penumpukan supply teh di London, lelang dipindahkan ke dua tempat yakni Calcutta, India pada tahun 1947 dan Colombo, Sri Lanka pada 1948, guna menghindari oversupply. Tidak aktifnya London Tea Auction hingga tahun 1951 dan dibukanya dua auction baru, mendorong beberapa negara produsen teh untuk membuka tempat lelang sendiri karena akan lebih menghemat biaya dan dapat dengan mengatur proses pelelangannya. Pada akhirnya, London TeaAuction

sebagai tempat lelang teh pertama di dunia ditutup pada tahun 1998. Hingga saat ini terdapat sekitar sebelas tempat lelang teh di dunia yang masih aktif melakukan kegiatan pelelangan teh yakni Kolkata, Cochin, Coonoor, Guwahati, Siliguri, Coimbatore, Colombo, Mombasa, Chittagong, Limbe, dan Jakarta.

(14)

14 Hongaria, Amerika Serikat dan Kanada (2) Kelompok pasar-2 terdiri dari pasar negara-negara Eropa Barat (Inggris, Jerman, Belanda), Australia, Jepang, negara-negara Eropa Timur secara umum, Turki, negara-negara Amerika Utara dan Amerika Selatan secara umum, dan India; (3) Kelompok pasar-3 meliputi pasar teh negara Pakistan, Afghanistan, Mesir, Malaysia, dan Singapura, (4) Kelompok pasar-4 meliputi pasar teh negara Iran dan negara-negara Timur Tengah secara umum, dan (5) Kelompok pasar-5 yang meliputi pasar teh negara-negara Irak, Syria, dan wilayah Rusia khususnya Federasi Rusia.

Teh small grades seperti Fanning, Pekoe Fanning (PF), dan Dust lebih diminati di kelompok pasar-1 (Polandia, Hongaria, Amerika Serikat dan Kanada), 2 (Eropa Barat (Inggris, Jerman, Belanda), Australia, Jepang, negara-negara Eropa Timur, Turki, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan India), dan 3 (Pakistan, Afghanistan, Mesir, Malaysia, dan Singapura). Berbeda dengan kelompok pasar-1 dan 2, kelompok pasar-3 meminta teh small grades dengan mutu lebih tinggi dari pasar-1 dan 2. Sedangkan untuk teh jenis broken grades, seperti Broken Orange Pekoe (BOP), Broken Pekoe (BP) dan Broken Tea (BT), lebih diminati di kelompok pasar-4 (Iran dan negara-negara Timur Tengah) dan 5 (Irak, Syria, dan wilayah Rusia).

2.3. Teh di Indonesia

Teh pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada tahun 1694, menurut Valentjin, usaha pengembangan teh skala perkebunan dimulai oleh pemerintah Belanda, hingga abad 19, teh mulai dikenal luas sebagai tanaman perkebunan Indonesia. Ekspor teh pertama Indonesia dimulai pada tahun 1835, dengan negara tujuan Amsterdam (Nazaruddin, 1993).

(15)

15 Klon Gambung 6 – Gambung 11 merupakan klon tanaman yang unggul karena dapat memproduksi sekiar 4.000kg/Ha-5.500kg/Ha tanaman teh basah. Klon ini merupakan klon tanaman teh yang dikembangkan oleh PPTK Gambung pada tahun 1998, yang dianjurkan untuk ditanam menggantikan klon-klon yang sudah beredar. Tanaman teh tersebar di beberapa pelosok Indonesia yakni, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hingga saat ini, berdasarkan data dari Departemen Pertanian tercatat ada sekitar 127.384 Ha lahan yang digunakan untuk menanam teh, dan menghasilkan 149.764 ton teh per tahunnya.

Menurut PPTK (2006), beberapa syarat tumbuh tanaman teh antara lain; (1) Iklim

Tanaman teh akan tumbuh dengan baik bila ditanam di daerah dengan suhu 13-25OC, dengan curah hujan yang cukup tinggi dan merata, karena tanaman ini tidak tahan terhadap kekeringan, sekitar kurang lebih 2000 mm curah hujan tahunannya. Tanaman teh juga tidak tahan terhadap panas sehingga jika suhu berada ditas 30OC pertumbuhannya akan terhenti, oleh karena itu di perkebunan dataran rendah perlu ditanam pohon pelindung untuk melindungi tanaman teh dari suhu tinggi.

(2) Tanah

Tanah yang memenuhi kriteria pertumbuhan tanaman teh adalah tanah yang subur, mengandung bahan organik, dan memiliki pH 4,5-5,6. Umumnya tanah dengan kandungan seperti ini terjadi di tanah andisol (vulkanis muda) yang terletak di lereng-lereng gunung berapi.

(3) Elevasi

(16)

16

2.4. Proses Produksi Teh Hitam dan Pemasarannya

Ada dua macam jenis produksi teh yang dikenal dalam agroindustri teh, yakni produksi teh basah dan produksi teh kering. Produksi teh basah merupakan hasil pemetikan tanaman teh yang akan menjadi bahan baku untuk diolah menjadi teh kering, oleh karena itu hasil produksi basah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi mutu teh kering yang akan dihasilkan. Secara fisik menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK), pucuk yang bermutu adalah pucuk yang utuh, segar, dan berwarna kehijauan. Mencegah turunnya mutu pucuk diperlukan pengaturan yang baik dari pemetikan, penampungan di los pucuk, pewadahan, hingga pengangkutan sampai ke pabrik.

Sebagian besar pabrik teh di Indonesia mengolah teh hitam karena teh hitam sudah mendapat perhatian dari pasar ekspor semenjak ekspor teh pertama ke Amsterdam pada 1835. Oleh karena itu untuk menghasilkan teh hitam yang bermutu, diperlukan beberapa faktor penunjang yakni: memperhatikan pasar yang dituju, pengetahuan akan proses pengolahan dan peranan pengolah dalam mengarahkan cara kerja yang benar, mesin yang dipakai, dan bahan baku pucuk yang akan diolah.

Secara umum pengolahan teh hitam dibagi menjadi dua yakni; ortodoks (dibagi menjadi ortodoks-murni dan ortodoks-rotorvane) dan CTC (Crush, Tearing, and Curling). Pengolahan teh hitam yang dilakukan rata-rata oleh industri teh Indonesia menggunakan metode ortodoks-rotorvane karena pasar ekspor lebih menyukai ke teh hitam dengan partikel kecil (bubuk). Adapun beberapa langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah teh secara orthodoks adalah sebagai berikut (PPTK 2008);

(1) Pelayuan

Pelayuan merupakan tahap pertama dalam pengolahan teh hitam, indikator yang menjadi penentu kualitas teh hitam yang dihasilkan adalah derajat layu, besarnya derajat layu agar pengolahan teh hitam orthodoks menghasilkan mutu yang baik adalah 44-46 persen, derajat layu merupakan hasil keringan dibagi pucuk layu yang dikalikan seratus persen. Dalam proses pelayuan daun teh dibeber pada alat withering through

(17)

17 (2) Penggulungan, Penggilingan, dan Sortasi Basah

Proses kedua dari pengolahan teh hitam adalah penggulungan, penggilingan dan sortasi basah, setelah dilayukan daun teh akan digulung dengan menggunakan mesin open top roller selama 30-40 menit. Penggulungan dilakukan untuk merangsang terjadinya oksidasi enzimatis akibat cairan sel yang keluar dari daun.

Setelah digulung daun akan dimasukkan ke dalam Press Cap Roller atau

Rotorvane untuk digiling. Proses penggilingan bertujuan untuk memperkecil gulungan menjadi partikel yang dikehendaki, menggerus pucuk agar cairan sel keluar semaksimal mungkin dan membenntuk hasil keringan yang keriting, dan memperoleh bubuk basah yang banyak. Proses penggilingan dilakukan sekitar 40-70 menit. Biasanya di perkebunan dilakukan penggilingan dengan penggunaan rotorvane di gilingan kedua dan ketiga atau ketiga dan keempat karena akan menghasilkan bubuk lebih dari 85 persen dan mengurangi jumlah badag, bubuk teh dengan mutu rendah.

Sortasi bubuk basah dilakukan untuk memperoleh ukuran bubuk yang seragam, memudahkan pekerjaan sortasi kering, dan memudahkan pengaturan pengeringan di -fluid bed dryer. Mesin yang digunakan untuk sortasi adalah rotary ball breaker dengan ukuran mesh 7,7,7 atau 6,6,7. (3) Oksidasi Enzimatis

Oksidasi Enzimatis bergantung kepada beberapa faktor; kadar air suhu dan kelembaban, kadar enzim, jenis bahan, dan oksigen. Suhu dan kelembaban ruang giling harus diatur sedemikian rupa agar proses ini dapat berjalan dengan baik. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan theaflavin dan

thearubigin yang akan menentukan kualitas seduhan, proses oksidasi enzimatis biasanya dilakukan selama 90-110 menit.

(4) Pengeringan

(18)

90-18 95ºC dengan suhu keluar 40-50ºC, lamanya proses pengeringan sekitar 20 menit, pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan teh menjadi gosong.

(5) Sortasi Kering

Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan teh sesuai dengan partikel dan warna yang diinginkan oleh konsumen. Mesin yang digunakan dalam proses sortasi biasanya dengan chota shifter atau ayakan tangan (untuk memisahkan bentuk), winnower (untuk memisahkan sesuai berat),

vibroscreen (untuk membersihkan serat), peti miring (penyimpanan teh jadi), dan tea bulker (untuk pencampuran).

(6) Pengemasan

Teh yang sudah jadi akan dimasukkan ke peti miring, lalu dimasukkan ke

tea bulker sebelum dikemas ke dalam chop, biasanya dengan menggunakan paper sack..

Dari proses pengolahan teh hitam menjadi bubuk tersebut dihasilkan tiga standar mutu, dari grade pertama, teh daun (leaf grade) dihasikan beberapa mutu yakni, OP (Orange Pekoe), OP Sup (Orange Pekoe Superior), FOP (Flowery Orange Pekoe), S (Souchon), BS (Broken Souchon), BOP Sup (Broken Orange Pekoe Superior), BOP Grof (Broken Orange Pekoe Grof), BOP Sp (Broken Orange Pekoe Special), dan LM (Leaf Mixed). Grade kedua teh bubuk (broken grade) dihasilkan beberapa grade seperti; BOP/BOP I (Broken Orange Pekoe), BOP II, FBOP (Flowery Broken Orang Pekoe), BP (Broken Pekoe), BP II, BT (Broken Tea), BT II, BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning) ,BOPF Sup (Broken Orange Pekoe Superior), dan BM (Broken Mixed). Sedangkan grade ketiga, teh halus (small grades), mutunya terbagi menjadi F (Fanning), F II, TF (Tippy Fanning), PF (Pekoe Fanning), PF II, Dust, Dust II, dan Dust III. Perbedaan jenis mutu dan grade ini didasarkan atas perbedaan bobot dari partikel teh dan bentuk dari partikel teh yang sudah disortasi melalui Winnower (penentuan mutu) dan

chota shifter (penentuan grade). Perlakuan mutu teh ini tertera dalam Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri Nomor SP-17-1975 Revisi 1989.

(19)

19 perusahaan packing atau blending 2) diekspor langsung ke negaralain 3) dilelang di Jakarta Tea Auction. Biasanya hampir 80 persen teh yang diproduksi oleh perkebunan akan dilelang di Jakarta Tea Auction5. Harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction akan menjadi dasar penentuan harga penjualan teh untuk kedua rantai lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction memegang peranan dalam industri teh nasional. Diagram mengenai

supply chain dari industri teh nasional dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2.Supply Chain Komoditas Teh Nasional

Sumber : Kustanti et al. (2007)

2.5. Analisis Transmisi Harga

Beberapa penelitian mengenai analisis transmisi harga komoditas telah dilakukan oleh beberapa peneliti, Priyadi et al. (2004) menganalisis mengenai distribusi ayam broiler di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Suharyatno et al. (2008), menganalisis mengenai pemasaran dan tataniaga anggur di Bali. Rifin (2009), menganalisis mengenai transmisi harga CPO terhadap harga minyak goreng di Indonesia. Dharmasena et al. (2004) menganalisis transmisi harga teh pada pasar lelang dunia, dalam penelitiannya ia menggunakan harga rataan dari beberapa tempat lelang teh dunia.

5

(20)

20 Priyadi et al. (2004) dan Suharyatno et al. (2008), menganalisis transmisi harga dengan menggunakan model elastisitas transmisi harga. Priyadi et al.

(2004), menyimpulkan bahwa besarnya nilai elastisitas transmisi harga pedagang pengumpul dan pedagang pengecer terhadap peternak ayam masing-masing adalah 0,836536 dan 0,926226. Suharyatno et al. (2008), menyimpulkan bahwa besarnya nilai elastisitas petani anggur terhadap perubahan harga di tingkat konsumen adalah 0,0457.

Dharmasena et al. (2004) dan Rifin (2009) mencoba mengembangkan permodelan transmisi harga dengan menggunakan VAR. Berdasarkan hasil analisisnya Dharmasena et al. (2004) dalam salah satu kesimpulannya, menyimpulkan bahwa harga teh di Indonesia dipengaruhi oleh harga teh di Sri Lanka dan Indonesia itu sendiri, artinya perubahan harga lelang yang terjadi di Sri Lanka akan ditransmisikan terhadap harga lelang yang terjadi di Indonesia. Rifiin (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa harga CPO internasional mempengaruhi harga CPO domestik dan harga minyak goreng, sedangkan harga CPO domestik dan minyak goreng memiliki hubungan timbal balik. Besarnya pengaruh perubahan harga CPO internasional akan menaikkan harga CPO domestik sebsar 0.04 persen. Perubahan harga CPO internasional akan mempengaruhi harga minyak goreng, harga akan menurun namun dalam jumlah yang kecil.

Pada penelitian Priyadi et al. (2004) dan Suharyatno et al. (2008), model elastisitas transmisi harga hanya melihat hubungan yang terjadi antara konsumen dan petani, tidak melihat bagaimana dampaknya dua arah dari suatu perubahan harga pada satu rantai terhadap rantai lainnya. Model VAR yang digunakan oleh Dharmasena et al. (2004) dan Rifin (2009) mampu menjelaskan hubungan dinamis antar variabel yang diduga saling berhubungan, sehingga dapat melihat suatu hubungan sebab akibat yang terjadi dalam model, selain itu besarnya transmisi harga dapat dilihat melalui fungsi respon impuls.

(21)

21 dalam penelitian ini akan dibahas mengenai hubungan antara harga auction teh di

(22)

III Kerangka Pemikiran

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Manajemen Pemasaran

Manajamen pemasaran adalah proses analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju untuk mencapai tujuan perusahaan (Kotler 1991). Dalam pemasaran, analisa mengenai pasar menjadi salah satu faktor penting karena akan menentukan perencanaan strategi yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Kotler (1991) menjelaskan dalam proses analisa pasar, informasi pasar merupakan sebuah elemen penting untuk menyususun sistem pemasaran yang efektif, karena informasi dapat menjelaskan tren pemasaran nasional dan internasional, transisi dari permintaan pembeli dan kebutuhan pembeli, dan transisi dari kompetisi harga hingga non-harga. Informasi pasar yang baik mencakup empat subsistem; 1) Internal Records System 2) Market Intelligence 3)

Market Research 4) Market Decision Support System.

Dengan mengetahui informasi maka perusahaan dapat merespon perubahan dinamis yang berada di luar sana, yang dapat digunakan untuk keuntungan perusahaan. Sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi adalah sistem agribisnis yang fleksibel atau mampu merespons setiap perubahan pasar secara efektif dan efisien. Efektif dalam pengertian bahwa respons yang diberikan oleh sistem agribisnis sesuai dengan dinamika kebutuhan pasar (volume, tempat dan waktu) dan preferensi konsumen, sedangkan efisien memiliki makna bahwa sistem agribisnis tersebut mampu memproduksi dan memasarkan produk dengan harga relatif murah untuk kualitas produk yang sama di tangan konsumen (Irawan, 2007).

3.1.2 Volatilitas

(23)

23 diduga (predictable) dan komponen yang tidak dapat diduga (unpredictable) (Sumaryanto 2009).

Sumaryanto (2009) menjelaskan ada tiga hal yang melandasi pentingnya permodelan dan peramalan volatilitas harga. Pertama, hasil dari permodelan akan bermanfaat bagi pengambilan keputusan yang berkaitan dengan risiko yang disebabkan oleh perubahan harga yang terjadi. Kedua, ketepatan hasil peramalan bersifat time-varying sehingga ketepatan permodelan akan didapat dengan memodelkan ragam galatnya. Ketiga, untuk memperoleh teknik peramalan dan pendugaan harga kedepannya yang lebih tepat.

Kebanyakan pelaku usaha dan pemerintah dalam penanganan masalah yang berkenaan dengan risiko pada umumnya cenderung mengarah pada keragaman yang dapat diduga (predictable), sehingga terkadang langkah antisipasi terhadap perubahan menjadi kurang tepat, terlebih lagi jika pola fluktuasinya berubah dari pola fluktuasi yang ada sekarang (Wolf 2003, diacu dalam Sumaryanto 2009). Analisis volatilitas sering dilakukan pada pasar uang dan pasar saham, namun belakangan ini sering dilakukan pada pasar komoditi. Analisis ini menjadi penting apabila pelaku bisnis dihadapkan pada kondisi harga yang tidak stabil dan pola pergerakannya tidak dapat diperkirakan.

3.1.3 Transmisi Harga

(24)

24 pemerintah, melalui berbagai instrumen kebijakan perdagangan, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, atau tingginya biaya transaksi yang membuat pasar menjadi tersegmen.

Model transmisi harga digunakan untuk menangkap pengaruh kebijakan terhadap pasar, mengukur sejauh mana pasar terintegrasi atau menguji apakah

Law of One Price berlaku. Law of One Price diharapkan dapat mengukur hubungan harga spasial, yang mana harga pada setiap rantai produksi akan berbeda, bergantung pada biaya produksi (Conforti 2004). Ada enam faktor yang mempengaruhi transmisi harga;

1) Biaya Transportasi dan Transaksi

Hal ini dapat diklasifikasi kembali menjadi tiga grup yang terdiri atas biaya informasi, biaya negosiasi dan biaya monitoring serta biaya penegakan pelaksanaan. Hal ini dapat membuat harga antar pasar menjadi berbeda, yang dapat diatasi dengan menetapkan harga yang berbeda di dua tempat yang berbeda agar terjadi keadilan dan integrasi di antara dua buah tempat tersebut.

2) Kekuatan Pasar

Pada sebuah rantai produksi yang panjang, beberapa agen akan berlaku sebagai price maker (pembuat harga), bergantung pada sisi mana industri tersebut terkonsentrasi.

3) Increasing returns to scale pada produksi

Hal ini terjadi biasanya pada permulaan pasar. Increasing returns to scale

dapat mempengaruhi transmisi harga secara vertikal.

4) Produk yang homogen dan differensiasi

Tingkat substitusi pada konsumsi barang serupa yang diproduksi pada dua buah negara berbeda akan mempengaruhi integrasi pasar dan transmisi harga.

5) Nilai Tukar

Pengaruh perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang lain akan memiliki pengaruh pada kemampuan sebuah perusahaan untuk membedakan harga yang bergantung pada tujuan (price-to-market behaviour), struktur pasar, produk non-homogen, dan biaya pada perusahaan.

(25)

25 Hal ini secara langsung mempengaruhi transmisi harga spasial, antara lain kebijakan perdagangan, sedangkan kebijakan domestik yang berkenaan dengan harga akan mempengaruhi transmisi harga secara vertikal dan spasial.

3.1.4 Model VAR (Vector Autoregression)

VAR atau Vector Autoregression, merupakan model yang dikembangkan oleh Sims pada tahun 1980, sebagai alternatif pendekatan permodelan ekonomi dinamis, yang nyatanya diketahui banyak hubungan antara variabel-variabel yang saling berkaitan digunakan dalam model persamaan simultan (Enders 1995). Sims mengembangkan model VAR dengan asumsi, jika terdapat hubungan simultan antara variabel-variabel yang diobservasi maka variabel tersebut perlu mendapat perlakuan yang sama, sehingga atas dasar itu muncul model VAR.

VAR merupakan sebuah model non struktural, karena model ini dibangun dengan pertimbangan pendekatan teori yang minimal agar mampu menangkap sebuah fenomena ekonomi dengan baik. Dalam model VAR interaksi dinamis antar variabel yang menjadi bahan perhatian utama. VAR dibagi menjadi tiga jenis, (1) VAR in level, jika data yang digunakan sudah stasioner, (2) VAR in difference, jika data yang digunakan belum stasioner dan tidak ada kointegrasi antara variabel-variabel yang digunakan dalam model, dan (3) VECM (Vector Eror Correction Model), jika data yang digunakan belum stasioner dan ada kointegrasi antara variabel yang digunakan dalam model (Widarjono 2010).

3.1.5 Model VECM (Vector Error Correction Model)

(26)

26

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Terdapat beberapa masalah yang menjadi isu dalam industri teh nasional, mulai dari hilir, on farm, hingga hulu, seperti biaya produksi yang cenderung naik, dibutuhkannya klon unggul untuk meningkatkan produktivitas petani teh, perlunya alat pengolahan yang modern, hingga perlunya sistem pemasaran yang baik. Mengatasi hal ini, Dewan Teh Indonesia menyusun Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional yang mencakup perbaikan perkebunan teh rakyat, perbaikan gabungan kelompok tani, penguatan lembaga riset teh, penyempurnaan Standar Nasional Indonesia (SNI) hasil teh yang mengakomodasi standar-standar dunia, penambahan pabrik pengolahan dan peremajaan pabrik yang sudah ada, dan yang terakhir penguatan lembaga pemasaran teh, khususnya Jakarta Tea Auction, yang dipegang oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara).

Salah satu permasalahan yang menjadi isu penting dalam lembaga pemasaran adalah harga pasar lelang teh nasional (Jakarta Tea Auction), karena mayoritas produksi teh nasional dijual melalui mekanisme lelang di Jakarta Tea Auction. Harga yang terjadi di Jakarta Tea Auction menjadi acuan bagi produsen teh dalam merencanakan komposisi produksi teh mereka pada auction yang akan datang. Tidak hanya berpengaruh pada pihak pekebunan negara, harga yang terjadi pada Jakarta Tea Auction juga akan mempengaruhi harga jual yang teh yang terjadi di dalam negeri. Sehingga harga pelelangan yang terjadi pada Jakarta Tea Auction menjadi faktor penting bagi produsen teh nasional dalam merencanakan produksinya.

(27)

27 masalah bagi produsen yang menjual pasarnya di pasar lelang untuk membuat rencana produksinya, mengingat teh memiliki banyak grade.

Ini mengindikasikan pentingnya sebuah riset pasar (market research) guna mendapatkan gambaran mengenai industri teh dalam tingkat grade, informasi yang didapat akan mempermudah perencanaan produksi dan pemasaran dari produsen teh. Apabila produsen dapat melihat bagaimana fluktuasi harga pasar, pengaruh dari kompetitor terhadap produk yang dijual, dan pendugaan harga yang akan datang, hal ini akan mempermudah produsen teh dalam menyusun strategi pemasaran dan produksinya yang akan datang.

Beberapa tahun terakhir ini, harga teh Indonesia khususnya grade BOP (Broken Orange Pekoe), BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning), PF (Pekoe Fanning), BP (Broken Pekoe), dan Dust menunjukkan perkembangan harga yang baik. Hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen teh dalam mengembangkan perencanaan produksinya, karena jika produsen dapat mengetahui informasi mengenai grade apa yang sedang diminati saat auction (pelelangan) selanjutnya, maka pihak perkebunan dapat dengan mudah mengubah komposisi produksinya agar dapat memperoleh keuntungan.

Harga teh Indonesia yang fluktuatif selain disebabkan oleh mekanisme

supply dan demand, diduga dipengaruhi oleh harga teh lelang luar negeri seperti

Colombo Tea Auction, dan Mombasa Tea Auction, dikarenakan saat ini terjadi liberalisasi perdagangan. Sehingga timbul dugaan bahwa harga Jakarta Tea Auction tidak dapat berdiri sendiri, jadi akan lebih baik jika permodelan pendugaan harga dibahas dengan menggunakan permodelan multivariate.

Data harga teh yang dibahas dalam penelitian ini adalah data harga teh

grade Dust orthodoks, karena grade ini dilelang di tiga tempat yakni Jakarta Tea Auction, Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction. Selain itu, grade Dust juga merupakan salah satu grade yang diminati di pasar lelang, karena digunakan sebagai bahan baku untuk tea bag. Dalam penelitian ini dilihat mengenai volatilitas harga teh pada ketiga auction tersebut, guna mendapatkan gabaran mengenai keadaan pasar teh grade Dust. Selain melihat volatilitas, dalam penelitian ini melihat apakah terdapat hubungan antara Jakarta Tea Auction

(28)

28

Jakarta Tea Auction, jika harga di salah satu tempat lelang mengalami shock, sehingga dapat diperoleh sebuah kesimpulan apakah Jakarta Tea Auction sudah dapat merespon informasi yang ada di pasar teh luar negeri dengan baik atau tidak.

Model VAR (Vector Autoregression) merupakan sebuah model yang dapat menggambarkan hubungan antara beberapa variabel time series. Sehingga dengan menggunakan VAR diharapkan dapat ditemukan model dinamis yang dapat menduga dan menggambarkan hubungan antara harga Jakarta Tea Auction

dengan harga di kedua tempat lelang teh lainnya dan bagaimana dampaknya jika salah satu variabel mengalami goncangan (shock) melalui fungsi respon impuls. Dalam model VAR seluruh variabel dianggap saling berhubungan satu sama lain, sehingga lebih mudah untuk membuat pendugaan yang tidak terkait dengan teori. Membuat metode VAR menjadi sebuah metode yang diminati untuk menggambarkan suatu fenomena bisnis tertentu.

(29)

29 Keterangan : - - - - : diluar cakupan penelitian ini

: yang dibahas dalam penelitian ini

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional.

Rencana Dewan Teh Indonesia

Harga Teh Grade Dust Jakarta Tea Auction Diduga

dipengaruhi;

1. Colombo Tea Auction 2. Guwahati Tea

Auction

Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional Membahas mengenai

Komoditas Teh Nasional

Perumusan strategi dalam menghadapi volatilitas harga

di Jakarta Tea Auction

Umpan Balik

VAR (Vector Autoregression)

Pemasaran

(30)

IV METODE PENELITIAN

1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2011. Penelitian dilakukan dengan mengunjungi PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara). Penentuan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) karena tempat yang dikunjungi memiliki informasi mengenai pergerakan harga teh internasional.

1.2. Data dan Instrumentasi

Penelitian ini menggunakan yang diperoleh melalui studi pustaka di Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan (DitJenBun), Perpustakaan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, dan Perpustakaan Teknologi Pangan, Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; data harga rata-rata teh grade Dust per lelang yang dilaksanakan setiap seminggu sekali yang ada di

Jakarta Tea Auction (bersumber dari Auction Report Jakarta Tea Auction yang dilaksanakan oleh PT. KPB Nusantara), harga rataan Dust di Colombo Tea Auction (bersumber dari Market Report John Keels Ltd.), dan harga rata-rata Dust di Mombasa Tea Auction (bersumber darisitus Assam Exchange), dengan rentang data dari auction minggu ketiga Februari 2009 hingga minggu kedua April 2011. Selain itu diperoleh juga beberapa informasi tambahan melalui situs web internet, makalah dan jurnal penelitian.

1.3. Pengolahan dan Analisis Data

(31)

31

Gambar 4. Skema Penyusunan Model VAR Sumber : Widarjono (2010)

1. Identifikasi Data

Identifikasi data time series yang sudah disediakan. Identifikasi ini bertujuan untuk melihat apakah data memiliki komponen musiman atau tidak, dan identifikasi terhadap kestasioneran model. Jika data masih belum stasioner maka dilakukan pembedaan (differencing). Pembedaan diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data dengan formulasi; ΔYt = Yt-Yt-1.

Jika dalam differencing pertama data masih belum stasioner maka dilakukan differencing kedua, dan seterusnya hingga seluruh data stasioner. Pengujian kestasioneran data dilakukan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller:

∑    

∑   

∑  

Dimana :

Y = variabel yang diamati

Data Time Series

Tidak Ada Kointegrasi

Ada Kointegrasi Belum Stasioner

Stasioner

VAR in difference (VARD)

VECM (Vector Error Correction) Uji Kointegrasi Johansen Differencing (Pembedaan) Data VAR in level

Uji Stasioneritas Data

(32)

32 T = Tren terhadap waktu

Persamaan 1 digunakan apabila data observasi diasumsikan tidak memiliki konstanta dan tren, data observasi hanya memiliki intersep. Persamaan 2, digunakan dengan asumsi dalam data observasi terdapat konstanta dan intersep, dan terakhir persamaan 3 digunakan apabila dalam data yang akan diobservasi selain terdapat komponen konstanta dan intersep, juga dipengaruhi oleh komponen tren. Hipotesis yang akan diuji dalam uji Augmented Dickey Fuller

adalah:

H0: =0 (data bersifat tidak stasioner) H1: <0 (data bersifat stasioner)

Nilai diduga melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji t. Statistik uji dapat dituliskan sebagai berikut:

thit ̂ ̂

dengan ̂ merupakan dugaan dari , dan ̂ merupakan simpangan baku dari ̂. Jika nilai thit < nilai kritis dalam tabel Dickey Fuller, maka keputusan yang diambil adalah tolak H0 atau data bersifat stasioner. Jika data sudah stasioner sejak awal maka model VAR in level dapat langsung dilakukan. Jika data belum stasioner, maka harus melalui proses differencing, kemungkinan model yang digunakan adalah model VAR in difference (VARD) dan VECM (Vector Error Correction Model).

2. Uji Kointegrasi

Setelah data yang mengalami differencing (pembedaan) stasioner, dilakukan uji kointegrasi Johansen untuk melihat apakah terdapat hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang digunakan dalam metode VAR ini dengan pendugaan:

H0 : rank = r H1 : rank > r

Statistik uji yang digunakan:

(33)

33 dengan ̂ adalah akar ciri ke-i yang diperoleh dari matriks:

[ ∑ ] dan ̂ > ̂ >...> ̂

(berurut dari nilai terbesar hingga terkecil, dan T adalah jumlah observasi yang diamati. Jika < maka terima H0 yang artinya kointegrasi terjadi pada rank r.

Jika dalam data yang diduga di model VAR terdapat kointegrasi maka model VAR yang digunakan adalah model VECM (Vector Eror Correction Model) lag (kelambanan) p rank r, sedangkan jika tidak terdapat kointegrasi pada variabel-variabel yang ada maka digunakan model VARD (VAR in difference) lag (kelambanan) p.

3. Penentuan Panjang Lag

Panjang lag (kelambanan) dalam VAR menunjukkan derajat bebas model. Jika panjang kelambanan dilambangkan dengan p, maka setiap n persamaan berisi n.p koefisien ditambah dengan intersep. Semakin panjang lag yang didapat maka semakin banyak pula data yang harus disediakan agar sebuah model dapat menangkap sebuah fenomena dengan baik. Dalam praktiknya, diperlukan pembatasan jumlah kelambanan dengan menentukan kelambanan ideal yang memberikan gambaran dinamika model, sehingga dapat mengaplikasikan model VAR.

Enders (1995) juga menjelaskan dalam praktiknya pendugaan lag (kelambanan) biasanya ditentukan dengan menggunakan AIC (Akiake Information Criterion) maupun SBC (Schwarz Bayesian Criterion):

AIC = T log || + 2N SBC = T log || + N log (T) dengan:

T = jumlah observasi yang digunakan

(34)

34 Nilai Akiake Information Criterion (AIC) terendah akan dipilih sebagai panjang kelambanan optimal dari model VAR. Hal ini dikarenakan, semakin kecilnya nilai AIC, maka nilai harapan yang dihasilkan oleh sebuah model akan semakin mendekati kenyataan.

4. Pendugaan Model VAR/VECM

Secara umum model VAR dapat digambarkan sebagai berikut; untuk memahami model VAR, Enders memisalkan ada dua buah model bivariate;

Model diatas membentuk VAR dengan kelambanan satu. Jika dilihat dari stukturnya terjadi hubungan simultan karena yt dan zt saling mempengaruhi satu sama lainnya. Contohnya –b12 yang merupakan pengaruh perubahan zt pada yt dan 12 adalah perubahan yang disebabkan zt-1 terhadap yt. Kedua sistem diatas dapat dirubah dengan menggunakan matrix algebra, sehingga rumus dapat ditulis menjadi:

Persamaan di atas menggambarkan persamaan VAR primitif. Perkalian kembali dengan matriks B-1 akan mengubahnya menjadi model persamaan VAR standar:

di mana;

; ; dan

(35)

35 et. Dengan menggunakan persamaan VAR di atas maka kedua persamaan awal bisa dituliskan sebagai berikut:

Setelah variabel-variabel sudah di lihat kestasionerannya, kointegrasi, kelambanan, dan kecocokan variabel untuk masuk ke dalam model, barulah model VAR dapat disusun. Berdasarkan penjelasan dari model VAR yang dilakukan oleh Widarjono (2010) dan Enders (1995) secara umum, dapat diasumsikan model VAR kelambanan satu yang akan digunakan dalam peramalan harga Jakarta Tea Auction adalah sebagai berikut:

JTA = Harga rata-rata Dust Jakarta Tea Auction

CTA = Harga rata-rata Dust Colombo Tea Auction GTA = Harga rata-rata Dust Guwahati Tea Auction

Jika dalam data yang di cek kestasionerannya terdapat kointegrasi maka model yang digunakan adalah model VECM (Vector Eror Correction Model) lag p rank r, Menurut Enders (1995), Model VECM (Vector Eror Correction Model) lag p dengan rank kointegrasi r dapat dituliskan sebagai berikut;

Δ ∑ Δ

(36)

36 terdapat beberapa analisis untuk menggambarkan bagaimana hubungan dinamis antar data yakni; peramalan, uji kausalitas Granger, fungsi respon impuls, dan dekomposisi ragam.

5.1. Fungsi Respon Impuls

Analisis respon impuls merupakan salah satu hal yang penting dalam mengevaluasi model VAR yang telah dibuat. Analisis ini bertujuan melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR, yang dikarenakan adanya goncangan (shock) atau perubahan dalam variabel gangguan (Widarjono 2010).

Enders (1995) menyatakan bahwa jika terdapat model VAR yang memiliki empat variabel, melalui proses iterasi dapat dinyatakan dalam Vector Moving Average (VMA) dengan persamaan sebegai berikut;

Matriks merupakan fungsi respon impuls yang memberikan informasi adanya perubahan simpangan baku suatu variabel terhadap peramalan variabel lain untuk periode ke-t, dan komponen merupakan pengaruh akibat perubahan variabel k terhadap variabel j untuk peramalan i periode kedepan (i = 1,2,3,...t). Dilakukan pengujian kestasioneran data dengan uji Dickey Fuller atau

Augmented Dickey Fuller, Jika data sudah stasioner maka VAR kelambanan p dapat langsung digunakan. Jika belum, dilakukan differencing dan uji Johansen. Jika rank kointegrasi (r)=0 maka digunakan model VARD (Vector Autoregression in Difference) dengan kelambanan p, jika ada kointegrasi digunakan model VECM (Vector Eror Correction Model) dengan kelambanan p rank r.

5.2. Variance Decomposition (Dekomposisi Ragam)

(37)

37

forecast error variance dari yt pada semua tahapan ramalan ke depan, dapat dikatakan bahwa yt adalah variabel bebas (eksogen). Sebaliknya, jika shock pada ezt dapat menjelaskan sebagian besar atau keseluruhan forecast error variance dari yt maka dapat dikatakan bahwa yt merupakan variabel endogen.

5.3. Peramalan

Dalam analisis ini dilihat bagaimana model VAR dalam mengambarkan pergerakan harga Jakarta Tea Auction yang akan datang. Semakin baik model VAR dalam menggambarkan data aktual dapat dilihat dari beberapa indikator seperti MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dan MSE (Mean Squared Error). Dalam penelitian ini digunakan nilai MSE (Mean Squared Error) untuk membandingkan performa model VAR dengan model Naive Forecasting yang saat ini digunakan oleh PT. KPB Nusantara dalam menggambarkan pergerakan harga Jakarta Tea Auction yang akan datang.

∑ ̂ dengan:

̂ = hasil pendugaan nilai yt yt = nilai aktual saat t

Dengan rumus di atas dapat dihitung nilai Mean Squared Error (MSE) dari model VAR dan Naive Forecasting dalam pendugaan pergerakan harga

(38)

V GAMBARAN UMUM

AUCTION

TEH JAKARTA

COLOMBO, DAN GUWAHATI

5.1. Jakarta Tea Auction

5.1.1. Sejarah Jakarta Tea Auction

Jakarta Tea Auction mulai dibentuk pada tahun 1973. Awalnya pelelangan komoditi teh Indonesia dilakukan di Amsterdam (Belanda), lalu berpindah ke ke Anterwerpen (Belgia), hingga terakhir diadakan di London (Inggris). Dikarenakan kurang efektifnya kegiatan pelelangan teh di London Tea Auction pasca perang dunia kedua, dan jarak yang terlalu jauh sehingga pengawasan terhadap pemasaran menjadi sulit serta atas pertimbangan akan lebih baik jika komoditi teh Indonesia dikumpulkan di sebuah wadah sebelum diekspor ke luar negeri. Dibentuklah Jakarta Tea Auction yang diadakan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jakarta. Pada tahun 2010, KPB berubah menjadi perseroan terbatas dan mengganti namanya menjadi PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara), melalui Akta Notaris N.M. Dipo Nusantara Pua Upa, S.H. No. 4 tanggal 16 November 2009, yang disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. AHU-60488.AH.01.01. Tahun 2009 pada tanggal 11 Desember 2009.

5.1.2. Mekanisme Pelelangan Jakarta Tea Auction

Pelelangan di Jakarta Tea Auction, biasanya dilakukan pada hari Rabu setiap minggunya. Pelelangan dimulai pada pukul sepuluh pagi hingga pukul satu siang, atau dapat berlangsung lebih lama jika jumlah teh yang dilelang sedang banyak. Saat ini Jakarta Tea Auction diketuai oleh Dadang Juanda, sebagai pemimpin jalannya pelelangan di Jakarta Tea Auction. Adapun mekanisme dari

Jakarta Tea Auction, seperti yang dijelaskan oleh PT. KPB Nusantara, adalah sebagai berikut:

(39)

39 2. Tiap chop dalam katalog terdiri atas sampel/contoh yang mewakili jumlah yang akan dijual dan diserahkan kepada pembeli beserta katalognya, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum auction dimulai.

3. Pada hari auction, pembeli mengajukan penawarannya secara langsung dan terbuka kepada pelaksana auction, dalam suatu persaingan yang sehat untuk setiap chop.

4. Penawaran diajukan dalam USD Cents/Kg dengan kondisi penyerahan Free Carrier-Container Yard origin (FCA-CY origin) pelabuhan muat. Tanggung jawab penjual terbatas sampai penyerahan barang dalam katalog di Container Yard (CY) pelabuhan muat sesuai yang dicantumkan didalam katalog. Karena tanggung jawab penjual hanya sampai penyerahan di Container Yard (sesuai

incoterms), maka Terminal Handling Charge origin (THC origin) dan

Document Fee sudah termasuk di dalam Freight dan menjadi beban pembeli. Dalam hal penyerahan barang berbeda dengan ketentuan tersebut diatas (untuk Blending Tea dan lain-lain), akan diberlakukan ketentuan khusus melalui kontrak atau amandemen kontrak berdasarkan kesepakatan antara pembeli dan penjual. Pengapalan barang yang tidak menggunakan pallet tidak diberikan penggantian biaya pallet.

5. Penawaran dilakukan secara kompetitif dengan kenaikan minimal 1(satu) USD Cents.

6. Penawar tertinggi akan ditetapkan sebagai pemenang jika menurut pelaksana

auction harga tersebut seimbang dengan harga limit yang ditetapkan oleh tim. 7. Kepada penawar tertinggi untuk partai yang tidak dilepas saat auction dapat

diberikan hak opsi untuk melakukan negoisasi setelah auction sampai jam 12.00 WIB hari berikutnya. Bila hak opsi telah dilalui maka kesempatan dapat diberikan kepada pembeli lain yang berminat.

8. Partai teh yang tidak terjual dalam auction dapat ditawarkan kembali melalui

auction yang dilaksanakan pada minggu berikutnya, atau dijual secara free sales.

Biasanya setengah jam sebelum lelang dimulai, panitia lelang bersama dengan perwakilan dari PT. Perkebunan Nusantara akan mendiskusikan harga

(40)

40 terendah yang pernah dialami oleh grade dan kebun yang bersangkutan. Dalam jalannya pelelangan, jika terdapat beberapa chop yang mengalami withdrawn, maka akan didiskusikan kembali setelah auction apakah barang tersebut akan dilepas atau tidak dengan harga negosiasi antara buyer dengan pihak penyelenggara lelang. Jika masih belum terdapat kesepakatan, maka chop tersebut akan dijual secara private sales.

5.1.3. Peserta Jakarta Tea Auction

Jakarta Tea Auction diikuti oleh beberapa peserta yang terdiri atas beberapa perusahaan yang bergerak di bidang teh, baik industri pengolahan teh dan tea traders. Mayoritas peserta yang terdaftar dalam Jakarta Tea Auction

merupakan perusahaan tea traders, yakni perusahaan yang bergerak sebagai perantara pembelian teh di Jakarta Tea Auction dengan pabrik pengolahan teh di luar negeri, sebagai contoh; Vanrees, Finlays, dan Yoosuf Akbani. Menurut wawancara dengan Ketua Jakarta Tea Auction, Dadang Juanda, hal ini disebabkan karena pabrik pengolahan teh luar negeri lebih mempercayai traders

dalam membeli teh untuk bahan baku perusahaannya, jika dibandingkan dengan membuka agen di Indonesia yang memerlukan biaya lebih banyak.

Tabel 7. Daftar Anggota Jakarta Tea Auction

No Nama Perusahaan No Nama Perusahaan

1 PT. Unilever Tbk. 11 PT. Jakarta Tea Traders

2 Van Rees (Thee) BV 12 CV. Rajawali Cocofibre

3 L. Elink Schuurmaan (Thee) BV 13 CV. Padekersa

4 PT. Sariwangi A.E.A. 14 UD. Intraco

5 PT. Trijasa Prima Sejati 15 Yoosuf Akbani

6 PT. Agropangan Putra Mandiri 16 CV. Surya Kencana

7 PT. Pucuk Mas Tigadaun 17 S. St. Clair Teas Indonesia

8 PT. Tea Expertindo 18 Suruci Enterprises, PTE Ltd

9 PT. Pacific Agritama Comodity 19 Finlays Beverage

10 PT. Kabepe Chakra

(41)

41 Jumlah peserta lelang pada Jakarta Tea Auction juga cenderung tetap, sejak tahun 2001, Jakarta Tea Auction hanya diikuti oleh segelintir peserta. Sedikitnya jumlah peserta pada Jakarta Tea Auction disebabkan oleh diperlukannya beberapa syarat pendaftaran terlebih dahulu untuk menjadi peserta lelang, sehingga hanya anggota yang memenuhi syarat yang diajukan oleh PT. KPB Nusantara sebagai peserta lelang yang bisa mengikuti proses pelelangan di

Jakarta Tea Auction. Adapun beberapa syarat yang diajukan oleh PT. KPB Nusantara agar seseorang atau sebuah perusahaan dapat menjadi peserta lelang di

Jakarta Tea Auction adalah sebagai berikut: 1. Company Profile.

2. Akte Pendirian Perusahaan yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman. 3. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).

4. Surat Ijin Tempat Usaha (SITU). 5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 6. Perusahaan Kena Pajak (PKP).

7. Laporan Keuangan Perusahaan tahun terakhir dan setiap tahun diperbaharui. 8. Surat Penunjukan sebagai agen pembelian (buying agent) dari Principal di

Luar Negeri. Principal tersebut adalah Perusahaan yang telah terdaftar pada Kedutaan Besar Republik Indonesia. (KBRI) dan memiliki referensi bank setempat.

9. Surat jaminan yang menyatakan bahwa teh yang dibeli pasti akan dibayar selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari dan dikapalkan selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari setelah tanggal kontrak.

10.Jaminan dalan bentuk Bank Garasi atau Bank Deposit senilai minimal US$. 10.000.

5.1.4. Grade Teh Hitam & Destinasi Ekspor Jakarta Tea Auction

(42)

42 dan perkebunan swasta belum memiliki peran dalam pelelangan, sehingga belum semua teh yang dihasilkan di Indonesa dilelang di Jakarta Tea Auction.

Tabel 8. Jumlah Teh yang Dilelang di Jakarta Tea Auction Menurut Jenis Teh

BOP 2.917.360 2.774.040 1.495.000 2.286.460

BOPF 4.070.080 2.494.660 1.614.300 3.264.920

PFANN 7.462.420 5.613.640 3.849.540 5.874.580

DUST 5.198.200 4.526.980 3.335.160 4.106.360

BT 2.965.320 2.804.920 1.677.560 3.030.760

BP 1.224.820 1.375.300 914.100 1.084.940

PFANN II 2.411.840 2.647.000 2.025.100 2.744.380

DUST II 1.885.620 1.947.300 1.441.620 2.114.840

BT II 1.481.720 1.792.700 1.270.400 2.366.880

BP II 529.700 773.420 575.300 523.800

DUST III 1.125.300 1.364.220 827.800 1.477.660

DDUST IV - - - 70.000

FANN III - - - 340.440

Total Othodox 31.525.700 28.672.060 19.458.080 29.499.340

CTC

BP1 963.000 785.980 563.520 773.360

PF1 1.593.340 1.705.760 1.291.710 1.552.260

PD 1.275.820 1.321.600 1.163.430 1.479.580

FANN 2.563.120 2.220.780 2.166.340 2.532.480

D1 1.308.760 1.342.640 1.206.000 1.434.220

D2 1.045.980 995.620 1.044.720 1.070.860

D3 20.800 18.200 - 15.600

PWD - - - -

MB - - - -

Total CTC 8.770.820 8.390.580 7.435.720 8.858.360

Total Lelang 40.296.520 37.062.640 26.893.800 38.357.700

Keterangan : - ) data tidak tersedia

Gambar

Tabel 1.   Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia Tahun 2005-2009*
Tabel 5.  Volume Ekspor Teh Beberapa Negara Dunia Tahun 2005-2008 (dalam
Gambar 2. Supply Chain Komoditas Teh Nasional
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan larangan membakar lahan melibatkan dengan berbagai pihak baik itu dari pemerintah desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas- batas

Pada kertas saring yang ditotolkan Co(II) dan Ni(II) memberikan hasil pengamatan yang sama pada warna yang ditimbulkan setelah penyemprotan.masing- masing

Di dalam laboratorium terdapat berbagai macam bahan dan alat yang dapat mendukung kegiatan praktikum, seperti spektrofotometer, inkubator, hot plate,

Jika berkaca pada kondisi yang ada maka teori karya para pemikir Frankfurt School yang mengungkapkan bahwa dunia politik adalah panggung transaksional antara

The coefficient value of EPC &lt; 1, shows a lack of protection to producers or cacao farmers, and means that the government, even though giving subsidy policy to input

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang

Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang karakteristik water heater ,antara lain : (a) merancang dan membuat water heater, (b)

Menurut Pressman (2010:180) spesifikasi kebutuhan perangkat lunak merupakan gabungan antara pemodelan dalam bentuk teks dan diagram untuk menjelaskan spesifikasi kebutuhan