• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2. Penyusunan Model VAR 1 Pengujian Stasioneritas Data

6.2.3. Estimasi Model VAR

Sudah stasionernya variabel yang akan digunakan dalam model VAR, sehingga model VAR yang digunakan termasuk ke dalam VAR in level. Karena data sudah stasioner maka tidak perlu dilakukan uji kointegrasi Johansen. Uji kointegrasi Johansen bertujuan untuk melihat apakah kombinasi linear antar variabel stasioner pada jangka panjang, yang diakibatkan oleh adanya pengaruh dari tren, sehingga model VAR dapat langsung diestimasi.

Jika melihat hasil uji kelambanan optimal didapat kelambanan satu, sebagai tingkat lag kelambanan optimal, sehingga model VAR yang digunakan untuk mengestimasi hubungan antara Jakarta Tea Auction, Colombo Tea Auction

55 dan Guwahati Tea Auction adalah model VAR dengan tingkat lag kelambanan satu. Berdasarkan hasil output Eviews (Tabel 17), dapat dilihat hasil estimasi model VAR kelambanan satu adalah sebagai berikut:

Tabel 19. Estimasi Model VAR kelambanan satu

Variabel Variabel Dependen

Log(JTA) Log(CTA) Log(GTA) Konstanta 0.071045** 0.098933** 0.263449** Log(JTA)t-1 0.858010** 0.010607 -0.168176

Log(CTA)t-1 0.036675 0.912136** -0.002532

Log(GTA)t-1 -0.004711 -0.001781 0.845169**

R2 0.816222 0.925293 0.793896

Keterangan : ** = berpengaruh nyata pada taraf nyata 0.1

Berdasarkan model VAR yang dihasilkan, harga teh grade Dust di

Jakarta Tea Auction dipengaruhi secara nyata pada taraf nyata sepuluh persen, oleh harga teh grade Dust Jakarta Tea Auction sebelumnya. Sedangkan untuk harga teh grade Dust Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction tidak berpengaruh signifikan pada penentuan harga teh grade Dust Jakarta Tea Auction. Berdasarkan hasil keluaran model VAR dengan kelambanan satu Jakarta Tea Auction, mampu menjelaskan pendugaan harga yang akan datang melalui variabel-variabel yang digunakan dalam model sebesar 81,62 persen, sisanya dijelaskan oleh komponen error (kesalahan).

Tidak signifikannya pengaruh Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction pada penentuan harga teh grade Dust Jakarta Tea Auction, dikarenakan

Guwahati Tea Auction dalam pemasaran tehnya tidak hanya digunakan untuk ekspor tetapi juga untuk konsumsi dalam negeri. Hal yang sama juga terjadi di Colombo karena selain diekspor ke Pakistan teh grade Dust lebih difokuskan untuk konsumsi dalam negeri di Sri Lanka. Berdasarkan hasil estimasi model juga dapat disimpulkan bahwa perubahan harga yang terjadi di Guwahati dan Colombo tidak ditransmisikan kepada harga teh grade Dust di Jakarta.

Widarjono (2010), menjelaskan bahwa dalam model VAR (Vector Autoregression) interpretasi koefisien secara individual sulit untuk

56 diinterpretasikan karena VAR merupakan permodelan simultan yang berbentuk

reduced form matrix, yang bertujuan untuk menangkap dinamika data time series. Sehingga untuk menggambarkan bagaimana hubungan dinamis antar data digunakan; Fungsi Respon Impuls, Dekomposisi Ragam, dan Peramalan.

6.2.4. Fungsi Respon Impuls

Melalui hasil fungsi respon impuls (Lampiran 1 dan 2), dapat dilihat dampak guncangan (shock) terhadap harga teh grade dust di Jakarta Tea Auction,

Guwahati Tea Auction, dan Colombo Tea Auction yang akan datang. Pada tabel pertama, dapat dilihat respon dari Jakarta Tea Auction terhadap shock yang terjadi di Colombo dan Guwahati. Pada periode pertama shock pada Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction belum direspon oleh Jakarta Tea Auction. Pada periode kedua dan seterusnya Jakarta Tea Auction baru memberikan respon, yang mana terjadi respon positif terhadap shock Colombo Tea Auction

dan respon negatif terhadap shock yang terjadi pada Guwahati Auction.

Jika harga teh grade Dust Colombo Tea Auction mengalami penurunan akan meningkatkan harga teh grade Dust yang terjadi di Jakarta Tea Auction. Namun dampak shock Colombo yang dirasakan oleh Jakarta Tea Auction sangat kecil sekali, kurang dari satu persen harga Jakarta Tea Auction akan meningkat akibat shock yang terjadi di Colombo. Hal yang sama juga terjadi pada shock yang diakibatkan oleh Guwahati Tea Auction, harga teh di Jakarta Tea Auction

akan menurun akibat shock yang terjadi di Guwahati. Namun jumlah penurunan harga yang terjadi sangatlah kecil hanya sebesar 0.0003 persen dari harga Jakarta saat ini.

Berdasarkan hasil dari respon impuls, respon Jakarta Tea Auction

terhadap shock yang terjadi di auction Colombo dan Guwahati baru akan direspon oleh Jakarta Tea Auction pada periode kedua shock. Berbeda dengan Colombo Tea Auction dan Guwahati Tea Auction yang sudah mampu merespon shock pada pasar lainnya dengan lebih cepat pada penentuan harga yang akan datang pada kedua auction tersebut. Ini dikarenakan adanya perbedaan waktu auction antara ketiga auction tersebut, Jakarta melakukan auction-nya pada hari Rabu jam 10 Waktu Indonesia Barat (WIB), Colombo melakukan auction-nya pada hari Selasa

57 dan Rabu jam 8 pada waktu setempat (Dharmasena 2003), dan Guwahati melaksanakan auction-nya pada hari Selasa dan Rabu jam 8 waktu setempat12. Perbedaan waktu auction membuat Jakarta lebih lambat dalam merespon informasi yang terjadi di auction lainnya, karena Jakarta belum bisa memproyeksikan harga dari auction yang sedang berlangsung di Colombo dan Guwahati pada auction. Sehingga dampak dari shock baru akan dirasakan pada periode selanjutnya.

Selain itu, besarnya shock yang direfleksikan oleh Jakarta Tea Auction

sangat kecil hanya sekitar 0.001 persen harga yang akan berubah akibat adanya

shock pada dua acution lainnya. Ini menandakan bahwa hubungan antara harga teh grade Dust Jakarta Tea Auction dengan auction Colombo dan Guwahati kecil sekali.

Jika melihat penelitian Suprihatini et al. (2004), ini dikarenakan masih terbuka luasnya peluang pasar untuk teh grade Dust, sehingga shock yang terjadi pada salah satu auction akan memiliki dampak yang kecil pada auction lainnya. Dalam kasus Jakarta Tea Auction, tidak seluruh teh grade Dust yang dilelang dijual ke tempat yang sama seperti Guwahati dan Colombo, Indonesia masih memiliki pasar lain untuk menjual teh grade Dust-nya seperti Malaysia, Jerman, Amerika Serikat, Belanda, dan Polandia. Sehingga shock yang terjadi di kedua

auction tersebut hanya akan mempengaruhi sebagian kecil harga dari total teh

grade Dust yang diekspor.

6.2.5. Variance Decomposition

Pengujian Variance Decomposition (Dekomposisi Ragam), bertujuan untuk menggambarkan tingkat kepentingan setiap variabel model VAR (Vector Autoregression) dalam menjelaskan ragam suatu variabel yang akan datang. Hasil Uji Dekomposisi Ragam Jakarta Tea Auction dapat dilihat pada Tabel 19;

Berdasarkan hasil Uji Dekomposisi Ragam, dalam jangka pendek sumber terpenting dalam menggambarkan ragam (variance) pada Jakarta Tea Auction, adalah harga dari Jakarta Tea Auction itu sendiri, yakni sekitar 100 - 95 persen.

12

[GTAC] Guwahati Tea Auction Centre. The Tea Auction Process of GTAC . 2008. http://assamteaxchange.com/auctions/process.asp [20 September 2011]

58 Colombo memberikan kontribusi pada ragam (variance) Jakarta Tea Auction

yang akan datang dengan proporsi antara 0.01 – 2 persen. Sedangkan Guwahati Tea Auction memiliki kontribusi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan

Colombo Tea Auction yakni 0 – 0,1 persen. Pengaruh Jakarta Tea Auction, hingga periode ke 10 masih lebih dominan jika dibandingkan dengan pengaruh dari

Guwahati Tea Auction dan Colombo Tea Auction.

Tabel 20. Dekomposisi Ragam Jakarta Tea Auction

Periode Log (JTA) Log (CTA) Log (GTA) 1 100.0000 0.000000 0.000000 2 99.91768 0.077304 0.005018 3 99.74310 0.241909 0.014990 4 99.49391 0.477738 0.028349 5 99.18775 0.768487 0.043764 6 98.84129 1.098551 0.060157 7 98.46961 1.453704 0.076691 8 98.08571 1.821535 0.092753 9 97.70043 2.191647 0.107922 10 97.32238 2.555687 0.121933

Hasil uji Dekomposisi Ragam, menandakan kalau harga Jakarta Tea Auction yang akan datang lebih dipengaruhi oleh harga Jakarta Tea Auction

sebelumnya. Dikarenakan tidak seluruh ekspor dari Jakarta Tea Auction di jual ke pasar yang sama dengan Guwahati dan Colombo, sehingga terjadinya harga di

Jakarta Tea Auction lebih didominasi oleh harga di Jakarta Tea Auction itu sendiri.

6.2.6. Peramalan

Dalam analisis peramalan akan dibandingkan estimasi model peramalan VAR (Vector Autoregression) dan model Naive Forecasting yang dipakai oleh PT. KPB Nusantara dalam menduga pergerakan harga Jakarta Tea Auction yang akan datang. Indikator yang digunakan adalah nilai MSE (Mean Squared Error),

59 semakin kecil nilai MSE (Mean Squared Error) maka semakin dekat model dalam menggambarkan data aktual.

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 3, didapatkan hasil bahwa nilai MSE (Mean Squared Error) pada model Naive Forecasting lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai MSE (Mean Squared Error) pada model VAR (Vector Autoregression). Hasil MSE menunjukkan bahwa model Naive Forecasting lebih baik dalam menggambarkan pergerakan harga teh grade Dust pada lelang Jakarta Tea Auction yang akan datang, jika dibandingkan dengan model VAR (Vector Autoregression).

Dokumen terkait