• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1 Latar Belakang

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara. Hal ini terbukti dengan besarnya jumlah devisa yang dihasilkan dari perkebunan karet. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal puluhan atau ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh rakyat dan swasta. Tanaman karet tergolong mudah diusahakan pada kondisi wilayah yang beriklim tropis. Di wilayah negara Indonesia, karet dapat tumbuh baik dan menghasilkan lateks hampir di semua daerah, termasuk daerah yang kurang subur. Hal ini yang menyebabkan banyak rakyat yang berlomba-lomba membuka lahan untuk dijadikan perkebunan karet. Disisi lain, banyak petani karet di Indonesia yang tidak tahu atau kurang mengerti tentang budidaya tanaman karet dengan baik. Perawatan tanaman yang utama seperti pemupukan dan pemberantasan gulma jarang dilakukan. Selain itu, klon-klon baru yang memiliki produktivitas lateks tinggi banyak yang tidak dikenali (Paimin dan Nazaruddin 1998).

Salah satu sentra tanaman karet yang cukup besar di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanaman karet merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan di daerah Garut. Hal ini dikarenakan oleh kondisi alam Kabupaten Garut yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang baik pada daerah tersebut. Kondisi lingkungan sumber daya alam Kabupaten Garut dengan daya dukung agroklimat yang cukup baik, sangat mendukung untuk dilakukan penerapan metode peningkatan produksi produk olahan karet baik dari kualitas maupun kuantitas.

Indonesia merupakan negara kedua terbesar penghasil karet alam dunia (sekitar 28% dari produksi karet dunia ditahun 2010), sedikit di belakang Thailand (sekitar 30%). Dimasa mendatang permintaan produk karet alam dan karet sintetik masih cukup signifikan, karena didorong oleh pertumbuhan industri otomotif yang tentunya memerlukan produk ban yang berbahan baku karet sintetik dan karet alam. Harga karet sintetik yang terbuat dari minyak bumi akan sangat berfluktuasi terhadap perubahan harga minyak dunia. Demikian pula dengan harga karet alam yang akan tergantung pada harga minyak dunia oleh karena karet alam dan karet sintetik adalah barang yang saling melengkapi (complementary goods). Sebagian besar produksi karet di Indonesia dihasilkan oleh pengusaha kecil (sekitar 80% dari total produksi nasional). Perusahaan swasta dan pemerintah masing-masing menghasilkan produksi sekitar 10% dari total produksi nasional. Sebagian besar produsen yang merupakan pengusaha kecil rata-rata memiliki lahan yang tergolong kecil dan masih menggunakan cara berkebun secara tradisional. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas kebun yang diolah oleh pengusaha kecil dan berdampak pada profitabilitas dari rantai nilai perkebunan secara keseluruhan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia (2011), total luas perkebunan karet di Indonesia hingga tahun 2011 mencapai 3,450,144 hektar, yang merupakan luas areal terluas di dunia. Malaysia dan Thailand yang merupakan pesaing utama Indonesia memiliki luas lahan yang jauh di bawah jumlah tersebut. Sayangnya luas areal perkebunan karet yang luas ini tidak diimbangi dengan produktivitas dan pengelolaan yang baik. Produktivitas lahan karet di Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet yang dihasilkan juga kurang memuaskan. Salah satu penyebab utama

2

permasalahan ini adalah pengelolaan perkebunan karet yang seadanya. Hanya beberapa perkebunan besar milik negara dan beberapa perkebunan swasta yang memiliki tingkat pengelolaan cukup baik (Tim Penulis 2007). Ini memperlihatkan kurang efisiennya pengolahan karet di Indonesia selama ini dimana pengolahan karet tersebut hampir seluruhnya (sekitar 95 %) ditujukan untuk pasar ekspor. Negara tujuan ekspor karet alam Indonesia dari tahun ke tahun cenderung bertambah luas, dan kini sudah mencapai 166 negara. Dari sebanyak 166 negara tujuan ekspor karet alam Indonesia tersebut terdapat beberapa negara pengimpor terbesar antara lain AS, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, Jerman, Kanada, Belgia dan Perancis.

Indonesia memiliki produktivitas karet yang lebih rendah yaitu sekitar 50% dari produktivitas karet India. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia memiliki produktivitas lebih rendah sekitar 30-40% dibandingkan Thailand, Vietnam, atau Malaysia. Disamping itu, peran pengusaha kecil di negara-negara lain lebih besar daripada Indonesia. Produktivitas perkebunan karet yang rendah di Indonesia disebabkan oleh kualitas bibit yang rendah, pemanfaatan lahan perkebunan yang tidak optimal, dan pemeliharaan tanaman yang buruk. Jika permasalahan ini dibiarkan semakin lama, dikhawatirkan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan akan terus menurun. Penurunan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan dapat menurunkan keuntungan perusahaan karena jumlah produk yang berkualitas yang akan ditawarkan kepada konsumen pun terbatas. Padahal, produktivitas lateks yang menurun bukan menjadi suatu alasan keterbatasan pemasukan perusahaan, karena perusahaan dapat memaksimalkan proses produksi untuk menghasilkan produk unggulan sehingga dapat ditentukan konsumen yang potensial untuk membeli produk berkualitas dengan kuantitas yang banyak.

Seiring dengan meningkatnya isu akan besarnya dampak lingkungan yang dihasilkan pada proses kegiatan industri, diperlukan suatu bentuk pendekatan yang mengedepankan pentingnya aspek lingkungan dalam pelaksanaan proses kegiatan industri yang dilakukan. Pendekatan yang dilakukan harus turut memperhitungkan hubungan antara kegiatan ekonomi dan aspek dampak lingkungan yang terjadi melalui proses kegiatan eksploitasi, produksi, dan konsumsi berbagai jenis sumber daya alam yang berdampak pada dihasilkannya limbah. Pertumbuhan ekonomi yang berlebihan tidak hanya menghasilkan kelangkaan sumberdaya, tetapi juga menghasilkan polutan yang melebihi batas kapasitas toleransi lingkungan alam, yang turut dapat menurunkan kualitas dari sistem pendukung kehidupan.

Kebijakan ekonomi saat ini yang hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini telah mengakibatkan kerugian berupa dampak lingkungan yang tidak dapat diubah. Tujuan eksploitasi perusahaan yang mengedepankan keuntungan jangka pendek menjadikan perusahaan melihat aspek perlindungan lingkungan sebagai hambatan dalam kegiatan eksploitasi yang dilakukan perusahaan. Kebutuhan penggunaan sumber daya yang efisien dan kebijakan serta perilaku lingkungan perusahaan yang ramah lingkungan kini telah diakui di seluruh dunia.Menurut Saxena et al. (2003) menyatakan bahwa kinerja suatu perusahaan tidak lagi dapat dievaluasi berdasarkan parameter ekonomi saja, karena saat ini kinerja perusahaan juga harus terintegrasi dengan kinerja lingkungan. Salah satu yang berkaitan dengan aspek lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan dimana konsep ini muncul seiring dengan kesadaran manusia terhadap lingkungan. Menurut Setiawan et al. (2011) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi menyangga kehidupan sehingga daya dukung lingkungan semakin hari semakin berkurang sedangkan pencemaran cenderung meningkat. Oleh karena itu, aspek lingkungan sangat diperlukan dalam industri karet alam. Cemaran yang dihasilkan dari industri karet alam adalah cemaran dari limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Selain kondisi lingkungan, sumber daya alam, dan peran pemerintah

yang mendukung kelangsungan industri karet alam, manajemen rantai pasokan pun perlu ditingkatkan agar seluruh proses bisnis berjalan dengan baik. Dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas karet alam dibutuhkan strategi dan kinerja yang efektif dari aliran rantai pasokan industri tersebut.

Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri karet alam. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah- masalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem penunjang keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi- informasi yang diperoleh. Sistem ini dilengkapi dengan model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Pengembangan sistem ini dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir.