• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Lanjut usia merupakan suatu kejadian yang pasti dialami secara fisiologis oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Lansia akan mengalami proses penuaan, yang merupakan proses terus menerus secara alamiah. Mulai dari lahir sampai meninggal dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup yang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Menua (menjadi tua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia yang ditandai dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi (Nugroho, 2000).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dimulai dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genital urinaria, endokrin dan integument. Pada sistem pernafasan, lansia akan mengalami nafas yang lebih pendek dan sering tersengal-sengal akibat menurunnya aktivitas paru, hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, menurunnya lapang pandang penglihatan, menurunnya kemampuan jantung, menurunnya pengaturan suhu tubuh, menurunnya fungsi tulang dan sendi, menurunnya sensitifitas indra pengecapan dan fungsi absorbsi, melemahnya otot-otot pada vesika urinaria dan kapasitasnya,

menurunnya produksi hormon (ACTH, TSH, FSH, LH), dan penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesteron, dan testoteron adalah hal lazim yang terjadi pada lansia. Pada sistem integument kulit kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, sehingga kulit menjadi keriput. Hal ini mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun (Pudjiastuti, 2002).

Selain itu seseorang yang telah memasuki usia lansia maka dia juga akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan.Selain penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan fungsi psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia, dikarenakan kehilangan pekerjaan, kehilangan status jabatan, kehilangan finansial, kehilangan teman atau relasi, kehilangan orang yang dicintai seperti pasangan atau keluarga yang membuat lansia merasa tidak dianggap dan akhirnya kehilangan semangat hidup. Hal ini tampak dari sikap lansia yang mulai menarik diri, selalu khawatir, cemas, selalu mengingat kembali masa lalu, kurang motivasi hidup dan sering sendirian karena hubungan dengan keluarga yang kurang baik. Perubahan baik fisik ataupun psikologis ini akan berdampak terhadap kesehatannya dan juga aktivitas sehari-harinya. Maka haruslah ada upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia, salah satunya adalah

dengan meningkatkan aspek spiritualitasnya. Spiritual adalah suatu proses pencarian yang dilakukan seorang individu untuk menemukan makna dalam hidup (Whelan-Gales, 2009) dan berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi depresi, stress emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2008). Stoll (1995 dalam Hamid, 2008) menguraikan bahwa spiritual sebagai konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas lansia adalah dengan melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang akan mencurahkan segala perhatiannya bagi kesejahteraan lansia khususnya kesejahteraan spiritualitas lansia (Alvianti, 2008).

Menurut Warren (2009) dariHuman Relation Advisor menyatakan bahwa dari beberapahasil penelitian dengan jelasmenunjukkan bahwa spiritualmeningkatkan kesehatan seseorang,dan memberikan pengaruh diantaranya: Memberikan arti dan makna daritujuan hidup, memberikan kode moral danmenyusun system kepercayaanuntuk menjalani kehidupan, sebagai pengatur dan petunjukuntuk menjalani hidup, memberikan resep untukmengatur makan dan perilakusehat yang memberikankontribusi terhadap kesehatan serta memberikan support danpenguasaan diri. Tingkatspiritualitas seseorang dipengaruhioleh berbagai hal, antara lainpengetahuan, paparan terhadapinformasi, lingkungan danpengalaman masa lalu.

Hasil penelitian Destarina (2014) menunjukkan bahwa sebagian besar lansia memiliki tingkat spiritualitas yang baik, dengan persentase 87,2% ditandai dengan aktivitas ritual yang dilakukan seperti mengerjakan sholat 5 waktu, ibadah shalat sunnah, dan membaca kitab suci (Al-Qur’an). Kemudian Anggraini (2013) melakukan penelitian tentang hubungan antara status spiritual lansia dengan gaya hidup lansia di Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. Penelitian terdahulu diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status spiritual lansia dengan gaya hidup lansia. Hal ini berarti status spiritual yang sehat akan memiliki gaya hidup yang sehat. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara agama, spritualitas, dan well-being (Burkey, Chauvin & Miranti, 2005) penelitian yang dilakukan Eddington dan Shurman (2008) mengemukakansubjective well-being berkaitan dengan kekuatan yang berkorelasi dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan keikutsertaan dalam aspek keagamaan. Kemudian penelitian Diener (2009) yang menyatakan bahwa secara umum orang yang religius cenderung untuk memiliki tingkat well-being yang lebih tinggi, dan lebih spesifik. Diener (2009) juga mengungkapkan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan keagamaan dengan subjective well-being berasal dari sistem dukungan yang diberikan oleh organisasi keagamaan (Diener, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Koenig,et.al (2008) agama dan spiritual adalah sumber koping yang biasanya digunakan oleh lansia ketika mengalami sedih, kesepian dan kehilangan. Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat spiritualitas pada lansia setelah mencapai usia 70 tahun, maka lansia berada pada

level di mana penyesalan dan tobat berperan dalam penebusan dosa-dosa. Spiritualitas seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya artinya pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut (Hamid, 2008).

Namun masa lansia yang seharusnya identik dengan masa senja dimana terjadi peningkatan aktifitas spiritual keagamaannya seperti berdoa, membaca kitab suci, sembahyang, beribadah ketempat ibadah, dan mengikuti kajian-kajian keagamaan secara rutin. Pada kenyataannya peningkatan aktifitas tersebut banyak tergantung pada kebiasaan yang telah dilakukannya semasa periode umur sebelumnya, sehingga tidak sedikit seseorang yang telah memasuki masa ini, tingkat spiritualnya masih tergolong rendah (Syam, 2010). Menurut Mollinati (2004) Lansia yang memiliki tingkat spiritualitas rendah seperti ini adalah lansia yang memiliki pengalaman dibidang spiritual yang sangat kurang, hal ini dikarenakan mereka sibuk mencari uang di jalanan selama masa muda, lansia yang tak memiliki saudara, lansia yang tunawisma, lansia yang mengaku ada konflik dengan orang lain, dan lansia yang masih belum memahami tujuan hidupnya serta lansia yang mengungkapkan keraguan dalam sistem keyakinannya.

Sehingga dari pemaparan diatas peneliti tertarik untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkatspiritualitas lansia baik tinggi maupun rendah terhadap aktivitas ritual keagamaannya yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Dokumen terkait