• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya perekonomian di banyak negara mengakibatkan “interdepensi” pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi yang semakin tinggi di dunia, yang terlihat bukan hanya pada arus peningkatan barang tapi juga pada arus jasa serta arus uang dan modal. Pada gilirannya arus investasi di dunia semakin mengikuti perkembangan keterbukaan ini, sehingga dewasa ini peningkatan arus investasi itulah yang memacu arus perdagangan di dunia.1

Untuk itu, cukup beralasan jika setiap negara saling bersaing untuk menarik calon investor khususnya investor asing (Foreign Direct Investment atau FDI) untuk menanamkan modal di negaranya. Dalam suasana seperti ini peluang yang begitu terbuka di era globalisasi agaknya perlu disikapi secara positif. Perdebatan tentang globalisasi itu sendiri hingga saat ini masih terus berlangsung. Namun apa pun alasannya, terjadinya globalisasi dalam berbagai hal termasuk dalam penanaman modal suatu hal sulit dihindari. Satu hal yang pasti bahwa transformasi, penetrasi, modernisasi, dan investasi merupakan bagian dari banyak hal yang akan memberi ciri sebuah dunia global yang tidak lagi mengenal batas-batas teritorial. Dalam suasana seperti ini penting untuk disadari bahwa memasuki arena pasar global, tentunya harus

1

Yanto Bashri (ed), Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia Prisma Pemikiran

Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Predna Media, Jakarta, 2003, hal. 12-13.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

disertai persiapan yang matang dan terintegrasi terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing.2

Kehadiran investor asing dalam suatu negara menimbulkan berbagai pendapat dengan argumentasi masing-masing. Pendapat tersebut antara lain ada yang mengemukakan, kehadiran investor asing dapat mengancam industri dalam negeri sendiri dan bahkan mungkin mengancam kedaulatan negara. Hal ini bukannya tidak disadari oleh negara penerima modal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Rusdin:

Salah satu kritik terhadap globalisasi adalah meningkatnya ketergantungan antara ekonomi global, kekuatan ekonomi yang menggantikan dominasi pemerintah dan memfokuskan ke arah organisasi perdagangan bebas (WTO). Ketika dunia ini menjadi salah satu pasar berakibat pada semakin kuatnya interdepensi atau saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya yang sama-sama mempunyai kedaulatan nasional. Jadi yang sebenarnya terjadi bukanlah satu negara tergantung pada negara lainnya, melainkan suatu situasi dan kondisi di mana semuanya saling memerlukan untuk mempertahankan keseimbangan politis, ekonomis dan tentu pula dalam rangka pemenuhan kepentingan masing-masing negara.3

Oleh karena itu, terbukanya hubungan antara satu negara dengan negara lainnya, terlebih lagi bagi negara-negara yang selama ini menutup diri dengan dunia luar, mulai membuka diri. Hal ini berarti peluang untuk berinvestasi cukup luas. Negara penerima modal pun menyadari bahwa implikasi yang akan muncul dengan kehadiran investor asing di negara suatu hal yang sulit untuk dihindari. Negara membutuhkan modal dalam membangun berbagai sektor. Modal yang dimaksud disini, tidak semata-mata berupa dana segar, akan tetapi meliputi teknologi, keterampilan serta sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya alam dan potensi ekonomi lainnya.

2

Freddy Roeroe dkk., Batam Komitmen Setengah Hati, Aksara Karunia, Jakarta, 2003, hal. 108. 3

Modal dibutuhkan untuk mengelola sumber daya alam dan potensi ekonomi yang berada di bawah otoritas negara. Adanya pengelolaan secara optimal terhadap sumber daya alam dan potensi ekonomi yang ada, diharapkan ada nilai tambah tidak saja bagi negara akan tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya. Adapun wujud pengelolaan sumber daya alam dan potensi ekonomi yang ada tersebut antara lain dapat dilakukan oleh investor baik lokal maupun asing.

Dalam berbagai kepustakaan ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (foreign direct investment atau FDI) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (foreign indirect investment atau FII). Untuk yang terakhir ini dikenal dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market).4 Menurut Gunarto Suhardi, Investasi langsung (FDI) lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena investasi langsung lebih permanen.5

Motivasi investor asing dalam melakukan investasi tidak dapat dilepaskan dari perhitungan bisnis, sehingga di satu sisi kehadiran investasi asing sangat dibutuhkan, terlebih bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Di sisi lain, ada kekhawatiran berbagai pihak investor hanya berpikiran bisnis.

4

Investasi dalam bentuk portofolio atau pembelian efek lewat pasar modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Dalam Pasal 1 butir 13 disebutkan, pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasal 1 butir 5 mengemukakan, efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi, kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Portofolio efek adalah kumpulan efek yang dimiliki oleh pihak (Pasal 1 butir 24).

5

Gunarto Suhari, Beberapa Elemen Penting dalam Hukum Perdagangan Internasional, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2004, hal. 45.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

Sebagaimana dikemukakan Robert Gilpin dan Jean Milies Gilpin dalam Haris Munadar:

Para penerima investasi asing langsung (FDI), bersikap mendua menyangkut kegiatan perusahaan multi nasional. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa investasi asing langsung (FDI) membawa modal dan teknologi berharga ke dalam negara. Di sisi lain, mereka takut didominasi dan dieksplotasi perusahaan-perusahaan yang kuat ini.6

Sejumlah pakar ekonomi mengkaitkan ekspansi perusahaan multi nasional (PMN) ke negara berkembang dengan dampak positif yang ditimbulkan oleh aktivitas PMN sehingga mendorong pemerintah negara berkembang untuk lebih membuka diri bagi investasi asing. Mereka pada umumnya bersepakat bahwa negara berkembang menginginkan investasi asing karena manfaat langsung yang dapat dirasakan dari kehadiran PMN. Dampak positif dari kehadiran PMN yakni pertama memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi suatu negara; kedua menciptakan lapangan kerja baru dan ketiga modal yang dibawa oleh PMN dapat memperbaiki neraca pembayaran negara berkembang.7

Dengan demikian, perlu dicari hubungan antara motif investor mencari untung dengan tujuan negara penerima modal yakni usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasionalnya. Agar investor mau menanamkan modalnya maka pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya. Sebagai konsekuensi, maka pemerintah perlu menyelenggarakan perencanaan dengan mantap, termasuk menetapkan kebijakan pelaksanaan dan pengawasan yang efektif sehingga tercapai tujuan pembangunan nasional. Dengan pendekatan ini, maka peran investor

6

Robert Gilpin dan Jean Milies Gilpin, “The Challenge of Global Capitalism” (Tantangan

Kapitalisme Global) Penerjemah: Haris Munadar, Dudy Priatna, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,

Edisi 1, Cetakan 1, hal. 173. 7

dapat diarahkan ke prioritas pembangunan. Dengan pendekatan semacam ini, maka teori pembangunan merupakan satu proses kerjasama dan bukan masalah ketergantungan dan bukan pula masalah pertentangan kepentingan.8

Faktor yang terdekat atau utama yang mendorong perusahaan dari perusahaan negara industri baru untuk memindahkan modalnya ke luar negeri, karena meningkatnya biaya lahan dan tenaga kerja di negaranya, akibatnya hasil produksi tidak mempunyai daya saing. Selain faktor upah, juga dipengaruhi oleh perselisihan perburuhan yang tidak jarang disertai dengan kekerasan.9

Faktor lain disebabkan kebijakan pemerintah negara asal investor dan sikap positif pemerintah negara industri baru terhadap penanaman modal di luar negeri. Sebagai contoh sejak tahun 1986, pemerintah Taiwan menghapuskan pengawasan devisa. Hal ini berarti mempermudah pengusaha Taiwan untuk menanamkan modalnya ke luar negeri. Demikian juga halnya pemerintah Korea Selatan mendorong penanaman modal ke luar negeri. Selain itu, sejak tahun 1987 pemerintah Korea Selatan mengirim misi pengkaji ke Indonesia untuk menganalisis lingkungan penanaman modal di Indonesia, dan menyediakan informasi bagi para penanam modal prospektif Korea di samping mengorganisasi pertemuan-pertemuan orientasi mereka yang melakukan penanaman modal di Indonesia.10

Dengan demikian kehadiran investor membawa manfaat bagi Indonesia sebagai penerima modal untuk kelangsungan pembangunan, di sisi lain investor yang

8

Sumantoro, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal/Problems of Investment in

Equities and in Securities, Binacipta, Bandung, 1990, hal. 59.

9

Thee Kian Wie, Industrialisasi di Indonesia berbagai Kajian, LP3ES, Jakarta, 1996, Cetakan Kedua, hal. 149.

10

Ibid. hal. 149.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

hendak menanamkan modalnya juga tidak lepas dari orientasi bisnis yaitu modal yang diinvestasikan aman dan bisa menghasilkan keuntungan.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka bila suatu negara ingin menjadi tujuan investasi asing perlu menciptakan iklim usaha yang memadai. Artinya dilihat dari perspektif hukum ada aturan yang jelas. Itulah sebabnya mengapa para pemimpin pemerintahan mengadakan berbagai pertemuan internasional untuk menyatukan persepsi dalam merumuskan norma-norma yang terkait dengan investasi. Dengan kata lain, dengan adanya pertemuan baik secara bilateral maupun multilateral yang wujud konkretnya dalam perjanjian internasional bisa diangkat menjadi hukum nasional dengan mengadopsi norma-norma atau nilai-nilai yang terkandung dalam tatanan global. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini, dalam berbagai pertemuan para pemimpin APEC, telah disepakati berbagai hal antara lain pada pertemuan bulan November 1994, Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan anggota APEC mengeluarkan deklarasi yang dikenal dengan “Deklarasi Bogor”. Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin negara anggota APEC menyepakati sejumlah asas-asas yang tidak mengikat dalam bidang investasi (nonbinding investment principles), antara lain:11

a. Transparency (keterbukaan)

b. Nondiscriminatory between source economics (non diskriminasi antar sumber ekonomi).

c. National treatment (perlakuan nasional) d. Investment incentives (rangsangan investasi) e. Performance requirement (persyaratan kinerja) f. Dispute settlement (penyelesaian sengketa)

g. Avoidance of double taxation (penghindaran pajak berganda) h. Investor behavior (perilaku investor)

i. Removal of barriers to foreign capital (penghapusan rintangan modal asing). j. Penyelesaian sengketa Penanaman Modal Asing (PMA) melalui lembaga

arbitrase.

11

Pertemuan para pemimpin dunia yang cukup berpengaruh dalam dunia bisnis yakni pembentukan World Trade Organization (WTO). Bagi Indonesia sendiri, jauh sebelum ditandatanganinya Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) pada tahun 1994, sudah mulai timbul pemikiran dari para ahli hukum bahwa ketentuan yang mengatur tentang investasi secara langsung (FDI) yang dibuat sekitar empat puluh tahun yang lalu, dianggap sudah tidak memadai lagi sebagai dasar hukum untuk menarik investor, baik investor asing maupun dalam negeri.12 Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam World Investment Report (WIR) 2003, dari 140 negara tujuan investasi yang disurvei, dilihat dari indeks kinerja investasi ternyata Indonesia masuk dalam urutan ke 138.13

Untuk memacu kegiatan investasi, Pemerintah Indonesia ketika memasuki awal tahun 2002 telah mencanangkan sebagai tahun investasi. Namun tingkat kehadiran investasi asing ke Indonesia belum berjalan sesuai dengan harapan. Jika ditelusuri lebih seksama mengapa kegiatan investasi berjalan lamban, agaknya ada beberapa faktor yang cukup mempengaruhi,14 antara lain:

a. Faktor Politik

Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya ke suatu negara adalah kondisi di negara tujuan investasi, apakah kondisi politiknya stabil atau tidak. Sebab dengan tidak adanya kestabilan politik

12

Peter Kuin (Penyunting) dengan Kata Pengantar Sjahrir, Perusahaan Transnasional, Jakarta: Gramedia – Obor, 1987, hal. 2.

13

WIR 2003 yang dipublikasikan oleh UNCTAD, dalam www.unctad.org. 14

Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal, Indhill Co., Jakarta, 2002, Cetakan 1, hal. 8-13.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

sulit untuk memprediksi kebijakan apa yang akan diambil oleh pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha.

b. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dan politik dalam investasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya adanya stabilitas politik dapat menggerakkan roda perekonomian. Oleh karena itu tidak mengherankan, dengan terselenggaranya pelaksanaan Pemilihan Umum15 sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, pihak yang terkait dengan masalah investasi dengan rasa optimis menyampaikan kepada masyarakat, sekaranglah saatnya untuk berinvestasi.

c. Faktor Hukum

Selain faktor politik dan ekonomi, faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya adalah masalah kepastian hukum. Berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan investasi dirasakan perlu untuk menyesuaikan dengan berbagai perjanjian multilateral, regional maupun bilateral yang diikuti oleh Pemerintah Indonesia.16

15

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dalam penjelasan umum disebutkan, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI merupakan suatu rangkaian Pemilu Anggaran DPR, DPD, dan DPRD yang dialskanakan sekali dalam lima tahun. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI secara langsung oleh rakyat akan memberikan legitimasi yang kuat kepada Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih dalam menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintahan negara.

16

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat R.I Nomor IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Dalam bab IV tentang arah kebijakan, bagian b tentang Ekonomi butir 27 disebutkan, tugas pemerintah adalah melaksanakan secara proaktif negosiasi dan kerjasama ekonomi bilateral dan multilateral dalam rangka meningkatkan volume dan nilai ekspor terutama dari sektor industri yang berbasis sumber daya alam, serta menarik investasi finansial dan investasi asing langsung tanpa merugikan pengusaha nasional.

Dari uraian yang dikemukakan di atas, memberikan pengertian bahwa masuknya Indonesia ke lalu lintas perdagangan internasional, maka kaidah- kaidah hukumnya pun harus mengadopsi norma-norma yang telah menjadi acuan umum.

Peraturan perundang-undangan investasi di Indonesia diatur dalam Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kemudian undang-undang ini dicabut dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 (UUPM), yang berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 6 pada tanggal 26 April 2007.

Pasal 1 angka 3 UUPM menyatakan penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas, atau membeli saham. 17

Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di

17

Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UUPM

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

Indonesia. Perlakuan ini tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.18

Dalam penjelasan umum UUPM, agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi, undang-undang ini juga memerintahkan penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12 UUPM berikut ini:

(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan

b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertanahan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.

(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.

(5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam suatu daftar yang

18

Pasal 6 UUPM, dalam penjelasannya dinyatakan, yang dimaksud dengan “hak istimewa” adalah antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.

berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau International Standard for Industrial Classification (ISIC).19

Dalam Pasal 13 UUPM, Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan, pembinaan dan pengembangan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK).20 Namun dalam pasal itu tidak disebutkan secara tegas, bagaimana bentuk pengaturan yang dicadangkan untuk bidang usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.21

Demikian juga dalam hal fasilitas fiskal (pajak) menjadi pertimbangan bagi calon investor untuk menanamkan modalnya. Walaupun, dalam berbagai fasilitas fiskal (pajak) yang diatur dalam Pasal 18 UUPM sudah memberikan ruang gerak kemudahan bagi investor, namun ketentuan yang tercantum dalam UUPM juga harus terjadi kesesuaian dengan peraturan yang terkait dalam hal ini ketentuan tentang pajak.

19

Penjelasan Pasal 12 UUPM. Selanjutnya, peraturan presiden yang dimaksud, yaitu:

1) Peraturan Presiden R.I. Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

2) Peraturan Presiden R.I Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

20

Lihat Pasal 13 UUPM

21 Secara normatif, untuk usaha kecil sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (UUUK). Dalam undang-undang usaha kecil disebutkan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana yang diatur dalam UUUK (Pasal 1 butir 1 UUUK). Demikian juga halnya untuk koperasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. Dalam undang-undang koperasi disebutkan, koperasi adalah badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (Pasal 1 butir 1 UU Koperasi). Yang menjadi masalah adalah bidang usaha apa saja yang dapat dimasuki oleh badan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

Selanjutnya, hal yang sering menjadi kekhawatiran bagi investor dalam berinvestasi adalah panjangnya rantai birokrasi yang harus dilewati. Dalam Pasal 26 UUPM secara tegas dikemukakan pelayanan investasi dilakukan dalam satu pintu. Sehingga investor tidak harus membutuhkan jangka waktu yang terlalu panjang dalam mengurus berbagai hal yang berkaitan dengan investasi yang hendak dilakukan. Hanya saja untuk melaksanakan sistem pelayanan satu pintu perlu diatur dalam Peraturan Presiden.22

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realiasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.23 Mengenai ketenagakerjaan di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.

Calon investor investasi fisik dimanapun akan selalu mencari informasi selengkap-lengkapnya mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan

22

Pasal 26 ayat (3) UUPM, yang menyatakan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden..

23

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM)

investasinya di suatu negara. Mereka akan mencari informasi dari klipping-kliping di kantor kedutaannya, rekan-rekannya (komunitasnya, asosiasi international), majalah/koran/Televisi(TV), KADIN, pengamatan langsung, jurnal-ilmiah, dan global independent rater (misalnya corruption perception index yang diterbitkan transparency international, PERC, Instititutional Investor Credit Rating, dan

Dokumen terkait