• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,34 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.35 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.36 Kerangka teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.

34

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203, dalam S. Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 13.

35

Ibid., hal. 16. 36

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

Soerjono Soekanto, mengemukakan:

Wujud kepastian hukum adalah peraturan-peraturan dari pemerintah pusat yang berlaku umum di seluruh wilayah negara. Kemungkinan lain adalah peraturan tersebut berlaku umum, tetapi hanya bagi golongan tertentu. Selain itu dapat pula peraturan setempat yaitu peraturan yang dibuat oleh penguasa setempat yang hanya berlaku di daerahnya saja, misalnya peraturan kotapraja.37

Dari pendapat di atas, terlihat bahwa wujud kepastian hukum pada umumnya berupa peraturan tertulis yang dibuat oleh suatu badan yang mempunyai otoritas untuk itu. Arti pentingnya kepastian hukum itu menurut Sudikno Mertokusumo adalah:

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, dan ketat menaati peraturan hukum maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan. Undang-Undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat, lex dure, sed tamen scripta (undang-undang itu kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya).38

Dalam melakukan investasi selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi, juga ada ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Ketentuan tersebut, antara lain berkaitan dengan perpajakan, ketenagakerjaan, dan masalah pertanahan. Semua ketentuan ini akan menjadi pertimbangan investor, dalam melakukan investasi.

37

Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan

Indonesia, UI Pres, Jakarta, 1974, Cet.4, hal. 56

38

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, Cetakan I, edisi kedua, hal. 136.

Charles Himawan menyatakan:

Peraturan-peraturan itu kadang-kadang demikian banyaknya sehingga menimbulkan kekaburan akan hukum yang berlaku. Untuk memanfaatkan modal multinasional secara maksimal diperlukan kejernihan hukum. Apabila hukum yang berwibawa berarti hukum yang ditaati orang, baik orang yang membuat hukum itu maupun orang terhadap siapa hukum itu ditujukan, akan terlihat di sini kaitan antara manusia dan hukum. Dirasakan pula perlunya hukum yang berwibawa untuk menunjang pembangunan. Dalam konteks yang berlainan diamati perlunya kepastian hukum untuk menjamin arus modal (capital flow) ke Indonesia.39

Satu hal yang menarik dari pandangan yang dikemukakan di atas, yakni perlunya hukum yang berwibawa. Dengan kata lain berwibawanya hukum menjadi indikator hukum yang dipatuhi. Tampaknya hal ini tidak dapat dilepaskan dari tujuan pembentukan hukum itu sendiri. Hal ini memang tidak dapat dilepaskan dari latar belakang pemikiran yang mendasari lahirnya suatu norma hukum. Selain itu, waktu dan tempat berlakunya hukum juga cukup berpengaruh.

Lawrence M. Friedman, menyatakan:

“…hukum ditentukan secara tegas berdasarkan kebangsaan: hukum berhenti sampai di perbatasan negara. Di luar negaranya, hukum tidak sah sama sekali. Jadi tidak ada dua sistem hukum betul-betul serupa. Masing-masing sistem hukum bersifat khusus bagi negaranya atau yuridiksinya. Hal ini tidak berarti bahwa sistem hukum sepenuhnya berbeda dengan sistem hukum lainnya.40

Dari apa yang dikemukakan di atas, jelas bahwa keberadaan hukum di tengah-tengah masyarakat sebagai pegangan dalam menjalankan hubungan satu dengan yang lain terlebih lagi dalam lalu lintas bisnis sangat dibutuhkan.

39

Charles Himawan, Hukum Sebagai Panglima, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003, Cetakan 1, hal. 113, 155. Lihat juga Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hal. 118, yang menjelaskan bahwa: wibawa hukum itu tidak terletak dalam kekuasaan pemerintah yang menciptakannya. Bila demikian halnya hukum ditakuti, bukan dihormati. Tetapi sebaliknya wibawa ada pada hukum, oleh sebab hukum itu mengatur dan membimbing.

40

Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, Second Edition (Hukum Amerika

Sebuah Pengantar, Penerjemah: Wishnu Basuki), Tatanusa, Jakarta, 2001, hal. 19.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

Investor membutuhkan adanya kepastian hukum sebagai salah satu ukuran yang menjadi pegangan dalam melakukan kegiatan investasinya, yaitu suatu aturan yang dibuat oleh yang mempunyai otoritas untuk itu, ada aturan itu berlaku untuk semua pihak.

Budiono Kusumohamidjojo, menyatakan:

Dalam keadaan tanpa patokan sukar bagi kita untuk membayangkan bahwa kehidupan masyarakat bisa berlangsung tertib, damai, dan adil. Fungsi dari kepastian hukum adalah tidak lain untuk memberikan patokan bagi perilaku seperti itu. Konsekuensinya adalah hukum itu sendiri harus memiliki suatu kredibilitas, dan kredibilitas itu hanya bisa dimilikinya, bila penyelenggaraan hukum mampu memperlihatkan suatu alur konsistensi. Penyelenggaraan hukum yang tidak konsisten tidak membuat masyarakat mau mengandalkannya sebagai perangkat kaedah yang mengatur kehidupan bersama.41

Bertitik tolak dari pemikiran tentang asas kepastian hukum sebagaimana yang dikemukakan di atas, dapat diketahui adanya korelasi antara kepastian hukum dengan kegiatan investasi. Artinya apabila ada kepastian hukum dalam berinvestasi, maka kegiatan investasi pun akan berjalan dengan baik.

Dalam menggerakkan sektor perekonomian lewat pranata hukum investasi dibutuhkan aturan hukum yang jelas, demi kepastian hukum bagi investasi asing, karena Indonesia membutuhkan investasi asing untuk pembangunan di segala sektor yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, sementara dana dalam negeri tidak mencukupi, maka pemerintah sebagai penyelenggara negara mencari alternatif lain, di antaranya mengundang investasi asing masuk ke Indonesia.

Pengertian investasi dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, digunakan investment (investasi) yang mempunyai arti:

41

Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil Problematika Filsafat Hukum, Grasindo, Jakarta, 1999, Cetakan 1, hal. 150-151.

Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke risiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (di mana investor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya.42

Dalam Eksiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, dijelaskan istilah investment atau investasi, penanaman modal digunakan untuk:

Penggunaan atau pemakaian sumber-sumber ekonomi untuk produksi barang-barang produsen atau barang-barang-barang-barang konsumen. Dalam arti yang semata-mata bercorak keuangan, investment mungkin berarti penempatan dana-dana kapital dalam suatu perusahaan selama jangka waktu yang relatif panjang, supaya memperoleh suatu hasil yang teratur dengan maksimum keamanan.43

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

Dalam berbagai kepustakaan ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (Foreign Direct Investment atau FDI) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment atau FII). Untuk yang terakhir ini dikenal dengan

42

Lihat, John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan & Investasi. Alih bahasa oleh Soesanto Budhidarmo, Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994, hal. 300.

43

Lihat, A. Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, Cetakan ke 6, hal. 340.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market).44

Menurut Gunarto Suhardi,

Investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena investasi langsung lebih permanen. Selain itu investasi langung:

a. Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk

b. Mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal.

c. Memberikan risidu baik berupa peralatan maupun alih teknologi.

d. Bila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal di samping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara.

e. Lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.

f. Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.45 Pernyataan ini memperlihatkan manfaat kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan permintaan bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi maupun alih pengetahuan. Dengan demikian kehadiran investor asing cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan di daerah di mana investasi asing langsung (FDI) menjalankannya aktivitasnya.

Mencermati peran investasi asing cukup signifikan dalam membangun perekonomian, tidaklah mengherankan jika di berbagai negara di dunia, baik

44

Investasi dalam bentuk portofolio atau pembelian efek lewat pasar modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Dalam Pasal 1 butir 13 disebutkan, pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasal 1 butir 5 mengemukakan, efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi, kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Portofolio efek adalah kumpulan efek yang dimiliki oleh pihak (Pasal 1 butir 24).

45

negara maju maupun negara-negara berkembang berusaha secara optimal agar negaranya dapat menjadi tujuan investasi asing tidak terkecuali Indonesia. Di lain pihak, dari sudut pandang investor adanya keterbukaan pasar di era globalisasi membuka peluang untuk berinvestasi di berbagai negara. Tujuannya sudah jelas yakni mencari untung, sedangkan negara penerima modal berharap ada partisipasi investor asing dalam pembangunan nasionalnya.

Untuk menyatukan antara kepentingan investor asing dengan penerima-penerima modal harus disadari tidak mudah. Artinya apabila negara penerima-penerima modal terlalu ketat dalam menentukan syarat penanaman modal investor, mungkin saja para investor tidak akan datang lagi bahkan bagi investor yang sudah ada pun bisa jadi akan merelokasi perusahaannya. Karena di era globalisasi ini, para pemilik modal sangat leluasa dalam menentukan tempat berinvestasi yang tidak terlalu dibatasi ruang geraknya. Untuk itu dalam menyikapi arus globalisasi yang terus merambah ke berbagai bidang tersebut maka, peraturan perundang-undangan investasi asing di berbagai negara pun terus diperbarui sesuai dengan perkembangan dunia bisnis yang semakin mengglobal.

Dengan kata lain dalam perspektif, dunia bisnis tidak lagi mengenal sekat-sekat atau batas negara. Tidak kalah pentingnya, ikut andil dalam perubahan kebijakan investasi asing adalah pesatnya perkembangan teknologi di berbagai sektor, khususnya di sektor informasi. Hal ini ialah menimbulkan ekspansi perusahaan-perusahaan multinatisional terutama di bidang jasa keuangan. Menyikapi hal ini, maka sejumlah negara pun melakukan kebijakan liberalisasi di bidang investasi, antara lain membuka seluas-luasnya bidang usaha yang dapat dimasuki oleh investor asing yang

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

sebelumnya tertutup. Selain itu prosedur untuk berinvestasi pun disederhanakan.46 Jadi, agar dapat berkompetisi dalam menarik investor berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan investasi di Indonesia perlu disesuaikan dengan tuntutan global.

Sondang P. Siagian menyatakan:

Jika suatu negara hendak mengundang investor asing dalam rangka pembangunan ekonominya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni:

1) Bahwa kesahan (legitimacy) pemerintah yang sedang berkuasa harus berada pada tingkat yang tinggi, oleh karena kesahan yang tinggi tersebut diduga akan menjamin kontinuitas dari pemerintahan yang bersangkutan.

2) Pemerintah harus dapat menciptakan suatu iklim yang merangsang untuk penanaman modal asing tersebut. Artinya bahwa kepada para penanam modal asing harus diberikan keyakinan bahwa modal yang mereka tanamkan memberikan kepada mereka keuntungan yang wajar sebagaimana halnya apabila modal tersebut ditanam di tempat lain, baik di negara asalnya sendiri maupun di negara lain.

3) Pemerintah perlu memberi jaminan kepada para penanam modal asing tersebut, bahwa dalam hal terjadinya goncangan politik di dalam negeri, maka modal mereka akan dapat dikembalikan kepada pemiliknya dan badan usaha mereka tidak dinasionalisasi.

4) Pemerintah harus dapat menunjukkan bahwa pemerintah itu mempunyai kesungguhan dalam memperbaiki administrasi negaranya, agar dalam hubungannya dengan penanam modal asing itu, maka permintaan izin dan hal lain yang menyangkut pembinaan usaha tidak mengalami perubahan-perubahan birokratisme yang negatif akan tetapi dapat berjalan lancar dan memuaskan.47

Di sini terlihat yang menjadi perhatian investor adalah legitimasi dari pemerintahan yang sedang berkuasa. Hal ini memang ada kaitannya dengan risiko yang akan dihadapi oleh investor. Sebenarnya dalam tatanan global berkaitan dengan risiko non-komersial (non-commercial risk), sudah ada satu pengaturan bagi investor yakni apa yang dicantumkan dalam Multilateral Investment Guarentee Agency,

46

Lihat, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman R.I. Laporan Akhir:

Penelitian Tentang Aspek Hukum Perdagangan Dikaitkan dengan Penanaman Modal Asing, Jakarta,

1996, hal. 7. 47

Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta, 1985, cetakan kesebelas, hal. 88.

(MIGA) yang diprakarsai Bank Dunia (World Bank).48 Indonesia sendiri telah turut serta dalam konversi MIGA berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengesahan Convention Establishing The Multilateral Investment Guarentee Agency. Hal ini berarti secara normatif jika menyangkut risiko politik tidak menjadi masalah. Artinya jika terjadi risiko politik, maka MIGA sebagai suatu institusi akan memberikan ganti rugi kepada investor.

Gunarto Suhardi menyatakan:

Ada banyak persetujuan lainnya di antara kelompok anggota-anggota PBB dalam berbagai hal yang menjadi hukum internasional yang mempengaruhi ekonomi rakyat berbagai negara. Satu contoh yakni perbaikan pengaturan perdagangan dunia yang sangat mempengaruhi kepada kelancaran hubungan ekonomi antar negara khususnya ekspor, impor, dan perdagangan jasa-jasa internasional. Pengaturan yang dimaksud di sini adalah General Agreement on Tariffs and Trade, GATT.49

Dengan demikian masuknya Indonesia ke lalu lintas perdagangan internasional, maka kaidah-kaidah hukumnya pun harus mengadopsi norma-norma yang telah menjadi acuan umum.

Bismar Nasution menyatakan:

Implikasi globalisasi ekonomi itu terhadap hukum juga tidak dapat dihindarkan, sebab globalisasi hukum mengikuti globalisasi tersebut, dalam arti berbagai substansi undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. Disinilah diperlukan pembaruan hukum investasi sebagai perangkat aturan untuk mengantisipasi kegiatan investasi di Indonesia era AFTA 2003. Dengan ini berarti hukum investasi harus diperbarui sesuai dengan “ritme” tuntutan AFTA guna menampung ketentuan AFTA.50

48

Lihat, A.F. Elly Erawati, Meningkatkan Investasi Asing Di Negara Berkembang: Kajian

Terhadap Fungsi dan Peran dari “The Multilateral Inevstment Guarantee Agency”, Pusat Studi

Hukum Unpar, Bandung, 1989, hal. 30. 49

Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, Unika Atmajaya, Yogyakarta, 2002, cetakan 1, hal.30.

50

Bismar Nasution, “Implikasi AFTA Terhadap Kegiatan Investasi Hukum Investasi Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, edisi Januari-Februari, 2003, hal. 48.

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

Untuk menyikapi ini semua, hal yang harus dilakukan oleh penerima modal adalah bagaimana melengkapi berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan undang-undang penanaman modal. Perlunya melengkapi berbagai ketentuan investasi tiada lain karena lingkungan dunia usaha baik di tingkat nasional, regional maupun internasional telah mengalami berbagai perkembangan yang demikian pesat, sehingga mau atau tidak, ketentuan investasi juga harus disesuaikan dengan ketentuan hukum nasional termasuk ketentuan investasi. Seperti yang dikemukakan oleh Baharuddin Lopa, agar hukum nasional senantiasa mampu menyesuaikan perkembangan keadaan, maka ia harus membuka diri, menerima unsur-unsur dari luar yang dapat memperlancar pembangunan nasional yang sedang dikerjakan oleh bangsa ini.51

Dengan demikian jika ingin bersaing dengan negara lain dalam merebut calon investor, ketentuan yang terkait dengan penanaman modal harus disesuaikan dengan kondisi era globalisasi. Sebagaimana dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Badan Pembinaan Hukum Nasional:

Upaya menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif menjadi semakin perlu mengingat bahwa untuk menarik penanaman modal, Indonesia dihadapkan pada tantangan yang semakin besar dan kompleks, serta persaingan semakin tajam baik sesama negara berkembang maupun dari negara maju, terutama dalam menarik modal asing. Peningkatan penanaman modal dapat dilakukan melalui peningkatan peran aktif masyarakat berinvestasi, membuka kesempatan berusaha secara luas. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum kerjasama bilateral, regional dan multilateral atas dasar kepentingan nasional menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan ditaati.52

Jadi, salah satu faktor yang dijadikan parameter untuk menilai apakah tempat berinvestasi kondusif atau tidak, yakni adanya kepastian hukum. Investasi asing

51

Lihat, Baharuddin Lopa, Etika Pembangunan Hukum Nasional, dalam Artidjo Alkostar (ed), Identitaqs Hukum Nasional, FH UII, Yogyakarta, 1997, hal. 25.

52

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman Dan HAM RI.,

membutuhkan jaminan oleh peraturan perundang-undangan negara penerima investasi guna memberikan perlindungan hukum bagi keamanan terhadap modal yang dikeluarkannya.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.53 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.54 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu: a. Investasi asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di

wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

b. Investasi asing langsung adalah penanaman modal dilakukan secara langsung pemilik modalnya.55

c. Investasi asing tidak langsung adalah penanaman modal dilakukan melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat kertas perbendaharaan negara,

53

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi

Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, hal. 10.

54

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertai, PPs-USU, Medan, 2002, hal.35.

55

Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN)

Sukiran : Kajian Yuridis Tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing Di Indonesia, 2008 USU e-Repository © 2009

emisi lainnya (saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan, serta deposito dan tabungan yang berjangka waktu sekurang-kurangnya satu tahun.56

d. Pemerintahan Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.57

e. Pemerintahan Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.58

f. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.59

g. Jaminan kepastian hukum adalah satu ukuran yang menjadi pegangan bagi investor dalam melakukan kegiatan investasinya, yaitu suatu aturan yang dibuat oleh yang mempunyai otoritas untuk itu, ada aturan itu berlaku untuk semua pihak.60

Dokumen terkait