• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota yang mana daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan / atau desa sebagai bagian dari otonomi daerah.

Sehingga desa merupakan pemerintahan terkecil yang paling dekat dengan masyarakat, dimana dalam menjalankan pemerintahannya desa secara langsung dapat memperbaiki kehidupan masyarakatnya.

Pengaturan mengenai otonomi daerah dijumpai pada pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD 1945). Desa merupakan bagian dari Otonomi Daerah, yang mana pengertian dari Otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan sendiri pemerintahan atas dasar “ prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat didaerahnya”.1 Hal ini menunjukan adanya pemberian kekuasaan seluas-luasnya pada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan berdasarkan kepentingan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 55877 (selanjutnya ditulis UU Nomor 23 Tahun 2014) pasal 1 angka 8 yang menyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Sistem pemerintahan

1 Syaiful Rahman, 2004, Pembangunan dan Otonomi Daerah, Yayasan Pancur Siwah, Jakarta, h. 103

7

desentralisasi ini merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang dititik beratkan kepada daerah kabupaten/kota sehingga kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola rumah tangga daerahnya dengan prinsip otonomi daerah.2

Dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintaha Daerah pada pasal 371 ayat(1) disebutkan bahwa dalam daerah kabupaten/kota dapat dibentuk desa. Hal ini berarti suatu kabupaten memiliki kewenangan untuk membentuk desa di wilayah kabupatennya. Selain itu desa juga memiliki kewenangan , dimana dalam pasal 371 ayat (2) disebutkan bahwa desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai desa.

Desa juga memiliki otonomi sama seperti yang dimiliki oleh kabupaten/kota yang disebut otonomi desa. Dalam menjalankan otonominya, desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Kepala desa di Bali disebut dengan istilah perbekel. Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.3 Untuk menjalankan pemerintahan di desa dan memberikan pelayanan kepada masyarakat serta dalam melaksanakan kewajiban, tugas, dan fungsinya kepala desa dibantu oleh perangkat desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499 (selanjutnya ditulis Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa) pasal 26 ayat (2) huruf b menyatakan bahwa kepala desa berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa. Pada pasal 48 menyatakan bahwa perangkat desa terdiri atas sekretaris desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis. Perangkat desa dipilih oleh kepala desa dan bertugas untuk membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas

2 Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, PT.Alumni, Bandung, h. 58

3 I Gde Parimartha, 2013, Silang Pandang Desa Adat dan Desa Dinas Di Bali, Udayana University Press, Denpasar, h. 50

8

dan kewenangannya sebagaimana yang disebutkan di Pasal 49 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Untuk menjadi perangkat desa diwajibkan untuk memenuhi persyaratan yang tertera pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa calon perangkat desa berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum/Sederajat serta pada saat pengangkatan minimal berusia 20 (dua puluh) dan maksimal 42 (empat puluh dua) tahun dan persyaratan lainnya yang ditentukan dengan peraturan daerah berdasarkan peraturan pemerintah.

Mengenai pemberhentian perangkat desa dijelaskan dalam Pasal 53 yang menyatakan bahwa perangkat desa diberhentikan apabila telah genap berusia 60 (enam puluh) tahun. Pada bagian ketentuan penutup Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya dengan undang-undang ini.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539 (selanjutnya di tulis PP Nomor 43 Tahun 2014) menyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh perangkat desa yakni pada Pasal 65 yang menyatakan bahwa pendidikan minimal untuk calon perangkat desa adalah Sekolah Menengah Umum/Sederajat dan pada saat pengangkatan minimal berusia 20 (dua puluh tahun) dan maksimal 42 (empat puluh dua) tahun. Untuk pemberhentian perangkat desa diatur dalam Pasal 68 yang menyatakan bahwa perangkat desa di berhentikan apabila telah genap berumur 60 (enam puluh) tahun.

9

Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717 (selanjutnya ditulis PP Nomor 47 tahun 2015) pada pasal 70 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai kepala desa dan perangkat desa diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5 (selanjutnya ditulis Permendagri Nomor 83 tahun 2015) sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 43 tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 47 tahun 2015 mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh perangkat desa pada Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan minimal calon perangkat desa adalah Sekolah Menengah Umum/Sederajat serta pada saat pengangkatan minimal berusia 20 (dua puluh tahun) dan maksimal berusia 42 (empat puluh dua) tahun. Untuk pemberhentian perangkat desa diatur dalam pasal 5 yang menyatakan bahwa perangkat desa diberhentikan apabila telah genap berusia 60 (enam puluh) tahun. Hal ini sesuai dengan aturan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan PP Nomor 43 tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 47 tahun 2015. Pasal 12 Permendagri Nomor 83 tahun 2015 menyatakan bahwa perangkat desa yang diangkat sebelum ditetapkan permendagri ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugas berdasarkan surat keputusan pengangkatannya.

Menindaklanjuti amanat undang-undang untuk membuat pengaturan tentang perangkat desa, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten

10

Jembrana Nomor 3 tahun 2016 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 47 (selanjutnya ditulis Perda Nomor 3 Tahun 2016) dan Peraturan Bupati Jembrana Nomor 15 tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa, Berita Daerah Kabupaten Jembrana Tahun 2016 Nomor 15 (selanjutnya ditulis Perbup Nomor 15 tahun 2016) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, PP Nomor 43 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 47 tahun 2015, dan Permendagri Nomor 83 Tahun 2015.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi perangkat desa ditentukan dalam Perda Nomor 3 tahun 2016 pada Pasal 2 yang menyatakan bahwa pendidikan paling rendah untuk calon perangkat desa adalah Sekolah Menengah Umum/Sederajat dan umur pada saat pengangkatan minimal 20 (dua puluh) tahun dan maksimal 42 (empat puluh dua) tahun.

Berdasarkan Pasal 5 perangkat desa di berhentikan apabila telah genap berusia 60 (enam puluh) tahun.

Perangkat desa yang melaksanakan tugas sebagai pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu perbekel sebagai satuan tugas kewilayahan. Tugas kewilayahan meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pasal 4 ayat (4) Perbup Nomor 16 tahun 2016 menyatakan bahwa pelaksana kewilayahan dilaksanakan oleh kepala dusun yang selanjutnya disebut kelian dinas dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kabupaten Jembrana sendiri saat ini memiliki 253 Kelian Dinas dari 41 desa yang ada.

11

Sebelum Perda Nomor 3 tahun 2016 ditetapkan, sebelumnya sudah ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 25 tahun 2006 tentang Organisasi Pemerintahan Desa Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 25 (selanjutnya disebut Perda Nomor 25 tahun 2006) yang mengatur mengenai perangkat desa. Dalam peraturan ini, pada Pasal 18 disebutkan bahwa pendidikan minimal untuk calon kelian dinas adalah Sekolah Menengah Pertama/Sederajat dan usia minimal pada saat pengangkatan adalah 21 (dua puluh satu) tahun dan maksimal 50 (lima puluh) tahun. Kelian dinas berdasarkan peraturan ini dipilih langsung oleh masyarakat banjar yang bersangkutan. Mengenai pemberhentian perangkat desa diatur dalam Pasal 23 yang menyatakan bahwa kelian dinas di berhentikan apabila telah habis masajabatannya yakni 6 (enam) tahun dan apabila telah mencapai batas masa bakti yakni 56 (lima puluh enam) tahun.

Sejak mulai berlakunya Perda Nomor 3 tahun 2016, Perda Nomor 25 tahun 2006 dinyatakan dicabut dan sudah tidak berlaku lagi. Terdapat beberapa perbedaan mengenai kelian dinas diantara kedua pengaturan ini. Perda Kabupaten Jembrana Nomor 25 tahun 2006 menyatakan bahwa kelihan dinas berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Pertama/Sederat, dipilih langsung oleh masyarakat, memiliki masa jabatan 6 (enam) tahun, dan atau sampai berusia 56 (lima puluh enam) tahun, sedangkan pada Perda Nomor 3 tahun 2016 menyatakan bahwa kelihan dinas berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum/Sederajat, diangkat oleh perbekel atas rekomendasi camat, tidak memiliki masa jabatan dan dapat diberhentikan apabila telah berusia 60 (enam puluh) tahun.

Dalam penerapannya, perubahan pengaturan ini menimbulkan keresahan para kelian dinas lama (yang diangkat berdasarkan Perda Nomor 25 tahun 2006) terutama yang akan habis masa jabatannya atau telah mendekati umur 56 (lima puluh enam) tahun. Mereka menginginkan

Dokumen terkait