• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7 Landasan Teoritis

diharapkan juga dapat menambah wawasan penulis terkait dengan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa di Kabupaten Jembrana.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam setiap penelitian diperlukan landasan teoritis yang berfungsi mendukung argumentasi hukum untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang ada, dan digunakan sebagai penuntun arah dalam pengumpulan bahan-bahan hukum yang diperlukan. Landasan teori merupakan teori-teori dan konsep-konsep yang mendukung atau relevan dengan penelitian yang dibuat. Beberapa teori dan konsep yang digunakan untuk mengkaji permasalah ini antara lain :

1.7.1. Teori Negara Hukum

Jika dibandingkan dengan istilah demokrasi, konstitusi, maupun kedaulatan rakyat istilah Rechstaat (Negara Hukum) merupakan istilah yang baru. Para ahli telah memberikan pengertian tentang negara hukum. R.Soepomo memberikan pengertian terhadap negara hukum sebagai negara yang tunduk pada hukum, peraturan-peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat-alat kelengkapan negara. Negara hukum juga akan menjamin tertib hukum dalam masyarakat yang artinya memberikan perlindungan hukum, antara hukum dan kekuasaan ada hubungan timbal balik.5 Hukum merupakan penjelmaan daripada kemauan negara. Akan tetapi dalam keanggotaannya negara sendiri tunduk kepada hukum yang dibuatnya, hal ini dinyatakann oleh Leon Duguit.6

5 A.Mukhti Fadjar, 2004, Tipe Negara Hukum, Bayu Media dan In-TRANS, Malang, h. 7

6 H.Abu Daud Busroh, 2013, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, h. 72

18

Philipus M. Hadjon merumuskan elemen atau unsur-unsur Negara hukum Pancasila yang bertitik tolak dari falsafah Pancasila sebagai berikut7 :

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

b. Hubungan fungsional yang professional antara kekuasaan Negara;

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Konsepsi negara hukum merupakan gagasan yang muncul untuk menentang absolutisme yang telah melahirkaan negara kekuasaan.8 Pada pokoknya kekuasaan penguasa (raja) harus dibatasi agar jangan memperlakukan rakyat dengan sewenang-wenang. Pembatasan itu dilakukan dengan adanya supremasi hukum, yaitu bahwa segala tindakan penguasa tidak boleh sekehendak hatinya, tetapi harus berdasar dan berakar pada hukum, menurut ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku dan untuk itu juga harus ada pembagian kekuasaan Negara khususnya kekuasaan yudikatif yang dipisahkan dari penguasa.9

UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia menganut konsep negara hukum. Konsep Negara hukum ini secara tegas dirumuskan dalam pasal 1 ayat (3) yang menyatakan “ Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dalam konsep negara hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan bernegara adalah hukum.10

Menurut Aristoteles konsep negara hukum (Rule of Law) merupakan pemikiran yang dihadapkan dengan konsep Rule of Man dalam modern constitusional state, salah satu ciri negara hukum ditandai dengan pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara.11

7 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Terhadap Rakyat, Bina Ilmu, Surabaya, h. 98

8 A.Mukhti Fadjar, op.cit, h. 9

9 Ibid, h.10

10 Ibid

11 Saldi Isra, 2013, Pergeseran Fungsi Legislasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 73

19

Pembatasan kekuasaan ini muncul dari penumpukan semua cabang kekuasaan pada tangan satu orang yang melahirkan kekuasaan yang absolut.

Di Inggris, ide Negara hukum terlihat dalam pemikiran John Locke, yang membagi kekuasaan dalam Negara ke dalam tiga kekuasaan, yakni dibedakan antara penguasa pembentuk undang-undang dan pelaksana undang-undang, dan berkaitan erat dengan konsep rule of law yang berkembang di Inggris pada waktu itu.12 Di Inggris dikaitkan dengan tugas-tugas hakim dalam rangka menegakkan rule of law.

Negara-negara Anglo Saxon menekankan prinsip persamaan dihadapan hukum lebih ditonjolkan, sehingga dipandang tidak perlu menyediakan sebuah peradilan khusus untuk pejabat administrasi Negara, harus juga tercermin dalam lapangan peradilan.13 Pejabat administrasi atau pemerintah atau rakyat harus sama sama tunduk kepada hukum dan bersamaan kedudukannya di hadapan hukum.

Berbeda dengan Eropa Kontinental yang memasukkan unsur peradilan administrasi sebagai salah satu unsur Rechstaat. Dimasukannya unsur peradilan administrasi ke dalam unsur Rechstaat, maksudnya untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat terhadap sikap tindakan pemerintah yang melanggar hak asasi dalam lapangan administrasi negara.

Kecuali itu kehadiran peradilan administrasi akan memberikan perlindungan hukum yang sama kepada administrasi negara yang bertindak benar sesuai dengan hukum. Dalam negara hukum harus diberikan perlindungan hukum yang sama kepada warga dan pejabat administrasi Negara.

Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi berdasarkan undang-undang.

12 Abu Daud Busroh, op.cit, h.75

13 Ibid

20

Tanpa dasar undang-undang badan/pejabat administrasi negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat mengubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga masyarakat.

Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum.

Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan lebih banyak memperhatikan kepentingan rakyat.

Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang.14

Dalam paham negara hukum yang demikian, harus dibuat jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Oleh karena itu, prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri, pada dasarnya berasal dari kedaulatan rakyat.15 Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat.

Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam UUD 1945. Oleh karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang diberlakukan menurut undang-undang dasar yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat.16

Relevansi teori negara hukum terhadap permasalahan yang diangkat adalah dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan yang baik harus berdasarkan atas hukum yang berlaku, hal ini

14 Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, h. 68

15 Ibid

16 Jimly Assiddiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 56

21

juga berlaku dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa yang tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku di Negara Indonesia sebagai negara yang menganut paham negara hukum.

1.7.2. Teori Kewenangan

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Namun, ada perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal atau yang diberikan oleh undang-undang, yaitu kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif atau administratif. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuattu tindakan hukum publik.17 Menurut S.F.Marbun wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. 18

Dalam hukum publik konsep wewenang berkaitan erat dengan kekuasaan, namun menurut Bagir Manan wewenang tidak sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya mengggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.19

Teori kewenangan menurut H.D Van Wijk/Willem Konijnenbelt meliputi atribusi, delegasi dan mandat yang didefinisikan sebagai berikut20:

17 Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, h. 271

18 Sadjino, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, LaksBang Pressindo, Yogyakarta, h.

50

19 Ibid

20 Ridwan HR, 2011 , Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 103

22

a. Atribute: toekeniing van een bestuursbevoegheid door een wetgevern aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan).

b. Delegatie : overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een under, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya)

c. Mandaat : een bestuursorgaan laat zijnbevoegheid namcns hem uitoefenen door een ander, ( mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

Prinsip utama yang dijadikan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara, khususnya dalam negara hukum adalah asas legalitas. Dalam hukum administrasi negara asas legalitas mengandung makna bahwa pemerintah serta ketentuan yang mengikat warga negara tunduk dan harus berdasarkan pada undang-undang. Oleh karena itu asas legalitas dijadikan sebagai landasan kewenangan pemerintah.

Relevansi teori kewenangan dengan permasalahan yakni berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa dalam menjalankan pemerintahannya.

1.7.3. Konsep Pemerintahan Daerah

Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Pemerintahan itu sendiri diartikan oleh Montesque yaitu pemerintahan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Pemerintahan dalam arti luas meliputi bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif, sedangkan pemerintahan dalam arti sempit menunjuk pada aparatur atau

23

alat perlengkapan negara yang melaksanakan tugas dan kewenangan pemerintahan dalam arti syang diartikan sebagai tugas dan kewenangan negara di bidang eksekutif saja.21

Dalam penyelenggaraan pemerintahan terdapat asas penyelenggara pemerintahan daerah (dekonsentrasi, desentralisasi, tugas pembantuan) digunakan karena urusan-urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa merupakan pelimpahan dari pemerintahan yang lebih tinggi, sehingga dari prinsip-prinsip pemerintahan ini diketahui bagaimana pendistribusian wewenang dari pemerintahan yang lebih tinggi ke pemerintahan yang lebih rendah. Berdasarkan asas desentralisasi terjadi penyerahan wewenang, dekonsentrasi pelimpahan wewenang dan tugas pembantuan terjadi penugasan yaitu dari pemerintah yang lebih tinggi ke pemerintah yang lebih rendah tingkatannya.

Menurut Benyamin Hoessein, desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom atau penyerahan wewenang tertentu kepadanya oleh pemerintah pusat. Sementara pengertian desentralisasi ini juga didefinisikan oleh B.C Smith yaitu desentralisasi sebagai proses melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah yang mensyaratkan terdapatnya pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah bawahan dan pembagian kekuasaan kepada daerah. Pemerintah pusat dipersyaratkan untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah daerah sebagai wujud pelaksanaan desentralisasi.22

Dalam konsep otonomi daerah terdapat kepala daerah yang menjadi penggerak dijalankannya otonomi daerah tersebut. Otonomi daerah harus diterjemahkan oleh Kepala Daerah sebagai upaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan sehingga serasi dan fokus pada

21 Sudono Syueb, 2008, Dinamika Hukum Pemerintahan Daerah, Laksbang Mediatama, Surabaya, h. 21

22 Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 13-14

24

tuntutan kebutuhan masyarakat untuk mencapai tujuan.23 Hal ini harus digunakan secara arif oleh Kepala Daerah tanpa harus menimbulkan konflik antar pusat dan daerah.

Relevansi konsep pemerintahan daerah terhadap permasalahan yang diangkat adalah dalam menjalankan pemerintahan harus berpedoman dengan pemerintahan diatasnya, jadi penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan pelimpahan dari kewenangan pemerintah daerah, sehingga pemerintahan desa tidak boleh bertentangan dengan pemerintah daerah.

1.7.4. Konsep Otonomi Desa

Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relative mandiri. Hal ini antara lain ditunjukan dengan tingkat keragaman yang tinggi membuat desa makin merupakan wujud bangsa yang paling konkret.

Otonomi daerah memiliki perbedaan dengan otonomi desa. Otonomi daerah merupakan implikasi dari kebijakan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan melalui penyerahan sebagian kewenangan pemerintah kepada daerah, sehingga pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Implikasi dari adanya hubungan kewenangan adalah lahirnya hubungan keuangan serta hubungan pembinaan dan pengawasan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Sebagai wujud demokrasi, di desa dibentuk Badan Perwakilan Desa (BPD) yang berfungsi sebagai lembaga legislatif dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa,

23 J. Kaloh, 2009, Kepemimpinan Kepala Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, h. 15

25

anggaran pendapatan dan belanja desa serta keputusan kepala desa. Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggungjawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengertian otonomi menurut hukum tata negara asing, desa di Indonesia sebagai daerah hukum yang paling tua menjalankan otonomi yang sangat luas, lebih luas dari otonomi daerah.

Selanjutnya oleh daerah kemudian otonomi desa mendapat pembatasan-pembatasan tertentu.

Meskipun demikian, desa di Indonesia masih berwenang menetapkan wilayah dengan batas-batasnya sendiri dan berwenang menetapkan tata pemerintahannya sendiri.24

Desa pada awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang membunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat istiadat untuk mengelola dirinya sendiri, yang kemudian inilah yang disebut self governing community.25 Sebutan desa sebagai suatu masyarakat hukum baru dikenal pada masa kolonial Belanda.

Dokumen terkait