• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah

URAIAN TEORITIS

I.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan pertambahan populasi penduduk dunia yang cukup pesat, mengakibatkan bertambahnya kecendrungan pasar potensial yang akan melakukan perjalanan. Terlebih lagi, perjalanan yang dilakukan bukan hanya sekedar hiburan, akan tetapi mempunyai tujuan tertentu yang akan membawa pengaruh yang cukup besar terhadap pribadi, keluarga, maupun lingkungannya dalam dekade terakhir ini.

Perjalanan yang dimaksud adalah perjalanan berwisata, dimana perjalanan yang memberikan keuntungan dalam segala pelaksanaannya. Sesuai perkembangan, kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Sebaliknya, kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata. Hal tersebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah dan taraf perkembangan ekonomi dan suatu tempat tujuan wisata yang masuk dalam pendapatan untuk wisatawan akibatnya akan menjadikan pengalaman yang unik dari tempat wisata (Marpaung & Bahar, 2002: 19).

Menurut Dann (Ross, 1998: 31) ada dua faktor atau tahap dalam melakukan perjalanan, yaitu faktor pendorong (faktor yang membuat kita ingin berpergian), dan faktor penarik (faktor yang mempengaruhi kemana kita akan pergi setelah ada keinginan awal untuk berpergian). Jadi terlihat bahwa manusia menumbuhkan kebutuhan dalam dirinya untuk melakukan interaksi sosial yang tidak ditemui ditempat tinggalnya sehingga ada kebutuhan untuk pergi jauh dari lingkungan rumah.

Ciri-ciri utama dari pariwisata yang tepat bahwa mereka memberdayakan penduduk lokal untuk memfasilitasi pengalaman akan warisan asli untuk tamu mereka. Pemberdayaan ini disediakan melalui pengetahuan akan proses dan kemampuan menafsirkan informasi. Program pariwisata yang tepat dapat diciptakan pada berbagai level pembangunan pariwisata di area pariwisata umum dibangun dengan baik, atau di daerah yang baru saja mengembangkan potensi pariwisatanya (Marpaung & Bahar, 2002: 39-40).

Promosi dapat dilihat sebagai garis komunikasi antara usahawan dengan penumpang yang menjadi suatu tanggung jawab agar komunikasi dapat berlangsung efektif. Jika penumpang tidak mengerti pesannya, adalah kesalahan sang usahawan jadi sangat penting untuk mendefinisikan promosi objektif. Objek ini harus diidentifikasi untuk target pemasaran yang akan dicapai, apa yang harus dilakukan, siapa yang melaksanakan dan kapan harus diselesaikan.

Penting bahwa tema promosi harus sesuai dengan rencana pemasaran yang harus konsisten dengan objektif para usahawan, misalnya merasa bahwa untuk mencapai target keuangan mereka menekankan kualitas dan pelayanan konsep ini menjadi pokok daripada kampanye pemasaran sebagai bagian dari rencana, komunikasi antara pelayanan dan kualitas untuk publik menjadi promosi objektif (Marpaung & Bahar, 2002: 193- 194).

Promosi adalah variabel kunci dalam rencana strategi pemasaran dan dapat dipandang sebagai suatu unsure untuk menciptakan kesempatan-kesempatan menguasai pasar. Unsur promosi yang digunakan disusun oleh lingkungan, terutama oleh keadaan atau kondisi permintaan wisatawan. Namun promosi dapat menjadi fungsi penghubung atau katalisator dalam strategi pemasaran dan sejak permintaan menjadi salah satu kekuatan yang tidak terawasi yang sebenarnya semua harus diperhitungkan, maka promosi digunakan untuk mengganti permintaan dan mempercepat proses keputusan untuk melakukan perjalanan wisata.

Dengan menguasai semua variabel pemasaran bersama secara tetap, yaitu produk, harga, dan distribusi, maka promosi dapat mengarahkan strategi pemasaran ke target pasar yang diinginkan. Pada tingkat strategi yang lebih luas adalah penting bahwa upaya-upaya promosi organisasi pariiwisata akan menjadi lebih dekat dikoordinasikan dengan Badan Pariwisata Nasional yang ada. (Yoeti, 2005: 169-170).

Menurut Neil Wearne dan Geoffrey Wall, langkah-langkah pengembangan strategi promosi suatu Daerah Tempat Wisata minimal dilakukan dengan melakukan identifikasi target pasar, menetapkan tujuan promosi, mempersiapkan bahan-bahan promosi yang diperlukan, menetapkan komposisi bauran promosi yang sesuai, serta pemilihan strategi yang spesifik (Yoeti, 2005: 175).

Strategi produk industri pariwisata tidak saja dianggap sensitive terhadap permintaan, produk-produk yang ditawarkan hendaknya betul-betul siap jual dan sekali-kali tidak akan mengecewakan wisatawan yang membeli paket wisata yang ditawarkan. Faktor harga juga sangat menentukan dalam bauran pemasaran. Harga yang dianggap pantas betul-betul dapat memuaskan wisatawan. Kadangkala suatu paket wisata dapat saja mahal disbanding dengan yang dijual ditempat lain, tetapi sepanjang kualitas paket wisata jauh leebih unggul, bagi wisatawan justru lebih berkesan.

Struktur harga, sasaran dan strategi harus dikembangkan sedemikian rupa untuk membangun image memperkuat strategi dalam bauran pemasaran, sambil memperkuat fleksibilitas terjadinya perubahan kondisi dan situasi yang berubah secara dinamis. Sama halnya dengan unsure bauran pemasaran lainnya, maka distribusi adalah unsure utama dan penting dalam bisnis pariwisata. Dalam bisnis pariwisata, para perantara (Travel Agent, BPW, dan Tour Operator lainnya) merupakan Channel Captain bagi industry pariwisata.

Unsur lainnya adalah promosi. Tanpa kegiatan promosi, walau sebaik apapun kualitas produk yang dimiliki, semurah apapun paket wisata yang tersedia, tetapi kalau tidak diketahui oleh orang banyak semuanya tidak akan berarti. Fungsi promosi adalaah mengkomunikasikan segala macam informasi tentang

semua yang dapat ditawarkan oleh suatu DTW kepada calon wisatawan yang tengah mempersiapkan rencana perjalanan wisatanya jauh-jauh hari sebelum masa cuti atau hari liburnya tiba. Oleh karena itu, bauran promosi perlu dikembangkan secara terencana dengan menggunakan strategi promosi yang sesuai dengan sifat produk yang hendak ditawarkan.(Yoeti, 2005: 181-182).

Dalam hal ini, peneliti memilih Jungle Lodge Guest House di Tangkahan sebagai tempat pariwisata yang menjadi target penelitian ini.Tangkahan adalah sebuah kawasan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Diapit oleh Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang, Tangkahan menawarkan pemandangan yang spektakuler dan udara segar yang menyejukkan. Kombinasi dari vegetasi hutan hujan tropis dan topografi yang berbukit, menjadikan Tangkahan sebagai tempat yang ideal untuk berwisata.Sungai Buluh dan Batang Serangan yang membelah hutan ini merupakan tipe sungai khas hutan tropis, dilengkapi dengan beraneka ragam jenis tumbuhan aneka warna dan tebing bercorak di sepanjang

sungai.(http://www.tnol.co.id/wisata-kuliner/3340-tangkahan-surga-di-jantung-leuser-.html)

Selain memiliki potensi wisata yang sangat tinggi, Tangkahan juga memiliki cerita yang sangat menarik, yang telah menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi para penggiat wisata dan pelestarian alam di berbagai kawasan lindung di Indonesia.Tangkahan, kawasan ekowisata yang indah dan alami ini dulunya merupakan salah satu titik pusat penebangan liar (illegal logging) di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Dulu, illegal logging merupakan pendapatan utama bagi masyarakat di hutan Tangkahan. Begitu besarnya pendapatan tersebut sampai mereka mengabaikan perkebunan mereka. Namun, semakin lama keamanan hutan dan usaha penangkapan kepada penebang liar semakin diperketat dan memaksa para penebang liar ini untuk mencari penghasilan lain, yang tidak hanya berasal dari hutan namun aman dari jeratan hukum dan dapat berkelanjutan.

Masyarakat di kedua desa ini (yang dihuni oleh sekitar 2000 KK) setuju untuk mengembalikan kawasan Tangkahan sebagai kawasan wisata yang ramah lingkungan. Ini ditandai dengan dibentuknya Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) yang merupakan lembaga lokal yang dipercaya untuk mengelola ekowisata dan bekerja sama dengan pihak taman nasional, sekaligus membentuk peraturan desa. Peraturan desa ini merupakan peraturan desa pertama di Indonesia yang disusun secara partisipatif, untuk mengatur tentang konservasi dan pranata sosial secara langsung, sebelum diadopsi di berbagai daerah di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, karena objek wisata yang cukup menarik dan semuanya terdapat di dalam Taman Nasional, maka dibentuklah kesepakatan antara LPT dan Balai TNGL yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan ini ditandatangani pada tanggal 22 April 2002 oleh Kepala Balai TNGL selaku Pemangku Kawasan untuk memberikan hak kelola Taman Nasional kepada masyarakat Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang melalui LPT.

Sebuah langkah yang sangat berani untuk dilakukan pada saat itu, mengingat MoU tersebut adalah property right (asset kolektif) untuk mengelola kawasan seluas 17,500 ha untuk dijadikan kawasan ekowisata, di mana kawasan ini merupakan zona inti taman nasional yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk kegiatan apapun kecuali penelitian. Sebagai kewajibannya, masyarakat desa Namo Sialang dan Sei Serdang bertanggung jawab penuh untuk menjaga keamanan dan kelestarian TNGL yang berbatasan dengan wilayah desa tersebut. MoU tersebut adalah contoh dari 'keluwesan' pemerintah dalam mengelola kawasan lindung namun tetap berpihak kepada masyarakat lokal.

LPT mendapatkan Anugerah Penghargaan "Inovasi Kepariwisataan Indonesia" oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia pada tahun 2004.Kini, acuan kolaborasi dan berbagai sistem serta strategi pengembangan kawasan Tangkahan telah banyak diadopsi baik di tingkat nasional maupun internasional. Tidak berhenti di sini, di awal tahun 2006, MoU ke-2 kembali ditandatangani oleh TNGL. Dan LPT pun membentuk Badan Usaha Miliki Lembaga (BUML), berkolaborasi dengan pihak TNGL untuk mengelola berbagai

jasa lingkungan di TNGL. Dari sinilah, era integrasi antara ekonomi dan ekologi di kawasan Ekowisata Tangkahan tercipta dalam semangat kolaborasi, untuk melahirkan gelombang besar perubahan di TNGL.(http://www.tnol.co.id/wisata-kuliner/3340-tangkahan-surga-di-jantung-leuser-.html)

Di Tangkahan, ekowisata merupakan cara yang terbukti efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mencegah terjadinya aktivitas ilegal loging di sekitar kawasan. Kini, jumlah kunjungan wisata ke Tangkahan semakin meningkat tiap tahunnya. Kunjungan turis asing yang berlibur ke Tangkahan meningkat setiap tahunnya, dan mereka datang dari berbagai negara, seperti dari Australia, Eropa (Belanda, Jerman, Denmark, Italia, Perancis), Amerika, serta turis dari benua Asia kebanyakan dari Jepang. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang ada di Tangkahan tentunya sangat menggugah minat para turis asing yang berkunjung. Trekking ke hutan dengan gajah, mengunjungi air terjun dan air panas, dubbing di sungai Batang dan sungai Buluh, memancing, serta memandikan gajah merupakan beberapa kegiatan yang menjadi salah satu keunggulan Tangkahan.

Jungle Lodge adalah salah satu guest house yang ada di ekowisata Tangkahan.Dengan 6 bungalow yang menghadap ke Sungai Buluh, balkon restoran besar yang menghadap ke sungai dan hutan menjadikan Jungle Lodge menjadi pilihan bagi para turis asing untuk menginap disana. Jungle Lodge didirikan oleh Pak Alex Sitepu pada tahun 1998 dan merupakan salah satu penginapan pertama yang berdiri di Tangkahan. Ketiganya merupakan putra asli daerah Tangkahan. Pada awalnya, illegal logging atau penebangan liar sangat marak di kawasan Tangkahan. Maka dari itu dilakukan pencegahan aktifitas penebangan liar oleh warga setempat yang bekerjasama dengan pemerintah. Awalnya Pak Alex Sitepu sebagai pemilik melihat bahwa Tangkahan mempunyai potensi wisata yang kuat, karena adanya unsur-unsur alam yang masih terjaga kealamiannya. Maka dari itu, Pak Alex Sitepu yang awalnya menjadi guide di Tangkahan membangun beberapa kamar penginapan Jungle Lodge pada tahun 2001. Setelah itu, beliau meningkatkan pembangunan dengan konsep alam di tahun 2005. Sampai saat ini, Jungle Lodge memiliki 10 kamar penginapan,

halaman yang luas, restoran berbahan kayu, serta jalur ke seluruh potensi alam yang ada di Tangkahan. Harga kisaran kamar-kamar yang ada di Jungle Lodge berkisar antara Rp. 100.000 s.d Rp. 150.000 / malam. Selain itu, Jungle Lodge menghidangkan makanan ala Indonesia dan Western yang lezat sehingga para turis asing menikmati kunjungan wisata mereka. Malahan pada baru-baru ini beliau membangun sebuah jembatan antara desa dengan wilayah penginapan.

Keunikan tersendiri dari Jungle Lodge dibandingkan dengan penginapan lainnya, yaitu tempat ini memiliki kawasan yang luas, memiliki restaurant yang berada di pinggir sungai dan hutan, pembangunan yang tidak permanen dan berkesan natural. Kata Yanti selaku Assistant Manager Jungle Lodge menjelaskan bahwa Jungle Lodge saat ini melakukan promosi pariwisata melalui Peta Wisata, Jaringan & Situs Internet, Business Card, dan Majalah Pariwisata, agar wisatawan asing dapat mengetahui informasi mengenai Tangkahan dan Jungle Lodge Guest House. Jungle Lodge juga memiliki konsep dalam perjalannya, yaitu back to nature.

Berbagai kegiatan yang dilaksanakan Jungle Lodge seperti reboisasi alam, penanaman tanaman herbal dan buah-buahan yang ditujukan agar para wisatawan dapat langsung berinteraksi dengan masyarakat lokal dan alam Tangkahan yang dapat memberikan dan menekankan nilai-nilai saling menghargai antara manusia dan alam. Segala prospek dan kegiatan yang dilaksanakan Jungle Lodge serta potensi wisata alam yang ada di Tangkahan menjadi salah satu dari banyaknya alasan akan kunjungan turis asing dari belahan dunia yang datang ke Jungle Lodge. Ini merupakan salah satu sisi positif dalam meningkatkan pengetahuan dan perekonomian masyarakat lokal, promosi akan Indonesia, serta meningkatkan devisa negara.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini dengan judul “ Bagaimanakah Pengaruh Strategi Promosi Pariwisata yang dilakukan oleh Jungle Lodge Guest House di Tangkahan Langkat Sumatera Utara Terhadap Kunjungan Turis Asing”

Dokumen terkait