• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.11. Ukuran Perusahaan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 53/POJK.04/2017 mengatur tentang perusahaan kecil dan menengah dengan kriteria sebagai berikut:

1. Emiten dengan Aset Skala Kecil adalah Emiten berbentuk badan hukum yang didirikan di Indonesia yang:

a. memiliki total aset atau istilah lain yang setara, tidak lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); dan

b. tidak dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh:

(1) pengendali dari Emiten atau Perusahaan Publik yang bukan Emiten Skala Kecil atau Emiten dengan aset skala menengah; dan/atau

(2) perusahaan yang memiliki aset lebih dari Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah).

2. Emiten dengan Aset Skala Sedang adalah Emiten berbentuk badan hukum yang didirikan di Indonesia yang:

a. memiliki total aset atau istilah lain yang setara, lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah); dan

b. tidak dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh:

(1) pengendali dari Emiten atau Perusahaan Publik yang bukan Emiten Skala Kecil atau Emiten Skala Menengah; dan/atau

(2) perusahaan yang memiliki aset lebih dari Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah).

Emiten dengan Aset Skala Besar adalah perusahaan yang memiliki aset lebih dari Rp 250.000.000.000,0000 (dua ratus lima puluh miliar rupiah).

Sudarmadji dan Sularto (2007) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat ditentukan melalui total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar, maka semakin besar ukuran perusahaan. Kemudian, Sudarsono (2005) berpendapat bahwa ukuran perusahaan merupakan jumlah total utang dan ekuitas perusahaan yang akan berjumlah sama dengan total aktiva. Perusahaan yang memiliki total asetbesar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan, dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu panjang, mencerminkan perusahaan relatif stabil dan dianggap lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan dengan total asetyang kecil.Perusahaan dengan aset besar tentu akanmenarik perhatian banyak pihak, baik masyarakat, investor, maupun pihak lain yang berkepentingan terhadap perusahaan. Hal tersebut mendorong perusahaan agar lebih berhati-hati dan tetap menjaga stabilitas kinerjanya (Margareth, 2016).

Total aktiva dipandang relatif lebih stabil dibandingkan nilai penjualan dan kapitalisasi pasar dalam mengukur ukuran perusahaan (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Hal ini dikarenakan nilai penjualan dan kapitalisasi pasar relatif lebih cepat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan rentang perubahannya bisa besar.

Kapitalisasi pasar ditentukan oleh jumlah saham beredar dan harga saham, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai kapitalisasi pasar perusahaan dapat dan selalu berubah baik naik ataupun turun. Demikian juga dengan penjualan ditentukan oleh harga produk dan jumlah produk yang terjual yang mungkin dapat berfluktuasi dalam rentang yang lebar.

Ukuran perusahaan (firm size)dapat diukur melalui transformasi total aset yang dimiliki perusahaan ke dalam bentuk logaritma natural (Murhadi, 2013).

Penggunaan Log NaturalTotal Assetsebagai proksi ukuran perusahaan,bertujuan untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebih. Jumlah aset dengan nilai ratusan miliar bahkan triliun akan disederhanakan dengan menggunakan log natural, tanpa mengubah proporsi dari jumlah aset yang sesungguhnya.

Semakin besar perusahaan, semakin banyak memiliki pengalaman dan ide dalam mengembangkan bisnisnya, sehingga dapat mendukung perusahaan dalam memperoleh laba yang lebih besar. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan, cenderung lebih kuat dalam menghadapi kondisi ekonomi yang berada di luar kontrol perusahaan, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh kondisi luar (Rice, 2016).

Semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka semakin besar sumber daya yang tersedia untuk memenuhi permintaan produk. Selain itu, semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka semakin besar kesempatan perusahaan untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih luas untuk memasarkan produknya, sehingga semakin besar peluang memperoleh laba yang tinggi (Barus dan Leliani, 2013).

2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu disajikan dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu dan Hasil Penelitian

Peneliti dan Tahun Judul Variabel Hasil Penelitian Gunawan dan

2. FATO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan

Indonesia DAR, DER,

Peneliti dan Tahun Judul Variabel Hasil Penelitian Rice

1. Tingkat penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba.

2. CR, DAR, ITO, NPM,

Tingkat Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi,

Earning Power tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.

3. Ukuran perusahaan tidak dapat memperkuat atau

1. DER berpengaruh negatif signifikan dan

Manajerial

3. Ukuran perusahaan memoderasi (kuat) hubungan WCTA, DER, dengan pertumbuhan laba, sedangkan untuk ITO dan NPM, ukuran

perusahaan tidak memoderasi.

4. Kepemilikan Manajerial memoderasi (lemah)

Peneliti dan Tahun Judul Variabel Hasil Penelitian Gustina dan

2. ROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba.

3. TATO tidak berpengaruh signifikan terhadap

2. DAR berpengaruh negatif dan signifikan

TATO,

2. CR tidak berpengaruh signifikan dalam memprediksiprofit growth.

Lanjutan Tabel 2.1

Peneliti dan Tahun Judul Variabel Hasil Penelitian Purwanto dan Bina ,AcidTest Ratio, Return on Capital Employed

1. Creditor’s Velocity dan ITO berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitability.

2. LTDER dan TATO berpengaruh negatif

industry in Saudi Arabia.

Debtors Turn Over, ITO, TATO, LTDER

dan signifikan terhadap profitability.

3. Debtors Turn Overtidak berpengaruh

signifikan terhadap profitability.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibangun untuk menunjukkan pengaruh variabel independen yaitu Current Ratio, Debt to Asset Ratio, Total Asset Turn Over, Inventory Turn Over dan Pertumbuhan Penjualanterhadap variabel dependen yaitu Pertumbuhan Laba. Kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Current Ratio (X1)

Debt to Asset Ratio (X2)

Total Asset Turn Over (X3)

Pertumbuhan Laba (Y)

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Teori keagenan (agency theory)menjelaskan bahwa pemisahan antara pemilik (principal) dan pengelola perusahaan (agent) dapat menimbulkan 2 (dua) permasalahan yaitu konflik kepentingan atau yang disebut dengan masalah keagenan (agency problem) dan informasi asimetri.Pemegang saham sebagai principal menginginkan kekayaannya tetap lestari dan bertambah, sementara manajer sebagai agent mempunyai keinginan untuk memiliki standar hidup yang tinggi yang dibiayai oleh gaji dan tunjangan yang tinggi. Manajer dapat tergoda untuk bertindak demi kepentingan pribadinya dan mengambil keputusan yang tidak memaksimalkan nilai perusahaan. Selain itu, manajemen lebih mengetahui kondisi perusahaan saat ini dan prospek perusahaan ke depan dibandingkan pemegang saham dan pihak luar perusahaan. Pemegang saham dan pihak luar perusahaan tidak mungkin dapat mengamati secara langsung kualitas kinerja dari manajemen perusahaan oleh faktor di luar kendali mereka.

Selanjutnya teori sinyal (signaling theory) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar perusahaan melalui publikasi laporan keuangansecara tepat waktu dan

Inventory Turn Over (X4)

Ukuran Perusahaan (Z)

Pertumbuhan Penjualan (X5)

kredibel. Laporan keuangan sering digunakan untuk memberi sinyal informasi tentang perusahaan kepada pihak luar, khususnya laba perusahaan. Laporan keuangan digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan dan kinerja manajemen.

Analisis laporan keuangan digunakan untuk mengungkapkan hubungan yang penting antar akun dalam laporan keuangan dan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan serta perubahannya. Salah satu alat yang populer untuk melakukan analisa laporan keuangan adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. Informasi mengenai perubahan komposisi komponen-komponen dalam laporan keuangan, kenaikan atau penurunan kondisi keuangan dan perubahan kinerja dapat diperoleh dengan menggunakan perbandingan rasio keuangan dari tahun ke tahun. Analisis rasio keuangan memiliki keunggulan sebagai alat analisis, salah satu diantaranya adalah dapat menunjukkan tren perusahaan dan dapat digunakan untuk memprediksi kondisi perusahaan di masa yang akan datang, termasuk pertumbuhan laba.

Antar rasio keuangan memiliki hubungan satu dengan yang lain.

Hubungan tersebut bisa positif atau negatif tergantung jenis rasionya (Kasmir, 2015). Perhitungan rasio keuangan akan lebih bermanfaat apabila dibandingkan dengan rasio tahun sebelumnya, dengan standar yang ditentukan sebelumnya, atau dengan rasio pesaing.

Dalam melakukan perbandingan rasio antar perusahaan, ukuran perusahaan harus dijadikan pertimbangan (Prihadi, 2008). Hal ini dikarenakan ukuran perusahaan menjadi tidak terlihat pada saat melakukan analisis rasio keuangan. Perusahaan dengan ukuran yang berbeda akan memiliki karakteristik

yang berbeda. Untuk kepentingan analisis, perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas berdasarkan ukurannya. Perusahaan dengan laba bertumbuh dapat memperkuat hubungan antaraukuran perusahaan dengan tingkatan laba yang diperoleh. Perusahaan dengan laba bertumbuh akan memiliki jumlah aktiva yang besar sehingga berpeluang lebih besar dalam menghasilkan profitabilitas (Taruh, 2012). Menurut Rice (2016), semakin besar perusahaan, semakin banyak pengalaman dan ide dalam pengembangan bisnis, sehingga dapat mendorong perusahaan untuk memperoleh laba yang lebih besar. Selain itu, semakin besar ukurannya, perusahaan akan semakin relatif kuat dalam menghadapi berbagai perubahan kondisi ekonomi yang akan mempengaruhi keberlangsungan usaha dan pertumbuhan laba.

Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Hubungan antara Current Ratio dengan Pertumbuhan Laba

Perusahaan yang memiliki Current Ratio yang kecil menandakan bahwa perusahaan tersebut kesulitan likuiditas dalam membayar kewajiban lancarnya yang akan jatuh tempo. Kewajiban lancar dalam jumlah besar akan menimbulkan naiknya resiko gagal bayar akibat ketidakkemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban lancar secara tepat waktu. Hal ini dapat membebani perusahaan melaui beban denda yang dikenakan akibat keterlambatan pembayaran. Dari sisi kreditor, biasanya perusahaan diberikan batasan minimum Current Ratioyang mengharuskan perusahaan menjaga likuiditasnya. Apabila batasan tersebut dilanggar, kreditor berhak memaksa agar perusahaan segera

membayar kewajibannya atau melakukan negosiasi ulang atas kemungkinan pembebanan tingkat suku bunga yang lebih tinggi (Hery, 2016).

Kemudian, apabila perusahaan memiliki Current Ratio yang besar, belum tentu hal ini juga bertanda baik. Current Ratioyang tinggi bisa saja disebabkan karena kurang efektifnya manajemen kas, persediaan dan piutang, dimana perusahaan memegang uang kas dalam jumlah besar, menumpuknya persediaan di gudang, atau tingginya piutang usaha (Hery, 2016). Kelebihan uang kas seharusnya dapat digunakan untuk kegiatan ekspansi bisnis dan investasi.

Sedangkan penumpukan persediaan yang tinggi tentu saja akan berpengaruh terhadap perputaran persediaan dan selanjutnya berpengaruh terhadap tingkat penjualan. Selain itu, tingginya nilai piutang usaha juga dapat beresiko pada meningkatnya saldo piutang tak tertagih yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Semakin tinggi Current Ratio, semakin tinggi pula perubahan laba (Kuswadi, 2005). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo dan Pujiati (2011); Gustina dan Wijayanto (2015) yang menyimpulkan bahwa Current Ratioberpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba. Berdasarkan kondisi-kondisi sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Current Ratioberpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.

(2) Hubungan antara Debt to Asset Ratio dengan Pertumbuhan Laba

Perusahaan yang mempunyai Debt to Asset Ratio yang tinggi menandakan bahwa sebagian besar aset perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang.

Semakin tinggi hutang dapat berdampak pada timbulnya risiko keuangan yang besar, yaitu (1) semakin besar peluang perusahaan tidak mampu melunasi

hutang-hutangnya dengan aset yang dimilikinya; (2) semakin besar beban bunga yang harus ditanggung perusahaan. Namun demikian, apabila hutang tersebut dapat digunakan secara efisien dan efektif untuk membeli aset produktif (seperti mesin dan peralatan), atau membiayai ekspansi bisnis, akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk mendapatkan laba yang besar (Hery, 2016).

Sebaliknya perusahaan dengan Debt to Asset Ratio yang rendah menandakan bahwa sebagian besar aset perusahaan tersebut dibiayai dengan modal sendiri. Perusahaan dengan Debt to Asset Ratio yang kecil akanmenghadapi risiko keuangan yang relatif kecil, namun peluang untuk memperoleh laba yang besar juga menjadi berkurang.

Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo dan Pujiati (2011); Gustina dan Wijayanto (2015) menyimpulkan bahwa Debt to Asset Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba. Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Debt to Asset Ratio berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.

(3) Hubungan antara Total Asset Turn Over dengan Pertumbuhan Laba

Total Asset Turn Over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa besar jumlah penjualan yang dihasilkan dari penggunaan aset yang dimiliki (Hery, 2016). Total Asset Turn Over yang tinggi menandakan bahwa perusahaan tersebut semakin efektif dalam memanfaatkan aset yang dimilikinya untuk menghasilkan penjualan yang tinggi dan berpeluang untuk memperoleh peningkatan laba. Total Asset Turn Over yang rendah menandakan bahwa perusahaan memiliki kelebihan aset yang belum dimanfaatkan secara maksimal

untuk menghasilkan penjualan, sehingga menurunkan peluang untuk memperoleh laba yang besar.

Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Wahyuni (2013); Purwanto dan Bina (2016) menyimpulkan bahwa Total Asset Turn Over berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Leliani (2013) menyimpulkan bahwa Total Asset Turn Over berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Total Asset Turn Over berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.

(4) Hubungan antara Inventory Turn Over dengan Pertumbuhan Laba

Semakin tinggi Inventory Turn Over menunjukkan bahwa persediaan barang dagang dapat dijual dalam waktu yang relatif singkat, sehingga dana yang tertanam dalam persediaan tidak terlalu lama dijadikan uang kas (Hery, 2016).

Perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan perusahaan efisien dalam pemanfaatan persediaan, sehingga dapat menekan biaya penyimpanan dan sekaligus dapat meningkatkan laba yang dapat diperoleh (Rice, 2016).

Persediaan yang terlalu besar akan membebani perusahaan dengan biaya penyimpanan, asuransi, pajak, keusangan dan kerusakan fisik. Semakin rendah Inventory Turn Over, semakin lama periode perputarannya, maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk pemeliharaan persediaan sehingga dapat memperkecil perolehan laba (Gunawan dan Wahyuni, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Wahyuni (2013) menyimpulkan bahwa Inventory Turn Over berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rehman et

al (2014) menyimpulkan bahwa Inventory Turn Over berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Inventory Turn Over berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba.

(5) Hubungan antara Pertumbuhan Penjualandengan Pertumbuhan Laba

Semakin tinggi penjualan bersih yang dilakukan oleh perusahaan, semakin tinggi laba kotor yang diperoleh, sehingga dapat mendorong semakin tingginya profitabilitas perusahaan.Penjualan harus dapat menutupi biaya sehingga dapat meningkatkan keuntungan, dengan demikian perusahaan dapat menentukan langkah yang akan diambil untuk mengantisipasi kemungkinan naik atau turunnya penjualan pada tahun yang akan datang (Barus dan Leliani, 2013).Perusahaan yang mengalami peningkatan tingkat penjualan dari satu periode ke periode berikutnya, dengan didukung oleh pengelolaan penjualan yang efektif, dapat meningkatkan laba yang diperoleh (Rice, 2016).

Penelitian yang dilakukan Rice (2016) menyimpulkan bahwa Pertumbuhan Penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba. Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan Penjualan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.

Variabel moderating yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total aset.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa indikator besar kecilnya ukuran perusahaan adalah jumlah total aset perusahaan. Perusahaan berukuran besar adalah perusahaan yang memiliki total aset dalam skala yang besar. Hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen dengan dimoderasi oleh ukuran perusahaan sebagai variabel moderating adalah sebagai berikut:

(1) Ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi yang memoderasi pengaruh Current Ratio terhadap Pertumbuhan Laba

Perusahaan berukuran besar lebih cenderung memanfaatkan kelebihan uang kasnya yang tidak terpakai dengan cara melakukan ekspansi bisnis, pembukaan kantor cabang baru, memperbanyak aset produktif dan lainnya (Hery, 2016). Perusahaan akan menghindari untuk memegang uang dalam jumlah besar dan penumpukan persediaan di gudang dengan adanya kemajuan teknologi.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa perusahaan besar cenderung lebih baik dalam melakukan manajemen kas dan persediaan untuk menjaga likuiditas yang akan berpengaruh pada pertumbuhan laba. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan dapat memoderasi pengaruh Current Ratio terhadap pertumbuhan laba.

(2) Ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi yang memoderasi pengaruh Debt to Asset Ratio terhadap Pertumbuhan Laba

Perusahaan berukuran besar cenderung lebih membutuhkan dana yang cukup besar, hal ini dikarenakan tingginya nilai dan volume transaksi yang dilakukan. Dana tersebut digunakan untuk kegiatan ekspansi bisnis ataupun untuk menangkap peluang bisnis. Perusahaan berukuran besar cenderung lebih mudah mendapatkan pinjaman, karena dikenal memiliki reputasi yang baik dan pengalaman operasional, sehingga dapat meyakinkan kreditur untuk memberikan pinjaman (Arifin, 2014). Dikarenakan pinjaman yang diberikan berjumlah cukup

besar, seringkali perusahaan mendapatkan penawaran khusus yaitu dengan suku bunga yang lebih rendah. Dengan demikian, perusahaan berskala besar cenderung mempunyai hutang yang cukup besar. Namun, untuk menjaga reputasi bisnis di mata investor dan kreditur, perusahaan berukuran besar berusaha untuk menggunakan pinjaman secara lebih efisien dan efektif agar penggunaannya dapat mendorong peningkatan kinerja perusahaan terutama pertumbuhan laba.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan dapat memoderasi pengaruh Debt to Asset Ratio terhadap pertumbuhan laba.

(3) Ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi yang memoderasi pengaruh Total Asset Turn Over terhadap Pertumbuhan Laba

Perusahaan berukuran besar adalah perusahaan yang memiliki total aset dalam skala yang besar. Perusahaan berskala besar mempunyai nilai dan volume transaksi penjualan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan yang memiliki total asset besar menunjukan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan, dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu panjang, mencerminkan perusahaan relatif stabil dan dianggap lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan dengan total asset yang kecil (Puspasari dkk, 2017). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan dapat memoderasi pengaruh Total Asset Turn Over terhadap pertumbuhan laba.

(4) Ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi yang memoderasi pengaruh Inventory Turn Over terhadap Pertumbuhan Laba

Perusahaan berskala besar mempunyai nilai dan volume transaksi penjualan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan berskala besar juga mempunyai jaringan pemasaran yang lebih luas dan produk yang sudah dikenal di masyarakat, sehingga mendorong perusahaan untuk mempunyai persediaan dalam jumlah besar, sehingga dapat mengimbangi volume transaksi penjualan yang tinggi. Hal tersebut dapat mendorong meningkatnya Inventory Turn Over. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan dapat memoderasi pengaruh Inventory Turn Over terhadap pertumbuhan laba.

(5) Ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi yang memoderasi pengaruh Pertumbuhan Penjualanterhadap Pertumbuhan Laba

Semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka semakin besar kesempatan perusahaan untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih luas untuk memasarkan produknya. Perusahaan besar didukung dengan kantor pemasaran yang tersebar luas, produk yang sudah dikenal secara umum oleh masyarakat dan layanan penjualan perusahaan yang baik, sehingga dapat mendorong pertumbuhan penjualan yang tinggi, yang pada akhirnya semakin memperbesar peluang memperoleh laba yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan dapat memoderasi pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap pertumbuhan laba.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konsep yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Current Ratioberpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba secara parsial pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Debt to Asset Ratioberpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba secara parsial pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Total Asset Turn Overberpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba secara parsial pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Inventory Turn Over berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba secara parsial pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

5. Pertumbuhan Penjualan berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba secara parsial pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

6. Ukuran Perusahaan dapat memoderasi pengaruh Current Ratio, Debt to Asset Ratio,Total Asset Turn Over,Inventory Turn Over danPertumbuhan Penjualan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif – kausal. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya yang tidak saling mengikat. Hubungan yang bersifat kausal adalah hubungan yang bersifat sebab – akibat, dimana salah satu variabel (independen) mempengaruhi variabel lainnya (dependen).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode pengamatan tahun 2013 sampai dengan 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2013-2017 yaitu sebanyak 38 perusahaan. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan menetapkan sejumlah kriteria yaitu:

1. Perusahaan sektorconsumer goods yang mempublikasikan laporan keuangan audited secara konsisten selama periode 2013-2017;

2. Perusahaan sektor consumer goods yang tidak melaporkan laba negatif secara konsisten selama periode tahun 2013-2017, sehingga dapat dihitung pertumbuhannya.

Tabel 4.1

Daftar Pemilihan Sampel

No Kriteria Jumlah

1 Perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2013-2017.

38

2 Perusahaan sektorconsumer goods yang tidak mempublikasikan laporan keuangan audited secara konsisten selama periode 2013-2017.

(4)

3 Perusahaan sektor consumer goods yang menghasilkan laba negatif selama periode tahun 2013-2017.

(10)

Jumlah perusahaan sektor consumer goods yang terpilih

Jumlah perusahaan sektor consumer goods yang terpilih

Dokumen terkait