Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk karena masyarakatnya terdiri atas kumpulan orang atau kelompok dengan ciri khas kesukaan yang memiliki beragam budaya dengan latar belakang suku bangsa yang berbeda.
Keanekaragaman budaya di Indonesia memiliki lebih dari ribuan suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar di ribuan pulau terbentang mulai dari sabang sampai merauke. Adanya berbagai kelompok masyarakat yang beragam, keragaman budaya di indonesia merupakan sebuah potensi yang perlu dimanfaatkan agar dapat mewujudkan kekuatan yang mampu menjawab berbagai tantangan saat ini seperti melemahnya budaya lokal sebagai bagian dari masyarakat (Sayutiraka, 2019).
Sulawesi Selatan dengan segala kearifan lokal yang dimiliki dan sumber daya manusianya menjadikannya sebagai salah satu provinsi yang patut untuk dipertimbangkan di kancah Nasional, dengan ragam adat istiadat, budaya dan seni yang dimiliki masing-masing daerah yang ada di Sulawesi Selatan.
Kesenian Sulawesi Selatan dikenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks kekinian. Karena pada dasarnya seni tidak hanya menyentuh beberapa aspek kehidupan tetapi lebih dari itu dia mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap lingkungan sekitar dan psikologis (Website Provinsi Sulawesi Selatan, 2018).
Kabupaten Bulukumba adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak diKota Bulukumba. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,67 km² dan berpenduduk sebanyak 395.560 jiwa tahun 2019. Penduduk di Kabupaten Bulukumba dari berbagai macam suku bangsa yang sebagian besar adalah suku Bugis, dan Makassar. Selain itu terdapat juga satu suku yang masih memegang teguh tradisi leluhur dengan mempertahankan pola hidup tradisional yang bersahaja dan jauh dari kehidupan modern, yakni Suku Kajang. Suku Bugis Makassar yang dikenal sebagai pelaut sejati, telah menumbuhkan budaya maritim yang cukup kuat di masyarakat Bulukumba dengan slogan "Bulukumba Berlayar", masyarakat Bulukumba menyatakan eksistensinya dengan kata layar mewakili pemahaman subyek perahu sebagai refleksi kreatifitas dan karya budaya yang telah mengangkat Bulukumba di percaturan kebudayaan nasional dan internasional, sebagai 'Bumi Panrita Lopi' (Website Provinsi Sulawesi Selatan, 2019).
Perkembangan kebudayaan yang semakin meningkat mengakibatkan budaya asing dapat ditemui dengan mudah, terutama budaya barat yang tidak sesuai dengan adat budaya timur seperti Indonesia. Budaya asing dapat menambah edukasi bagi bangsa Indonesia, terutama di bidang Ilmu Pengetahuan. Namun budaya asing tidak selalu berdampak positif, karena dengan adanya budaya asing, budaya kita sendiri mulai diabaikan (Website Pemerintah Kabupaten Buleleng, 2019). Pola pikir manusia yang mengalami beberapa perubahan, yang membuat anak-anak generasi muda berpendapat
bahwa kebudayaan tak lagi memiliki nilai yang begitu menarik. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya faktor kurangnya rasa mencintai kebudayaan, anak-anak penerus bangsa yang tidak tahu bagaimana menjaga serta melestarikan budayanya, dan kebudayan-kebudayaan barat yg mengacu pola pikir anak-anak penerus generasi bangsa (Namira, 2017).
Kebudayaan merupakan jati diri negara, ciri khas negara, dan merupakan suatu keistimewaan. Oleh karena itu pentingnya menjaga nilai kebudayaan serta menjaga kelestarian kebudayaan yang merupakan cerminan kebiasaan yang telah sepatutnya bagi diri kita untuk menjaga serta melestarikan nilai suatu kebudayaan, agar anak cucu kita nanti dapat mempelajari, memahami, dan tidak akan terbawa arus kebudayaan asing.
Terlepas dari sadar maupun tidak sadar bahwasanya kebudayaan memang sangatlah penting dan memiliki nilai yg begitu tinggi. Berbagai pengelola budaya telah dilakukan agar warisan bangsa yang sangat berharga ini tetap terjaga dan agar tidak dapat digantikan oleh budaya asing yang masuk (Namira, 2017).
Bulukumba memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang sangat baik untuk dijaga, dilestarikan, dikaji dan dipelajari kembali. Adapun budaya yang harus kita lestarikan dibulukumba seperti kebudayaan suku adat Ammatoa di Kecamatan Kajang yang menganut ajaran leluhur mereka yaitu pasang ri kajang yang sangat menekankan untuk menjaga kearifan lokal dan menjaga kelestarian alam seperti hutan lindung yang ada di wilayah tersebut. Selain itu juga Bulukumba dikenal sebagai pusat daerah pembuat perahu phinisi. Seni
Pembuatan Kapal phinisi, mengacu pada anjungan dan layar „Sulawesi schooner‟ yang terkenal. Phinisi telah menjadi lambang kapal layar pribumi Nusantara. Dan juga Bulukumba memiliki tarian budaya seperti tari Pabitte Passapu, tari Paduppa dan tari Salonreng. Serta Bulukumba memiliki makanan khas seperti Bandang, Kue barongko, Jagung marning, barobbo dan kue uhu-uhu.
Salah satu kebudayaan di Bulukumba yang ikonik adalah kapal Phinisi, sebuah nama kapal yang sudah tersohor ke seluruh dunia akan kegagahannya dalam mengarungi samudra. Kapal asli Indonesia ini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia saja, namun juga kebanggaan masyarakat Sulawesi secara khusus. Sebagai sebuah warisan budaya dan ikon kebudayaan masyarakat Bugis, Kapal phinisi kini sudah menjadi daya tarik wisata yang mampu menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Guna mengembangkan potensi wisata budaya ini menjadi lebih besar, Festival phinisi pun digelar setiap tahun. Festival phinisi ini adalah sebuah festival tahunan yang digelar untuk mengenalkan Kapal phinisi ke mata dunia. Melalui festival ini, pengunjung dapat melihat proses pembuatan, keahlian hingga beragam upacara adat dan ritual yang menyertai pembuatan dan peluncurannya (Muthalib, 2021).
Menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal untuk tetap dapat dikenal oleh generasi selanjutnya maka diperlukan wadah agar nilai kebudayaan tetap hidup di era globalisasi ini. Oleh karena itu Cultural Center (Pusat Kebudayaan) dirancang sebagai wadah untuk menjaga dan melestarikan
warisan budaya. Perancangan Cultural Center (Pusat Kebudayaan) di Kabupaten Bulukumba dipilih karena di Kabupaten Bulukumba belum mempunyai Cultural Center (Pusat Kebudayaan) untuk menjaga kebudayaan yang di daerah tersebut dan sebagai wadah untuk festival phinisi yang adakan setiap tahun di Bulukumba. Dengan adanya Cultural Center (Pusat Kebudayaan) di Kabupaten Bulukumba, dapat memberikan pengetahuan kebudayaan kepada pengunjung. Cultural Center (Pusat Kebudayaan) ini juga dapat menjadi tempat yang tepat bagi mereka yang mengadakan research / penelitian dan bisa menjadi tempat wisata edukasi kebudayaan dan sejarah, bahkan bisa menjadi ikon wisata tersendiri sehingga meningkatkan pariwisata di Kabupaten Bulukumba.
Cultural Center (Pusat Kebudayaan) ini menyediakan Ruang Publik terbuka yang dapat di manfaatkan bagi masyarakat setempat sebagai tempat bersantai dan juga menyediakan tempat perbelanjaan. Selain itu Cultural Center (Pusat Kebudayaan) ini juga nantinya bisa difungsikan sebagai tempat untuk mempelajari cara pembuatan kapal Phinisi yang merupakan salah satu mahakarya dan simbol masyarakat Kabupaten Bulukumba, yang dikenal sebagai "Butta Panrita Lopi" atau daerah bermukimnya orang yang ahli dalam membuat perahu, dan juga Cultural Center (Pusat Kebudayaan) ini akan di fungsikan sebagai tempat pertunjukkan kesenian yang ada diBulukumba seperti kesenian tari ataupun menampilkan film pendek mengenai penyebaran agama Islam yang di ajarkan oleh Dato Tiro di Kabupaten Bulukumba,
sehingga pengunjung dapat mempelajari proses masuknya agama Islam dan mengenal sosok dari Dato Tiro itu sendiri.
Keberagaman kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah dinamika perkembangan dunia. Pentingnya menjaga dan melestarikan kebudayaan dalam suatu daerah adalah faktor pendukung untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Oleh karena itu penulis mengangkat konsep dengan judul “Perancangan Cultural Center di Bulukumba dengan Pendekatan Neo-Vernakular”