• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENCANA ALAM

Dalam dokumen Laporan Slhd Diy 2011 (Halaman 60-97)

Dampak sekunder dari erupsi Merapi tahun 2010 dirasakan warga masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya warga Kota Yogyakarta. Di Gowongan Kecamatan Jetis, pada tanggal 22 Maret 2011 telah terjadi banjir lahar dingin yang mengakibatkan 43 rumah rusak, 83 rumah tertimbun material dan MCK umum jebol. Kejadian ini mengakibatkan warga sebanyak 180 KK (605 jiwa) mengungsi di SD BOPKRI Jl. Jendral Sudirman. Karena Talud jebol, sebanyak 58 KK (213 jiwa) mengungsi ke Sorosutan Kecamatan Umbulharjo. Satu talud ambrol

dan dua rumah roboh di Jetis Kecamatan Gondokusuman mengakibatkan warga 36 KK (97 jiwa) mengungsi. Sementara itu di luar kota Yogyakarta, yaitu di Kalibawang Kabupaten Kulon Progo telah terjasi banjir lahar dingin yang mengakibatkan rusaknya saluran irigasi.

Untuk bencana angin, terjadi peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011. Kabupaten Bantul mengalami 13 kejadian bencana angin dan pada tahun 2011 mengalami 27 kejadian. Kabupaten Gunungkidul mengalami 18 kejadian bencana angin pada tahun 2010 dan 25 kejadian bencana angin di tahun 2011. Sementara itu tahun 2010 Kota Yogyakarta mengalami 3 bencana angin, kemudian meningkat menjadi 10 kejadian bencana angin di tahun 2011. Angin puting beliung ini telah mengakibatkan pohon tumbang, rumah dan kandang roboh serta kabel listrik putus. Akhirnya sebanyak 83 orang di Kecamatan Jetis dan 500 warga Gondokusuman sempat diungsikan.

Bencana tanah longsor pada tahun 2011 menurun jumlahnya jika dibandingkan dengan tahun 2010, kecuali di Kabupaten Bantul yang terjadi peningkatan dari 6 kejadian menjadi 10 kejadian. Longsor yang terjadi di Imogiri mengakibatkan rusaknya jalan dan 1 orang anak meninggal dunia, sementara di Dlingo mengakibatkan 1 rumah rusak. Di Banguntapan longsor terjadi di proyek JRF Desa Godon, di Pundong Jl. Parangtritis longsor mengakibatkan bulak cangkring soka mengalami keretakan sepanjang 25 meter. Di Piyungan, tanah longsor terjadi dengan lebar 15 meter dan panjang 10 meter, membahayakan dua rumah yang ada di atas tebing. Sementara itu, di Samigaluh, Kulonprogo, bencana tanah longsor telah merusak  jalan dan jembatan. Di Girimulyo, bencana tanah longsor telah merusak dua rumah dan

menutup jalan sepanjang kurang lebih 8 meter.

Pada tahun 2011 terjadi gempa bumi di Kabupaten Bantul dan Gunungkidul, masing-masing kabupaten terjadi 2 kali, gempa ini tidak mengakibatkan kerusakan maupun korban  jiwa. Gempa yang berpusat di barat daya Bantul terjadi pada 24 November 2011 dapat

dirasakan sampai Kota Yogyakarta dan Klaten. Pada tanggal 16 November 2011 terjadi gempa yang berpusat di 10 km barat daya Wonosari. Sementara itu gempa 5,2 SR yang berpusat di 330 km tenggara Wonosari yang terjadi pada Desember 2012 dapat dirasakan di Gunungkidul, Bantul dan Yogyakarta, namun gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.

TEK

A. KEPENDUDUKAN

1. Luas Wilayah, Jumlah P Berdasarkan hasil mencapai 3.457.491 jiwa, penduduk perempuan 50, tahun 2011 paling banyak Yogyakarta hanya sekitar 1

Laju pertumbuhan tinggi dibanding tahun lal pertumbuhan penduduk t pertahun. Sedangkan laju mencapai minus 0,21. kepadatan penduduk men persebaran penduduk di Pr

Gambar 26. Grafik Pers

Kepadatan pendu mencerminkan tingkat pe

1,093,110

3

BAB III

ANAN TERHADAP LINGKUNGAN

nduduk, Laju dan Kepadatan Penduduk Provinsi ensus Penduduk 2010 jumlah penduduk di Pro

dengan persentase jumlah penduduk laki-lak 57 persen. Persebaran penduduk di Provinsi

i Kabupaten Sleman yakni sekitar 31,40 perse ,29 persen.

penduduk di Provinsi D.I. Yogyakarta mencapai yang mencapai 1,02. Menurut hasil sensus rtinggi terjadi di Kabupaten Sleman, yakni m pertumbuhan penduduk terendah terjadi di Ko Data Jumlah penduduk dan laju pertumbuh urut kabupaten kota bisa dilihat pada Tabel D ovinsi DIY dapat dilihat dalam Gambar 26. berik

ebaran Penduduk Di Provinsi D.I. Yogyakarta Ta

duk merupakan salah satu indikator k merataan penduduk di suatu wilayah. Tinggi

388,869 911,503 675,382 88,627 Kulonpro Bantul Gunungki Sleman Yogyakart D.I. Yogyakarta vinsi D.I. Yogyakarta i 49,43 persen dan .I. Yogyakarta pada . Sementara di Kota

1,04. Angka ini lebih enduduk 2010, laju encapai 1,96 persen ta Yogyakarta, yakni an penduduk serta -1. Agar lebih jelas, t ini. hun 2011 pendudukan yang i rendahnya tingkat o dul a

kepadatan penduduk dapat membawa dampak positif maupun negatif. Kepadatan yang sudah mencapai titik jenuh, mungkin akan lebih banyak memberikan dampak negatif, akibat terjadinya ketimbangan sumber daya. Bila dilihat menurut kepadatannya, angka kepadatan tertinggi tercatat di Kota Yogyakarta sebesar 11.957,75 jiwa per km2. Angka ini lebih kecil jika dibanding tahun 2010 yang mencapai 14.059 jiwa per km2. Pada tahun 2011, kepadatan penduduk di Kabupaten Gunungkidul hanya tercatat 455 jiwa per km2, paling rendah bila dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain.

2. Penduduk Laki-laki menurut Golongan Umur

Ukuran keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan dapat dilihat juga melalui perubahan komposisi penduduk menurut umur yang digambarkan dengan semakin rendahnya proporsi penduduk tidak produktif yaitu penduduk berumur muda (di bawah 15 tahun) dan lanjut usia (65 tahun keatas) dibandingkan penduduk yang produktif (15-64 tahun). Penduduk muda berusia 15 tahun umumnya secara ekonomis masih tergantung pada orangtua atau orang lain yang menanggungnya. Sementara penduduk usia di atas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi. Angka Beban Ketergantungan di Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2010 sebesar 46. Artinya secara rata-rata setiap 100 penduduk produktif menanggung sekitar 46 penduduk tidak produktif atau setiap orang usia tidak produktif akan ditanggung oleh sekitar 2-3 orang usia produktif.

Menurut hasil Sensus Penduduk 2010 beban ketergantungan penduduk laki-laki di DIY adalah 46. Angka ini sebanding dengan tahun lalu. Artinya setiap 100 penduduk produktif  menanggung sekitar 46 penduduk tidak produktif atau setiap 1 orang laki-laki tidak produktif  ditanggung oleh sekitar 2-3 orang laki-laki produktif. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat dari Tabel 4 berikut.

Pen

Sumber: BPS Prov. DIY

Bila dilihat menurut kab Kabupaten Gunungkidul Sedangkan beban keterga beban ketergantungan pen

Gambar 27. Grafik Beban K 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Kab/Kota Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta D.I. Yogya Tabel 4 :

uduk Laki-Laki Menurut Golongan Umur Prov DIY Tahun 2011

, Olahan dari hasil Sensus Penduduk 2010

upaten/kota terlihat beban ketergantungan akni 55, kemudian disusul Kabupaten Kulo

tungan terendah di Kota Yogyakarta sebesar duduk laki-laki di Provinsi DIY bisa dilihat dalam

etergantungan Penduduk Laki-Laki di DIY

0-14 15-64 6 46094 124084 2 106952 311800 2 76166 210818 3 122503 388007 3 38989 139574 3   390704 1174283 15 tertinggi berada di nprogo sebesar 54. 36. Agar lebih jelas, ambar 27. berikut. 65+ 15-64 0-14 5+ 516 516 739 709 375 855

3. Penduduk Perempuan Sementara itu ang Angka ini sebanding denga menurut kabupaten/kota Kabupaten Kulonprogo ya angka terendah terjadi di 28. di bawah ini.

Gambar 28. Grafik Be

4. Migrasi Selama Hidup. Penduduk dengan merupakan migran sela  jumlah migran selama h

selama hidup ke Provinsi D.I. Yogyakarta. Angka perempuan. Angka migra tercatat 16,5 persen, se persen. Angka migrasi sel

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000

enurut Golongan Umur

ka beban ketergantungan penduduk perempu n beban ketergantungan penduduk laki-laki yan angka beban ketergantungan perempuan ni 55, kemudian disusul Kabupaten Gunungki ogyakarta yakni 36. Untuk lebih jelasnya bisa d

an ketergantungan penduduk Perempuan di DI

provinsi tempat lahir berbeda dengan temp a hidup. Angka migrasi selama hidup meru idup dengan jumlah penduduk. Jumlah Mig D.I. Yogyakarta mencapai sekitar 562.384 persen

igrasi masuk selama hidup laki-laki lebih ti si masuk selama hidup laki-laki menurut hasil Se

entara angka migrasi masuk selama hidup per ma hidup di DIY bisa dilihat dalam Gambar 29.

n di DIY adalah 46. g juga 46. Bila dilihat tertinggi berada di dul (54). Sedangkan ilihat dalam Gambar

Tahun 2011

at tinggal sekarang akan perbandingan ran masuk (datang) dari total penduduk ggi dibanding yang nsus Penduduk 2010 empuan sekitar 16,1 erikut ini. 65+ 15-64 0-14

Gambar 29. Grafik Mi

Sedangkan ya kabupaten/kota adalah k tinggal sekarang. Pend kabupaten/kota tempat t Penduduk 2010 migran atau 45,7 persen dari t Yogyakarta. Kemudian dis %) dan Kota Yogyakarta Kabupaten Gunungkidul dari total migran masuk s

Bila dilihat men masuk selama hidup pen laki-laki. Penduduk migra migran selama hidup per Provinsi D.I. Yogyakarta.

5. Penduduk Laki-Laki B Pendidikan yang  jenjang pendidikan yang

merupakan indikator pok yang ditamatkan tentuny

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000

rasi Selama Hidup di DIY Tahun 2011 menurut K

g dimaksud dengan migrasi selama hi bupaten/kota tempat lahir berbeda dengan ka uduk dengan kabupaten/kota tempat lahi inggal sekarang disebut migran selama hidup.

asuk terbanyak berada di Kabupaten Sleman, tal migran masuk selama hidup kabupaten/ usul migran masuk di Kabupaten Bantul sebesar

171.255 orang (20,8%). Sementara di Kabupa igrasi masuk selama hidup masing-masing han lama hidup.

urut jenis kelamin di Provinsi D.I. Yogyakarta l uduk perempuan dibanding migran masuk sel

selama hidup laki-laki mencapai 48,92 persen empuan mencapai 51,08 persen dari total mig

rusia 5-24 Tahun Menurut Golongan Umur dan ditamatkan merupakan salah satu indikator out

ditandai dengan ijazah yang dimiliki. Ijazah ya ok kualitas pendidikan formalnya. Makin tingg

makin tinggi kualitas SDMnya.

  abupaten/Kota

dup pada tingkat upaten/kota tempat r berbeda dengan enurut hasil Sensus yaitu 375.923 orang ota di Provinsi D.I. 197.509 orang (24,0 ten Kulonprogo dan a sekitar 4-5 persen

lebih banyak migran ma hidup penduduk edangkan penduduk ran selama hidup di

Status Pendidikan put selesainya suatu

g dimiliki seseorang i tingkat pendidikan

Laki-laki Peremp Laki+Peremp

Dari hasil Sensus Penduduk 2010 tercatat 49,59 persen penduduk laki-laki berusia 5-6 tahun tidak/belum pernah sekolah SD dan 50,41 persen belum tamat SD. Sedangkan penduduk laki-laki 7-12 tahun sebanyak 1,06 persen tidak/belum pernah sekolah dan 92,27 persen tidak/belum tamat SD serta 6,67 persen tamat SD.Sedangkan penduduk laki-laki usia 13-15 tahun terdiri dari0,36 persen tidak/belum pernah sekolah dan 10,28 persen tidak/belum tamat SD, 67,55 persen tamat SD serta 21,81 persen tamat SLTP. Pada penduduk laki-laki kelompok umur 16-18 tahun masih terdapat 0,70 persen tidak/belum pernah sekolah, 1,18 persen tidak/belum tamat SD, 10,79 persen tamat SD, 61,49 persen tamat SLTP dan 25,84 tamat SLTA. Sementara itu pada penduduk laki-laki kelompok umur 19-24 tahun terdapat 1,06 persen tidak/belum pernah sekolah 0,87 persen tidak tamat SD, 5,28 persen tamat SD, 16,43 persen tamat SLTP, 70,69 persen tamat SLTA dan 2,28 persen tamat Diploma serta 3,38 persen tamat Universitas. Agar lebih jelas, bisa dilihat dalam Gambar 30. berikut.

Gambar 30. Grafik Penduduk Laki-Laki Berusia 5-24 Tahun Menurut Golongan Umur dan Status Pendidikan, Provinsi DIY Tahun 2011

6. Penduduk Perempuan Berusia 5-24 Tahun Menurut Golongan Umur dan Status Pendidikan Sementara itu penduduk perempuan pada kelompok usia 5-6 tahun terlihat bahwa masih terdapat 48,50 persen tidak/belum pernah sekolah. Hal ini sangat wajar karena yang dimaksud sekolah disini adalah sekolah formal, tidak termasuk TK. Angka ini sedikit lebih rendah bila dibanding dengan kelompok 5-6 tahun penduduk laki-laki.

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 05-06 07-12 13-15 16-18 19-24 Jumlah Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Diploma Universitas

Dari hasil Sensus Penduduk 2010 mayoritas penduduk perempuan yang menamatkan tidak/belum tamat SD yakni sebesar 30,93 . Hal ini bisa dinilai wajar, karena komposisi penduduk berusia 7-12 tahun yang pada umumnya belum tamat SD juga mencapai 27,88 persen dari total penduduk. Urutan kedua adalah pendidikan SLTA yaitu sekitar 27,63 persen, selanjutnya tamat STLP 18,70 persen. Dari tabel ini juga terlihat pada penduduk perempuan pada kelompok usia 5-24 tahun masih relatif kecil yang tamat Diploma 1,50 persen maupun universitas 1,91 persen. Pola ini juga terjadi pada kelompok usia 5-24 tahun penduduk laki-laki. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 31. berikut.

Gambar 31. Grafik Penduduk Perempuan Berusia 5-24 Tahun Menurut Golongan Umur dan Status Pendidikan Provinsi DIY Tahun 2011

7. Penduduk Laki-Laki Berusia 5 Tahun Ke Atas menurut Golongan Umur dan Pendidikan Tertinggi

Menurut Hasil Sensus Penduduk 2010 pada laki-laki kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok umur 10-14 tahun di Provinsi D.I. Yogyakarta mayoritas tidak tamat SD. Sedangkan pada kelompok umur 15-19 tahun mayoritas tamat SLTP. Pada kelompok umur 20-24, 25-29, 30-34, 35-39 dan 40-44 mayoritas memiliki ijazah tertinggi SLTA. Sementara itu laki-laki pada kelompok umur 45-49, 50-54, 55-59, 60-64, 65-69 dan 70-74 tahun mayoritas tamat SD. Pada kelompok umur 75 tahun ke atas masih didominasi tidak tamat SD atau belum memiliki ijazah. Secara umum laki-laki di D.I. Yogyakarta mayoritas memiliki ijazah tertinggi SLTA.

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 05-06 07-12 13-15 16-18 19-24 Jumlah Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Diploma Universitas

8. Penduduk Perempuan Berusia 5 Tahun Ke Atas menurut Golongan Umur dan Pendidikan Tertinggi

Bila dilihat menurut ijazah tertinggi yang dimiliki perempuan di D.I.Yogyakarta, mayoritas tamat SLTA. Pada kelompok umur 5-9 belum ada yang tamat SD, sedangkan pada kelompok umur 10-14 sejumlah 44.820 tamat SD dan 3.512 tamat SLTP. Sedangkan kelompok umur 15-19 tahun mayoritas tamat SLTP. Pada kelompok umur 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun perempuan di Provinsi D.I. Yogyakarta tamatan SLTA. Sedangkan pada perempuan kelompok umur 45-49, 50-54, 55-69, 60-64, 65-69, 70-74 mayoritas memiliki ijazah SD. Sedangkan kelompok umur 75 tahun keatas pada umumnya perempuan di D.I. Yogyakarta belum memiliki ijazah atau tidak tamat SD. Secara umum perempuan di Provinsi D.I. Yogyakarta mayoritas memiliki ijazah SLTA.

9. Jumlah Penduduk, Luas daerah dan Jumlah Sekolah menurut Kabupaten Kota.

Pendidikan adalah salah satu hal penting dan mendasar untuk menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada. Oleh karena itu pendidikan juga dianggap sebagai investasi SDM. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa.

Salah satu modal dasar yang menjadi motor pembangunan adalah SDM, namun pada kondisi dimana masyarakat yang relatif rendah, maka penduduk yang besar bukan merupakan aset tetapi justru menjadi beban pembangunan.

Fasilitas pendidikan sebagai salah satu indikator input merupakan kekuatan awal dalam membangun kualitas SDM dibidang pendidikan. Ketersediaan sarana dan prasarana sangat mempengaruhi proses belajar yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi output pendidikan.Kualitas pendidikan yang memadai diperlukan penduduk untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Tingginya permintaan jasa pendidikan menuntut tersedianya penyelenggaraan pendidikan yang semakin bermutu. Secara nasional, pendidikan diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta maupun Non D ikbud.

Pada jenjang Sekolah Dasar (SD),pada tahun 2008 memiliki 2.017 unit sekolah. Bila dilihat dari rasio jumlah penduduk usia 7-12 tahun terhadap fasilitas yang tersedia, maka di Provinsi D.I.Yogyakarta rasio jumlah penduduk usia 7-12 tahun (usia sekolah SD) dibanding ketersediaan fasilitas SD adalah 1 : 149 artinya setiap 149 penduduk usia 7-12 tahun terfasilitasi dengan 1 unit SD.

Sedangkan pada jenjang SMP tercatat sebanyak 506 unit sekolah baik swasta maupun negeri. Rasio jumlah penduduk usia 13-15 tahun (usia sekolah SLTP) dibanding ketersediaan fasilitas SMP adalah 1 : 309 artinya setiap 309 penduduk usia 13-15 tahun terfasilitasi dengan 1 unit sekolah SLTP.

Kemudian untuk jenjang SLTA pada tahun 2011 di Provinsi D.I. Yogyakarta tercatat 395 unit sekolah ( SMU, SMK, SLTA-MA). Rasio jumlah penduduk usia 16-18 tahun dibanding ketersediaan fasilitas SMA adalah 1: 422 yang berarti untuk setiap 422 penduduk usia 16-18 tahun terfasilitasi dengan 1 unit sekolah SLTA.

B. PERMUKIMAN

Karakteristik utama yang membedakan sektor perumahan dengan komoditas ekonomi lainnya adalah lokasi perumahan yang tetap tidak berubah dan unik. Karena lokasinya yang tetap maka perumahan merupakan komoditas yang unik, artinya perumahan di suatu lokasi tidak dapat disubstitusikan dengan perumahan di lokasi yang lain. Karena keunikannya tersebut komoditas perumahan merupakan komoditas yang heterogen yang ditunjukkan oleh perbedaan karakteristik fisik bangunan dan interior serta karakteristik lokasi perumahan yang tercermin pada tingkat akesibilitas dan kondisi lingkungan. Heterogenitas komoditas perumahan ini berpengaruh terhadap tingkat harga perumahan. Dua buah perumahan dengan bentuk fisik yang sama tetapi lokasi berbeda maka harga rumah tersebut akan berbeda.

Aksesibilitas merupakan kemudahan untuk mencapai berbagai pusat kegiatan, seperti tempat kerja, pusat perdagangan, pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan perbankan, tempat rekreasi, pelayanan pemerintah, jasa profesional, dan lokasi lain yang memerlukan perjalanan tertentu. Sedangkan faktor lingkungan meliputi aspek fisik dan sosial lingkungan, yang terdiri dari keamanan, kebersihan udara, kenyamanan, topografi, dan sebagainya yang akan memberikan kemudahan dan ketenangan bagi masyarakat dalam berusaha dan bertempat tinggal. Sehingga kawasan yang memiliki keadaan sosial lingkungan yang baik akan cepat berkembang, karena masyarakat akan melakukan aktivitas untuk membangun wilayah tersebut.

Heterogenitas komoditas perumahan di Provinsi DIY tercermin pada sifat perumahan yang terkait dengan lokasi perumahan. Provinsi ini memiliki perumahan yang terencana (dibangun oleh sektor formal) dan perumahan spontan (umumnya dibangun secara swadaya oleh masyarakat). Perumahan yang terencana terletak di kawasan permukiman yang teratur dan terencana, sedangkan perumahan spontan terletak di kawasan yang teratur tidak terencana dan tidak teratur tidak terencana. Sampai tahun 2011, tercatat sebanyak 18.001

unit rumah formal telah dibangun dalam bentuk horisontal dan sebanyak 2.136 unit rumah formal dibangun dalam bentuk rumah susun di Provinsi DIY. Penyediaan prasarana sarana kawasan perumahan secara otomatis menyesuaikan dengan tingkatan kelas dari perumahan yang dibangun. Semakin kawasan perumahan mewah sangat didukung penyediaan prasarana sarana kawasan perumahan yang diperlukan dengan kualitas sangat baik, sedangkan pada kawasan perumahan bagi MBR prasarana sarana dasar tetap disediakan meski dengan kualitas standar. Jumlah penyediaan rumah formal di Provinsi DIY tahun 2011 bisa dilihat dari Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 :

Penyediaan Rumah Formal di Provinsi DIY

Wilayah Konsep Horisontal (Unit)

Konsep Vertikal / Rumah Susun (Unit)

KabupatenBantul 6.621 473 KabupatenGunungkidul 168 0 Kabupaten Kulonprogo 1.603 0 Kabupaten Sleman 7.876 1.235 KotaYogyakarta 1.733 428 Provinsi DIY 18.001 2.136

Sumber: Dinas PUP-ESDM Provinsi DIY, 2011

Sebagai konsekuensi dari lokasinya yang bersifat tetap, tingkat harga perumahan sangat tergantung pada penggunaan lahan. Ketersediaan prasarana umum dan jenis penggunaan lahan dan kegiatan ekonomi sekitar lahan perumahan berpengaruh terhadap tingkat harga perumahan. Semakin tinggi tingkat aksesibilitas lokasi perumahan akan memberikan nilai ekonomi yang tinggi terhadap suatu perumahan yang tercermin pada tingginya harga. Aksesibilitas menyangkut kemudahan transportasi dan kedekatan jarak untuk mencapai atau bepergian ke tempat-tempat penting seperti pasar, tempat bekerja, pusat-pusat transportasi umum dan fasilitas perkotaan lainnya.

Melihat proporsi jumlah penduduk tahun 2010, penduduk Provinsi DIY terkonsentrasi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang merupakan bagian dari KPY. Jumlah penduduk Kabupaten Kulonprogo dan Kota Yogyakarta cenderung hampir sama besar, meski keduanya mempunyai tipologi kewilayahan dan luas wilayah yang berbeda. Sedangkan Kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah terbesar di DIY menempati urutan ketiga dalam

hal jumlah penduduk. Propors berikut.

Gambar 32. G

Mencermati pola pe bahwa Kabupaten Gunungkid stabil pertumbuhan pendudu cenderung berpeluang meng kepada ta n pe ndu duk nya, te rl memang lebih mengarah ke S lema n da n Ba ntul. Se da ngk belum terlalu dilirik sebagai wilayah terbesar urutan perta

Arah pengembangan pola pertumbuhan penduduk harus dilakukan Kota Yogya penduduk (melewati ambang Kabupaten Bantul dan Slem melanda dua wilayah ini, d pembangunan konsep hunian non strategis masih dapat

KAB. SLEMA 32%

P

i jumlah penduduk provinsi DIY terlihat jelas

rafik Proporsi Jumlah Penduduk Provinsi DIY T

tumbuhan penduduk Provinsi DIY, terda ul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bant

knya, sedangkan Kabupaten Kulonprogo da alami penurunan jumlah penduduk. Dikaitk ihat bahwa konsentrasi pertumbuhan pend

PY, yang berarti terkonsentrasi di Kota Yog an Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkid pusat konsentrasi penduduk meskipun kedu ma dan kedua pada provinsi ini.

erumahan di Provinsi DIY yang perlu dilaku tersebut di atas, meliputi: pembangunan kon karta karena ada kecenderungan terjadi

batas), penggalakan pembangunan konsep an untuk mengantisipasi pertumbuhan pe

n pada Kabupaten Kulonprogo dan Gunu vertikal terbatas p ada lokasi strategis sed

empertahankan pembangunan berkonsep

KAB. BANTUL 26% KAB. GUNUNGKID UL 20% KAB. KULONPROG O 11% N KOTA YOGYAKARTA 11%

roporsi Jumlah Penduduk Provinsi DIY (2010)

dalam Gambar 32.   ahun 2010 at kecenderungan ul cenderung lebih n Kota Yogyakarta an dengan tingkat duk di provinsi ini akarta, Kabupaten l termasuk masih anya memiliki luas

kan terkait dengan sep hunian vertikal kejenuhan jumlah hunian vertikal di duduk yang akan gkidul pengenalan ngkan pada lokasi horisontal karena

pertumbuhan penduduk di kedua wilayah tersebut cenderung memusat di lokasi-lokasi strategis yang menjadi pusat aktivitas wilayah.

Provinsi DIY dengan luas wilayah total sebesar 318.580 Ha menurut RTRW Provinsi DIY 2009-2029 direncanakan akan mengalokasikan penggunaan untuk kawasan lindung sebesar 45%, dan sisanya seluas 55% dialokasikan untuk mewadahi berbagai aktivitas pada kawasan budi daya. Ruang untuk kawasan permukiman menurut RTRW tersebut akan dialokasikan sebesar 4,31% dari luas wilayah total Provinsi DIY. Padahal kondisi saat ini, penggunaan lahan untuk kawasan permukiman di Provinsi DIY sudah mencapai 15,50% (nilai rata-rata): Kota Yogyakarta yang memiliki luas wilayah terkecil justru penggunaan lahann didominasi oleh fungsi permukiman (79,08%), berbanding terbalik dengan Kabupaten Gunungkidul yang luas lahannya terbesar justru penggunaan untuk fungsi permukiman terkecil (9,26%). Luas wilayah untuk fungsi permukiman di Provinsi DIY bisa dilihat dalam Tabel 6. di bawah ini.

Tabel 6:

Luas Wilayah untuk Fungsi Permukiman Provinsi DIY

Wilayah Luas Wilayah Permukiman (Ha) Luas Wilayah (Ha) Persentase Luas Permukiman Kabupaten Bantul 15.974 50.685 31,52% Kabupaten Gunungkidul 13.754 148.536 9,26% Kabupaten Kulonprogo 6.103 58.627 10,41% Kabupaten Sleman 10.980 57.482 19,10% Kota Yogyakarta 2.570 3.250 79,08% Provinsi DIY 49.381 318.580 15,50%

Sumber: Hasil Analisis (2011) dengan data dasar BPS (2010)

Berpegang pada arahan RTRW, maka akan menuntut adanya kebijakan konversi lahan permukiman menjadi ruang terbuka hijau atau fungsi lainnya secara besar-besaran, dan intensifikasi lahan merupakan sebuah kebijakan yang harus ditempuh. Kebijakan intensifikasi lahan diimplementasikan dalam program pembangunan hunian vertikal.

Hingga saat ini, kabupaten/ kota Provinsi DIY yang sudah melakukan kebijakan intensifikasi lahan adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Ketiga kabupaten/ kota tersebut memang masuk dalam KPY, sehingga tepat jika telah mengembangkan pembangunan berkonsep vertikal. Sedangkan dua kabupaten lain yang masih didominasi kawasan perdesaan belum dituntut pembangunan vertikal. Tetapi mendukung

Dalam dokumen Laporan Slhd Diy 2011 (Halaman 60-97)

Dokumen terkait