• Tidak ada hasil yang ditemukan

REHABILITASI LINGKUNGAN

Dalam dokumen Laporan Slhd Diy 2011 (Halaman 97-110)

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

A. REHABILITASI LINGKUNGAN

Rehabilitasi lingkungan dilakukan untuk mengembalikan lingkungan sesuai dengan fungsinya sehingga mampu mendukung kehidupan di dalamnya. Rehabilitasi diperlukan ketika lingkungan mengalami penurunan daya dukungnya, yang disebabkan oleh banyak hal, antara lain penambangan, longsor lahan, erosi dan abrasi, dan lain-lain. Pada tahun 2011 target kinerja penurunan kerusakan lahan sebesar 9 (sembilan) hektar dan realisasi penurunan dapat tercapai semuanya yaitu seluas 9 (sembilan) hektar. Upaya rehabilitasi lingkungan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DIY adalah reklamasi lahan bekas galian golongan C, reklamasi bekas penambangan pasir sungai dan reboisasi.

Reklamasi lahan bekas penambangan pasir dilaksanakan di Cangkringan, Kabupaten Sleman seluas 2,5 hektar dan di Srandakan Kabupaten Bantul seluas 4 hektar dengan jumlah pohon 3500. Dalam kegiatan reklamasi di Cangkringan, dilakukan penataan lahan yang meliputi pembuatan terasering, guludan dan penanaman penguat tebing. Jenis tanaman yang ditanam antara lain mahoni, sengon laut, mangga, kelengkeng, dan bambu sebagai penguat tebing. Sedangkan di Srandakan ditanam pohon sengon, nyamplung, keben, rambutan dan mangga. Penanaman dilakukan di sempadan sungai yang tergerus oleh kegiatan penambangan pasir. Jenis-jenis tanaman yang ditanam tidak hanya jenis penghasil kayu tetapi juga penghasil buah, sehingga diharapkan dengan tanaman reklamasi dapat berfungsi ganda, yaitu berfungsi konservasi dan penghasil bahan pangan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat disekitarnya.

Luas hutan di DIY kurang lebih 121.698,3 hektar terdiri dari hutan negara dan hutan rakyat yang tersebar di empat kabupaten. Dalam rangka pengelolaan hutan, maka dilakukan reboisasi pada lahan seluas 1.326,875 hektar dengan jumlah pohon 1.120,795 batang yang meliputi 3 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulonprogo. Jenis-jenis pohon yang ditanam adalah yang bernilai ekonomis tinggi sebagai pendukung industri pengelolaan hasil hutan dan jenis- jenis tertentu yang mempercepat proses penghutanan dan pemulihan kembali dengan melibatkan peranserta masyarakat, serta jenis-jenis yang meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi kawasan hutan rakyat.

Penghijauan tidak hanya dilakukan di kawasan hutan saja, namun juga pada kawasan non hutan, seperti pekarangan, bantaran sungai dan di sekitar embung. Penghijauan di lingkungan pekarangan bermanfaat untuk menciptakan iklim mikro yang nyaman dan suplai oksigen, dengan  jenis-jenis tanaman penghasil oksigen. Sedangkan penghijauan pada bantaran sungai berguna untuk

penguat tebing dan memelihara sistem hidrologi, dengan jenis-jenis tanaman yang mempunyai perakaran kuat dan menyimpan air. Demikian pula untuk penghijauan embung ditujukan untuk memelihara sistem hidrologi.

B. AMDAL

Pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan pembangunan di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, tetapi di lain pihak ketersediaan sumberdaya alam bersifat terbatas. Oleh karena itu pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa mendatang adalah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang merupakan tujuan pengelolaan lingkungan hidup menjadi tumpuan keberlangsungan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sejak awal perencanaan usaha dan/atau kegiatan sudah harus diperkirakan perubahan rona lingkungan hidup akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan hidup yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Menyadari hal tersebut upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan sebagai konsekuensi dari pembangunan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah salah satu perangkat preventif pengelolaan lingkungan hidup, karena AMDAL adalah merupakan kajian mengenai dampak penting terhadap suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. AMDAL merupakan proses pengkajian terpadu yang mempertimbangkan aspek fisik kimia, biologi, sosio ekonomis, sosial budaya , kesehatan masyarakat dan transportasi sebagai pelengkap kelayakan teknis dan ekonomi suatu rencana usaha dan/ atau kegiatan, sehingga dengan dimasukannya AMDAL ke dalam proses perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka akan diperoleh keputusan yang optimal.

Dokumen AMDAL yang sudah disusun oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan diajukan ke Komisi Penilai AMDAL untuk dilakukan penilaian dan mendapatkan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan Surat Keputusan Gubernur tentang kelayakan lingkungan. Keputusan Kelayakan lingkungan ini merupakan salah satu syarat perijinan terhadap suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun. Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilai AMDAL yang berlisensi. Untuk penilaian dokumen AMDAL yang kegiatannya berada di wilayah kabupaten/Kota, maka kewenangan penilaian ada di Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota yang sudah berlisensi. Sedangkan apabila kabupaten/Kota belum memiliki Komisi Penilai AMDAL yang berlisensi, maka penilaian dilimpahkan kepada Komisi Penilai AMDAL Provinsi

(Permen LH No. 15 Tahun 2010). Komisi Penilai AMDAL Provinsi telah terlisensi oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan nomor 660 / 3497 tertanggal 28 Oktober 2010 .

Komisi penilai AMDAL Provinsi DIY pada tahun 2011 telah melakukan penilaian terhadap 2 dokumen AMDAL yang diajukan, lebih tepatnya adalah penilaian terhadap Revisi RKL-RPL dari dokumen AMDAL yang telah dimiliki. Adapun hasil dari pelaksanaan penilaian dokumen AMDAL khususnya dokumen RKL-RPL tersebut adalah sbb :

1) Dokumen Revisi RKL-RPL Kawasan Industri Piyungan

Dokumen Revisi RKL-RPL Kawasan Industri Piyungan di ajukan oleh Pemrakarsa Kegiatan yaitu Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul. Kawasan Industri Piyungan yang terletak di Desa Sitimulyo dan Desa Srimulyo kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul ini telah memiliki dokumen AMDAL yang disahkan oleh Bupati Bantul dengan Nomor 499 tahun 2001. Kemudian di kawasan ini berdiri usaha /kegiatan di bidang industri kulit, yaitu PT Adi Satria Abadi dan PT Bintang Alam semesta dan hingga kini telah terbangun pula PT. Don Young Tress Indonesia yang bergerak di bidang pembuatan rambut palsu. Seiring dengan gencarnya pembinaan dan pengawasan terhadap implementasi RKL dan RPL serta pelaksanaan kewajiban pelaporan, maka Pemrakarsa Kawasan Industri Piyungan ini menganggap Dokumen RKL-RPL yang seharusnya menjadi acuan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan itu sulit untuk diterapkan karena dirasa masih terlalu umum. Oleh karena itu Pemrakarsa ( Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul) berinisiatif untuk melakukan Revisi terhadap Dokumen RKL-RPL yang ada dengan tujuan agar benar-benar dapat dijadikan acuan dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang menjadi kewajibannya.

Dokumen Revisi RKL-RPL Kawasan Industri Piyungan setelah melalui tahapan penilaian/pembahasan di Komisi Penilai AMDAL Provinsi DIY, maka telah dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 245/Kep/2011 tentang Persetujuan Revisi RKl-RPL Kawasan Industri Piyungan Kabupaten Bantul.

Gambar 40. Kawasan Industri Piyungan

2) Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Rencana Pembangunan Jogja Inland Port

Penyusunanan Dokumen AMDAL Rencana Pembangunan Jogja Inland Port dilakukan oleh Pemrakarsa kegiatan PT. Buana Terminal Niaga bekerjasama dengan Konsultan Penyusun PT. Teknikgama Prawandha. Penyusunan Dokumen AMDAL Rencana Pembangunan Jogja Inland Port sampai pada tahap ANDAL, RKL dan RPL. Kerangka Acuan – Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) sendiri telah mendapat persetujuan Gubernur DIY dengan Nomor 67/KEP/2010 tentang Persetujuan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) Tanggal 22 Maret 2010.

Dokumen Revisi RKL-RPL Pembangunan Jogja Inland Port setelah melalui tahapan penilaian/pembahasan di Komisi Penilai AMDAL Provinsi DIY, maka telah dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 246/Kep/2011 tentang Persetujuan Revisi RKl-RPL Pembangunan Jogja Inland Port.

Gambar 41. Papan Nama dan Maket Jogja Inland Port

Pengawasan UKL-UPL

Upaya preventif yang dilakukan untuk mengendalikan kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan ditempuh dengan diwajibkannya pemrakarsa untuk menyusun dokumen AMDAL terlebih dahulu sebelum usaha dan/atau kegiatan dilaksanakan. Sedangkan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting diwajibkan menyusun dokumen UKL-UPL dan bagi usaha dan/atau kegiatan yang sudah jalan tetapi belum memiliki dokumen lingkungan wajib menyusun DPL. Dalam perkembangannya banyak sekali penanggung  jawab usaha dan/atau kegiatan beranggapan bahwa dokumen lingkungan (AMDAL, UKL-UPL atau DPL) hanya merupakan syarat untuk mendapatkan ijin–ijin yang mendukung keberlangsungan kegiatan perusahaan bukan merupakan dokumen yang dijadikan pegangan untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan selanjutnya. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah pengawasan terhadap pelaksanaan dokumen lingkungan (AMDAL, UKL-UPL dan DPL) yang dimiliki. Sasaran pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY tahun 2011 ini berjumlah : 83 (delapan puluh tiga) usaha da/atau kegiatan yang terdiri dari 39 usaha dan/atau kegiatan yang memiliki jenis dokumen lingkungan AMDAL (RKL-RPL) sebanyak 13 (tiga belas) , 39 jenis UKL-UPL, 24 jenis DPPL/DPL dan 7 usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki dokumen lingkungan. Kegiatan pengawasan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan berdasarkan kriteria : Kepemilikan Dokumen lingkungan, kerutinan pelaporan, kelengkapan perizinan yang dimiliki dan kesesuaian dengan Baku Mutu Lingkungan. Dari 83 (delapan puluh tiga) usaha dan / atau kegiatan yang masuk dalam sasaran pengawasan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY, hasil evaluasinya adalah sebagai berikut :

- Taat : 16 Usaha dan/atau kegiatan - Kurang Taat : 48 Usaha dan/atau kegiatan - Tidak Taat : 19 Usaha dan/atau kegiatan

Dari pelaksanaan kegiatan pengawasan yang telah dilakukan, kendala yang dihadapi dari tahun ke tahunnya tidak berbeda jauh, yaitu berasal dari faktor internal antara lain :

-

Kurangnya pendanaan/alokasi dana untuk pengelolaan lingkungan di masing-masing perusahaan

-

Pengelolaan dan pemantauan lingkungan belum dirasakan sebagai kebutuhan oleh perusahaan sehingga mereka hanya mengejar profit saja.

-

Tidak ada petugas khusus yang menangani pengelolaan lingkungan di perusahaan, kalaupun ada petugas sering ganti yang baru yang belum memliki pengalaman sama sekali terhadap pekerjaan tersebut.

C. PENEGAKAN HUKUM

Berbagai kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan selalu muncul setiap saat. Hal ini sebagai dampak dari kegiatan/ aktitifitas manusia termasuk di dalamnya kegiatan industri, pelayanan kesehatan dan jasa pariwisata serta kegiatan lainnya merupakan sumber pencemar yang perlu melaksanakan pengendalian sejak awal karena tanpa ada langkah-langkah pencegahan akan menimbulkan masalah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Di sisi lain sekarang masyarakat sangat sensitif terhadap berbagai permasalahan hukum dan berkecenderungan berbuat menurut caranya sendiri dengan mengerahkan masa mendatangi kegiatan usaha yang mereka anggap sebagai penyebab pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.

Bertolak dari itu dirasakan betapa pentingnya peran pemerintah yang berfungsi sebagai fasilitator serta mediator untuk menjadi penengah dalam menyelesaikan berbagai kasus permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu Pemerintah Propinsi DIY dalam hal ini Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta bersama dengan Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa bersama-sama dengan Kepolisian Daerah Provinsi DIY dan Kejaksaan Tinggi Provinsi DIY melakukan koordinasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui suatu wadah yaitu Tim Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu.

Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu Provinsi DIY dibentuk sebagai tindak lanjut Keputusan Bersama Kementerian Lingkungan Hidup, Kejaksaaan Agung dan Kepolisian RI dengan Nomor Kep-04/Men.LH/04/2004, Kep-208/A/J.A/2004, Kep-19/4/2004 tentang Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu (satu atap), yang kemudian di DIY

dibuatlah Keputusan Bersama Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Polda Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa dengan Nomor: 25 Tahun 2006, Kep 76/04.1/09/06, B/2836/X/2006, Kep 23/ PPLH-REG. 4/09/2006 Tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu. Dalam Pelaksanaannya, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu dikoordinasikan oleh Badan Lingkuingan Hidup Provinsi DIY sebagai instansi pembantu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan. Pada tahun 2011 permasalahan yang muncul dan ditangani oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY bersama instansi terkait dan Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu adalah 7 (tujuh) kasus yaitu :

1. Dugaan Pencemaran Air Sungai Bedog Yang Diduga dari PS Madubaru Kasihan Bantul

2. Pencemaran Bau Yang Diduga Bersumber dari PT. Samitex Sewon Bantul

3. Dugaan Pelanggaran dan Kejahatan Lingkungan Oleh PT Asatex Piyungan Bantul 4. Penimbunan Limbah B3 Fly Ash dan Bottom Ash sebagai Tanah Urug di Mlati

Sleman

5. Pencemaran Bau dan Debu dari Kegiatan Mebel di Cupu Watu Kalasan Sleman 6. Pencurian Termbu Karang di Pantai Sadranan Ngandong Gunungkidul

7. Penebangan Pohon Cemara Udang di Patehan Sanden Bantul

Adapun proses penyelesian masing-masing kasus pengadauan lingkungan hidup tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dugaan Pencemaran Air Sungai Bedog Yang Diduga dari PS Madubaru Kasihan Bantul Kasus dugaan pencemaran ini diperoleh dari Harian Radar Jogja yang terbit Hari rabu Tanggal 3 Agustus 2011. Berdasarkan informasi telah terjadi pencemaran air oleh limbah PS. Madubaru yang mengakibatkan banyak ikan mati di aliran Sungai Bedog, maka Tim BLH Provinsi DIY menuju lokasi kejadian dan merunut sampai out let nya PS Madubaru

Hasil Lapangan :

a. Informasi dari masyarakat di sekitar sungai Bedog dekat outlet Limbah PS Madubaru bahwa tidak ada ikan mati meskipun limbah PS. Madubaru membuat keruh air sungai ketika air dari out let mengalir . Hanya saja bau yang menyengat dan busa yang keluar dari out let sangat mengganggu masyarakat sekitar terutama malam hari.

b. Pada saat kunjungan lapangan tersebut ada seorang warga sedang memancing dan memperoleh beberapa ikan.

c. Informasi selanjutnya diperoleh dari warga Wijirejo, dimana disekitar sungai Bedog terdapat beberapa kolam ikan milik kelompok petani ikan yang dikabarkan bahwa banyak ikan mati akibat limbah PS. Madukismo. Dari mereka diperoleh keterangan bahwa .di Kolam sekitar sungai Bedog tersebut tidak terjadi kematian ikan seperti berita yang ada. Ikan yang mati terjadi di perairan Sungai Bedog.

d. Selanjutnya untuk melengkapi data dilakukan pengambillan sampel baik di out let maupun di aliran sungai, yaitu 1 titik di outlet dan .1 titik di utara dan selatan outlet Desa Mrisi . Dan di utara jembatan sungai Bedog desa Sindon serta aliran sungai bedog yang ada di Desa Kadisoro.

Dari hasil analisis laboratorium diperoleh data bahwa di semua titik untuk parameter BOD dan COD nya melampaui baku mutu yang telah ditetapkan.

Pada tanggal 4 November 2011 BLH Provinsi bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup melakukan pengawasan ke PS Madu Baru dan Hasilnya sebagai berikut:

a. Pabrik sedang tidak operasional

b. Pelaporan swa pantau dan pelaksanaan RKL-RPL belum dilaksanakan rutin dan hasil swa pantau yang ada untuk parameter BOD, COD, TSS melampaui baku mutu yang ditetapkan.

c. Sisa batu bara (Fly ash dan Bottom ash) tidak dikelola sesuai aturan

d. Dokumen MoU dan manifest pengiriman dan pengelolaan limbah B3 dengan pihak ke 3 yang berijin tidak komplit.

Setelah melalui pengawasan dan mempertimbangkan seringnya kasus muncul akibat limbah cair PS Madubaru, maka pada hari Rabu tanggal 28 Desember BLH DIY mengundang PS Madubaru dan Instansi teknis terkait yaitu BLH Bantul, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan Kabupaten Bantul dan Provinsi DIY. Rapat menghasilkan kesepakatan yaitu:

a. PS. Madu Baru/ Madukismo sanggup memperbaiki kinerja IPAL nya.

b. Manajemen segera akan membuat TPA yang representatif yang terlindung dari hujan dan sinar matahari serta lantainya kedap air.

c. Disarankan agar PS. Madubaru menebar bibit ikan di Sungai Bedog sebagai bentuk kepeduliannnya terhadap lingkungan karena Sungai Bedog sebagai media pembuangan limbah cair dari pabriknya.

2. Pencemaran Bau Yang Diduga Bersumber dari PT. Samitex Sewon Bantul

BLH mengadakan rapat pada tanggal 8 April 2011 untuk menindak lanjuti surat tembusan BLH. Kota Yogyakarta yang berisi laporan Sdr. Murtidjo , Perumahan Klidungkiron, Gedongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta tentang adanya bau menyengat, seperti bau amoniak/bau dari septictank yang diduga berasal dari PT. SAMITEX. Terutama setiap malam sekitar pukul 2 - 3 dan jam 7 - 8 pagi. Hal tersebut telah berlangsung kurang lebih 2 bulan.

Kesimpulan :

a. Informasi dari BLH Kota Yogyakarta yang telah melakukan verifikasi lapangan pada siang hari dan menunggu sampai sore hari, ternyata bau yang dikeluhkan tersebut tidak tercium.

b. Informasi dari TIM Pengawas PROPER yang pada tanggal 23 Maret 2011 melakukan Pengawasan bahwa PT. SAMITEX telah melakukan pengelolaan Lingkungannya dengan baik dan benar berkait dengan ketentuan Baku Mutu yang dipersyaratkan, , namun untuk parameter kebauan tidak dipersyaratkan dalam PROPER..Apabila dari hasil tersebut masih timbul bau, kemungkinan bau tersebut diakibatkan oleh pembakaran dari Batu Bara yang kualitasnya kurang baik.

c. PT. Samitex agar melakukan introspeksi / pengawasan internal ke dalam meskipun hasil pengawasan PROPER menunjukkan kondisi yang baik.

d. Untuk mendukung hasil pengawasan PROPER, agar PT. SAMITEX melakukan uji kualitas udara untuk parameter kebauan selama 24 jam .

e. Setelah pertemuan ini Sdr. Murtijo/warga di sekitar PT. SAMITEX diharapkan melakukan pengamatan dalam radius tertentu, sehingga dapat diketahui sumber bau tersebut. Selanjutnya apabila masih tercium bau tersebut segera memberitahukan ke BLH Prov. DIY / BLH. Bantul atau BLH Kota Yogyakarta.

Selain itu agar selalu dilakukan komunikasi dengan pihak PT. SAMITEX sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Karena pihak perusahaan ( BP. Darsono, penanggung jawab Lingkungan ) sangat terbuka menerima informasi maupun keluhan dari masyarakat. Selain itu penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat adalah penyelesaian sengketa yang diutamakan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

3. Dugaan Pelanggaran dan Kejahatan Lingkungan oleh PT. Agung Saputra Tex (Asatex) Piyungan Bantul.

Kasus PT Asatex bermula dari pengawasan rutin yang dilakukan BLH Provinsi bersama dengan tim terkait, dari hasil pengawasan ditemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yaitu:

a. Perusahaan belum memiliki dokumen lingkungan hidup

b. Tidak melakukan pemantauan kualitas lingkungan baik limbah cair maupun emisi gas buangnya

c. Limbah B3 dari fly ash dan bottom ash tidak dikelola dengan baik hanya disimpan di area pabrik tidak terlindung dari air hujan dan sengatan sinar matahari dan lantainya tidak kedap air. Selain itu belum ada pencatatan yang baik tentang kebutuhan dan sisa batu baru yang dihasilkan (neraca limbah B3 tidak dibuat)

d. Limbah B3 yang ditumpuk di halaman pabrik jika sudah banyak digunakan sebagai urug oleh masyarakat

e. Perusahaan tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaporkan pengelolaan lingkungannya secara rutin baik yang 3 bualanan maupun 6 bulanan.

Pada saat pengawasan sudah dibuat berita acara berkait dengan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pabrik dan saran yang harus ditindaklanjuti. Selain itu  juga dilakukan teguran lisan langsung, namun setelah jangka waktu kurang lebih 2 bulan dari pengawasan tidak ada tindak lanjut maka Badan Lingkungan Hidup memberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis sampai dua kali. Setelah tidak ada tanda-tanda adanya upaya perbaikan / tindak lanjut dari pelanggaran yang dilakukan maka dilakukan proses penyidikan bersama dengan Polda. Penyidikan untuk kasus Asatex ini sudah memasuki pemeriksaan saksi-saksi, tersangka dan saksi ahlinya. Saksi-saksi tersebut adalah Fatah operator boiler, King manajer pabrik, Ruruh Haryata Ka Sub Bid Penaatan Lingkungan sebagai petugas yang melakukan pengawasan dari BLH Provinsi DIY. Untuk tersangka yang diperiksa adalah Nggala Hartono sebagai pemilik sedangkan Saksi ahli dikirim dari Kementerian Lingkungan hidup yaitu Dr. Tejo Wulan ahli limbah B3 dan Ansor, ST ahli perundangan B3. Saksi Ahli dari Kementerian Lingkungan Hmbah hidup menyarankan untuk mendukung pembuktian di pengadilan maka limbah B3 yang ada harus dianalisis di laboratorium untuk membuktikan apakah memang limbah tersebut ada unsur B 3 nya atau tidak.

4. Penimbunan Limbah B3 Fly Ash dan Bottom Ash sebagai Tanah Urug di pinggir jalan Dusun Temon, Pendowoharjo Sleman

Kasus ini bermula dengan adanya aduan dari Sdr Ginting yang bersebelahan dengan lokasi tempat yang diurug dengan  fly ash dan bottom ash. Karena kebetulan Pak ginting dan istri mempunyai penyakit asma maka sangat sensitif dengan bau belerang dari sisa batu bara. Dari hasil verifikasi bersama dengan KLH sleman ditemukan beberapa fakta yaitu:

a. Tanah urug yang diduga berupa limbah padat B3 terletak di tanah kosong, pinggir  jalan umum di desa Temon, Pendowoharjo, Sleman.

b. Secara fisik terlihat tanah tersebut bukan material pasir, tapi seperti pecahan arang dan masih terlihat potongan menyerupai batubara yang besar.

c. Menurut informasi Bpk. Ginting yang rumahnya berdekatan dengan lahan tempat penimbunan/ pengurugan limbah tersebut, bahwa pengurugan dilakukan pada waktu malam hari.

d. Menurut Informasi Bp. Muji sebagai pemilik lahan, sampai saat ini telah membeli sebanyak 3 truk @ Rp. 175.000,- dari jasa penjualan tanah urug yang berasal dari Semarang. Namun tidak diketahui bahwa tanah urug tersebut adalah limbah B3. e. Untuk mengetahui apakah tanah urug tersebut mengandung limbah B3, telah

dilakukan sampling terhadap tanah urug tersebut dan sumur milik Bapak Ginting. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa dalam tanah urug dari  fly ash dan bottom ash batu bara banyak sekali unsur logam berat dan kandungan terbesarnya adalah silika.

Pada tanggal 18 Oktober diadakan rapat koordinasi penyelesaian kasus di KLH Sleman dengan mengundang kedua belah pihak (Pak Ginting sebagai pengadu dan Pak Muhjiono pemilik lahan) berserta instansi teknis terkait, Polsek, Kecamatan dan Desa. Dalam forum itu dicapai kesepakatan sebagai berikut:

Dalam dokumen Laporan Slhd Diy 2011 (Halaman 97-110)

Dokumen terkait