• Tidak ada hasil yang ditemukan

III.2 Potensi, Bentuk, dan Metode Aksi Kedermawanan Sosial

III.2.2 Bentuk Aksi Kedermawanan Sosial Kelompok Parokial dan Kategorial

Bentuk aksi kedermawanan sosial kelompok parokial dan kategorial terdiri dari berbagai jenis kegiatan mulai dari kegiatan yang bersifat karitatif hingga pemberdayaan. Berbagai jenis kegiatan yang dilakukan baik oleh kelompok parokial maupun kategorial pada akhirnya mengarah pada satu titik orientasi : gereja sebagai suatu kesatuan umat beriman. Jadi tidaklah mengherankan jika sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh kelompok parokial maupun kategorial dilakukan di sekitar gedung gereja sebagai wujud simbolik kesatuan itu. Termasuk posko bantuan korban bencana alam seperti yang terdapat di kapel stasi Bayat, paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi, kabupaten Klaten.

Bentuk-bentuk kegiatan rutin aksi kedermawanan sosial di beberapa paroki KAJ dan KAS berfokus pada bidang kesehatan36 seperti operasi katarak gratis, pemeriksaan kesehatan kandungan (pap smear) ibu-ibu secara berkala, dan akupuntur/akupresure. Bisa dikatakan hampir setiap gereja Katolik di lingkungan KAJ dan sebagian di lingkungan KAS (terutama kota-kota besar) memiliki semacam pusat kegiatan umat. Kalaupun tidak berada di dalam area gedung gereja, pusat kegiatan itu biasanya berada tidak jauh dari gereja. Pelayanan kesehatan umumnya hanya dilakukan selama beberapa hari dalam seminggu yang diumumkan dalam lembaran berita paroki. Jadwal ini dibuat berdasarkan kompromi para pelaku kedermawanan sosial di bidang kesehatan dalam meluangkan waktunya.

Ignatius Surya Taruna, Sekretaris Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi KAJ, menyatakan 44 dari 57 paroki mempunyai klinik yang menekankan pelayanan kepada kaum miskin tanpa mempedulikan agama. Paroki-paroki itu mengelola klinik dengan bantuan umat yang merupakan dokter atau perawat, dan sejumlah apotek dan toko obat yang di antaranya milik umat Katolik. Markus Leonard Supama, Sekretaris Panitia Peringatan 200 Tahun Gereja Katolik di Jakarta, menegaskan bahwa pemberian pelayanan kesehatan kepada kaum miskin di daerah ibukota merupakan prioritas dari berbagai kegiatan untuk memperingati 200 tahun KAJ. Bagi paroki-paroki yang tidak mempunyai klinik, panitia berjanji akan menyediakan klinik mobil tidak hanya umat paroki tapi juga seluruh masyarakat. Semua kegiatan diadakan tidak hanya di lingkup keuskupan agung tapi juga di lingkup paroki, kelompok kategorial, lembaga-lembaga karya (kesehatan, pendidikan, dsb), dan tarekat/kongregasi. Panitia menekankan bahwa gema peringatan dan kegiatan itu harus benar-benar dirasakan oleh umat di lapisan paling basis (keluarga dan lingkungan), tidak hanya antara pemuka umat, dan

36 Kesehatan dan pendidikan merupakan dua bidang pelayanan ‘tradisional’ aksi kedermawanan sosial Katolik. Lihat bab II di atas.

khususnya kaum miskin dan tertindas. Peringatan itu juga bertujuan untuk mendorong umat Katolik agar semakin terlibat dalam semua kegiatan Gereja sehingga kehadiran Gereja di wilayah-wilayah yang termasuk dalam lingkup KAJ menjadi semakin berarti.37

Pelayanan kesehatan bantuan tambahan gizi anak balita pada jangka waktu tertentu tiap bulannya juga rutin dilakukan di posyandu-posyandu sekitar lokasi gereja setempat. Pelaksana penyelenggaraan kegiatan semacam itu biasanya dilakukan oleh kelompok kategorial seperti Wanita Katolik dan Tim Kesehatan bekerja sama dengan pihak kelurahan atau Dinas Kesehatan pemerintah daerah setempat. Disamping pelayanan kesehatan, kegiatan pemberdayaan berupa peningkatan keterampilan umat Katolik seperti kursus-kursus, misalnya pijat refleksi, otomotif, dan menjahit, serta Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga dilakukan di pusat kegiatan itu.

Setiap tahunnya Gereja Katolik KAJ dan KAS mempunyai apa yang disebut kalender liturgis yang menandai momen-momen khusus keagamaan, dan kalender karya pastoral sebagai penanda program kerja keuskupan yang mesti dicapai. Pada kegiatan-kegiatan ritual keagamaan (liturgis), kelompok kategorial dilibatkan menjadi bagian kepanitiaan gerejawi. Dalam kerangka kepentingan gereja, mereka umumnya menjalankan perannya sebagai tenaga pendukung (supporting group). Sebagai wujud hakikat bidang tugas gereja dalam sakramen

(leitourgia ) dan pelayanan kasih (diakonia), selalu ada pos-pos kesehatan paroki yang

didirikan pada hari-hari besar Gereja Katolik misalnya seperti Paskah, Natal, dan Perayaan 200thn KAJ. Dalam kerangka kepentingan masyarakat luas sebagai hakikat tugas pewartaan sabda Allah (kerygma-martyria) dan diakonia, mereka diminta menyelenggarakan kegiatan-kegiatan amal dan sosial yang diperuntukkan bagi warga masyarakat yang kurang mampu.38 Jika kelompok kategorial pada suatu paroki tidak mempunyai sumber daya yang cukup maka penyelenggaraan kegiatan dapat digabung bersama kelompok kategorial sejenis di tingkat dekenat atau kevikepan. Tanggung jawab kepemimpinan kegiatan kolektif itu ditunjuk secara bergiliran dari kelompok kategorial sejenis tingkat ranting (di paroki).

Pelayanan kepada masyarakat luas yang kurang mampu tidak hanya dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, tetapi juga kebutuhan rohani. Tercakupnya dimensi kerohanian dalam kegiatan aksi kedermawanan sosial Katolik sebenarnya mau menyatakan bahwa “manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar

37 200 Thn KAJ Prioritaskan Pelayanan Kesehatan, Kamis, 30 Juni 2005. Posted: 1:58:44PM PST. Sumber : http://www.christianpost.co.id/dbase.php?cat=church&id=376. Diakses tgl 10 Agustus 2006. 14.20 bbwi 38 Wawancara WK BHK Kemakmuran (7 Agustus 2006).

dari mulut Allah…”39 Oleh karena itu kegiatan seperti kunjungan ke panti jompo, menghibur orang sakit atau keluarga yang mendapat musibah, dan mengunjungi anak-anak cacat, bahkan mengadakan perkawinan massal bagi orang-orang yang belum jelas status perkawinan (kumpul kebo) juga dipandang sebagai salah satu bentuk kedermawanan sosial Katolik.40 Seringkali kegiatan ini cenderung dilakukan oleh organisasi Wanita Katolik di wilayah paroki-paroki yang diteliti.

Bentuk kegiatan kedermawanan sosial Katolik yang telah berkembang pesat di keuskupan akan mengerucut pada pembentukan yayasan seperti YSS. YSS saat ini telah memiliki tiga panti Werda yang terdiri dari; Panti Werda Rindang Asih I di Ungaran, Panti Werda Rindang Asih II di Kebon Sawit dan Panti Werda Rindang Asih III di Boja. Selain itu didirikan pula Panti Asuhan Cacat Ganda, yaitu panti asuhan bagi penderita cacat fisik dan mental atau kejiwaan.dan tidak mungkin lagi mempunyai harapan untuk hidup sehat. Untuk pemberdayaan anak, YSS juga mempunyai Rumah Perlindungan Sosial Anak. Saat ini dibina sekitar 150 orang anak jalanan yang akan dientaskan melalui kerjasama dengan Dinas Sosial Pemerintah Kota Semarang. Di rumah itu para anak jalanan disekolahkan41 dan dibina melalui pelatihan ketrampilan-ketrampilan karena pada akhirnya mereka harus dapat hidup mandiri. Beberapa orang mantan anak jalanan yang telah berhasil dibina kini turut menjadi pengelola yayasan tersebut.

Pemberdayaan yang dilakukan YSS hanya sebatas pada pengentasan yang artinya jika kelompok-kelompok masyarakat, baik Katolik maupun non-Katolik, sudah bisa mandiri dengan bekal ketrampilan dan pendidikan yang diberikan dan kondisi kehidupan lama mereka telah berubah menjadi baik maka itu sudah dianggap sebagai suatu keberhasilan. Misalnya pendampingan dan kredit mikro kepada unit-unit usaha di desa Sekecar Sukorejo dilakukan oleh YSS dengan melakukan forum konsultatif melalui kunjungan. Diskusi-diskusi untuk mencari kendala dan jalan keluar dilakukan melalui metode ini. Jika kendala telah diketahui maka pengembalian dana pinjaman YSS tidak akan dipaksakan harus dibayar tepat pada tanggal jatuh tempo kredit. Dengan kemudahan-kemudahan kredit mikro yang demikian, unit-unit usaha kecil yang dikelola beberapa kelompok masyarakat di desa tersebut kini telah berkembang.

39 Bdk Injil Matius 4 : 4, dan Lukas 4 : 4.

40 Wawancara WK BHK Kemakmuran (7 Agustus 2006), WK Trinitas Cengkareng (12 Agustus 2006), dan Philipus Rasul Teluk Gong (14 Agustus 2006).

41 Bahkan ada beberapa mantan anak jalanan yang telah berhasil meraih gelar S1 dan S2 dengan bantuan studi dari YSS dan jaringan kerjanya.

Bentuk kegiatan kedermawanan sosial oleh Seksi PSE paroki dalam beberapa kegiatan tidak jauh berbeda seperti dilakukan oleh kelompok kategorial. Salah stau perbedaan yang nampak jelas yaitu bahwa seksi paroki ini mempunyai sub-seksi khusus yang menangani program rutin seperti kredit mikro bernama Credit Union atau Perkumpulan Keluarga Katolik Santo Yusuf. Kredit mikro diberikan kepada umat Katolik baik yang hendak mengembangkan kegiatan ekonomi rumah tangganya dalam bentuk usaha kecil-menengah atau untuk bidang pendidikan. Kredit ini mengenakan bunga kepada nasabah sekitar 2% per bulannya. Disamping itu kredit ini juga memperbolehkan nasabah meminjam dengan besaran pinjaman 2 kali jumlah nominal tabungan.42 Untuk dapat mengakses kredit ini umat harus menjadi anggota dengan menanamkan simpanan pokok dan sukarela. Seiring dengan diterbitkannya Nota Pastoral KWI November 2006 lalu, hirarki Gereja memberi prioritas perhatian kepada pengembangan gerakan bidang sosio-ekonomi masyarakat dengan memajukan sarana yang sudah ada seperti Credit Union dan bentuk-bentuk koperasi inisiatif umat.

Program tersebut diharapkan dapat membawa umat kepada ikatan solidaritas sosial untuk bersama-sama mengembangkan kesejahteraan bagi masyarakat kecil yang tidak dapat mengakses kredit perbankan. Namun perwujudan tujuan itu tidak mengandaikan bahwa keberadaan sarana berupa koperasi semacam itu selalu bersifat positif. Dalam Lokakarya

Koperasi Kredit dan Pemberdayaan Komunitas Basis di Wisma Samadi Klender Desember

2006 lalu keberadaan Credit Union dikritisi oleh para pelaku yang terdiri dari utusan berbagai koperasi kredit, Seksi PSE paroki, dan Dewan Paroki se-KAJ. Ketua Komisi PSE KAJ, pastor Ignatius Swasono SJ mengkonstatasikan bahwa saat ini Koperasi Kredit (Credit Union) sedang memasuki masa ketegangan antara dua pemikiran, yaitu member based association dan capital based association atau sosialisme atau kapitalisme.43 Koperasi kredit yang menjadi milik dan tanggung jawab bersama para anggota untuk memupuk semangat solidaritas dan sikap saling tolong menolong dapat terjebak kepada kapitalisme ketimbang sosialisme. Budaya masyarakat yang konsumtif dan instan menjadi faktor berpengaruh. Sehingga alih-alih mengembangkan kerja sama untuk mencapai kesejahteraan, Credit Union lebih mengutamakan pengembangan keuntungan dan kapital melalui kompetisi.

42 Dari wawancara informal dengan salah seorang ibu rumah tangga Katolik yang menjadi anggota CU, besar bunga kredit yang demikian dinilai masih memberatkan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya strategis untuk mengatasi masalah antara terbukanya aksesibilitas kredit mikro dan rendahnya tingkat bunga kredit kepada nasabah dengan kepentingan pengembangan lembaga kredit mikro ini. Wawancara Aquillina Temuwardhani, paroki St Anna (12 Agustus 2006)

Program lain Seksi PSE paroki adalah Perkumpulan Keluarga Katolik Santo Yusuf merupakan program kedermawanan yang bertujuan untuk melayani dan meringankan – secara jasmani dan rohani - beban keluarga Katolik yang anggota keluarganya meninggal dunia. Program ini muncul dari adanya pengalaman bahwa keluarga biasanya tidak siap dan bingung baik di dalam pelayanan rohani—dalam bentuk misa jenazah, maupun jasmani—dalam bentuk pelayanan penguburan (peti, ambulan, dan tanah). Melalui program ini keluarga yang anggotanya meninggal dunia mendapat tanah pekuburan kelas III dan mendapat santunan sekitar Rp 300.000. Jika anggota atau keluarga meninggal dunia tidak bersedia dengan penguburan Kelas III, maka pembiayaan penguburan yang melebihi Rp 600.000 ditanggung oleh ahli waris keluarga yang meninggal.

Bentuk kegiatan karitatif Seksi PSE yang setahun sekali diprakarsai oleh keuskupan adalah Aksi Peduli Sesama (APS). Program APS (Aksi Peduli Sesama) ini adalah sebuah program nasional rutin tiap tahunnya yang ditujukan bagi masyarakat miskin di sekitar wilayah suatu paroki. Program APS ini diperuntukkan khususnya bagi kelompok masyarakat non-Katolik dan biasanya dilaksanakan menjelang hari raya Idul Fitri. Bentuknya seringkali berupa bazar penjualan sembako murah dan pemberian paket sembako gratis. Dana sisa penjualan sembako murah digunakan menutupi pembelian bahan-bahan natura (beras, susu, gula, mie instant, dan sebagainya) untuk pembagian sembako gratis.

APS bukan merupakan program yang dikerjakan hanya oleh Seksi PSE paroki saja. Di lingkungan KAS, program yang bekerja sama dengan WFP ini juga dikerjakan oleh YSS dengan pengelolaan kegiatan yang berbeda. YSS tidak menjualnya dengan harga murah ataupun memberikannya secara gratis melainkan bahan-bahan natura itu disubstitusi oleh penerima dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi komunitasnya misalnya dengan bekerja memperbaiki atau membersihkan infrastruktur komunitas tempat tinggal penerima bantuan. Beberapa program yang dikelola oleh seksi PSE di paroki Santa Anna juga pernah menggunakan metode yang sama seperti dilakukan YSS.

Model substitusi bantuan semacam itu ditujukan agar kelompok-kelompok masyarakat yang dibantu tidak memandang bantuan sebagai bentuk belas kasihan lembaga. Disamping itu dengan model yang demikian kelompok masyarakat yang dibantu merasa bahwa harkat dan martabat sosialnya sebagai anggota komunitas diakui. Gagasan ini terkait erat dengan ide bahwa salah satu hakikat manusia dan pengakuan sosial terhadap kemanusiaannya diperoleh lewat bekerja. Sumber inspirasi bentuk kegiatan itu dapat dicari asalnya pada Ajaran Sosial Gereja yaitu ensiklik Paus Yohanes Paulus II tahun 1981 berjudul Laborem Exercens. Beliau memandang bahwa kerja manusia bukan saja berkaitan dengan ekonomi, melainkan juga, dan

terutama, dengan seluruh tata-nilai manusiawi. Gereja Katolik Indonesia berpendapat bahwa mengindahkan nilai-nilai itu ternyata akan menguntungkan, juga bagi sistem ekonomi dan proses produksi itu sendiri.44

III.2.3 Metode Penyebarluasan informasi dan Mobilisasi Sumber Daya Aksi

Dokumen terkait