• Tidak ada hasil yang ditemukan

III.2 Potensi, Bentuk, dan Metode Aksi Kedermawanan Sosial

III.2.1 Potensi Aksi Kedermawanan Sosial Kelompok Parokial dan Kategorial

Potensi sumber daya aksi kedermawanan sosial Katolik yang dilakukan baik oleh kelompok parokial maupun kategorial di lingkungan KAJ dan KAS mempunyai perbedaan karakteristik sumber daya. Misalnya dari aspek keuangan, seksi PSE di KAJ dan KAS mendapatkan dan mempunyai alokasi sumber daya yang lebih ajeg dibanding kelompok kategorial. Kedudukannya sebagai bagian dari hirarki Gereja Katolik memungkinkan kelompok parokial ini secara rutin mendapatkan alokasi keuangan institusinya sendiri. Pertanggungjawaban perolehan dana dan pemanfaatan sumber daya kegiatan dilakukan seksi ini kepada dewan paroki dan utamanya diumumkan dalam laporan tahunan. Selain itu media pertanggungjawaban lain yang digunakan adalah warta informasi milik paroki baik dalam bentuk edaran mingguan maupun pemampangan pada papan pengumuman gereja untuk kegiatan yang sedang berjalan. Dari aspek organisasi, paroki mempunyai sumber daya lain yaitu adanya seksi sosial wilayah atau lingkungan--organ terendah seksi PSE--yang dapat dimobilisasi dalam proses pengumpulan dana maupun penyebarluasan pelayanan aksi kedermawanan. Di sisi lain, kelompok kategorial relatif lebih mandiri dalam mendapatkan dana bagi kegiatan kedermawanan sosialnya.

Sumber daya finansial pada kelompok kategorial di tingkat ranting umumnya tidak sebesar yang dimiliki oleh kelompok parokial. Namun kekuatan dari kelompok ini adalah daya jangkau kegiatan aksi kedermawanan sosial yang lebih sering menjangkau masyarakat non-Katolik dan bersifat lintas-daerah. Kapasitas yang dimiliki oleh individu anggota kelompok kategorial dalam menjangkau sumber-sumber daya non-finansial namun bernilai secara ekonomis ke organisasi-organisasi masyarakat (jaringan sosial) juga mempunyai peran penting dalam menunjang kegiatan kedermawanan sosial mereka. Sehingga peran pelayanan

32 Wawancara WK Trinitas (12 Agustus 2006), Persatuan Guru Katolik Philipus Rasul (11 Agustus 2006), dan Pastor Paroki Trinitas (5 Agustus 2006).

kepada kelompok masyarakat non-Katolik yang belum dapat terjangkau oleh kelompok parokial diisi oleh kelompok kategorial.34 Oleh karenanya potensi sumber daya yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok seperti Wanita Katolik, Persatuan Guru Katolik, dan Tim Kesehatan adalah perluasan kuantitas dan peningkatan kapasitas tenaga pelayanan. Kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan yang diperuntukkan bagi para anggota merupakan refleksi dari upaya pengembangan tersebut.

Untuk sumber daya finansial kelompok-kelompok ini memperolehnya dari para donatur individual, iuran anggota, dan berjualan kudapan usai misa mingguan, berjualan pelengkapan ibadah, dan sejenisnya. Bentuk fund raising yang lain misalnya membuka kedai di sekitar gereja, pasar barang-barang murah untuk kebutuhan menjelang momen-momen khusus seperti HUT kelompok kategorial, Natal, Paskah, dan momen-momen lain yang sejenis. Potensi lain yang digarap kelompok kategorial adalah mengembangkan kerjasama dengan kelompok kategorial sejenis di paroki lain atau kelompok kategorial setingkat dekenat35, atau kelompok organisasi masyarakat sipil diluar Gereja Katolik.

Dalam kata lain, pendanaan kelompok kategorial yang tidak kuat mampu ditutupi dengan mendayagunakan social capital seperti tenaga terampil (skill), jaringan kerja individu-individu, dan kerja sama dengan berbagai pihak non-hirarki gereja akan memaksimalkan keterbatasannya. Sebagai ilustrasi digunakan contoh Persatuan Guru Katolik Philipus Rasul Teluk Gong (PGKPR) dimana mereka memaksimalkan pelayanan kedermawana sosial melalui anggotanya sebagai tenaga pendidik untuk pelatihan maupun pendidikan gratis. Pelatihan dan pendidikan gratis adalah wilayah perhatian utama program mereka. Selain sudah memiliki cukup pengalaman sebagai guru, kapasitas tenaga-tenaga PGKPR sudah menguasai materi dan metode fasilitasi pengajaran serta terus berlatih memahami anak-anak, baik beragama Katolik maupun non-Katolik. Kredibilitas dan kapasitas beberapa tenaga-tenaga pendidik itu pun juga sudah dikenal luas oleh masyarakat sekitar. Untuk mencapai tujuan pendidikan, PGKPR juga menyelinginya dengan memberdayakan psikolog anak yang ada di paroki dan Mudika (muda-mudi Katolik) untuk berbagi cerita dan pengalaman dengan peserta didik.

Perlengkapan untuk pengajaran biasanya dipinjam dari sekolah-sekolah Katolik terdekat dengan lokasi kegiatan seperti papan tulis, spidol, dan sebagainya. Perlengkapan

34 Catatan FGD Jakarta, 10 September 2006

35 Dekenat adalah satuan khusus organisasi hirarki Gereja Katolik yang merupakan gabungan paroki-paroki yang berdekatan. Fungsinya adalah untuk memupuk reksa pastoral dalam melakukan kegiatan bersama diantara paroki-paroki yang berdekatan. KAJ menggunakan istilah ini sementara KAS menggunakan istilah Kevikepan. Lihat Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik No.374, No. 553-555.

pengajaran itu disediakan dan dipinjamkan oleh sekolah Stella Maris Telukgong. Saat ini PGKPR sudah memiliki beberapa perlengkapan untuk pengajaran yang merupakan inventaris kelompok kategorial ini. Perlengkapan-perlengkapan itu merupakan sumbangan paroki dan orang-orang yang peduli dengan karya yang dilakukan oleh persatuan guru tersebut. Dukungan tidak hanya datang dari umat Katolik Paroki Philipus Rasul saja namun juga dari aparat pemerintahan setempat, tokoh masyarakat setempat, hingga ketua lingkungan terdekat. Pembiayaan operasional kegiatan kelompok kategorial ini diperoleh dari beberapa donatur tetap yang menaruh perhatian serta mendukung sepenuhnya kegiatan ini. Pembiayaan ditujukan bukan untuk honor melainkan untuk mendukung perlengkapan dan kegiatan pengajaran.

Pengecualian terhadap pengelolaan potensi sumber daya yang masih tradisional selalu ada, salah satunya adalah Yayasan Sosial Soegiyapranata Semarang. Lembaga kategorial milik Keuskupan Agung Semarang ini menerapkan mekanisme pencarian dan pengelolaan sumber daya yang modern. Lembaga ini didirikan dari hasil sisa dana pembuatan tutup makam Uskup Soegiyapranata yang meninggal tahun 1963 di Taman Pahlawan. Kelebihan sisa dana pembuatan cungkup (atap) makam itulah yang kemudian digunakan untuk mendirikan YSS untuk mengenang jasa Soegiyapranata. Kini lembaga tersebut telah mempunyai donor sebagai mitra kerjanya misalnya Catholic Relief Service (CRS) dan WFP. Untuk menunjang kebutuhan operasional yayasan maka didirikanlah unit ekonomi berorientasi profit berupa balai pengobatan. Saat ini YSS mempunyai 3 balai pengobatan yaitu BP SOEGIJAPRANATA di Ngesrep, di Palgunadi, Randusari, dan BP SOEGIJAPRANATA di Randusari. Untuk menjaga kesinambungan pendanaan dan tetap menjaga misi sosialnya, saat ini 1 balai pengobatan masih mensubsidi 2 balai lainnya.

Pada awalnya pengelolaan potensi sumber daya itu dilakukan oleh rohaniwan Keuskupan Agung Semarang, namun karena dari kurangnya tenaga rohaniwan untuk melakukan pelayanan pastoral paroki maka uskup KAS menyerahkan pengelolaannya kepada awam. Pertanggungjawaban kegiatan dan transparansi keuangan di lakukan dalam setiap laporan kepada uskup dan donor. Untuk itu dalam setiap program kerja sudah diterapkan sistem manajemen modern. Dari situ para donor dan dewan karya pastoral keuskupan serta umat percaya bahwa dana dikelola dengan sistem administrasi yang tertata rapi.

Dokumen terkait