• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-bentuk interaksi

Dalam dokumen Interaksi Sosial Warga NU dan Muhammadiy (Halaman 62-74)

BAB III INTERAKSI SOSIAL ANTAR KELOMPOK ISLAM

A. Bentuk-bentuk interaksi

Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antara warga NU dan Muhammadiyah sebagai berikut;

1. Agama

a. Sholat di Masjid Al-Awwab

Dalam bidang agama, Sholat di majid Masjid Al-Awwab bagi kedua warga NU dan Muhammadiyah dapat terintegrasi. Masjid Al-Awwab merupakan Masjid Muhammadiyah. Awalnya masjid ini bukan masjid khusus Muhammadiyah. Berhubung para tokoh yang berkecimpung berpaham muhammadiyah, masjid ini dipresepsi oleh sebagian besan warga NU sebagai masjid Muhammadiyah. Ada yang menyebutkan bahwa kemunculan tokoh-tokoh Muhammadiyah tersebut adalah berawal dari peristiwa pilihan kepala dusun. Pada saat itu yang kemungkinan besar dapat terpilih sebagai kepala dusun adalah orang Muhammadiyah. Jadi, ada sampel

orang ber-Muhammadiyah termotivasi karena mengejar jabatan tertentu.

Sejak mulai berdiri sekitar tahun 1987, masjid ini menjadi pusat dakwah Muhammadiyah di Desa Wisata Mlangi. Sebelum ada masjid ini, sentral Muhammadiyah diawal kemunculanya adalah di Masjid Ledok Fajrul Islam. Ummat Islam yang melakukan sholat di masjid ini bukan hanya warga muhammadiyah, tetapi justru warga NU lebih banyak. Hal ini karena muhammadiyah termasuk minoritas, sedangkan NU adalah mayoritas.

Warga laki-laki yang melakukan sholat di masjid ini mayoritas menggunakan sarung, baju(tidak kaos) dan berpeci/kopiyah. Hanya beberapa yang tidak menggunakan pakaian yang telah disebutkan. Setelah dilaksanakan sholat berjamaah banyak di antara jamaah yang memutar tasbih. Keadaan seperti ini dapat dikatakan ciri orang NU yang menjaga kostum sholat dengan ciri khas bersarung dan berpeci.

Imam yang memimpin jamaah adalah penganut Muhammadiyah. Meskipun sang imam berfaham Muhammadiyah saat melaksanakan sholat mahrib, „isya dan subuh sang imam tetap membaca basmalah dengan suara keras(jahr) dalam surat fatihah dikedua rokaat yang awal. Cara

sang Imam mengenakan sarung lebih tinggi di atas mata kaki, berbeda dengan mayoritas jamaah.

Perbedaan faham yang tampak, tidak menjadi alasan bagi mereka untuk tidak melaksanakan sholat berjamaah di masjid tersebut. Berbagai alasan yang muncul mengapa mereka mau melaksanakan sholat berjamaah di Masjid Al-Awwab diantaranya adalah letak rumah yang berdekatan dengan masjid tersebut. Ada juga yang lebih memilih masjid dari pada mushola di dekatnya karena alasan keutamaan sholat di masjid. Sementara itu ada beberapa orang sampel yang letak/jarak rumahnya jauh akan tetapi merasa lebih nyaman sholat di masjid ini.

Disisi lain ada warga yang dekat dengan masjid ini tapi tidak pernah melakukan sholat di masjid ini. Ketika sholat jum‟at mereka melakukanya di Masjid Jami‟. Pada kenyataanya warga tersebut berfaham NU.

Prosesi Jum’atan di Masjid Al-Awwab

Pelaksanaan sholat jum‟at di Masjid Al-Awwab sangat

terlihat berfaham Muhammadiyah. Prosesi sholat jum‟at diawali dengan kumandangnya adzan satu kali. Imam berkhutbah tanpa menggunakan tongkat. Setelah Imam berkhutbah sekitar lima sampai sepuluh menit, kotak amal

beredar melalui hadapan shof jamaah. Ketika sang Imam duduk pada saat pergantian khutbah muadzin tidak mengucapkan sholawat. Setelah sholat selesai, Imam dan jamaah tidak melaksanakan wiridan bersama dan tidak dengan suara keras.

Jamaah yang hadir adalah warga sekitar masjid. Jumlah jamaah sekitar 400 orang. Pakaian yang umumnya dipakai jamaah kebanyakan seperti sholat 5 waktu biasanya. Jamaah tersebut tidak hanya warga Muhammadiyah, tetapi justru banyak orang NU.

Prosesi Jum’atan di Masjid Jami’ Mlangi

Pelaksanaan sholat jum‟at di Masjid Jami‟Mlangi sangat

terlihat berfaham NU. Prosesi sholat jum‟at diawali dengan kumandangnya adzan dua kali. Imam berkhutbah dengan menggunakan tongkat di mimbar bertingkat tiga. Kotak amal tidak beredar melalui hadapan shof jamaah baik setelah Imam berkhutbah maupun tidak berkhutbah. Ketika sang Imam duduk pada saat pergantian khutbah muadzin mengucapkan sholawat seraya diiringi sholawat para jamaah dilanjutkan mengusap wajah setelah berdo‟a. Setelah sholat selesai, Imam dan jamaah melaksanakan wiridan bersama dengan suara keras.

Jamaah yang hadir adalah warga sekitar masjid. Jumlah jamaah sekitar 1000 orang. Pakaian yang umumnya dipakai

jamaah kebanyakan seperti sholat 5 waktu biasanya. Jamaah tersebut hamper seluruhnya orang NU, warga Muhammadiyah

melakukan jum‟atan di Masjid Al-Awwab dan Fajrul Islam.

Tabel 8 : Perbedaan Prosesi Jum‟atan

PROSESI MUH NU

adzan 1 kali 2 kali

Imam berkhutbah dengan menggunakan tongkat

- +

Kotak amal beredar melalui hadapan shof jamaah

+ -

Ketika sang Imam duduk pada saat pergantian khutbah muadzin mengucapkan sholawat

- +

Imam dan jamaah melaksanakan wiridan bersama setelah selesai sholat - + Bahasa khutbah Jawa, Indonesia Jawa

Ada pemukulan Bedug sebagai tanda sholat.

- +

Sumber: Data diolah dari observasi

Ada perbedaan jamaah wanita antara Masjid Jami' Mlangi dan Masjid Al-Awwab disetiap sholat lima waktu. Jumlah jamaah yang hadir di Masjid Al-Awwab hampir seimbang antara kaum lelaki dan wanita. Di Masjid Jami‟ tidak ada jamaah wanita yang berasal dari warga sekitar ketika sholat jamaah lima waktu, juga sholat jum‟at. Jika ada jamaah wanita bisa dipastikan musafir atau peziarah kubur.

b. Acara Mauludan di Masjid Al-Awwab

Sebelum ada Masjid Al-Awwab, seluruh penduduk Desa Wisata Mlangi melaksanakan tradisi Mauludan di masjid Jami' Mlangi. Mauludan yang dimaksud disini adalah tradisi membaca kitab yang bercerita seputar kelahiran nabi yang dinyanyikan dengan gaya jawa. Acara ini dilakukan pada setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Setiap kepala keluarga membuat sepuluh 'besek makanan'. Besek makanan adalah makanan nasi

lengkap dengan lauknya yang terwadahi dalam satu besek (wadah). Setelah selesai pembacaan kitab maulud 'besek makanan' tersebut dibagikan kepada seluruh orang yang hadir dan diprioritaskan kaum lelaki. Maksud dan tujuan pelaksanaan acara ini adalah untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W.

Setelah dibangun masjid Al-Awwab, perayaan tradisi maulud ini terpisah menjadi dua. Penduduk Desa Wisata Mlangi bagian Utara merayakan di Masjid Jami' Mlangi. Sedangkan penduduk Desa Wisata Mlangi bagian selatan merayakannya di Masjid Al-Awwab. Beberapa penduduk yang berdomisili di tengah-tengah membuat 'besek makanan' untuk perayaan kedua-duanya.

Bapak Ahmad memberikan keterangan bahwa baik warga Muhammadiyah maupun NU sepakat untuk merayakan Acara Mauludan di Masjid Al-Awwab setelah beberapa tahun tidak merayakan(Wawancara dengan pak latip,25 Mei 2011).

Pada perayaan acara ini, warga Muhammadiyah maupun NU melaksanakan kegiatan bersama-sama. Acara ini menghilangkan sekat antara golongan masyarakat yang merayakanya.

2. Sosial Keagamaan

Dalam bidang sosial keagamaan integrasi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi terjadi pada acara sripah kematian. Kematian seseorang akan mengundang empati orang lain, terutama tetangga dekat dan kerabat. Secara tidak disadari keadaan ini merupakan ajang interaksi sosial antar warga. Pada saat-saat berkabung seperti ini orang tidak terlalu memikirkan

tentang latar belakang golongan termasuk ormas Muhammadiyah maupun NU. Kalaupun masih memikirkan golongan atau ormasnya, keadaan berkabung tetap lebih menonjol, sehingga antara warga Muhammadiyah dan NU nyaris tak terpisahkan.

Contoh nyata, pada tanggal 21 Maret 2011 Bapak Abdullah Wahab meninggal dunia. Beliau adalah seorang ustazd pesantren NU. Salah satu anaknya sekolah di SD Muhammadiyah Mlangi. Mulai dari orang yang membantu keluarga, berkunjung(layat) sampai acara pemberangkatan dan pemakaman jenazah, terjadi pembauran antara warga Muhammadiyah dan NU.

3. Pendidikan

Dalam bidang pendidikan integrasi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi terjadi pada;

a. Sekolah Dasar Muhammadiyah Mlangi.

SD Muhammadiyah, yang didirikan awal 60-an, dengan tokoh perintisnya adalah H. Muhammad Yusuf dan H. Yunad. SD Muhammadiyah Mlangi ini telah mencetak lulusan yang berasal dari keluarga kyai dan tokoh-tokoh agama di Desa Wisata Mlangi. H. Muhammad Yusuf dan H. Yunad telah memperkenalkan pemikiran dan gerakan keagaman Muhammadiyah kepada masyarakat yang proporsi jumlah penduduknya lebih didominasi NU.

Sekilas tentang H. Muhammad Yusuf (alm) adalah salah seorang pedagang batik terkaya di Mlangi di tahun 1960-an, Selain memiliki tempat tinggal di Desa Wisata Mlangi, ia juga memiliki tempat tinggal di Gerjen, dan Notoprajan. Di Desa Wisata Mlangi beliau juga dikenal sebagai salah seorang anggota takmir masjid patok negoro. Sampai kemudian waktu terjadi perselisihan yang puncaknya berakibat tersingkirnya beliau dari kepengurusan masjid patok negoro. Sebelum dirinya dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah, almarhum pun sebenarnya seorang pengurus Syuriah NU DIY, demikian juga dengan orang tuanya, H. Marhum, dikenal sebagai penganut NU tulen.

Integrasi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi juga dapat terjadi di Sekolah Dasar Muhammadiyah Mlangi. Contoh nyata, salah satu siwa kelas 5 SD Muhammadiyah Mlangi (Tahun 2011)adalah Mirza Makdum Ibrahim. Ia adalah putra seorang kyai bernama Kyai Noor Hamid yang memimpin Pondok Pesantren Assalafiyyah. Selain itu sebagian besar warga NU menyekolahkan anaknya di SD Muhammadiyah, walaupun, ada sekolah SD NU maupun MI Falahiyah dan MI Nasyath.

b. Pondok Pesantren Al-Qur‟an

Pondok Pesantren ini adalah pondok khusus santri puteri. Pondok in diasuh oleh Kyai Abdul Karim. Selain fokus terhadap Tahfizdul-Qur‟an, ponpes ini menjadi tempat ngaji bagi anak-anak kecil seusia TPA. Kyai Abdul Karim adalah putra Kyai Yusa‟ yang terkenal dengan sebutan Khotib Kraton di di Desa Wisata Mlangi era tahun 1980-an. Sebelum Masjid Jami‟ diserakan kepada masyarakat oleh Kraton, Kyai Yusa‟ inilah petugas Khotib yang berkhutbah pada Idul Fitri dan Idul Adha dengan memakai blangkon.

Interaksi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi juga dapat terjadi di Pondok Pesantren Al-

Qur‟an ini. Contoh nyata, Bapak Bahaudin adalah seorang

Tokoh Muhammadiyah yang saat ini menjadi Wakil Pimpinan Daerah Sleman. Putri beliau mengaji di Pondok Pesantren Al-Qur‟an yang diasuh oleh Kyai Abdul Karim dimana beliau adalah tokoh NU.

c. SMP Ma‟arif Gamping

Tercatat nama seperti H. Basyir, H. Anwar, Kyai Masduki, Kyai Serudin, H. Muhammad Ngasim, Kyai Qodrul Aziz sebagai pendiri SMP Ma‟arif Gamping pada

tahun 1981. Lokasi bangunan sekolah semula merupakan tanah kas desa yang diberikan kepada organisasi sosial NU pada tahun 1964 untuk kepentingan pendidikan. Meskipun sekolah ini bertempat di Pundung, akan tetapi SMP Ma‟arif Gamping ini didirikan oleh tokoh-tokoh Desa Wisata Mlangi dan disediakan untuk pendidikan warga mereka.

Integaksi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi juga dapat terjadi di SMP Ma‟arif Gamping ini. Contoh nyata, seorang siswa bernama adi adalah putra dari seorang yang berafiliasi Muhamadiyah.

4. Budaya

Dalam bidang budaya interaksi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi terjadi pada acara Abdul Qodiran. Acara ini berisi pembacaan kitab Nurul Burhan berisi biografi ulama terkenal, Syekh „Abdul Qadir Al-

Jailany. Biasanya acara tersebut dilakukan untuk do‟a selamatan, sehari sebelum acara hajatan perikahan/khitanan. Harapan dari acara ini, agar acara yang diselenggarakan lancar, terutama agar tidak hujan pada saat acara. Warga yang membaca kitab tersebut adalah para sesepuh dan yang memimpin do‟a di akhir acara adalah para kyai.

Warga yang melaksanakan acara Abdul Qodiran ini tidak memandang Muhammadiyah atau NU, artinya kedua ormas tersebut menerima dan melaksanakanya. Pembacaan kitab seperti dalam acara ini, dilakukan dengan lebih meriah pada saat sewelasan yaitu tanggal 11 Robiul Akhir tiap tahun oleh kumpulan jamaah Tarikat Qodiriyah An-Naqsabandiyah di Desa Wisata Mlangi.

Interaksi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi yang ternyata terjadi pada acara Abdul Qodiran ini merupakan budaya yang kental dan turun temurun. Contoh nyata, pada tangagal 20 Juli 2011 di Pondok Pesantren Assalafiyyah dilakukan acara Abdul Qodiran. Acara ini bertujuan berdo‟a agar pelaksanaan Tasyakuran dan Wisuda

Tahfidzul Qur‟an pada keesokan harinya dapat berjalan lancar.

Warga yang diundang dan yang hadir pada acara ini terdapat banyak warga muhammadiyah meskipun acara ini adalah tradisi NU.

5. Ekonomi

Dalam bidang ekonomi interaksi antara warga Muhammadiyah dan NU di Desa Wisata Mlangi terjadi pada bisnis kain mori dan konveksi. Bisnis kain mori yang ditekuni oleh Gus Zar‟an dan beberapa pedagang tokoh NU lainya bekerja sama dengan Bapak

Haji Mahrus warga Muhammadiyah telah dapat berjalan lama lebih empat tahun. Tujuan pasar kain ini adalah daerah Tuban Jawa Timur.

Gus Zar‟an adalah Putra Kyai Suja‟i(Mursyid Tariqoh Qodiriyah An-Naqsabandiyah di Mlangi). Sedangkan H. Mahrus adalah Warga muhammadiyah, beliau aslinya kampong Ledok(wawancara dengan karyawan pemotong kain mori, Syahir pada 10 mei 2011).

Bisnis yang dilakukan bersama antara warga NU dan Muhammadiyah di Desa Wisata Mlangi berjalan lancar. Sebagian bersar warga pengusaha di Desa Wisata Mlangi melakukan bisnis kerja sama seperti ini. Mereka tidak mempermasalahkan perbedaan ormas.

Dalam dokumen Interaksi Sosial Warga NU dan Muhammadiy (Halaman 62-74)

Dokumen terkait