• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-bentuk Pelanggaran Disiplin

A. Disiplin

7. Bentuk-bentuk Pelanggaran Disiplin

Menurut Syarif dalam Hasibuan & Rahadita (2017:120), pelanggaran disiplin peserta didik atau siswa selama berada di sekolah yang terjadi sejak lama dan cenderung terus berlanjut hingga saat ini, seperti: (1) disiplin datang dan pulang sekolah, (2) cara berpakaian, (3) disiplin selama kegiatan belajar mengajar, dan (4) ketentuan lainnya yang telah ditetapkan pihak sekolah.

Maslow dalam Tu‟u (2004:52) secara positif melihat tingkah laku individu dimotivasi pemenuhan kebutuhan yang bertingkat laksana piramida. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan jasmani, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan diri, kebutuhan aktualisasi diri. Pemenuhan kebutuhan ini menyebabkan adanya tingkah laku yang positif dan agresif.

Tingkah laku disiplin, dapat juga dilihat dari teori Maslow diatas.

Kepatuhan dan ketaatan sebagai upaya mencapai dan memenuhi kebutuhan Maslow tersebut. Sementara pelanggaran disiplin sebagai reaksi negatif karena kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Misalnya kurang perhatian dan kasih sayang, kurang penghargaan, hubungan sosial kurang baik, kebutuhan fisik yang belum tercukupi.

Selain hal itu, pelanggaran disiplin menurut pengalaman dan pengamatan dapat terjadi karena beberapa hal berikut:

a. Disiplin sekolah yang kurang direncanakan dengan baik dan mantap.

b. Perencanaan disiplin yang baik, tetapi implementasinya kurang baik dan kurang dimonitor oleh kepala sekolah.

c. Penerapan disiplin yang tidak konsisten dan tidak konsekuen.

d. Kurangnya kerjasama dan dukungan guru-guru dalam perencanaan dan implementasi disiplin di sekolah.

Maman Rachman dalam Tu‟u (2004: 53-54) membagi kedalam 3 kelompok penyebab munculnya pelanggaran disiplin di sekolah:

a. Pelanggaran disiplin yang timbul oleh guru : 1) Aktivitas yang kurang tepat

2) Kata-kata guru yang menyindir dan menyakitkan 3) Kata-kata guru yang tidak sesuai dengan perbuatannya 4) Rasa ingin ditakuti dan disegani

5) Kurang dapat mengendalikan diri 6) Suka mempergunjing siswanya

7) Dalam pembelajaran memakai metode yang tidak variatif sehingga kelas membosankan

8) Gagal menjelaskan pelajaran dengan menarik perhatian 9) Memberi tugas terlalu banyak dan berat

10) Kurang tegas dan kurang berwibawa sehingga kelas ribut dan tidak mampu menguasai.

b. Pelanggaran disiplin yang ditimbulkan oleh siswa:

1) Siswa yang suka berbuat aneh untuk menarik perhatian 2) Siswa yang berasal dari keluarga disharmonis

3) Siswa yang kurang istirahat dirumah sehingga mengantuk di sekolah

4) Siswa yang kurang membaca dan belajar serta tidak mengerjakan tugas-tugas dari guru

5) Siswa yang pasif, potensi rendah, lalu datang kesekolah tanpa persiapan diri

6) Siswa yang suka melanggar tata tertib sekolah

7) Siswa yang pesimis atau putus asa terhadap keadaan lingkungan dan prestasinya

8) Siswa yang datang kesekolah dengan terpaksa

9) Hubungan antara siswa yang kurang harmonis, adanya klik antara kelompok

10) Adanya kelompok-kelompok eksklusif di sekolah c. Pelanggaran disiplin yang timbul oleh lingkungan:

1) Kelas yang membosankan

2) Perasaan kecewa karena sekolah bertindak kurang adil dalam penerapan disiplin dan hukuman

3) Perencanaan dan implementasi disiplin yang kurang baik 4) Keluarga yang sibuk dan kurang memperhatikan anak-

anaknya, serta banyak problem

5) Keluarga yang kurang mendukung penerapan disiplin sekolah 6) Lingkungan sekolah dekat dengan pusat keramaian kota,

pasar, pertokoan ,pabrik, bengkel, rumah sakit.

7) Manajemen sekolah yang kurang baik 8) Lingkungan bergaul siswa kurang baik.

8. Cara Agar Terbentuknya Kedisiplinan dan Penanggulangannya Menurut Soegeng Prijodarminanto dalam Tulus Tu‟u (2004:50) tentang pembentukan disiplin, terjadi karena alasan berikut ini.

1. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina, melalui latihan, pendidikan, penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai dari lingkungan keluarga sejak kanak-kanak.

2. Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit paling kecil, organisasi atau kelompok.

3. Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai dari keluarga dan pendidikan.

4. Disiplin lebih mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri.

5. Disiplin dapat dicontohkan oleh atasan kepada bawahan.

Menurut wantah dalam Tarigan (2018 : 276) ada beberapa yang dapat dilakukan oleh orang tua maupun guru untuk meningkatkan disiplin pada anak, sebagai berikut:

1. Memperkuat perilaku yang baik dengan memberikan pujian dan perhatian positif berupa senyuman maupun pelukan.

2. Memberikan pilihan secara bebas kepada anak.

3. Menunjukan sikap dan perilaku yang baik dan menyenangkan, agar anak patuh.

4. Membuat sistem reward (penghargaan) untuk mendorong anak agar berperilaku disiplin.

5. Konsisten terhadap metode disiplin yang digunakan dalam menghukum anak, agar anak memahami konsekuensi dari perilaku yang dilakukannya.

6. Memberikan pemahaman tentang konsekuensi dari perilaku yang dilakukan oleh anak.

7. Menciptakan lingkungan dan suasana yang aman dan nyaman serta memberikan batasan-batasan sesuai dengan usia dan taraf perkembangan anak.

Dalam penanggulangan disiplin, beberapa hal berikut ini perlu mendapat perhatian (Tu‟u 2004:55-56):

1. Adanya tata tertib.

Dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangat bermanfaat untuk membiasakannya dengan standar perilaku yang sama dan diterima oleh individu lain dalam ruang lingkupnya.

2. Konsisten dan konsekuen.

Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah tidak konsistennya penerapan disiplin. Soegeng dalam Tu‟u (2004:56) mengatakan dalam menegakkan disiplin bukanlah ancaman atau kekerasan yang diutamakan. Yang diperlukan adalah ketegasan dan keteguhan di dalam melaksanakan peraturan. Hal itu merupakan modal utama dan syarat mutlak untuk mewujudkan disiplin.

3. Hukuman.

Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak baik atau tidak diinginkan. Tujuan hukuman menurut Hadisubrata dalam Tu‟u (2004:56) untuk mendidik dan menyadarkan siswa

bahwa perbuatan yang salah mempunyai akibat yang tidak menyenangkan. Hukuman diperlukan juga untuk mengendalikan perilaku disiplin. Tetapi hukuman bukan satu-satunya cara untuk mendisiplinkan anak atau siswa.

4. Kemitraaan dengan orangtua.

Pembentukkan individu berdisiplin dan penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab orangtua atau keluarga.

Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama yang sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan dan pengembangan perilaku siswa. Karena itu, sekolah sangat perlu bekerja sama dengan orangtua dalam penanggulangan masalah disiplin.

Selain itu, menurut Wini (2020: 10) ada beberapa cara atau tehnik yang bisa diterapkan oleh seorang guru dalam menangani disiplin siswa di sekolah yaitu sebagai berikut:

1. Teknik Inner Control

Teknik ini sangat disarankan untuk digunakan guru-guru dalam membina disiplin peserta didiknya. Teknik ini menumbuhkan kepekaan atau penyadaran akan tata tertib dari pada akhirnya disiplin harus tumbuh dan berkembang dari dalam peserta didik itu sendiri (self discipline).

2. Teknik External Control

Teknik ini yaitu mengendalikan diri siswa berupa bimbingan dan konseling. Teknik dapat menumbuhkan disiplin cenderung melakukan pengawasan (yang kadang perlu diperketat dan kalau perlu menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran).

3. Teknik Cooperative Control

Teknik cooperative control ini sebuah pembinaan disiplin dengan cara bekerja sama antara guru dan siswa dalam mengendalikan disiplin, dimana guru dan siswa saling mengontrol terhadap pelanggaran disiplin sekolah.

Dokumen terkait