• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Indonesia dalam pengelolaan merek sebenarnya berlangsung paling lama bila dibandingkan dengan jenis-jenis HKI lainnya. Meskipun pengalaman dalam pengelolaan sistem merek dapat dikatakan yang terlama, tetapi persoalan yang menyangkut merek tidak pernah surut. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya pengaturan merek, utamanya merek terkenal dalam mencegah terjadinya kasus-kasus pelanggaran merek. Munculnya istilah merek terkenal berawal dari tinjauan terhadap merek berdasarkan reputasi (reputation) dan kemasyuran (reknown) suatu merek.

Berdasarkan pada reputasi dan kemasyhuran merek dapat dibedakan dalam tiga jenis, yakni merek biasa (normal marks), merek terkenal (well know marks), dan merek termasyhur (famous marks). Khusus untuk merek terkenal didefinisikan

sebagai merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachement)dan ikatan mitos(mythical context)kepada segala lapisan konsumen.71

Merek dagang yang sudah terkenal tidak dapat begitu saja dengan seenaknya digunakan untuk berbagai jenis barang tanpa persetujuan lebih dahulu dari pemilik merek itu.72 Adanya pelanggaran merek seperti peniruan dan pemalsuan merek sesungguhnya dilatar belakangi adanya persaingan curang atau persaingan tidak jujur yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam perdagangan barang atau jasa dengan melakukan cara-cara yang bertentangan dengan itikad baik dengan mengenyampingkan nilai kejujuran dalam melakukan kegiatan usaha.

Dalam usahanya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya ada sebagian pelaku melakukan peniruan merek dagang dalam usahanya untuk memperoleh penguasaan pasar. Peniruan merek dagang ini merupakan perbuatan yang tidak jujur dan akan merugikan berbagai pihak yakni bagi khalayak ramai/yaitu konsumen maupun bagi pemilik merek yang sebenarnya.

Pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual di bidang merek meliputi:73 a. Praktek Peniruan Merek

Pelaku usaha yang beriktikad tidak baik tampak dalam upaya atau ikhtiar mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal(well know trade mark) yang

71Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin,Op.Cit., hlm.87. 72Sudargo Gautama (d),Op.Cit., hlm.18

sudah ada sehingga merek atas barang atau jasa yang diproduksi secara pokoknya sama dengan merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal (untuk barang-barang atau jasa sejenis) dengan maksud menimbulkan kesan kepada khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya itu sama dengan produksi barang atau jasa yang sudah terkenal itu. Dalam hal ini dapat diberikan contoh, bahwa dalam masyarakat sudah dikenal dengan baik sabun mandi dengan merek "Lux" kemudian ada pengusaha yang memproduksi sabun mandi merek "Lax". Tentunya pengusaha ini berharap bahwa dengan adanya kemiripan tersebut dapat memperoleh keuntungan yang besar tanpa mengeluarkan biaya besar untuk promosi memperkenalkan produksinya, dan berharap konsumen dapat terkelabui dengan kemiripan merek tersebut.

b. Praktek Pemalsuan Merek Dagang

Pelaku usaha yang tidak beriktikad baik memproduksi barang-barang dengan mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat yang bukan merupakan haknya. Sebagai contoh seorang pengusaha yang sedang berbelanja ke luar negeri membeli produk Cartier, kemudian kembali ke Indonesia untuk memproduksi barang-barang tas, dompet yang diberi merek Cartier. Dalam hal ini juga maka pelaku usaha itu tentunya sangat berharap memperoleh keuntungan besar tanpa mengeluarkan biaya untuk memperkenalkan merek tersebut kepada masyarakat karena merek tersebut sudah dikenal oleh masyarakat dan tampaknya pemakaian kata

Cartier itu merupakan kekuatan simbolik yang memberikan kesan mewah dan bergengsi, sehingga banyak konsumen membelinya.

c. Perbuatan-perbuatan yang Dapat Mengacaukan Publik Berkenaan Dengan Sifat dan Asal Usul Merek

Hal ini terjadi karena adanya tempat atau daerah suatu negara yang dapat menjadi kekuatan yang memberikan pengaruh baik pada suatu barang karena dianggap sebagai daerah penghasil jenis barang yang bermutu. Termasuk dalam persaingan tidak jujur apabila pengusaha mencantumkan keterangan tentang sifat dan asal-usul barang yang tidak sebenamya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah penghasil barang yang bermutu misalnya mencantumkan keterangan made in England padahal tidak benar produk itu berasal dari Inggris.

Seluruh perbuatan itu sangat merugikan pemilik merek, karena akibat dari persaingan tidak jujur (pemalsuan dan peniruan merek terkenal) akan mengurangi omzet penjualan sehingga mengurangi keuntungan yang sangat diharapkan dari mereknya yang lebih terkenal tersebut. Bahkan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap merek tersebut, karena konsumen menganggap bahwa merek yang dulu dipercaya memiliki mutu yang baik ternyata sudah mulai turun kualitasnya. Bukan hanya itu saja, pelanggaran terhadap hak atas merek ini juga sangat merugikan konsumen karena konsumen akan memperoleh barang-barang atau jasa yang biasanya mutunya lebih rendah dibandingkan dengan merek asli yang sudah terkenal tersebut, bahkan adakalanya produksi palsu tersebut membahayakan kesehatan dan jiwa konsumen.

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, bentuk-bentuk pelanggaran pidana merek dagang, yaitu:

a. Penggunaan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak, untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 90).

b. Penggunaan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak, untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 91).

c. Penggunaan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar (Pasal 92 ayat (1)).

d. Penggunaan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain, untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar (Pasal 92 ayat (2)).

e. Pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis (Pasal 92 ayat (3)).

f. Penggunaan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal, dengan sengaja dan tanpa hak, pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau jasa tersebut (Pasal 93).

g. Memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran merek yang terdaftar (Pasal 94).

Ketentuan sanksi terhadap pelanggaran Merek antara lain diatur sebagai berikut:

a. Pasal 90: menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). b. Pasal 91: menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar

milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda maksimal Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

c. Pasal 92 ayat (1): menggunakan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

d. Pasal 92 ayat (2)Pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi

geografis, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

e. Pasal 93: Penggunaan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal, dengan sengaja dan tanpa hak, pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

f. Pasal 94: Memperdagangkan barang dan/atau jasa yang patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran merek yang terdaftar atau indikasi geografis, dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Ketentuan pasal tersebut yang memuat sanksi pidana memberikan perlindungan kepada orang atau badan hukum yang merasa berhak atas merek. Dengan jalan melarang pemakaian merek secara tidak sah oleh pihak lain berupa pemakaian merek itu seluruhnya atau pada pokoknya menyerupai merek dari yang berhak itu pada barang atau jasa yang sejenis. Dengan adanya ketentuan sanksi pidana ini tidak mengurangi kemungkinan dari pihak yang berhak untuk melakukan gugatan perdata.

Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dilakukan penyempurnaan rumusan ketentuan pidananya. Ketentuan pidana yang semula tertulis “setiap orang” diubah menjadi “barang siapa”. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari penafsiran yang keliru bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak

termasuk tindakan yang diancam dengan sanksi pidana. Tindak pidana dalam merek merupakan delik aduan (Pasal 95). Pemilik terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan mereknya. yang mempunyai persamaan baik pada pokoknya atau pada keseluruhannya tersebut. Hak mengajukan gugatan ini tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan tindak pidana di bidang merek.

Kasus penggunaan galon merek AQUA oleh depot air minum isi ulang selama ini memang tidak pernah sampai ke pengadilan, selain gugatan secara perdata dinilai kurang efektif, selama ini pemalsuan galon merek AQUA selalu masuk dalam ranah pidana, sehingga peran aparat penegak hukum sangat dominan dalam penindakan praktek pelanggaran merek AQUA. Sehingga dalam prakteknya, jarang terdengar gugatan dari pihak AQUA terhadap pelaku usaha galon air minum isi ulang, kalaupun ada hanya sebatas gugatan pembatalan merek milik perusahaan air minum dalam kemasan yang memiliki kesamaan pada pokoknya atau kesamaan pada umumnya dengan merek AQUA,74 namun untuk kasus-kasus pemalsuan merek terkait penggunaan galon air minum milik merek terdaftar dapat dijumpai di beberapa daerah, misalnya kasus pemalsuan merek dalam putusan Mahkamah Agung Nomor Nomor 2377 K/Pid/2006 tertanggal 8 Oktober 2007,75 di mana terdakwa Nyonya Hajjah Uti Raguwati sekitar tahun 2001 sampai dengan tahun 2002, bertempat di PT.

74Hasil wawancara dengan Syabariah Br. Tarigan, Financial Accounting PT. Sibayakindo, Doulu Berastagi, tanggal 15 April 2014

75Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Agung Nomor 2377 K/Pid/2006 tanggal 8 Oktober 2007, dalam kasus pelanggaran merek atas galon air minum merek TOPQUA dan AYYA.

Kharisma Tirta Giri Lirang di Dusun Pasir Panjang Rt.03/Rw.02 Desa Sedau, Kecamatan Tujuh Belas Kota Singkawang secara berturut-turut sebagai suatu perbuatan yang diteruskan/ berlanjut, dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain yaitu PT.Sumber Warih Sejahtera sebagai pemegang merek TOPQUA dan merek AYYA yang telah didaftarkan pada Departemen Kehakiman Dirjen Hak Cipta, Paten dan Merek dengan Nomor 348961 tanggal 16 Agustus 1996 untuk merk TOPQUA dan Nomor 326070 tanggal 11 Januari 1995 untuk merk AYYA, untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan yaitu berupa air minum mineral kemasan galon. Terdakwa sebagai Direktur Utama PT.Kharisma Tirta Giri Lirang telah memasarkan hasil produksinya berupa air minum mineral merk AFIAT kemasan galon isi 19 liter telah menggunakan galon milik PT.Sumber Warih Sejahtera selaku produsen air minum mineral merk AYYA dan air minum mineral merk TOPQUA dalam gallon isi 19 liter tanpa seizin pemilik merek terdaftar yaitu PT.Sumber Warih Sejahtera. Bahwa galon yang telah dipergunakan untuk memasarkan hasil produksi PT.Kharisma Tirta Giri Lirang berupa air minum mineral adalah dengan menggunakan galon merek AYYA dan TOPQUA yang memiliki ciri khusus dan sudah dikenal oleh khalayak ramai atau konsumen yaitu galon plastik dengan merek yang ditimbulkan berupa tulisan timbul permanen dengan nama AYYA dan TOPQUA, bahwa ternyata terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak telah menggunakan galon plastik pada bagian yang ada tulisan dengan menggunakan huruf timbul merk AYYA dan merk TOPQUA selanjutnya ditempati stiker merk AFIAT

kemudian dipasarkan dan dijual oleh terdakwa di daerah pemasaran Kota Pontianak dan Kota Singkawang, dan oleh karena terdakwa tidak perlu mengeluarkan biaya operasional untuk pembelian galon maka terdakwa dapat menjual air minum produksinya lebih murah dari pada air minum mineral merek AYYA dan merek TOPQUA yang diproduksi oleh PT.Sumber Warih Sejahtera, dalam hal ini produk air minum mineral kemasan gallon merk AFIAT dijual dengan harga Rp.5.000.- (lima ribu rupiah) per galonnya sedangkan produk air minum mineral kemasan galon merk AYYA dan TOPQUA dijual dengan harga Rp.6.000.- (enam ribu rupiah) karena PT.Sumber Warih Sejahtera harus mengeluarkan biaya operasional untuk pembelian kemasan galon dan memperhitungkan biaya penyusutannya.

Bahwa barang berupa air minum mineral yang dipasarkan oleh PT.Kharisma Tirta Giri kepada khalayak ramai atau konsumen sepintas lalu bila dilihat memiliki persamaan pada umumnya dengan air minum mineral produksi PT.Sumber Warih Sejahtera yaitu terlihat seolah-olah barang hasil produksi PT.Sumber Warih Sejahtera karena terbaca secara jelas pada galon kemasan air minum mineral kata-kata AYYA dan TOPQUA jika dilihat dari sisi yang berlawanan (bagian gallon yang tidak ada tempelan) dan pada bagian yang ditempel stiker apabila diraba maka akan terasa tulisan timbul yang bertuliskan AYYA dan TOPQUA, yang khalayak ramai atau konsumen sudah mengenalnya.

Bahwa perbuatan terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan galon merek AYYA dan TOPQUA milik PT.Sumber Warih Sejahtera yang telah memasarkan dan mengedarkannya kepada khalayak ramai, hal tersebut berdasarkan

hasil penyitaan yang dilakukan oleh Penyidik Polri yang telah menyita air minum mineral merk AFIAT di dalam kemasan gallon merek AYYA dan TOPQUA antara lain di beberapa toko di Kota Pontianak, Hotel Mahkota Pontianak dan di beberapa toko di Kota Singkawang, yang dijual dengan harga Rp.5.000.- (lima ribu rupiah) per galon di bawah harga pasar dari produk air minum mineral gallon isi 19 liter yang diproduksi oleh PT.Sumber Warih Sejahtera yaitu merek AYYA dan merek TOPQUA seharga Rp.6.000.- (enam ribu rupiah) per galon.

Bahwa akibat perbuatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa telah membawa kerugian baik secara materiil maupun in materiil terhadap PT.Sumber Warih Sejahtera yaitu berupa penurunan pemasaran barang-barang produksinya dari akibat beredarnya di pasaran umum barang berupa air minum mineral merek AFIAT yang mempunyai persamaan pada umumnya dengan air minum mineral merek AYYA dan TOPQUA yang diproduksi oleh PT.Sumber Warih Sejahtera dan kerugian-kerugian lain berupa penyusutan galon yang telah dipergunakan oleh PT.Kharisma Tirta Giri Lirang dan kekhawatiran PT.Sumber Warih Sejahtera Pontianak atas produk air minum yang telah diproduksi oleh PT.Kharisma Tirta Giri Lirang yang kualitasnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan akhirnya merugikan konsumen produk air minum merk AYYA dan TOPQUA, perbuatan terdakwa Nyonya Hajjah UTI RAGUWATI diatur dan diancam pidana dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam putusannya Mahkamah Agung Menyatakan bahwa Terdakwa Hj.Uti Raguwati tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang pada pokoknya sama dengan merek terdaftar pihak lain untuk barang sejenis yang diproduksi”, dan memidana terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp.7.500.000.- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), dengan ketentuan bahwa apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 4 (empat) bulan.

B. Penggunaan Galon Merek AQUA Oleh Pelaku Usaha Depot Air Minum Isi

Dokumen terkait