• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2.4 Pengawasan

2.2.4.2 Bentuk – bentuk Pengawasan

Menurut Sofyan (2001 : 156) bentuk-bentuk pengawasan terbagi dalam : 1. Sistem Pengawasan Intern Organisasi

Pengawasan intern adalah semua teknik dan cara yang dapat digunakan dalam intern perusahaan atau organisasi untuk membantu tercapainya tujuan perusahaan atau organisasi.

2. Sistem Pengawasan Ekstern

Pengawasan ekstern adalah semua sistem dan cara pengawasan yang berada di luar perusahaan atau organisasi yang dapat digunakan dan dapat

membantu fungsi pengawasan untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi.

2.2.5 Pajak Bumi dan Bangunan

2.2.5.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh setiap masyarakat, karena pajak didasarkan pada Undang-Undang sehingga dalam pelaksanaan pemungutannya dapat dilakukan dengan menggunakan paksaan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Djajadiningrat dalam Munawir (1998 : 5) yang menyatakan bahwa “Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”.

Menurut Boediono (1999 : 50) menyatakan bahwa “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan imbalan yang diberikan secara tidak langsung (umum) oleh pemerintah, gunanya untuk membiayai kebutuhan pemerintahan negara dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengatur di bidang sosial ekonomi”.

Sedangkan Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2003 : 1) menyatakan bahwa “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi)

yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib yang harus dibayar oleh masyarakat yang jasa pembayarannya itu tidak dapat dirasakan langsung oleh pembayarnya, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pajak Bumi dan Bangunan mulai berlaku sejak 1 januari 1986. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penyederhanaan terhadap sistem perpajakan yang ada sebelumnya yang dirasakan bersifat ganda dan membingungkan.

Menurut Mardiasmo (2003 : 269) menyatakan bahwa Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Sedangkan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tepat pada tanah dan atau perairan.

Sedangkan menurut Sumitro dan Muttaqin (2001 : 20) Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang objektif tidak mengenal pengecualian subyek, yang ada hanya pengecualian objek.

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

2.2.5.2 Asas Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Mardiasmo (2003 : 269) bahwa asas Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut :

1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan suatu reformasi dalam bidang perpajakan. Beberapa jenis pungutan atau pajak yang dikenakan terhadap tanah telah dicabut.

2. Adanya kepastian hukum

Dengan diundangkannya adil dalam Pajak Bumi dan Bangunan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan didukung oleh Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Dirjen Pajak terlihat bahwa Pajak Bumi dan Bangunan mempunyai kekuatan dan kepastian hukum yang merupakan pedoman bagi masyarakat.

3. Mudah dimengerti dan adil

Adil dalam Pajak Bumi dan Bangunan dimaksudkan lebih pada objeknya. Dari objek pajak terbesar hingga yang terkecil akan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan kemampuan wajib pajak.

4. Menghindari pajak berganda

Pajak Bumi dan Bangunan bermaksud untuk menyederhanakan berbagai peraturan pajak yang sampai sekarang masih berlaku dan menimbulkan banyak kesalahpahaman, karena pajak-pajak itu oleh rakyat dirasa menimbulkan pajak berganda.

2.2.5.3 Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Mardiasmo (2003 : 273) dinyatakan bahwa, Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Menurut Soemitro dan Muttaqin (2001 : 7), objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah bumi dan atau bangunan. Secara rinci Mardiasmo menyatakan bahwa yang menjadi objek PBB adalah :

1. Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Yang meliputi rawa-rawa, tambak dan perairan serta laut wilayah Republik Indonesia.

2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Yang meliputi rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.

2.2.5.4 Pengecualian Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di wilayah Indonesia bisa dimasukkan sebagai objek pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 pasal 3 ayat (1) beberapa tanah dan bangunan yang dapat dikecualikan, yaitu :

1. Tanah dan bangunan yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

2. Tanah dan bangunan yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu.

3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.

4. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

5. Bangunan yang digunakan untuk perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

2.3 Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2.3.1 Pengertian Pemungutan

Mengenai pengertian pemungutan, sebagaimana dijelaskan oleh Poerwadarminta (2002 : 8), bahwa “kata pemungutan berasal dari kata “memungut” yang mengandung arti menarik (biaya, pajak, uang, iuran, derma dan sebagainya), sedangkan pemungutan yaitu : proses, cara dan perbuatan memungut, misalnya : iuran, pajak, suara”.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa “Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data subjek pajak dan objek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terhutang sampai pada kegiatan penagihan

pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya”.

Dengan demikian dalam kaitannya dengan tema penelitian ini, yaitu berkaitan dengan Penungutan Pajak Bumi dan Bangunan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi pemungutan merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang terdiri dari :

1. Penerbitan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) serta pembayaran PBB.

2. Penyuluhan kepada wajib pajak mengenai pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan agar target penerimaan dari sector PBB dapat terrealisasi.

3. Pengawasan terhadap petugas-petugas di lapangan yang melakukan tugas pemungutan.

2.3.2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Upaya untuk memperlancar penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, maka pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan demikian perubahan peraturan perundang-undangan tersebut agar lebih dimengerti dan dipahami oleh masyarakat yang pada akhirnya implementasi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai perwujudan dari implementasi kebijakan pemerintah atau negara dapat tercapai, serta target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat direalisasikan secara efektif dan efisien.

Dalam pelaksanaannya ditindaklanjuti oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 51 Tahun 2002 tentang Tim Intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan, Pembagian serta Penggunaan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan.

Dokumen terkait