• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst

BAB V. Berisi Penutup yang memuat tentang Kesimpulan dan Saran Bagian Terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran

TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst

Sesuai dengan data-data yang ditemukan pada elemen tematik berdasarkan pesan secara umum, maka terdapat beberapa tema dalam novel De Winst yang bermuatan pesan moral. Pesan moral dalam suatu karya sastra merupakan unsur isi, makna yang terkandung dan makna yang disarankan pengarang kepada pembaca melalui ceritanya. Bahkan pesan moral itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan.57

a. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan

Pesan moral dalam novel De Winst yang terkait dengan wujud pesan pada kategori ini tampak pada sosok Rangga yang masih mempertahankan

57

keyakinannya di tengah pergaulannya sebagai bangsawan modern yang menuntut ilmu di Belanda. Sepulangnya dari Belanda, ia masih menjalankan syariat agama yang diyakininya, yakni Islam. Ia memenuhi permintaan Raden Haji Ngalim Sudarman untuk mengisi khutbah pada saat Shalat Jum’at. Walaupun ia masih memiliki kekurangan dalam membaca Al Qur’an karena memang selama sekolah di Belanda, pada masa itu tidak ada yang mengajarinya lagi membaca Al-Qur’an. Namun setelah kepulangannya dan bertemu kembali dengan guru mengajinya semasa duduk di kelas terakhir MULO, ia pun ingin mengejar keterlambatannya untuk belajar membaca dan memahami Al Qur’an. Dan manakala ia sedang menghadapi berbagai persoalan ia pun bisa mengambil hikmah bahwa semua yang menimpanya merupakan teguran tuhan.

Dalam novel ini pengarang juga memberikan pesan moral melalui gambaran sang tokoh Raden Haji Ngalim Sudarman yang senantiasa menasehati dan memberikan petuah agama tentang pentingnya untuk selalu menjalankan sesuatu sesuai syariat agama, mendahulukan shalat jika waktunya tiba dibanding pekerjaan lainnya dan untuk selalu mengingat Allah SWT, kepada tokoh-tokoh dalam novel seperti Rangga, Jatmiko dan Haji Suranto, seperti tampak dari kutipan berikut:

b. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri

Dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia mempunyai kebebasan pribadi, yaitu kemampuan untuk menentukan tindakan dirinya

“Tentu saja kami sangat bergembira menerima undangan dari andika,

nakmas Haji. Tetapi ini sudah mau shalat dzuhur, kami mau shalat dzuhur terlebih dahulu di Masjid Laweyan.”

sendiri, dalam halini peneliti akan membahas beberapa pesan dalam novel De Winst yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu: keinginan, suara hati, tekad moral.58 Adapun pesan moral yang mengandung kategori hubungan manusia dengan diri sendiri,seperti terdapat pada kutipan berikut:

Kutipan di atas merupakan bentuk gagasan pengarang dalam menyampaikan pesan moral yang berkaitan dengan kewajiban terhadap diri sendiri. Pengarang menggambarkan sosok Rangga yang memilih untuk mengutamakan pengabdian cintanya kepada ilahi, daripada mengotori hatinya dengan cinta-cinta syahwati yang bisa menjerumuskannya, di tengah persoalan cinta yang membebaninya yakni munculnya Everdine, gadis yang dicintainya di samping lelaki yang menjadi bos barunya di perusahaan sebagai pasangan suami isteri. Hal yang dilakukan Rangga itu bila dikaitkan kepada nilai-nilai agama Islam maka sesuai dengan perintah Allah SWT kepada manusia untuk senantiasa memperhatikan dirinya sendiri. Seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang akibatnya akan menghancurkan dirinya sendiri. Melakukan perbuatan maksiat, selain berdosa juga akan membawa dirinya sendiri ke jurang kehancuran. Semakin banyak seseorang melakukan maksiat akan semakin sesat jalan hidupnya. Firman Allah SWT:

58

K. Bertens. Etika. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000). h. 111-112

…..Dan saat ini, ia sedang berusaha mengosongkan hati dari segala macam cinta yang tak semestinya mengotori hatinya. Ia ingin terlebih dahulu menjadikan Sang Pencipta sebagai cinta tertinggi baru setelah itu, atas nama cinta kepada Sang Penggenggam Alam Semesta, ia akan memberikan cintanya dengan proses-proses yang Dia ridhoi.

Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

c. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial

Pesan moral yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya antara lain dapat berwujud persahabatan, kesetiaan, pengkhianatan, hubungan suami-istri, orang tua-anak, cinta kasih terhadap suami/istri, anak, orang tua, sesama dan hubungan lainnya yang melibatkan interaksi antarmanusia. Dalam novel De Winst pengarang memberikan pesan moral terkait kategori ini diangkat melalui sosok Rangga seorang bangsawan Keraton Surakarta, namun dia tidak pernah membedakan untuk dapat menghargai dan menghormati orang, tanpa melihat status sosial dan ekonomi orang. Ia bisa menghargai persamaan derajat sesama manusia. Bahkan, ia cenderung tidak menyukai tradisi feodalisme yang berlaku dan adanya strata sosial yang berlaku saat itu. Justru dengan status sosial, ekonomi dan pendidikan yang ia miliki, tidak membuatnya lupa akan nasib saudara sebangsanya yang tertindas lantas mendorongnya untuk dapat memperjuangkan hak-hak bangsanya. Ia melakukan segala usaha untuk menolong kaum buruh yang tertindas karena mendapat gaji yang tidak setimpal dengan kerja keras mereka. Semangat Rangga ini tidak lepas dari dukungan Sekar, Jatmiko dan Kresna. Karena sebagai orang yang memiliki kecukupan materi, pendidikan menjadi suatu keharusan bagi kita untuk berbagi kepada sesama yang kekurangan. Berikut ini firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang berisi anjuran untuk saling tolong menolong:

Artinya: ”...Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah:2)

. Pesan tersirat juga peneliti temukan dalam kisah Rangga dan Sekar, putra-putri keraton yang telah dijodohkan pada orang tua mereka. Perjodohan yang membuat mereka merasa hidupnya sempit karena tak bisa menentukan pilihannya sendiri. Namun pada akhirnya ketika mereka tiba pada suatu keadaan dimana keduanya merasa saling tertarik tetapi, mereka berusaha meyakinkan hatinya untuk memendamnya untuk kebaikan bersama di sini terdapat pesan mengenai kepasrahan dalam mencintai seseorang, dan nampaknya pengarang ingin memberikan kesan bahwa ada perbedaan antara ungkapan cinta dan perasaan untuk memiliki, karena itulah kita harus mendahulukan cinta kepada Allah melebihi segala cinta lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: ”Kalau bapak-bapakmu, anak-anakmu, istri-istrimu, kaum keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatir menanggung rugi, tempat tinggal yang kamu sukai, kalau semua itu kamu cintai lebih dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjuang di jalan Allah, maka tunggulah sampai Tuhan mendatangkan perintah-Nya (kebinasaan dan lain-lain). Allah tidak memberikan pimpinan kepada kaum yang fasik, jahat.” (QS. At-Taubah:24)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dibawah ini beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis:

1. Dari keseluruhan isi cerita, penyajian wacana novel ini terbilang cukup baik, hal ini terbukti dari tema-tema yang diangkat yakni mengenai nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan, persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal dan rendah hati. Skema atau alur ceritanya adalah diawali dengan kisah tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan mengharukan. Lengkap dengan pemilihan bahasa, kata, bentuk kalimat dan metafora yang terbilang apik. Dari segi kognisi sosialnya, komunikator dalam hal ini pengarang novel tampak ingin memberikan pesan moral mengenai semangat nasionalisme dan berjuang untuk mendapatkan dan mewujudkan kemerdekaan bangsa kita yang seutuhnya. Dari segi konteks sosial, penulis berkesimpulan bahwa novel ini dibuat sebagai suatu gagasan yang menjadi pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, yakni tentang semangat nasionalisme, perjuangan dan pendidikan. Karena fenomena yang terjadi saat ini, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengoptimalkan pendidikan, padahal pendidikan merupakan penunjang

utama bagi seseorang untuk memiliki kehidupan yang lebih baik lagi di masa depan.

2. Hasil dari analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst ini terdapat beberapa bentuk kategori pesan moral yang meliputi: hubungan manusia dengan Tuhannya berupa ketaqwaan manusia kepada tuhannya, dalam hal ini ketaqwaan tokoh kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia lain dalam lingkungan sosial, berupa tolong menolong, menghjargai dan menghormati sesama, sopan santun, keramahan, kesetiaan dan sebagainya. dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri berupa rasa cinta, rindu, ambisi, cita-cita atau ideologi dan sebagainya

B. Saran-saran

1. Para pelaku dakwah hendaknya lebih menyadari bahwa karya sastra seperti novel merupakan salah satu alat yang efektif dalam menyampaikan pesan moral, oleh karenanya para pengarang dapat mempelajari cara penulisan novel yang lebih menarik dan memanfaatkannya sebagai sarana dakwah dan penyampaian moral yang tak mungkin ada dalam wacana lain. 2. Kepada para sastrawan muslimin hendaknya sebuah novel ditulis tidak

saja berdasarkan pengembangan imajinasi, akan tetapi juga dilandasi sebuah riset yang cermat, seperti mencari data-data, karena ada banyak novel-novel di Indonesia yang berisi hiburan tanpa adanya nilai-nilai sastra yang bersifat artistik, kultural, etis, moral, religius, dan nilai praktis.

3. Karya yang baik adalah karya yang isinya bermutu, tidak asal menulis, harus ada pengetahuan yang mengajak kepada kebenaran juga dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak.

4. Pengemasan buku novel ini terbilang rapi, dengan pilihan desain sampul yang apik, juga dekorasi yang menghias tiap-tiap halamannya. Hal ini penting diperhatikan, karena salah satu yang membuat buku itu terlihat menarik yakni sampulnya. Sayangnya, istilah yang digunakan dalam novel ini ada beberapa diantaranya yang menggunakan istilah dalam bahasa Prancis, namun tidak disertai keterangan. Selain itu masih ada kesalahan ketik dan pengejaan. Memang tidak banyak, namun penulis rasa hal ini perlu juga diperhatikan demi untuk mendapatkan hasil karya yang sempurna baik itu bagi pengarang, penerbit dan masyarakat. Maka dari itu, penulis menyarankan agar dalam penulisan lebih diperhatikan lagi sebelum naik cetak.

5. Semoga hal-hal yang baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang dapat mengembangkan karya sastra seperti novel yang sarat dengan nilai-nilai religi, akhlak dan moral agar dapat menjadi lebih baik.

Dokumen terkait