• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

C. Hakikat Puisi

3. Bentuk dan Struktur Fisik Puisi

Bentuk dan struktur fisik puisi sering disebut metode puisi. Bentuk dan struktur fisik puisi mencakup:

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik dan bait dalam puisi. Pada puisi konvensional, kata-katanya diatur dalam deret yang disebut larik atau baris. Pengaturan baris dalam puisi dapat menentukan kesatuan makna, dan juga berfungsi untuk memunculkan ketaksaan makna (ambiguitas).

Berwajahan puisi juga bisa mencerminkan maksud dan jiwa pengarangnya. Perhatikan tipografi puisi “Hyang?” (Sutardji Calzoum Bachri) yang berlubang-lubang, terputus dan meloncat-loncat mengungkapkan kekosongan, kegelisahan, dan ketidakmenentuan pikiran penyairnya dalam mencari Hyang (Tuhan).

37

Aswinarko dan Ahmad Bahtiar, Kajian Puisi (Teori dan Praktik), (Jakarta: Unindra Press: 2013), h. 18-19.

HYANG yang mana ke atau dari mana meski pun lalu se bab antara Kau dan aku

Dapat disimpulkan bahwa perwajahan atau tipografi dalam puisi dapat membedakan puisi dengan prosa, fiksi, dan drama. Tipografi merupakan bentuk dari puisi yang bermacam-macam tergantung penyairnya.

2) Diksi

Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang dengan sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.

Pilihan kata akan mempengaruhi ketepatan makna dan keselarasan bunyi. Dalam puisinya “Aku” (Chairil Anwar), sebelumnya tertulis seperti di bawah ini.

Kutipan 1

Aku

„Ku tahutak seorang „kan merayu Tidak juga kau

…………..

Chairil sadar bahwa kata tahu menunjukkan kelemahan dan menunjukkan sikap pesimis. Kemudian kata tahu diubah pada penerbitan berikutnya menjadi kata mau yang menunjukkan sikap kuat dan optimis. Seperti kutipan di bawah ini.

Kutipan 2

Aku

Kalau sampai waktuku

„Ku mau tak seorang „kan merayu Tidak juga kau

………

Siswanto dalam bukunya menyatakan:

Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Pemilihan kata dalam puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Pemilihan kata juga berhubungan erat dengan latar belakang penyair.38

Jadi fungsi diksi bagi puisi yaitu untuk memperindah dan memberikan fariasi pada puisi serta makna yang tersembunyi.

3) Imaji

Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan,dan peraba atau sentuh. Imaji dapat dibagi menjadi tiga: imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti yang dialami oleh penyair.39

38

Opcit, h.113-116.

39

Jadi, dengan imaji pada puisi akan mebuat pembaca seakan-akan melihat, mendengar, mencium dan merasseakan-akan apa yang dirasakan oleh penulis

.

4) Kata Kongkret

Kata konkret berhibungan erat dengan imaji. Kata konkreat adalah kata-kata yang diungkapkan dengan indera. Dengan kata Konkret akan memungkinkan imaji muncul.

IKAN

aku lihat ikan di akuaruim tidak pernah tidur

lalu bagaimana ia menghitung hari dan kematian barangkali memang tidak perlu dihiraukan Karena ia selalu berzikir dengan mata dan siripnya

Pada puisi di atas, kata konkret ditunjukan oleh kata ikan,

akuarium, mata, dan sirip. Kata konkret berhubungan dengan kata kiasan atau lambang.

Jadi, kata kongkret sangat erat dengan imaji karena kata kongkret dapat diungkapan dengan imaji. Kata kongkret dalam puisi berfungsi untuk menimbulkan imaji pada pembaca.

5) Bahasa Figuratif (Majas)

Majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Sudjito dalam Siswanto : Bahasa figurative menyebabkan puisi menjadi prismatik, artinya memancarkan banak makna atau kaya akan makna. Waluyo dalam Siswanto : Perrine menyatakan bahasa riguratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair karena (1) bahasa figuratif mampu

menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak jadi konkret san menjadikan puisi lebih lebih nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa singkat.

Terdapat bermacam-macam bahasa kiasan/majas di dalam puisi. Namun ada beberapa bahsa kiasan/majas yang pemakaiannya lebih dominan, yaitu: perbandingan (simile), metafora, personifikasi, metonimi, sinekdot, hiperbola, alegori. a) Metafora

Pada dasarya adalah sebuah kata atau ungkapan yang maknannya bersifat kiasan, dan bukan harfiah karena ia berfungsi menjelaskan sebuah konsep. Dengan demikian, demikian konsep tersebut lebih mudah dimengerti, dan efeknya pun menjadi lebih kuat.

Contohnya menggunkan ungkapan : “Dewi bulan” untuk melukiskan seorang kasih yang cantik.

b) Perbandingan (simile)

Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain namun yang masih memiliki kesamaan-kesamaan tertentu.

Contohnya dengan kata-kata : senyumnya semanis gula atau nusantara

c) Personifikasi

Gaya bahasa yang cukup popular dalam puisi. Dengan gaya bahasa ini, benda-benda mati seolah-olah bernyawa.

Contohnya : Aku adalah sepotong kayu / yang berlumut dan ditumbuhi bunga.

Memiliki hubungan kedekatan dengan hal yang diwakilinya. Contoh : aku sedang membaca Rendra, maksudnya penutur tidak membaca Rendra sebagi orang, melainkan karya-karya tulis Rendra.

e) Sinekdok merupakan bahasa kiasan yang mengungkapkan sebagian untuk menunjuk keseluruhan objek atau mengungkapkan keseluruhan untuk menunjuk sebagian objek.

f) Hiperbola adalah sejenis majas yang mengandung pernyataan-pernyataan yang berlebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.40

Jadi, penggunaan bahasa figuratif pada puisi sangat penting karena dapat memperindah, memperkaya makna dan memberi variasi pada puisi.

6) Verfikasi (Rima, Ritme, dam Metrum)

a. Rima

Rima adalah persaaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, maupun akhir baris puisi.

b. Ritma

Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, maupun akhir baris puisi.

c. Metrum

Metrum merupakan tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi. Ritma lebih menonjol bila puisi itu dibacakan. Adahal yang menyamakan ritma dengan metrum. Dalam deklamasi, biasanya puisi diberi („) pada suku kata

40

bertekanan keras, dan (u) diatas suku kata yang bertakan lemah.41

Jadi manfaat rima, ritma dan mertum dalam puisi yaitu untuk memberikan fariasi pada puisi terutama pada bunyi, sehingga dapat dibacakan dengan nada atau bunyi yang akan menjadikan puisi lebih menyenangkan saat dibacakan.

7) Struktur Batin Puisi

Waluyo berpendapat, Bahwa puisi dibangun oleh dua unsur pokok yakni struktur batin dan struktur fisik puisi.

Struktur fisik puisi terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Selanjutnya bait-bait puisi itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi sebagai sebuah wacana, sedangkan struktur fisik puisi adalah medium pengungkap struktur batin puisi. Baris-baris puisi dibedakan dari baris prosa karena setiap baris puisi menunjukan adannya enjambemen yakni, kesenyapan yang menunjukkan bahwa setiap baris puisi mengungkapan kesatuan makna yang belum tentu harus menjadi bagian dari kesatuan makna baris berikutnya.

Struktur batin puisi terdiri atas : tema, nada, perasaan, dan amanat. Keempatnya merupakan jiwa puisi yang padu.42

Sedangkan LA. Richards dalam Siswanto: struktur batin puisi dengan istilah hakikat puisi. Dalam buku ini sengaja tidak digunakan istilah hakikat puisi (meskipun isi yang dimaksud dalam istilah itu sama) karena hakikat puisi tidak hanya ditentukan oleh isi puisi seperti yang dimaksud oleh I.A Richards, tetapi juga ditentukan oleh bentuk dan struktur fisik puisi, serta oleh maksud dan tanggapan pembaca seperti yang sudah diterangkan ditas.

41

Ibid, h. 42-43.

42

I.A Richards berpendapat bahwa struktur batin puisi terdiri atas empat unsur : (1) tema;makna (sense), (2) rasa (feeling), (3 )nada (tone), dan (4) amanat; tujuan; maksud (intention).

1. Tema atau Makna

Media puisi adalah bahasa. Salah satu tataran dalam bahasa adalah hubungan tanda dengan makna yang dipelajari dalam semantik. Bahasa berhubungan dengan makna maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Puisi konvensional tiap kata-baris, bait, sampai keseluruhan puisi mempunyai makna, tetapi mulai berkurang pada puisi modern/kontenporer. Bahkan Sutardji Calzoum Bachri menghilangkan dan membebaskan kata dari makna. Meskipun demikian, puisi-puisi Sutardji mempunyai satu gagasan pokok. Gagasasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang atau yang terdapat dalam puisi inilah yang di sebut tema. Meskipun bahasa yang digunakan berbeda,tema dalam “Padamu Jua” (Amir Hamzah) dan “Doa” (Chairil Anwar)sama, yakni kembali ke Tuhan.

2. Rasa

Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap tokok permasalahan yang terdapat pada puisinya. Pengungkapan tema dan rasa berkaitan erat dengan latar belakang sosial dan psikologis penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis, serta pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung kepada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk

oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. Seorang pelukis yang besar tidak hanya pandai dalam menggoreskan pena, tetapi dia pandai menyampaika objek lukisnya sehingga tampak hidup, bukan semata-mata barang kerajinan. Toto Sudarto Bachtiar dalam “Gadis Peminta-minta”, menyikapi pengemis kecil dengan netral, tidak membenci dan tidak pula dengan rasa belas kasihan yang berlebihan. Dia dapat merasakan kegembiraan pengemis kecil dalam dunianya sendiri, bukan merupakan dunia yang penuh penderitaan seperti yang disangka orang.

3. Nada

Nada dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Ada penyair yang dalam menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca. Dalam puisi “Jalan Segara”, sikap Taufiq Ismail terhadap penguasa sinis. Dalam puisi “Nyanyian Angsa”, Rendra seakan mengajak pembaca untuk melihat perlakuan masyarakat, dokter, dan pastor terhadap pelacur.

4. Amanat atau Tujuan

Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair itu menciptakan puisi maupun dapat ditemui dalam puisinya. Dorongan sebelum dia menciptakan puisi mungkin berupa (1) dorongan untuk memuaskan nafsu seksual yang terhambat (ada kemungkinan, yang masih harus dibuktikan, puisi-puisi porno merupakan indikasi adanya dorongan ini), (2) dorongan makna (untuk mencari uang), (3) dorongan keamanan diri (misalnya mengarang puisi yang realism sosialis kerena takut terhadap PKI), (4) dorongan

berkomunikasi, (5) dorongan untuk mengaktualisasikan diri, dan (6) dorongan untuk berbakti baik kepada Tujhan maupun kepada manusia. Misalanya puisi “Doa” (Chairil Anwar) apalagi ada subjudul kepada Pemeluk Tegus.43 Jadi, struktur batin puisi ditentukan dari tema atau makna, rasa, nada, dan amat atau tujuan pencipta puisi.

Endah Tri Priyatni menambahkan , dalam struktur batin puisi terdapat judul. Setiap puisi memiliki judul. Ini berarti bahwa judul adalah unsur esensial puisi. Judul pelengkap puisi karena dari judul inilah secara eksplisit akan mengetahui isi dari puisi dan mengekspresikan atau menyuarakan suatu hal. Judul puisi yang baik adalah judul yang bisa menggambarkan keseluruhan isi puisi. Ini berarti judul dan isi memiliki kesatuan atau keutuhan makna. 44 Jadi dalam membuat sebuah puisi, judul harus sesuai dengan isi karena judul dan isi dalam puisi memiliki satu kesatuan yang utuh.

Dokumen terkait