• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN USAHA PERASURANSIAN DI INDONESIA

D. Bentuk Hukum Usaha Asuransi dan Reasuransi

Menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) UUP, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk :

1) Perusahaan Perseroan (Persero) 2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas (PT) 4) Usaha Bersama (Mutual)

Tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) usaha konsultan aktuaria dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perseorangan (ayat (2)). Mengenai bentuk usaha bersama diatur lebih lanjut dengan undang-undang (ayat (3)). Mengingat undang-undang mengenai bentuk hukum usaha bersama belum ada, maka untuk sementara ketentuan mengenai bentuk hukum ini akan diatur dengan peraturan pemerintah. Akan tetapi, sayangnya hingga sekarang peraturan pemerintah tersebut belum ada.

Reasuransi adalah suatu instrumen dimana perusahaan asuransi dapat menghindari ancaman malapetaka (catastrophe) dalam pelaksanaan mekanisme asuransi. Pada hakekatnya, reasuransi adalah asuransinya bagi penanggung. Reasuransi didasarkan atas prinsip asuransi yang sama yaitu pengalihan dan pembagian resiko. Untuk melindungi diri terhadap malapetaka akibat satu kerugian besar maupun banyak kerugian kecil-kecil yang disebabkan oleh satu peristiwa, perusahaan asuransi menggunakan konsepsi reasuransi.37

37

Sentanoe Kertanogoro, Manajemen Risiko dan Asuransi (Jakarta: Penerbit Toko Gunung Agung, 1996), hlm. 83.

Reasuransi adalah kontrak asuransi di mana sebuah perusahaan asuransi memindahkan semua atau sebagian risikonya kepada perusahaan asuransi lain. Sebenarnya, reasuransi itu tidak lain daripada pembelian polis asuransi oleh suatu perusahaan asuransi yang telah mengeluarkan/menjual polis, untk melindungi dirinya terhadap semua atau sebagian klaim yang ditanggungnya terhadap para pemegang risiko itu disebut “ceding company (perusahaan yang menyerahkan) dan perusahaan asuransi yang menerima risiko disebut “reinsurer (penanggung ulang, reasuransi)”.38 Reasuransi merupakan bagian pertanggungan yang dipertanggungkan ulang pada perusahaan asuransi lain dan atau perusahaan reasuransi.39

Reasuransi merupakan bagian penting dari industri asuransi. Reasuransi berarti mengasuransikan asuransi. Sebagai contoh misalkan suatu perusahaan asuransi mengasuransikan jiwa seseorang dengan nilai pertanggungan sebesar Rp50 Miliar. Perusahaan tersebut tidak kehilangan bisnis, tetapi juga tidak ingin menanggung resiko/kerugian yang terlalu tinggi. Perusahaan tersebut bisa mengajak perusahaan asuransi lain untuk bergabung mengasuransikan resiko tersebut. Melalui reasuransi, perusahaan asuransi bisa bekerja sama untuk menghadapi resiko sehingga resiko yang sangat besar (seperti resiko bencana alam, atau resiko yang bersifat cathastrophic) bisa dihadapi. Meskipun sebagai konsekuensi lanjutan, kejadian bencana di satu tempat bisa mempengaruhi perusahaan asuransi dan pemegang polis asuransi di bagian dunia yang lain.40

38

A. Hasymi Ali, Bidang Usaha Asuransi, Cetakan kedua, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 1999), hlm 236

39

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 78.

40

Reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang (reasuransi) yang berasal dari perusahaan asuransi, baik untuk asuransi kerugian maupun asuransi jiwa. Perusahaan reasuransi tidak dibenarkan menerima pertanggungan langsung, dengan demikian seluruh relasi/tertanggung dalam perusahaan reasuransi adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Peran perusahaan reasuransi di suatu Negara sangat besar, terutama dalam mendukung kegiatan seluruh perusahaan asuransi.41

UUP mendefinisikan usaha reasuransi sebagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi ulang (reasuransi) terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. Usaha reasuransi dijalankan oleh perusahaan reasuransi. Perusahaan reasuransi dapat menjalankan usaha bidang asuransi kerugian dan atau asuransi jiwa. Kegiatan usaha asuransi dan reasuransi merupakan kegiatan usaha yang bersambungan. Persambungan tersebut dapat dilihat pada kedudukan penanggung. Pada perusahaan asuransi, penanggung menerima pengalihan resiko dari tertanggung. Pada perusahaan reasuransi, penanggung ulang menerima pengalihan resiko dari penanggung. Jadi, kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam reasuransi (asuransi ulang). Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung ulang didasarkan pada perjanjian.42

Reasuransi (asuransi ulang) adalah perjanjian antara penanggung (insurer) dan penanggung ulang (reinsurer), berdasarkan perjanjian tersebut penanggung ulang menerima premi dari penanggung yang jumlahnya ditetapkan lebih dulu,

41

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 135.

42

dan penanggung ulang bersedia untuk membayar ganti kerugian kepada penanggung, bilamana dia membayar antara penanggung dan tertanggung. Ini berarti, bahwa dalam perjanjian reasuransi, penanggung mengasuransikan lagi resiko yang menjadi tanggungan itu kepada penanggung ulang. Jadi terdapat asuransi berurutan dan bertingkat.43

Reasuransi (asuransi ulang) diatur dalam pasal 271 KUHD. Pasal ini menentukan bahwa penanggung selamanya berhak untuk mengasuransikan lagi apa yang telah ditanggungnya. Pihak yang mengasuransikan itu adalah penanggung sendiri, sedangkan yang menjadi kepentingan adalah tanggung jawab penanggung dalam asuransi pertama. Oleh karena itu, pada reasuransi (asuransi ulang) tidak ada asuransi untuk kedua kali atau asuransi rangkap. Dalam hal ini, sama dengan asuransi solvabilitas (pasal 280 KUHD) yang juga bukan asuransi rangkap. Jadi, tidak bertentangan dengan ketentuan pasal 252 KUHD.44

Reasuransi pada asuransi umum dilakukan dengan dua cara utama. Pertama reasuradur menerima setiap kerugian yang terjadi terhadap resiko yang diasuransikan. Seperti pada perjanjian pembagian kuota dan perjanjian surplus. Kedua, reasuradur hanya membayar setelah suatu kerugian mencapai suatu jumlah tertentu, seperti pada perjanjian kerugian lebih dan pooling.

45

Setelah menyimak beberapa pernyataan di atas kiranya menjadi lebih mudah dipahami bahwa kegiatan reasuransi bukan hanya sekedar melakukan pertanggungan ulang, melainkan dari penanggung pertama ada niat untuk membagi resiko kepada penanggung lain. Mengapa ada niat membagi resiko, 43 Ibid, hlm. 151. 44 Ibid, hlm. 151. 45 Ibid, hlm. 84.

karena resiko yang diterima dari tertanggung tidak seluruhnya dapat ditampung dan ditanggung sendiri oleh perusahaan penanggung asli. Dengan demikian maka sebenarnya dalam bisnis asuransi ada unsur gotong royong antara sesama perusahaan asuransi.

Praktik reasuransi ternyata tidak semata hanya kegiatan membagi resiko yang tidak dapat ditampung sendiri, melainkan juga terdapat unsur kehati-hatian (prudent underwriting) dari perusahaan penanggung pertama, untuk menyebarkan resiko (spreading of risks) kepada perusahaan penanggung lain.46

Tujuan reasuransi adalah untuk memungkinkan penanggung membayar klaim kepada tertanggung dalam hal terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian, sedangkan penanggung khawatir jika dia tidak mampu membayar klaim tersebut, karena itulah, dia mengasuransikan ulang apa yang telah menjadi tanggungannya. Akan tetapi, reasuransi itu terbatas hanya 1 (satu) kali, sehingga tidak bertentangan dengan asas keseimbangan. Jadi, reasuransi itu sebenarnya untuk meringankan beban penanggung.47 Tujuan utama bagi ceding company (perusahaan asuransi yang memindahkan risikonya) adalah untuk melindungi dirinya terhadap kerugian dalam kasus tertentu yang melebihi jumlah tertentu.48

Dokumen terkait