• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Perusahaan Asuransi Dengan Perusahaan Reasuransi Yang Dicabut Izin Usahanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Perusahaan Asuransi Dengan Perusahaan Reasuransi Yang Dicabut Izin Usahanya"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI

DENGAN PERUSAHAAN REASURANSI

YANG DICABUT IZIN USAHANYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

Christian Yoritomo

NIM : 100200373

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI

DENGAN PERUSAHAAN REASURANSI

YANG DICABUT IZIN USAHANYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Sarjana Hukum

Oleh

Christian Yoritomo

NIM : 100200373

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui,

Ketua Departemen,

NIP. 197501122005012002 (Windha, S.H., M.Hum)

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ramli Siregar, S.H., M.Hum)

(3)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI DENGAN PERUSAHAAN REASURANSI

YANG DICABUT IZIN USAHANYA

*) Christian Yoritomo **) Ramli Siregar, S.H., M.Hum

***) Windha, S.H., M.Hum

Jika suatu perusahaan asuransi telah dicabut izin usahanya, maka kekayaan perusahaan tersebut perlu dilindungi agar para pemegang polis tetap dapat memperoleh haknya secara proporsional. Untuk melindungi kepentingan para pemegang polis tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang berdasarkan undang - undang ini untuk meminta pengadilan agar perusahaan asuransi yang bersangkutan dinyatakan pailit, sehingga kekayaan perusahaan tidak dipergunakan untuk kepentingan pengurus pemilik perusahaan tanpa mengindahkan kepentingan pemegang polis.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanapengaturan usaha perasuransian di Indonesia, Bagaimanakah akibat hukum pencabutan izin usaha reasuransi terhadap perusahaan asuransi dan Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi yang izin usaha perusahaan reasuransinya dicabut.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh). Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif,

Pencabutan izin usaha perusahaan reasuransi terjadi karena perseroan lalai dalam menyampaikan laporan keuangan dan/atau kegagalan memenuhi persyaratan modal minimum perusahaan pialang asuransi. Dengan dicabutnya izin usaha perusahaan reasuransi kerugian dimaksud, perusahaan reasuransi tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi kerugian. Akibat Hukum Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi Terhadap Perusahaan Asuransi yaitu Pembubaran Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan pailit dan dalam keadaan insolvensi, menutup seluruh Perusahaan Reasuransi dan menghentikan segala kegiatan reasuransi serta pengurus asuransinya dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan aset dan kewajiban reasuransi. Perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi atas pencabutan izin usaha perusahaan reasuransi adalah melakukan Membentuk Tim Likuidasi yang dicabut izin usahanya, penanggung mambayar klaim kepada nasabah perusahaan asuransi. Kata kunci: Perusahaan asuransi, reasuransi dicabut izinnya.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini dengan baik.

Adapun skripsi ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Perusahaan Asuransi Dengan Perusahaan Reasuransi Yang Dicabut Izin

Usahanya” yang merupakan salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Medan.

Penulis menyadari bahwa hasil Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, Penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut, maka diharapkan Penulis dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara Penulisannya.

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan menyelenggarakan universitas sesuai dengan visi dan misi USU. 2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas

(5)

serta membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi umum.

5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan kesejahteraan mahasiswa.

(6)

dipahami oleh mahasiswa. Penulisan skripsi ini tidaklah mungkin dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan, kritik, dan saran dari Beliau.

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), serta Dosen Pembimbing I. Dalam kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungan Beliau yang telah membantu Penulis dalam mencari referensi guna menyelesaikan Penulisan skripsi ini. Bagi Penulis, Beliau merupakan figur yang teladan, tekun, dan objektif dalam mendidik mahasiswa. Penulisan skripsi ini tidaklah mungkin dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan, kritik, dan saran dari Beliau. 8. Ibu Dr. Keizerina Devi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Dalam kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih atas segala ilmu yang telah dibagikan Beliau selama menjadi dosen hukum ekonomi Penulis.

9. Ibu Joiverdia, S.H., M.H., selaku Dosen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Dalam kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih atas segala ilmu yang telah dibagikan Beliau selama menjadi dosen hukum ekonomi Penulis.

(7)

atas segala bantuan dan dukungan yang telah Beliau berikan kepada Penulis selama kegiatan perkuliahan berlangsung mulai sejak Penulis pertama kali menjadi mahasiswa baru sampai dengan masa perkuliahan selesai.

11.Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga selesainya Penulisan skripsi ini.

12.Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). 13.Orang tua tercinta, tersayang dan terkasih, Ir. Bambang Sugiharto dan

Susanna Intan, S.H., terima kasih atas cinta, kasih, doa, perhatian, nasihat, dan bantuan yang sangat berarti dan tak terhingga nilainya, serta dukungan baik moril dan materil yang tiada pernah habis. Mudah-mudahan skripsi ini sebagai awal kesempatan untuk membahagiakan dan membalas atas pengabdian dan dedikasi orang tua selama ini.

14.Teman spesial, Moria Gunawaty, S.H., yang tidak pernah lelah dan letih untuk terus menerus meberi dukungan dan motivasi kepada Penulis dalam proses kuliah dan Penulisan Skripsi ini.

(8)

penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

16.Teman-teman stambuk 2010, yang merupakan teman akrab, teman segrup, teman departemen ekonomi, dan teman satu tim klinis Penulis, yaitu Nurul Adha Nasution, S.H., Pueti Julia Syahrun, S.H., Daniel Cendrico, Ripin Winardi, Rudy Himawan Gono, Jensen Tiopan, Suhendra, Edward Chennady, Lastua Ryanto, Theodorus Gusti Hutasoit, Rory, dan yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas dukungan yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

17.Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu Yuthi Sinari, S.H., Paulina Tandiono, S.H., Jennifer, S.H., Erika Ongko, S.H., Cindy Tan, S.H., Yuvin, S.H., Eric Tan, S.H., dan lainnya yang telah memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan. Penulis dalam kesempatan ini, secara khusus mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(9)

Rahmad dan Karunia-Nya, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, 14 Juli 2014 Penulis,

Christian Yoritomo

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 5

D. Keaslian Penulisan... 6

E. Tinjauan Pustaka... 7

F. Metode Penelitian... 14

G. Sistematika Penulisan... 17

BAB II : PENGATURAN USAHA PERASURANSIAN DI INDONESIA A. Pengertian Asuransi... 19

B. Usaha Perasuransian menurut UU Nomor 2 Tahun 1992.... 21

C. Dasar Hukum Usaha Perasuransian... 24

D. Bentuk Hukum Usaha Asuransi dan Reasuransi... 30

E. Para Pihak dalam Perjanjian Asuransi... 34

(11)

BAB III AKIBAT HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA

PERUSAHAAN REASURANSI TERHADAP PERUSAHAAN

ASURANSI

A. Penyebab Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi.... 48 B. Kewenangan Pencabutan Izin... 54 C. Akibat Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi... 58

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN

ASURANSI ATAS PENCABUTAN IZIN USAHA

PERUSAHAAN REASURANSI

A. Hubungan Hukum antara Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Asuransi, dan Nasabah Perusahaan Asuransi... 64 B. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Asuransi atas Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi... 70 C. Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh oleh Perusahaan

Asuransi atas Kerugian Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi... 75 D. Tanggung Jawab Perusahaan Reasuransi yang Izin Usahanya

Dicabut terhadap Nasabah Perusahaan Asuransi... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 86 B. Saran... 87

(12)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI DENGAN PERUSAHAAN REASURANSI

YANG DICABUT IZIN USAHANYA

*) Christian Yoritomo **) Ramli Siregar, S.H., M.Hum

***) Windha, S.H., M.Hum

Jika suatu perusahaan asuransi telah dicabut izin usahanya, maka kekayaan perusahaan tersebut perlu dilindungi agar para pemegang polis tetap dapat memperoleh haknya secara proporsional. Untuk melindungi kepentingan para pemegang polis tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang berdasarkan undang - undang ini untuk meminta pengadilan agar perusahaan asuransi yang bersangkutan dinyatakan pailit, sehingga kekayaan perusahaan tidak dipergunakan untuk kepentingan pengurus pemilik perusahaan tanpa mengindahkan kepentingan pemegang polis.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanapengaturan usaha perasuransian di Indonesia, Bagaimanakah akibat hukum pencabutan izin usaha reasuransi terhadap perusahaan asuransi dan Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi yang izin usaha perusahaan reasuransinya dicabut.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh). Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif,

Pencabutan izin usaha perusahaan reasuransi terjadi karena perseroan lalai dalam menyampaikan laporan keuangan dan/atau kegagalan memenuhi persyaratan modal minimum perusahaan pialang asuransi. Dengan dicabutnya izin usaha perusahaan reasuransi kerugian dimaksud, perusahaan reasuransi tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi kerugian. Akibat Hukum Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi Terhadap Perusahaan Asuransi yaitu Pembubaran Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan pailit dan dalam keadaan insolvensi, menutup seluruh Perusahaan Reasuransi dan menghentikan segala kegiatan reasuransi serta pengurus asuransinya dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan aset dan kewajiban reasuransi. Perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi atas pencabutan izin usaha perusahaan reasuransi adalah melakukan Membentuk Tim Likuidasi yang dicabut izin usahanya, penanggung mambayar klaim kepada nasabah perusahaan asuransi. Kata kunci: Perusahaan asuransi, reasuransi dicabut izinnya.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan hadirnya usaha perasuransian juga dirasakan oleh dunia usaha, mengingat di satu pihak terdapat berbagai resiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya. Di lain pihak dunia usaha sering kali tidak dapat menghindarkan diri dari suatu sistem yang memaksanya untuk menggunakan jasa usaha perasuransian. Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan lainnya.

Usaha asuransi merupakan usaha yang dapat menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung dan sekaligus usaha itu juga menyangkut dana masyarakat. Melalui kedua peranan usaha asuransi tersebut, dalam perkembangan ekonomi yang semakin meningkat maka semakin terasa kebutuhan akan hadirnya industri perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan. Sehubungan dengan itu, maka industri perasuransian akan memerlukan pembinaan dan pengawasan yang berkesinambungan dari pemerintah dalam rangka pengamanan kepentingan masyarakat.

(14)

pertumbuhan perusahaan asuransi. Demikian tentunya perusahaan asuransi dapat dinyatakan pailit, sebagaimana yang ditentukan dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (selanjutnya disebut UUP) Pasal 20 ayat (1) yaitu dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam peraturan Kepailitan, dalam hal terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), yaitu dalam hal tindakan untuk memenuhi rencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (3) bahwa sebelum pencabutan izin usaha, Menteri dapat memerintahkan perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun rencana dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya, maka Menteri berdasarkan kepentingan umum dapat memintakan kepada pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit.

Dikaitkan dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU) Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa dalam hal debitur adalah perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

(15)

lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian.1

Jika suatu perusahaan asuransi telah dicabut izin usahanya, maka kekayaan perusahaan tersebut perlu dilindungi agar para pemegang polis tetap dapat

Menurut UUP Pasal 18, dalam hal tindakan untuk memenuhi rencana mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usaha telah dilaksanakan dan apabila pelaksanaan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang bersangkutan tidak mampu atau tidak bersedia menghilangkan hal-hal yang menyebabkan pembatasan termaksud, maka Menteri Keuangan dapat mencabut izin usaha perusahaan. Pencabutan izin usaha diumumkan oleh Menteri Keuangan dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas. Akan tetapi menurut UUP Pasal 19, apabila perusahaan telah berhasil melakukan tindakan dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 4 (empat) bulan, maka perusahaan yang bersangkutan dapat melakukan usahanya kembali.

Menurut UUP Pasal 20, dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Peraturan Kepailitan dalam hal terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 18, maka Menteri Keuangan berdasarkan kepentingan umum dapat meminta kepada pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit. Hak pemegang polis atas pembagian harta kekayaan perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa yang likuiditas merupakan hak utama.

1

(16)

memperoleh haknya secara proporsional. Untuk melindungi kepentingan para pemegang polis tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang berdasarkan undang - undang ini untuk meminta pengadilan agar perusahaan asuransi yang bersangkutan dinyatakan pailit, sehingga kekayaan perusahaan tidak dipergunakan untuk kepentingan pengurus pemilik perusahaan tanpa mengindahkan kepentingan pemegang polis.2

Pemerintah memberikan perlindungan hukum bagi pemegang polis sebelum dilakukannya pencabutan izin usaha asuransi sudah diatur dengan baik dan mendetail, yakni adanya ketentuan asas spesialisasi, persyaratan bagi direksi dan komisaris untuk dinilai kemampuan dan kepatutan, persyaratan bagi perusahaan asuransi untuk mempekerjakan secara tetap tenaga ahli yang berkualifikasi sesuai bidang asuransi yang memberikan petunjuk perusahaan dikelola secara profesional, pengaturan mengenai batas tingkat solvabilitas minimum perusahaan, kewajiban perusahaan asuransi untuk diaudit laporan keuangannya oleh akuntan publik, adanya ketentuan bagi perusahaan asuransi menempatkan dana jaminan, kewajiban untuk memiliki dukungan reasuransi, dan adanya ketentuan dasar dalam penyusunan polis. Namun yang berkaitan dengan upaya-upaya pemerintah di dalam memberikan perlindungan bagi pemegang polis dalam pencabutan izin usaha asuransi, di dalam pelaskanaannya Pemerintah masih terbatas penanganannya atas perusahaan asuransi.3

2

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan kelima (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2011), hlm. 45.

3

(17)

Berdasarkan uraian tersebut, hal mengenai perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi yang dicabut izin usahanya merupakan sesuatu yang penting untuk diteliti.

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanapengaturan usaha perasuransian di Indonesia ?

2. Bagaimanakah akibat hukum pencabutan izin usaha reasuransi terhadap perusahaan asuransi ?

3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi yang izin usaha perusahaan reasuransinya dicabut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu:

1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaturan usaha perasuransian di Indonesia.

b. Untuk mengetahui akibat hukum pencabutan izin usaha reasuransi terhadap perusahaan asuransi.

(18)

2. Manfaat Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan yang lebih konkrit bagi aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya dalam menangani perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi yang dicabut izin usaha yang terjadi di Indonesia dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, serta pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan Pencabutan Izin Usaha Perasuransian.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemikiran dan pertimbangan dalam menangani perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi yang dicabut izin usahanya, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam menangani Pencabutan Izin Usaha Perasuransian.

D. Keaslian Penulisan

(19)

Reasuransi Yang Dicabut Izin Usahanya”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Pustaka

Kata asuransi dalam bahasa Belanda disebut assurantie yang terdiri dari kata “assurandeur” yang berarti penanggung dan “geassurende” yang berarti tertanggung. Kemdian dalam bahasa Perancis disebut “assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Sedangkan dalam bahasa latin disebut “assecurare” yang berarti menyakinkan orang. Selanjutnya bahasa Inggris kata asuransi disebut “insurance” yang berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi dan “assurance” yang berarti menaggung sesuatu yang pasti terjadi.4

Apalagi dengan lahirnya UUP dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, maka secara perlahan dan bertahap masyarakat Indonesia sudah mulai berminat untuk melakukan usaha Masalah asuransi di Indonesia mengenal dua istilah yakni pertanggungan dan asuransi sendiri. Kedua istilah itu berasal dari bahasa Belanda, yakni verzekering dan asurantie. Dalam bahasa Inggris juga dikenal dua istilah, yakni assurantie dan insurance.

4

(20)

asuransi baik asuransi terhadap harta kekayaan, benda-benda berharga, maupun jiwanya untuk mengalihkan resiko mereka kepada perusahaan asuransi. Sejalan dengan hal tersebut, saat ini telah tumbuh cukup banyak perusahaan asuransi di Indonesia dengan berbagai jenis usaha asuransi.5

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) dan UUP tidak membakukan salah satu istilah tersebut. Keduanya memakai rumusan pertanggungan atau asuransi (verzekering of asurantie). Istilah penanggung (verzekering) dan tertanggung (verzekerde). Istilah asuransi melahirkan istilah assurador atau assurandeur (penanggung) dan geassuraarde (tertanggung).6

Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan ikut berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan ekonomi lainnya.7

Pasal 246 KUHD menyatakan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang Usaha persuransian sebagai salah satu lembaga keuangan non bank menjadi semakin penting peranannya, karena dari kegiatan usahanya selain memberikan proteksi kepada masyarakat juga merupakan lembaga penghimpun dana yang bersumber dari penerimaan premi asuransi dari masyarakat dimana dana ini dapat diinvestasikan pada sektor-sektor yang produktif dan aman serta diharapkan industri asuransi ini dapat semakin meningkatkan pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.

5

K. Martono dan Budi Eka Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat, Laut dan Udara

(Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 2011), hlm. 2.

6

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan Pertama (Yogyakarta: Penerbit FH UII Press, 2006), hlm. 194.

7

(21)

tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut di atas maka dalam asuransi terkandung empat unsur yaitu:8

1. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur; 2. Pihak penanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah

uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tidak tentu;

3. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya); dan

4. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tentu.

Menurut UUP Pasal 7, bentuk badan hukum yang diperbolehkan bagi perusahaan asuransi adalah :

1. Untuk perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi. Dalam hal perusahaan itu milik negara, bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas dan sering disebut perusahaan perseroan (persero).

2. Untuk perusahaan asuransi jiwa, bisa berbentuk perseroan terbatas, atau koperasi, atau usaha bersama (mutual).

3. Untuk perusahaan broker dan perusahaan adjuster, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi.

8

(22)

4. Bagi perusahaan konsultan aktuaria dan agen asuransi, boleh perseroan terbatas atau koperasi, atau perorangan.

Setiap usaha perasuransian dijalankan oleh perusahaan perasuransian. Perusahaan perasuransian meliputi perusahaan asuransi dan perusahaan penunjang asuransi. Menurut UUP Pasal 4, perusahaan asuransi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis dengan lingkup kegiatannya sebagai berikut :

1. Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi.

2. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundangundangan dana pensiun yang berlaku.

3. Perusahaan reasuansi hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi ulang. Berdasarkan ketentuan ini, setiap perusahaan asuransi hanya dapat menjalankan jenis usaha yang telah ditetapkan, tidak dimungkinkan adanya suatu perusahaan asuransi yang sekaligus menjalankan usaha asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Menurut ketentuan pasal 4 ini pengertian dana pensiun terbatas pada dana pensiun lembaga keuangan.

(23)

dengan polis asuransi. Perlindungan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dimana pun dan dalam kondisi apapun. Kerugian karena kehilangan, bencana alam, perang, huru hara, kebakaran, kecelakaan, dan berbagai peristiwa tidak terduga lainnya dapat muncul secara tiba-tiba. Hal ini menyebabkan seseorang menderita kerugian keuangan yang besar dan bahkan sebagian orang tidak dapat melanjutkan kegiatan lagi, sehingga juga menimbulkan kerugian bagi ahli warisnya. Dengan adanya mekanisme proteksi yang diberikan pihak asuransi, resiko tersebut dapat diminimalisir sehingga mereka yang terkena resiko dapat terus menjalankan aktivitasnya seperti semula.9

Untuk sebagian atau seluruh kerugian finansial yang terkait dengan peristiwa atau resiko yang tidak terduga. perlindungan ini dilaksanakan melalui mekanisme penampungan dimana banyak orang - orang yang rentan terhadap resiko tertentu bergabung bersama ke dalam sebuah penampungan resiko (risk pool). Setiap orang membayar sejumlah kecil uang, yang dikenal sebagai premi, kepada suatu penampungan, yang kemudian digunakan untuk memberi kompensasi kepada individu yang malang yang benar-benar mengalami suatu kerugian. Asuransi mengurangi kerentanan dengan mengganti prospek kerugian yang besar dengan kepastian melakukan pembayaran premi yang kecil dan berkala. Konsep penampungan resiko ini menjadikan asuransi sebuah cara yang

9

(24)

efisien untuk berlindung terhadap tipe resiko tertentu; hal ini juga menyebabkan kerumitan dalam merancang dan menyediakan produk asuransi.10

Perkembangan usaha perasuransian di dunia dewasa ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa betapa jauhnya berkembangan produk-produk asuransi baik komersial maupun sosial yang ditawarkan kepada masyarakat. Dari usaha perasuransian secara konsisten berkembang untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan pasar. Beberapa contoh antara lain, asuransi rumah tangga, asuransi kejahatan dan sosial. Dengan menggunakan referensi perkembangan usaha perasuransian di Indonesia seyogyanya mampu untuk segera menyesuaikan diri dalam rangka memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar.11

Putusan pailit dapat dicabut dalam hal harta pailit tidak cukup membayar biaya kepailitan termasuk imbalan jasa kurator. Pencabutan kepailitan dilakukan Majelis Hakim yang memutus perkara pailit berdasarkan rekomendasi Hakim Pengawas karena kondisi kekayaan maupun kegiatan usaha dari debitur pailit berada dalam keadaan sangat tidak mampu membayar tagihan - tagihan dari kreditur atau bahkan tidak mempunyai aset sama sekali. Rekomendasi yang dikeluarkan Hakim Pengawas didasarkan pada laporan kurator yang menemukan bahwa harta pailit maupun usaha debitur pailit tidak akan mampu membayar

10

Craig F. Churchill, Dominic Liber, Michael J. Mccord & James Roth, Memberdayakan Asuransi bagi Lembaga Keuangan Mikro: Petunjuk Teknis untuk Mengembangkan dan Menawarkan Asuransi Mikro (Jakarta: International Labour Organization, 2003), hlm. 9.

11

(25)

utang-utangnya. Bahkan imbalan jasa kurator pun tidak mencukupi dari hasil penjualan harta debitur pailit.12

Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap pertama pemberian persetujuan prinsip dan tahap kedua pemberian izin usaha. Akan tetapi, persetujuan prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuaria tidak diperlukan. Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya, maka izin usaha perasuransian dapat dicabut.

Pencabutan kepailitan yang sedemikian dapat dilakukan atas dasar UUKPKPU Pasal 18 ayat (1) : “Dalam hal harta pailit tidak cukup membayar biaya kepailitan maka pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditur sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitur, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit.”

13

Putusan pencabutan pernyataan pailit diumumkan oleh panitera pengadilan niaga dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas. Terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum kasasi dan/atau peninjauan kembali.14

12

Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, (Jakarta: Penerbit PT. TataNusa, 2012), hlm. 128-129.

13

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Pasal 9 dan 10.

14

(26)

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan analisa dan konstruksi.15

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau dalam hal hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.16

15

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 20.

16

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.

Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.

(27)

2. Sumber data

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.17

a. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perUndang - Undangan di bidang kepailitan, antara lain:

b. KUHD c. UUP d. UUKPKPU

e. Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT )

f. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (selanjutnya disebut PPPUP).

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer

17

(28)

dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perUndang - Undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.18

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan 4. Analisis data

18

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan

(29)

saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.19

G. Sistematika penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN USAHA PERASURANSIAN DI INDONESIA Dalam bab ini berisi tentang Pengertian Asuransi, Usaha Perasuransian menurut UU Nomor 2 Tahun 1992, Dasar Hukum Usaha Perasuransian, Bentuk Hukum Usaha Asuransi dan Reasuransi, Para Pihak dalam Perjanjian Asuransi dan Perizinan Usaha Perasuransian.

BAB III AKIBAT HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA

PERUSAHAAN REASURANSI TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI

19

(30)

Bab ini berisikan tentang Penyebab Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi, Kewenangan Pencabutan Izin dan Akibat Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN

ASURANSI ATAS PENCABUTAN IZIN USAHA

PERUSAHAAN REASURANSI

Bab ini berisi tentang Hubungan Hukum antara Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Asuransi, dan Nasabah Perusahaan Asuransi, Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Asuransi atas Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi, Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh oleh Perusahaan Asuransi atas Kerugian Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi dan Tanggung Jawab Perusahaan Reasuransi yang Izin Usahanya Dicabut terhadap Nasabah Perusahaan Asuransi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(31)

BAB II

PENGATURAN USAHA PERASURANSIAN DI INDONESIA

A. Pengertian Asuransi

Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk melimpahkan, mengalihkan atau mentransfer resiko yang ditanggung kepada pihak lain dengan syarat melakukan pembayaran premi dalam rentang waktu tertentu secara teratur sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan terhadap resiko yang dimungkinkan terjadi di masa depan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. Adapun pengertian asuransi menurut UUP. Dalam undang-undang ini, disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih. Dalam konteks ini, pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi guna memberikan penggantian pada tertanggung yang disebabkan oleh kerugian yang dialaminya, semisal berupa kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang dimungkinkan akan dialami oleh pihak tertanggung yang disebabkan oleh berbagai macam peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran didasarkan pada meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.20

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lainnya, mendapatkan penggantian dari

20

(32)

kejadian-kejadian tidak terduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.21

Asuransi dapat didefinisikan dari aspek finansial dan aspek legal. Dari aspek financial, asuransi adalah pengaturan finansial yang meredistribusikan biaya dari kerugian yang tidak diharapkan. Asuransi menyangkut pengalihan (transfer) berbagai eksposur kerugian pada suatu kumpulan (pool) dan membagikan biaya kerugian pada masing-masing eksposur. Dari aspek legal, asuransi adalah pengaturan kontraktual dimana satu pihak bersedia untuk mengganti kerugian pihak lainnya.22

Asuransi merupakan salah satu teknik untuk mengelola resiko, yang cukup banyak digunakan. Asuransi bisa dipandang sebagai alat dimana individu bisa mentransfer resiko ke pihak lainnya, dimana pihak asuransi mengakumulasi dana dari individu-individu untuk memenuhi kebutuhan keuangan yang berkaitan dengan kerugian yang timbul.23

Menurut ketentuan pasal 246 KUHD, yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima uang penerima, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau

21

Rianto Astono, Salah Kaprah Memilih Asuransi (Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo, 2013), hlm. 11.

22

Sentanoe Kertonegoro, Manajemen Risiko dan Asuransi, Cetakan Pertama (Jakarta: Penerbit PT. Toko Gunung Agung, 1996), hlm. 69.

23

(33)

kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUP, yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima uang premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tangggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk seseorang yang dipertanggungkan.24

B. Usaha Perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor usaha lainnya; dan sejauh ini kehadiran usaha perasuransian sering kali terlihat sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang semakin meningkat serta dalam rangka pengamanan kepentingan masyarakat atas hak milik maupun diri dan keluarganya.

Usaha perasuransian adalah lembaga keuangan bukan bank yang telah makin berkembang seiring dengan adanya kesadaran dari masyarakat, terutama masyarakat di perkotaan akan pentingnya hakikat dari asuransi tersebut dalam mengantisipasi timbulnya kerugian, kerusakan barang yang dimiliknya atau

24

(34)

kehilangan keuntungan dari suatu kegiatan usaha yang dijalankannya. Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan ikut berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan ekonomi lainnya.25

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa usaha perasuransian itu mencakup usaha perasuransian dan usaha penunjang asuransi. Usaha perasuransian meliputi kegiatan usaha perasuransian meliputi kegiatan usaha asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan usaha reasuransi. Sedangkan usaha penunjang asuransi terdiri dari suku pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilaian kerugian asuransi, usaha konsultan dan usaha agen asuransi.26

25

Hermansyah, Op.Cit., hlm. 9.

26

Ibid, hlm. 10.

(35)

Pengelompokan menurut jenis usahanya, usaha perasuransian dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

1. Usaha asuransi sosial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi sosial. Sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.

2. Usaha asuransi komersial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).27

Menurut perkembangan yang terjadi hingga dewasa ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa manfaat adanya perasuransian akan betul-betul dapat dinikmati dan dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia sebagaimana halnya bangsa-bangsa lain yang yang telah maju dalam memanfaatkan usaha dalam bidang perasuransian ini.

Menurut Pasal 2 UUP, bidang usaha perasuransian terdiri dari usaha asuransi dan usaha penunjang. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa usaha asuransi masuk dalam lingkup usaha jasa keuangan, karena usaha tersebut menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi. Jasa penunjang usaha asuransi di sini meliputi jasa perantara (pialang broker), jasa penilaian kerugian asuransi, dan jasa aktuaria.

Menurut Pasal 4 UUP, ruang lingkup usaha perasuransian yang sudah membatasi lingkup usaha dari perusahaan asuransi yaitu :

27

(36)

1) Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi.

2) Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, kesehatan dan kecelakaan diri.

3) Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang.

Menurut perkembangan usaha perasuransian di dunia dewasa ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa betapa jauhnya berkembangan produk-produk asuransi baik komersial maupun sosial yang ditawarkan kepada masyarakat. Dari beberapa produk yang ditawarkan, Nampak bahwa perkembangan usaha perasuransian secara konsisten berkembang untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan pasar. Beberapa contoh antara lain, asuransi rumah tangga, asuransi kejahatan dan sosial. Dengan menggunakan referensi perkembangan usaha perasuransian dunia sebagai bench marking kiranya para pelaku usaha perasuransian di Indonesia seyogyanya mampu segera menyesuaikan diri dalam rangka memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar.28

C. Dasar Hukum Usaha Perasuransian

Pengaturan hukum asuransi di Indonesia dewasa ini antara lain dijumpai dalam Buku I KUHD mulai pasal 246-286, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas jo Peraturan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, UUP jo Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1992 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Indonesia ke dalam

28

(37)

Modal Saham Perusahaan dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan. Walaupun telah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur

asuransi, namun semua undang-undang yang ada belum dapat memberikan perlindungan hukum yang maksimal, misalnya bagi nasabah perusahaan asuransi (tertanggung) dalam pengajuan klaim asuransi. Adapun peraturan perundangan yang berhubungan dengan pengaturan usaha perasuransian dalam hubungannya dengan perlindungan bagi pemegang polis adalah sebagai berikut :

1) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUH Perdata dapat berlaku pula bagi perjanjian asuransi dengan kepentingan pemegang polis yang perlu diperhatikan. Ketentuan yang dimaksud antara lain : Pasal 1266 KUH Perdata mengatur bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian timbal balik dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Namun demikian disebutkan pula bahwa perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan tersebut juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.

(38)

dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.29

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata mengatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya perkataan “semua” dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata melahirkan beberapa asas antara lain asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat, dan asas kepercayaan.

Untuk mencegah penanggung menambah syarat-syarat lainnya dalam memberikan ganti rugi atau sejumlah uang, maka sebaiknya pemegang polis memperhatikan ketentuan Pasal 1253 s/d 1262 KUH Perdata. Bahwa ahli waris dari pemegang polis/tertanggung dalam perjanjian asuransi juga mempunyai hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut yang dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1318 KUH Perdata. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa jika seseorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian bahwa tidak demikian maksudnya.

30

Selanjutnya Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata berbunyi bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak

29

Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian (Bandung : Penerbit Alumni, 1997), hlm. 11.

30

(39)

atau karena alasan-alasan yang oleh undang – undang dinyatakan cukup untuk itu. Dengan demikian dalam hal misalnya pemegang polis terlambat membayar premi maka penanggung tidak secara sepihak menyatakan perjanjian asuransi batal.

Pasal 1338 KUH Perdata ditutup dengan ayat (3) yang menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik merupakan suatu dasar pokok dan kepercayaan yang menjadi landasan setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi dan pada dasarnya hukum tidak melindungi pihak yang beritikad buruk.31

Pasal 1324 KUH Perdata mengenai menafsirkan perjanjian harus diperhatikan pula oleh para pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melanggar hukum dapat juga dipergunakan oleh pemegang polis apabila dapat membuktikan penanggung telah melakukan perbuatan yang merugikannya.

Pasal 1339 KUH Perdata berbunyi bahwa perjanjian – perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal – hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang – undang. Ketentuan ini yang melahirkan asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

32

Dalam hubungan dengan perlindungan kepentingan pemegang polis asuransi, di dalam KUHD terdapat pula beberapa peraturan lainnya yang harus diperhatikan. Ketentuan dimaksud antara lain : Pasal 254 KUHD yang melarang 2). Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD)

31

Ibid., hlm. 13.

32

(40)

para pihak dalam perjanjian, baik pada waktu diadakannya perjanjian maupun selama berlangsungnya perjanjian asuransi menyatakan melepaskan hal – hal yang oleh ketentuan undang-undang diharuskan sebagai pokok suatu perjanjian asuransi ataupun hal – hal yang dengan tegas telah dilarang. Apabila hal demikian dilakukan mengakibatkan perjanjian asuransi itu batal.33

Pasal 257 disebutkan bahwa perjanjian asuransi diterbitkan, seketika setelah ditutup, hak dan kewajiiban bertimbal balik dari penanggung dan tertanggung mulai berlaku sejak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. Dengan demikian perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensual sehingga telah terbentuk dengan adanya kata sepakat kedua belah pihak. Mengenai pembuktian adanya perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 258 KUHD. Disebutkan bahwa untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut diperlukan pembuktian dengan tulisan, namun demikian bolehlah lain – lain alat pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah ada permulaan pembuktian dengan tulisan.34

Pasal 260 dan 261 KUHD yang mengatur tentang asuransi yang ditutup dengan perantaraan makelar. Dari Pasal 260 KUHD diketahui bahwa dalam hal perjanjian asuransi ditutup dengan perantaraan seorang makelar, maka polis yang telah ditandatangani harus diserahkan di dalam waktu 8 hari setelah ditutupnya perjanjian. Demikian pula Pasal 259 KUHD yang mengatur mengenai perjanjian asuransi yang ditutup langsung oleh tertanggung dengan penanggung, diharuskan pihak yang disebut terakhir ini menandatanganinya dalam waktu 24 jam. Apabila

33

Ibid., hlm. 17.

34

(41)

waktu yang ditentukan di atas dilampaui, tertanggung perlu memperhatikan Pasal 261 KUHD yang menyatakan bahwa jika ada kelalaian, dalam hal-hal yang ditentukan dalam pasal 259 dan 260 KUHD tersebut, maka wajiblah penanggung atau makelar yang bersangkutan memberikan ganti rugi kepada tertanggung dalam hal timbul kerugian yang diakibatkan kelalaian tersebut.35

a) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

3) Peraturan Perundang-undangan lain

b) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

c) Keputusan Menteri Keuangan No.426/KMK/2003 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi d) Keputusan Menteri Keuangan KMK No.422/KMK/2003 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. e) Keputusan Menteri Keuangan No.425/KMK/2003 Tentang Perizinan dan

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.

f) Keputusan Menteri Keuangan No.424/KMK/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

g) Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK/2003 Tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian36

35

Ibid., hlm. 21.

36

(42)

D. Bentuk Hukum Usaha Asuransi dan Reasuransi

Menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) UUP, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk :

1) Perusahaan Perseroan (Persero) 2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas (PT) 4) Usaha Bersama (Mutual)

Tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) usaha konsultan aktuaria dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perseorangan (ayat (2)). Mengenai bentuk usaha bersama diatur lebih lanjut dengan undang-undang (ayat (3)). Mengingat undang-undang mengenai bentuk hukum usaha bersama belum ada, maka untuk sementara ketentuan mengenai bentuk hukum ini akan diatur dengan peraturan pemerintah. Akan tetapi, sayangnya hingga sekarang peraturan pemerintah tersebut belum ada.

Reasuransi adalah suatu instrumen dimana perusahaan asuransi dapat menghindari ancaman malapetaka (catastrophe) dalam pelaksanaan mekanisme asuransi. Pada hakekatnya, reasuransi adalah asuransinya bagi penanggung. Reasuransi didasarkan atas prinsip asuransi yang sama yaitu pengalihan dan pembagian resiko. Untuk melindungi diri terhadap malapetaka akibat satu kerugian besar maupun banyak kerugian kecil-kecil yang disebabkan oleh satu peristiwa, perusahaan asuransi menggunakan konsepsi reasuransi.37

37

(43)

Reasuransi adalah kontrak asuransi di mana sebuah perusahaan asuransi memindahkan semua atau sebagian risikonya kepada perusahaan asuransi lain. Sebenarnya, reasuransi itu tidak lain daripada pembelian polis asuransi oleh suatu perusahaan asuransi yang telah mengeluarkan/menjual polis, untk melindungi dirinya terhadap semua atau sebagian klaim yang ditanggungnya terhadap para pemegang risiko itu disebut “ceding company (perusahaan yang menyerahkan) dan perusahaan asuransi yang menerima risiko disebut “reinsurer (penanggung ulang, reasuransi)”.38 Reasuransi merupakan bagian pertanggungan yang dipertanggungkan ulang pada perusahaan asuransi lain dan atau perusahaan reasuransi.39

Reasuransi merupakan bagian penting dari industri asuransi. Reasuransi berarti mengasuransikan asuransi. Sebagai contoh misalkan suatu perusahaan asuransi mengasuransikan jiwa seseorang dengan nilai pertanggungan sebesar Rp50 Miliar. Perusahaan tersebut tidak kehilangan bisnis, tetapi juga tidak ingin menanggung resiko/kerugian yang terlalu tinggi. Perusahaan tersebut bisa mengajak perusahaan asuransi lain untuk bergabung mengasuransikan resiko tersebut. Melalui reasuransi, perusahaan asuransi bisa bekerja sama untuk menghadapi resiko sehingga resiko yang sangat besar (seperti resiko bencana alam, atau resiko yang bersifat cathastrophic) bisa dihadapi. Meskipun sebagai konsekuensi lanjutan, kejadian bencana di satu tempat bisa mempengaruhi perusahaan asuransi dan pemegang polis asuransi di bagian dunia yang lain.40

38

A. Hasymi Ali, Bidang Usaha Asuransi, Cetakan kedua, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 1999), hlm 236

39

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 78.

40

(44)

Reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang (reasuransi) yang berasal dari perusahaan asuransi, baik untuk asuransi kerugian maupun asuransi jiwa. Perusahaan reasuransi tidak dibenarkan menerima pertanggungan langsung, dengan demikian seluruh relasi/tertanggung dalam perusahaan reasuransi adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Peran perusahaan reasuransi di suatu Negara sangat besar, terutama dalam mendukung kegiatan seluruh perusahaan asuransi.41

UUP mendefinisikan usaha reasuransi sebagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi ulang (reasuransi) terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. Usaha reasuransi dijalankan oleh perusahaan reasuransi. Perusahaan reasuransi dapat menjalankan usaha bidang asuransi kerugian dan atau asuransi jiwa. Kegiatan usaha asuransi dan reasuransi merupakan kegiatan usaha yang bersambungan. Persambungan tersebut dapat dilihat pada kedudukan penanggung. Pada perusahaan asuransi, penanggung menerima pengalihan resiko dari tertanggung. Pada perusahaan reasuransi, penanggung ulang menerima pengalihan resiko dari penanggung. Jadi, kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam reasuransi (asuransi ulang). Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung ulang didasarkan pada perjanjian.42

Reasuransi (asuransi ulang) adalah perjanjian antara penanggung (insurer) dan penanggung ulang (reinsurer), berdasarkan perjanjian tersebut penanggung ulang menerima premi dari penanggung yang jumlahnya ditetapkan lebih dulu,

41

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 135.

42

(45)

dan penanggung ulang bersedia untuk membayar ganti kerugian kepada penanggung, bilamana dia membayar antara penanggung dan tertanggung. Ini berarti, bahwa dalam perjanjian reasuransi, penanggung mengasuransikan lagi resiko yang menjadi tanggungan itu kepada penanggung ulang. Jadi terdapat asuransi berurutan dan bertingkat.43

Reasuransi (asuransi ulang) diatur dalam pasal 271 KUHD. Pasal ini menentukan bahwa penanggung selamanya berhak untuk mengasuransikan lagi apa yang telah ditanggungnya. Pihak yang mengasuransikan itu adalah penanggung sendiri, sedangkan yang menjadi kepentingan adalah tanggung jawab penanggung dalam asuransi pertama. Oleh karena itu, pada reasuransi (asuransi ulang) tidak ada asuransi untuk kedua kali atau asuransi rangkap. Dalam hal ini, sama dengan asuransi solvabilitas (pasal 280 KUHD) yang juga bukan asuransi rangkap. Jadi, tidak bertentangan dengan ketentuan pasal 252 KUHD.44

Reasuransi pada asuransi umum dilakukan dengan dua cara utama. Pertama reasuradur menerima setiap kerugian yang terjadi terhadap resiko yang diasuransikan. Seperti pada perjanjian pembagian kuota dan perjanjian surplus. Kedua, reasuradur hanya membayar setelah suatu kerugian mencapai suatu jumlah tertentu, seperti pada perjanjian kerugian lebih dan pooling.

45

(46)

karena resiko yang diterima dari tertanggung tidak seluruhnya dapat ditampung dan ditanggung sendiri oleh perusahaan penanggung asli. Dengan demikian maka sebenarnya dalam bisnis asuransi ada unsur gotong royong antara sesama perusahaan asuransi.

Praktik reasuransi ternyata tidak semata hanya kegiatan membagi resiko yang tidak dapat ditampung sendiri, melainkan juga terdapat unsur kehati-hatian (prudent underwriting) dari perusahaan penanggung pertama, untuk menyebarkan resiko (spreading of risks) kepada perusahaan penanggung lain.46

Tujuan reasuransi adalah untuk memungkinkan penanggung membayar klaim kepada tertanggung dalam hal terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian, sedangkan penanggung khawatir jika dia tidak mampu membayar klaim tersebut, karena itulah, dia mengasuransikan ulang apa yang telah menjadi tanggungannya. Akan tetapi, reasuransi itu terbatas hanya 1 (satu) kali, sehingga tidak bertentangan dengan asas keseimbangan. Jadi, reasuransi itu sebenarnya untuk meringankan beban penanggung.47 Tujuan utama bagi ceding company (perusahaan asuransi yang memindahkan risikonya) adalah untuk melindungi dirinya terhadap kerugian dalam kasus tertentu yang melebihi jumlah tertentu.48

E. Para Pihak dalam Perjanjian Asuransi

Perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang

46

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 79.

47

K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit., hlm. 52.

48

(47)

pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.49 Perjanjian adalah sejumlah kesepakatan antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung dengan tujuan memberikan perlindungan atau proteksi.50

Wirdjono Prodjodikoro menyatakan bahwa dalam asuransi terlibat dua pihak; yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin ia akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin ia akan menderita sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.51

Perjanjian asuransi merupakan sebuah kontrak yang bersifat legal. Kontrak tersebut menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung sebagai jasa pengalihan resiko, sekaligus besarnya dana yang keberadaannya bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administrasi dan keuntungan.52

Perjanjian asuransi merupakan bagian dari hukum asuransi itu sendiri. Dalam hukum asuransi, ditetapkan bahwa objek pertanggungan dalam asuransi bisa berupa benda dan jasa, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lainnya yang dimungkinkan bisa hilang, rusak ataupun berkurang nilainya.53

Perjanjian asuransi dimana tertanggung dan penanggung mengikat suatu perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing. Perusahaan asuransi

49

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit CV. Mandar Maju, 2011), hlm. 4.

50

Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit., hlm. 237.

51

Wirjono Prodjokoro, Hukum Asuransi si Indonesia (Jakarta: Penerbit Intermasa, 1987), hlm. 3.

52

Zian Farodis, Op.Cit., hlm. 24.

53

(48)

membebankan sejumlah premi yang harus dibayar tertanggung. Premi yang harus dibayar sebelumnya sudah ditaksirkan dulu atau diperhitungkan dengan nilai resiko yang akan dihadapi. Semakin besar resiko, semakin besar premi yang harus dibayar dan sebaliknya.

Perjanjian asuransi tertuang dalam polis asuransi, dimana disebutkan syarat-syarat, hak-hak, kewajiban masing-masing pihak, jumlah uang yang dipertanggungkan dan jangka waktu asuransi. Jika dalam masa pertanggungan terjadi resiko, pihak asuransi akan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat dan ditandatangani bersama sebelumnya.54

Demikian juga halnya dalam perjanjian selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum yaitu di satu pihak seseorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu, dan di lain pihak ada sesorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atau pelaksanaan kewajiban itu. Oleh karena itu dalam suatu perjanjian ada pihak yang berkewajiban dan ada pihak yang berhak.

Sebelum mengetahui siapa-siapa saja pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek hukum itu sendiri sebab perjanjian asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak-pihak yang memenuhi kriteria sebagai subjek hukum.

55

Perjanjian asuransi yang merupakan perjanjian timbal balik, dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak, melainkan dari sudut lain

54

Kasmir, Op.Cit., hlm. 292-293.

55

(49)

mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak yang berkewajiban melainkan menjadi pihak yang berhak terhadap kewajiban dari pihak pertama yang harus dilaksanakan.56

Setiap mengadakan perjanjian asuransi, haruslah sekurang – kurangnya ada 2 (dua) pihak dimana pihak yang satu disebut penanggung dan pihak lain disebut tertanggung. Dalam hal ini, pihak penanggung adalah pihak terhadapnya resiko tersebut dialihkan, yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita suatu kerugian atas suatu peristiwa yang tidak tentu. Resiko ini hanya dialihkan kepada penanggung bila adanya premi yang diberikan oleh tertanggung. Jadi, dengan adanya premi ini, pihak penanggung mengikatkan dirinya untuk menanggung resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak tertanggung. Sedangkan pihak tertanggung sebagai orang – orang yang berkepentingan mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur – angsur, dengan tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi.57

56

Ibid., hlm. 31.

57

Ibid

(50)

F. Perizinan Usaha Perasuransian

Pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi sosial (Pasal 9 ayat (1) UUP). Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang menyelenggarakan program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah. Ini berarti bahwa Pemerintah memang menugaskan BUMN yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu program asuransi sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, bagi BUMN yang dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan. Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

1) Persetujuan Prinsip : Adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian, dimana batas waktu persetujuan prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun. 2) Izin usaha : adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah

perisiapan pendirian selesai, dimana izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi.

Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai:

(51)

4. Kepemilikan

5. Keahlian di bidang perasuransian 6. Kelayakan rencana kerja

7. Hal-hal yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat (Pasal 9 ayat (2) UUP).

Keahlian di bidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian di bidang aktuaria, underwriting, manajemen resiko, penilai kerugian asuransi dan sebagaimana sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijalankan.

Kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi persyaratan dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai kepemilikan dan kepengurusan pihak asing (Pasal 9 ayat (3) UUP). Dalam pengertian “batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing” termasuk pula pengertian tentang proses Indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.

(52)

Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian).58

a) Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yang meliputi:

Prosedur perizinan usaha perasuransian dapat dijelaskan sebagaimana berikut:

1. Permohonan Izin Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi

1) Anggaran dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;

2) Susunan organisasi dan kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas. Susunan organisasi tersebut harus dilengkapi dengan fungsi, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab, serta prosedur kerja dari masing-masing unit organisasi;

3) Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya; 4) Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat

penyertaan langsung oleh pihak asing. Perjanjian kerjasama ini harus dinyatakan dalam bahasa Indonesia dan telah ditandatangani oleh pihak Indonesia dan pihak asing;

58

(53)

5) Bagi perusahaan asuransi, spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya;

6) Bagi perusahaan reasuransi, program retrosesi;

b) Bagi perusahaan yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing :

1) Rekomendasi dari badan pembina dan pengawas asuransi pihak asing yang menyatakan bahwa pihak asing memiliki reputasi baik dan izin usahanya masih berlaku;

2) Laporan keuangan yang telah diaudit untuk 2 (dua) tahun terakhir baik bagi pihak asing maupun pihak Indonesia. Laporan keuangan pihak asing harus menggambarkan pemilikan modal sendiri sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dari besarnya penyertaan langsung pada perusahaan yang dimintakan izin usahanya;

c) Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli yang dipekerjakan;

d) Pernyataan bahwa Direksi bagi Perseroan Terbatas atau Pengurus bagi Koperasi tidak merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain;

e) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri;

(54)

g) Bukti bahwa Pengurus Perusahaan yang bertanggung jawab pada fungsi pengelolaan resiko telah memiliki pengalaman di bidang tersebut sekurangkurangnya 5 (lima) tahun;

h) Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut;

i) Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Labarugi;

j) Program kerja serta rincian persiapan yang telah dilakukan oleh perusahaan yang sekurang-kurangnya meliputi:

1) Proyeksi neraca, perhitungan laba rugi, dan arus kas, berikut asumsi-asumsinya yang mendukungnya, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;

2) Realisasi pemenuhan sumber daya manusia dan prasarana berikut rencana di bidang kepegawaian, termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;

3) Sistem pengolahan data yang dapat menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan dalam pengambilan keputusan berikut formulir yang dipergunakan;

4) Sistem admnistrasi yang memenuhi pengendalian intern;

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh hasil perancangan jembatan integral beton pracetak prategang I-girder yang optimal untuk jalan raya serta mengetahui

setelah indikator pada remot kontrol berkedip sekali, Tekan [ ] tombol mengunci dalam waktu 3 detik untuk mematikan suara Indikasi LED WiFi Indikator (Biru) Status

membandingkan nilai kuat tekan bentuk asli paving block dan bentuk kubus. Dapat dilihat dari hasil kuat tekan rata-rata yang didapat dari setiap variasi bentuk paving

Objek yang dirancang adalah novel grafis yang mampu mengadaptasi budaya lokal ke budaya pop dengan mengolah dari cerita

It was subse- quently demonstrated that lithium also increases bcl-2 levels in C57BL/6 mice (Chen et al 2000), and in human neuroblastoma SH-SY5Y cells in vitro (Manji et al 2000b);

Data (08) merupakan pematuhan prinsip kesantunan pada maksim kesimpatian karena tuturan Don Le dapat memaksimalkan kesimpatian pada Torini. Dari tuturan di

Fish Caught (Kg).. Lebung Sebagai Sumber Ekonomi Bagi Nelayan Ditinjau dari aspek ekonomi lebung memiliki peranan sebagai sumber pendapatan tambahan nelayan, meskipun jumlah

Untuk mengetahui bahwa kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh materi pembelajaran melalui model PjBL dengan tugas creative mind-map dapat meningkat..