• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Lokasi Pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar dalam Rangka Meraih Bonus Demografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Lokasi Pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar dalam Rangka Meraih Bonus Demografi"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR

DALAM RANGKA MERAIH BONUS DEMOGRAFI

TESIS

Oleh

MUHAMMAD HENRY POHAN

107003046/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR

DALAM RANGKA MERAIH BONUS DEMOGRAFI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD HENRY POHAN

107003046/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR DALAM RANGKA MERAIH BONUS DEMOGRAFI

Nama Mahasiswa : Muhammad Henry Pohan

Nomor Pokok : 107003046

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

(PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) ( Prof. Aldwin Surya, SE, MPd, PhD) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(4)

Tanggal lulus : 15 Agustus 2012

Telah diuji pada

Tanggal : 15 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Anggota : 1. Prof. Aldwin Surya, SE, MPd, PhD

2. Dr. Rujiman, SE, MA 3. Ir. Supriadi, MS

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul“Pengaruh Desentralisasi dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipulikasikan oleh siapa pun sebelumnya. Sumber data daninformasi yang di

gunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2012

Yang membuat pernyataan,

(6)

ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR DALAM RANGKA MERAIH

BONUS DEMOGRAFI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar; menganalisis pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi wilayah di Kota Pematangsiantar dan menganalisis penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar.Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif, analisis location quotient (LQ) dan analisis gravitasi.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah unit SMK di Kota Pematangsiantar sebanyak 36 unit SMK yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 33 SMK Swasta, dengan tingkat penyebaran tidak merata yaitu 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marihat; 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marimbun, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Selatan, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Barat, 5 unit SMK di Kecamatan Siantar Utara, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Timur., 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Martoba, dan 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Sitalasari. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Pematangsiantar dan diprioritaskan dalam pengembangan SMK berbasis potensi wilayah sektor basis. Penentuan lokasi pendirian SMK di Kota Pematangsiantar dalam rangka meraih bonus demografi berdasarkan analisis interaksi atau gravitasi adalah kecamatan memiliki nilai daya tarik rendah yaitu Kecamatan Siantar Sitalasari.

(7)

ANALYSIS OF VOCATIONAL HIGH SCHOOL FOUNDATION LOCATION (SMK) CITY PEMATANGSIANTAR IN ORDER TO ACHIEVE

DEMOGRAPHIC BONUS

ABSTRACT

This study aims to analyze the distribution of Vocational School (SMK) in the City Pematangsiantar; analyze the development of vocational high school (SMK) based on potential areas in the City Pematangsiantar and analyzing siting establishment Vocational School (SMK) in the City of Pematangsiantar.Metode research using descriptive analysis , analysis of the location quotient (LQ) and the analysis of gravity.

The results of this study concluded that the number of units in the City SMK Pematangsiantar total of 36 units consisting of 3 SMK SMK and 33 private vocational schools, with an uneven spread is 4 units in District Siantar Marihat SMK; 4 units in District Siantar Marimbun SMK, 7 units vocational schools in the District of South Siantar, 7 units in District Siantar SMK West, 5 units of vocational schools in North Siantar District, 7 units in District Siantar SMK East., 1 unit in District Siantar Martoba vocational and vocational schools in District 1 unit Siantar Sitalasari. LQ analysis results show that the electricity, gas and water, construction sector, the trade, hotels and restaurants, transport and communications, financial and business services sector, and services sector is a sector that has strong economic base which is quite good and very effect on economic growth in the City of Pematangsiantar and prioritized based on the development potential of the area vocational sector basis. Determining the location of the establishment of vocational schools in the City of Pematangsiantar in order to achieve demographic bonus based on the analysis of the interaction or district has a value of gravity is low, the attraction Siantar Sitalasari District. Keywords: Vocational School, Establishment Location, Potential Base and Bonus

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

Analisis Lokasi Pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota

Pematangsiantar dalam Rangka Meraih Bonus Demografi”. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini..

3. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE. M.Pd. PhD, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan penuh ketulusan telah banyak meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya dalam penyusunan tesis ini.

4. Bapak dan Ibu dosen pembanding sekaligus penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga demi kesempurnaan tesis ini 5. Segenap Bapak/Ibu Dosen dan seluruh karyawan Sekolah Pascasarjana USU

Program Studi PWD.

6. Bapak Ir. H. Riadil Akhir Lubis, M.Si, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin bagi penulis untuk menyelelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana USU.

7. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Angkatan 2010 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

8. Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

9. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dorongan dan dukungannya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

(9)

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri karena Dia-lah Yang Maha Sempurna dan Maha Mengetahui. Amin

Medan, Juli 2012 Penulis

(10)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 September 1979 di Medan. Putra pertama dari 4 bersaudara dari Ayahanda bernama Drs. Edison Pohan dan Ibunda bernama Ivonne Victoria.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 106162 Medan tahun 1988, pendidikan Menengah Pertama di SMP Metohodist I Medan tahun 1994 dan tahun 1997 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Negeri 17 Medan. Pada tahun 2001 memperoleh gelar sarjana ekonomi di STIE Teladan di Medan. Pada tahun 2006 menikah dengan Justi Ladispa Lubis.

Saat ini penulis bekerja di lingkungan pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan ditugaskan sebagai staf di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(11)

DAFTAR ISI

2.4. Analisis Interaksi atau Gravitasi ... 13

2.5. Pengertian Pendidikan ... 16

2.6. Bonus Demografi dalam Pembangunan ... 20

2.7. Pengembangan Wilayah ... 24

2.8. Hubungan Antara Pengembangan Wilayah dengan Pendidikan 28 2.9. Penelitian Sebelumnya ... 31

2.10. Kerangka Pemikiran ... 35

3.6. Definisi dan Batasan Operasional ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Kota Pematangsiantar ... 41

4.2. Sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar ... 72

(12)

4.4. Analisis Lokasi Pendirian SMK di Kota Pematangsiantar ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Saran ... 87

(13)

DAFTAR TABEL

Luas Wilayah Kota Pematangsiantar ……….

Kondisi Topografi Menurut Klasifikasi Kelerengan per

Kecamatan di Kota Pematangsiantar ………..

Sungai Utama di Kota Pematangsiantar ……….

Pola Penggunaan Lahan Kota Pematangsiantar Tahun 2008 …..

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2009

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Pematangsiantar pada Tahun 1999 dan 2008 ………..

Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang bekerja menurut Pekerjaan Utama ...

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur ………..

Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas Menurut Tingkat

Pendidikan ...

Hasil Proyeksi penduduk Kota Pematangsiantar ………...

Proyeksi Jumlah Penduduk per Kecamatan ...

Jumlah Unit Industri Besar/Sedang dan Industri Kecil Tahun 2010 ………..

Jumlah Unit SMK Negeri dan SMK Swasta di Kota Pematangsiantar pada Tahun 2010 ……….

Ketersediaan dan Kebutuhan SMA/SMK Berdasarkan Jumlah Anak Usia 15-19 tahun ………..

Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Kota

Pematangsiantar Tahun 2007-2010 ………

(14)

4.16. Daya Tarik Tiap Kecamatan dengan Menggunakan Variabel

(15)

DAFTAR GAMBAR

Kerangka Pemikiran Penelitian ……….

Peta Administrasi Kota Pematangsiantar ……….

Peta Citra Satelit ………

Peta Penggunaan Lahan Kota Pematangsiantar ………..

Sebaran Penduduk Kota Pematangsiantar ………

Diagram Struktur Umur Penduduk Kota Pematangsiantar ...

Struktur Pendidikan Kota Pematangsiantar Tahun 2008 …….

Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Pematangsiantar Tahun 2012 – 2032 ………

Sebaran SMK di Kota Pematangsiantar ……….

Grafik Daya Tarik Tiap Kecamatan dengan Menggunakan Variabel Penduduk di Kota Pematangsiantar Tahun 2010 ……

Daya Tarik Kecamatan di Kota Pematangsiantar ………..

Penentuan Lokasi SMK di Kota Pematangsiantar ……….

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2007-2010 (Milyar Rupiah) ……….. 91

2. Data PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota Pematangsiantar

Tahun 2007-2010 (Jutaan Rupiah) ………. 91

3. Hasil Analisis LQ Menurut Lapangan Usaha Kota

Pematangsiantar Tahun 2007-2010 ……….. 92

4. Perhitungan Nilai Interaksi Antara Kecamatan dengan

Kecamatan Sekitarnya di Kota Pematangsiantar ………... 93

(17)

ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR DALAM RANGKA MERAIH

BONUS DEMOGRAFI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar; menganalisis pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi wilayah di Kota Pematangsiantar dan menganalisis penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar.Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif, analisis location quotient (LQ) dan analisis gravitasi.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah unit SMK di Kota Pematangsiantar sebanyak 36 unit SMK yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 33 SMK Swasta, dengan tingkat penyebaran tidak merata yaitu 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marihat; 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marimbun, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Selatan, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Barat, 5 unit SMK di Kecamatan Siantar Utara, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Timur., 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Martoba, dan 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Sitalasari. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Pematangsiantar dan diprioritaskan dalam pengembangan SMK berbasis potensi wilayah sektor basis. Penentuan lokasi pendirian SMK di Kota Pematangsiantar dalam rangka meraih bonus demografi berdasarkan analisis interaksi atau gravitasi adalah kecamatan memiliki nilai daya tarik rendah yaitu Kecamatan Siantar Sitalasari.

(18)

ANALYSIS OF VOCATIONAL HIGH SCHOOL FOUNDATION LOCATION (SMK) CITY PEMATANGSIANTAR IN ORDER TO ACHIEVE

DEMOGRAPHIC BONUS

ABSTRACT

This study aims to analyze the distribution of Vocational School (SMK) in the City Pematangsiantar; analyze the development of vocational high school (SMK) based on potential areas in the City Pematangsiantar and analyzing siting establishment Vocational School (SMK) in the City of Pematangsiantar.Metode research using descriptive analysis , analysis of the location quotient (LQ) and the analysis of gravity.

The results of this study concluded that the number of units in the City SMK Pematangsiantar total of 36 units consisting of 3 SMK SMK and 33 private vocational schools, with an uneven spread is 4 units in District Siantar Marihat SMK; 4 units in District Siantar Marimbun SMK, 7 units vocational schools in the District of South Siantar, 7 units in District Siantar SMK West, 5 units of vocational schools in North Siantar District, 7 units in District Siantar SMK East., 1 unit in District Siantar Martoba vocational and vocational schools in District 1 unit Siantar Sitalasari. LQ analysis results show that the electricity, gas and water, construction sector, the trade, hotels and restaurants, transport and communications, financial and business services sector, and services sector is a sector that has strong economic base which is quite good and very effect on economic growth in the City of Pematangsiantar and prioritized based on the development potential of the area vocational sector basis. Determining the location of the establishment of vocational schools in the City of Pematangsiantar in order to achieve demographic bonus based on the analysis of the interaction or district has a value of gravity is low, the attraction Siantar Sitalasari District. Keywords: Vocational School, Establishment Location, Potential Base and Bonus

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia

adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Sejalan dengan perubahan

lingkungan pendidikan dan dunia usaha saat ini maka diperlukan profesionalisme

di segala bidang termasuk dunia pendidikan.

Pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah upaya demi

mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam

mewujudkan masyarakat maju, adil dan makmur (Matondang, 2010). Selanjutnya

dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakn setiap

warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu.

Nachrowi dan Suhandojo (2001) menyatakan dalam pengembangan suatu

wilayah sebagai strategi pembangunan nasional ada tiga pilar yang mempunyai

hubungan yang erat dan harus saling berinteraksi yaitu : sumberdaya alam,

sumberdaya manusia dan teknologi. Suatu wilayah yang mempunyai sumberdaya

alam yang cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan

mengembangkan teknologi akan cepat berkembang dibanding wilayah lain.

Agar pendidikan tersebut berkualitas dan berdampak bagi suatu

pengembangan wilayah maka perlu dilakukan perencanaan pendidikan yang

melibatkan kegiatan multidisipliner yang memperhatikan masalah-masalah

demografi, ekonomi, keuangan, pemerintah, pedagogi, statistik persekolahan,

(20)

langsung dapat mempengaruhi perencanaan pendidikan (Enoch, dalam Matondang,

2009). Artinya perencanaan pendidikan dilakukan secara komprehensif dengan

mempertimbangkan berbagai aspek sehingga pendidikan itu dapat berfungsi dengan

baik menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas secara menyeluruh.

Menyeluruh dalam pengertian semua warga negara mendapatkan kesempatan untuk

belajar sehingga masing-masing memiliki kemampuan untuk mendukung

pembangunan suatu wilayah ataupun negara. Karenanya suatu wilayah dalam proses

pembangunannya sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang

berkualitas. Dengan kata lain, sumber daya manusia berkualitas merupakan faktor

yang menentukan maju tidaknya suatu wilayah.

Pendidikan merupakan faktor yang secara signifikan mampu

meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

pembangunan pendidikan memerlukan perencanaan yang komprehensif dengan

melibatkan indikator-indikator ekonomi, kependudukan, kependidikan maupun

potensi sumber daya alam. Sejalan dengan hal itu, strategi kebijakan pemerintah

dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia diarahkan pada

kemampuan kecakapan/keterampilan hidup (life skill) para peserta didik.

Pendidikan kecakapan hidup ini sangat relevan dengan pengembangan pendidikan

kejuruan.

Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik

untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. (UU Sisdiknas No: 20. 2003). Sekolah

Menengah Kejuruan adalah salah satu subsistem dari sistem pendidikan nasional

dengan tugas utamanya adalah mempersiapkan lulusannya memasuki dunia kerja,

mengisi keperluan tenaga terampil tingkat menengah. Pendidikan kejuruan

(21)

pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang

mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis

pekerjaan tertentu.

Dengan sekolah kejuruan diharapkan dapat menyiapkan peserta didik

menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup,

mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian

membuka peluang meningkatkan penghasilan. Berdasar yang seperti ini tidak

hanya berlaku di seluruh nusantara, tetapi juga di Kota Pematangsiantar.

Wilayah Kota Pematangsiantar terdiri dari 8 kecamatan dan memiliki

jumlah penduduk 250.997 jiwa pada tahun 2009, dimana usia jumlah penduduk

produktif (15-64 tahun) sebanyak 160.289 jiwa, diikuti usia 0 – 14 tahun sebanyak

80.983 jiwa dan usia 65 tahun ke atas sebanyak 10.725 jiwa. Berdasarkan

proyeksi jumlah penduduk Kota Pematangsiantar pada tahun 2032 menunjukkan

sebesar 293.003 jiwa dengan jumlah usia produktif sebesar 235.059 jiwa.

Kondisi ini menunjukkan Kota Pematangsiantar berpeluang memiliki

bonus demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Bonus

demografi ini tentu akan membawa dampak sosial ekonomi. Salah satunya adalah

menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif

yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat

rendah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi

pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang

lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara

(22)

Kondisi ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak

dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian

lapangan pekerjaan. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar (2010)

pengelolaan sekolah kejuruan di Kota Pematangsiantar sampai dengan tahun 2009

tercatat 36 sekolah yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 33 SMK Swasta dengan

jumlah siswa sebanyak 11.595 siswa. Pengembangan sekolah kejuruan dewasa

ini masih dilakukan berdasarkan animo masyarakat dengan jurusan yang sedang

tren, sehingga lulusan sekolah kejuruan cenderung memilih untuk mencari kerja di

daerah perkotaan pada sektor formal. Kondisi seperti ini menjadikan

perkembangan daerah menjadi lambat karena tenaga-tenaga terampil yang

mestinya bisa diarahkan untuk membangun daerahnya malah memilih untuk

bekerja di daerah lain. Mungkin akan berbeda kondisinya jika pengembangan

sekolah kejuruan diarahkan pada pengembangan potensi wilayah, dengan kata lain

pengembangan sekolah kejuruan berbasis pengembangan wilayah.

dengan cara memperbaiki mutu modal manusia melalui mutu

pendidikan yang siap pakai dengan mengembangkan Sekolah Menengah

Kejuruan. Memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif melalui

Sekolah Menengah Kejuruan, selain pekerja tidak hanya bergantung pada

ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu

sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan

pekerjaan, menjaga aset-aset negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang

(23)

Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan

potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya.

Hal ini sudah pasti harus memperlihatkan aspek lingkungan dalam hal ini perlu

diperhatikan aspek kebutuhan, situasi, keadaan, lokasi, keadaan perekonomian

dan juga aspek social politik. Maka perencanaan pendidikan yang dilakukan harus

komprehensif, menyeluruh dan terpadu. Permasalahannya adalah pembangunan

sekolah baru tanpa diserta dengan analisis lokasi yang memadai. Lokasi sekolah

di bangun tanpa mempertimbangkan dimana sebenarnya sekolah tersebut

dikehendaki calon murid.

Untuk itu perlu adanya keselarasan antara kebijakan pengembangan

wilayah dan pengembangan potensi wilayah serta di dukung pula dengan

peningkatan SDM. Penerapan kebijakannya adalah memprioritaskan adanya

sekolah kejuruan yang dapat menampung penduduk usia sekolah menengah untuk

memperoleh pendidikan sekolah kejuruan dan selanjutnya lulusan sekolah

kejuruan tersebut dapat mengembangkan wilayah dan melakukan pembangunan di

Kota Pematangsiantar. Apabila dapat terlaksana maka dampak positip yang di

peroleh adalah tercapainya peningkatan SDM, sehingga masyarakat akan

terkonsentrasi pada aktivitas pengolahan sumber daya alam yang ada di daerahnya

dan selanjutnya masyarakat enggan mencari kerja ke kota-kota besar serta

mengurangi tingkat urban.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, penulis ingin membahas sebaran

tingkat pendidikan, pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis

pengembangan potensi wilayah di Kota Pematangsiantar, dan penentuan lokasi

(24)

indikator-indikator yang ada.di Kota Pematangsiantar, dalam hal ini mengambil judul

Analisis Lokasi Pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar Dalam Rangka Meraih Bonus Demografi”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka

dapat diidentifikasi masalah di dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota

Pematangsiantar.

2. Bagaimana pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis

potensi wilayah di Kota Pematangsiantar.

3. Bagaimana penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di

Kota Pematangsiantar.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota

Pematangsiantar.

1. Menganalisis pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis

potensi wilayah di Kota Pematangsiantar.

2. Menganalisis penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

(25)

1.4. Manfaat Penelitian

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam merumuskan

kebijakan pendidikan kejuruan di Kota Pematangsiantar.

3. Sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang secara teori telah

dipelajari di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis dengan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pusat Pertumbuhan

Theory growth poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara

prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Alonso dalam Sirojuzilam dan Mahalli,

2010). Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai

tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan

pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara

kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan tepadu.

Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949

oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran

gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli dan Unwin dalam

Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa

pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota.

Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas

melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan

menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke

pedesaan. Menurut Stohr dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada

pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang

dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat

memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain

dan wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu pembangunan sinonim dengan urbanisasi

(pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri).

Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium

(keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre

(27)

dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih hirarki perkotaan dan

perusahaan-perusahaan besar.

Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect (dampak

penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan

karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah

hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland

karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).

2.2. Teori Lokasi

Mengetahui karakteristik jenis kegiatan merupakan hal yang sangat

penting dalam menentukan suatu lokasi kegiatan. Menentukan lokasi sangat

terkait dengan daerah pelayanan yang menjadi target pelayanan. Dari sini akan

terlihat bahwa pelayanan umum yang lebih bersifat pelayanan publik akan

berbeda dengan kegiatan ekonomi yang lebih berorientasi ekonomi. Menurut

Daldjoeni dalam (Miarsih, 2009) terdapat tiga konsep mengenai lokasi kegiatan:

1. Jangkauan (range), maksudnya seberapa jauh jarak yang mampu ditempuh untuk membeli barang dan jasa pada tingkat harga tertentu.

2. Batas ambang penduduk (treshold), biasanya jumlah penduduk minimal yang

dibutuhkan/membutuhkan suatu fasilitas tertentu.

3. Tempat pusat (central place), yaitu suatu pusat yang melayani perkotaan dan

perdesaan serta wilayah yang lebih besar lagi daripada wilayahnya sendiri

dengan masing-masing tempat pusat tersebut menawarkan batas ambang

populasi dan jangkauan fungsi untuk wilayah komplemen yang dilayani.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perilaku lokasi dari kegiatan

pada umumnya adalah memaksimalkan akses pada komunitas masyarakat

(28)

Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang

(spatial order) kegiatan ekonomi. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang

alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau

pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity). Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa

faktor seperti: bahan baku lokal (local input); permintaan lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input); dan permintaan luar

(outside demand) (Hoover dan Giarratani dalam Miarsih, 2009)

Selain teori yang dikemukakan di atas, terdapat teori lokasi yang perlu

untuk diketahui yaitu Central Place Theory. Teori ini dikembangkan oleh

Christaller yang disempurnakan oleh August Losch. Kesimpulan yang dapat

diambil dari teori ini adalah bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan

berdasarkan aspek keruangan kepada penduduk adalah dengan menempatkan

lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk pada tempat yang sentral. Hal

tersebut merupakan landasan utama bagi setiap alokasi lokasi fasilitas pelayanan

(Djojodipuro dalam Miarsih, 2009).

Tempat lokasi yang sentral yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tempat

yang memungkinkan pertisipasi masyarakat secara maksimum, baik bagi mereka

yang terlibat dalam aktivitas pelayanan, maupun yang menjadi konsumen dari

barang-barang atau jasa pelayanan yang dihasilkan. Tempat seperti itu, oleh

Christaller dan Losch, diasumsikan sebagai titik simpul-simpul dari suatu bentuk

yang heksagonal. Tempat-tempat tersebut memiliki kawasan pengaruh terhadap

(29)

Berdasar pada asumsi Christaller bahwa “orang akan berjalan ke tempat

yang paling dekat tempat tinggalnya untuk mendapatkan barang kebutuhan”,

maka bagi orang-orang yang tinggal di kawasan pengaruh tempat-tempat sentral

yang bertampalan, mereka akan pergi ke tempat sentral yang paling dekat.

Bourne (dalam Mirza, 2008) strategi yang dilakukan untuk menetapkan

lokasi pada tingkat pelayanan umum sehingga dapat memberikan pelayanan

secara optimal adalah :

1. Diperoleh gambaran yang tepat pada tingkat karakteristik target populasi

konsumen yang telah teridentifikasi.

2. Menetapkan distribusi ruang dari target populasi yang telah di identifikasi.

3. Menetapkan area wilayah yang berpotensi untuk dialokasikan pada area

fasilitas.

4. Menetapkan secara pasti terhadp lokasi fasilitas masing-masing area

pelayanan

Diperoleh manfaat dari teori tersebut di atas adalah: pergerakan kota

merupakan aktivitas yang ada dalam ruang kota, baik ekononi maupun jasa

pelayanan umum, termasuk diantaranya urban/penduduk kota dan keberadaan

fasilitas sarana prasarana pendidikan.

2.3. Teori Basis Ekonomi

Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor

kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan

yang melakukan kegiatan yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas

wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan

(30)

di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi

dan pemasarannya adalah bersifat lokal (Adisasmita, 2005).

Menurut Arsyad (1999) teori basis ekonomi menyatakan bahwa factor

penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan dengan

permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Teori basis ekonomi pada intinya

membedakan aktivitas sektor basis dan aktivitas sektor non basis. Aktivitas sektor

basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan pembangunan menyeluruh

daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder

artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang

menyeluruh itu.

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang

cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang

kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).

Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik

Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu

sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut

secara nasional (Tarigan, 2009).

Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi

produksinya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan

kegiatan basis dan bukan basis, diantaranya adalah teknik Location Quotient (LQ).

Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi. Dalam teknik

(31)

bruto atau tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan komoditas unggulan dari sisi produksinya.

Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time –series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu

komoditi tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau

penurunan (Tarigan, 2006).

2.4. Analisis Interaksi atau Gravitasi

Interaksi adalah terjadinya kontak atau hubungan antara dua wilayah atau

lebih dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam

wujud tertentu, maka apa yang sedang atau yang sudah terjadi. Menurut Bintarto

(1989) interaksi dapat dilihat sebagai suatu proses sosial, proses ekonomi, proses

budaya ataupun proses politik dan sejenisnya dan lambat ataupun cepat dapat

menimbulkan suatu realita atau kenyataan.

Menurut Roucek dalam Suprapta (2006) interaksi merupakan suatu proses

yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari

pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung. Sedangkan Short dalam

Suprapta (2006) mengatakan bahwa interaksi merupakan sistem perkotaan dan

tatanan dari kota-kota kecil melalui aliran manusia, barang dan gagasan. Aliran ini

merupakan dinamika sistem perkotaan dan merupakan daerah sistem pergerakan

manusia dalam melakukan aktivitasnya yang berupa perjalanan ke tempat kerja,

perjalanan belanja, kunjungan keluarga maupun perjalanan untuk rekreasi, tetapi

alasan pergerakan pada umumnya adalah alasan ekonomi, penduduk cenderung

(32)

itu ada alasan dalam bentuk sosial, seperti kurangnya pelayanan sosial yang

miskin dan kurang kebebasan individu.

Sistem wilayah adalah sistem yang rumit. Hanya sebagian saja yang dapat

diamati oleh manusia, atau yang mampu diamati dengan mikroskop perencana,

antara lain : hubungan antar manusia atau masyarakat, perusahaan industri, aparat

pemerintahan dan lain-lain. Berbagai sistem pendekatan telah dilakukan dalam

usaha menghayati system wilayah yang rumit tersebut, misalnya dengan

pendekatan analisis kependudukan, analisis ekonomi, analisis masukan-keluaran,

program linier, dan sebagainya.

Interaksi antar wilayah merupakan suatu mekanisme yang

menggambarkan dinamika yang terjadi di suatu wilayah karena aktivitas yang

dilakukan oleh sumberdaya manusia di dalam suatu wilayah. Salah satu metode

yang banyak digunakan untuk menduga besarnya interaksi antar wilayah adalah

model gravitasi. Persamaan dalam model gravitasi ini bisa digunakan untuk

menganalisis dan menduga pola interaksi spasial (Panuju, 2005).

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk

melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi dan

besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah,

model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas

kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Oleh karenanya model

gravitasi berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi dan sebagai alat dalam

perencanaan.

Interaksi bisa saja diukur dari banyaknya perjalanan (trip) dari penduduk

(33)

ditentukan oleh 2 (dua) faktor, yaitu : 1) banyaknya kedua kota wilayah tersebut

yang dapat diukur dari jumlah penduduk, banyaknya lapangan kerja, total

pendapatan (nilai tambah), jumlah/luas bangunan, banyaknya fasilitas kepentingan

umum dan lain-lain. Mungkin karena mudah mendapatkan datanya maka ukuran

yang sering digunakan adalah jumlah penduduk. Penggunaan jumlah penduduk

sebagai alat ukur karena jumlah penduduk sangat terkait langsung dengan

berbagai ukuran lain yang dikemukakan di atas ; dan 2) jarak antara kedua

kota/wilayah tersebut. Jarak mempengaruhi keinginan orang untuk berpergian

karena untuk menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga dan biaya.

Makin jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan orang

untuk bepergian (Tarigan, 2009).

2.5. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan

kualitas manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi

kasar (APK) jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi

(Sirojuzilam, Abdiyanto, Bastari, Kadir dan Binsar, 2005).

Pendidikan merupakan agenda strategis dalam kehidupan dan

pembangunan bangsa. Kenerhasilan pembangunan dan kemajuan suatu Negara

biasanya diukur melalui beberapa indikator, termasuk potensi ekonomi, mutu

sumber daya manusia (SDM). Kualitas manusia ditentukan oleh kualitas

pendidikan, dan merupakan faktor penting penentu kemajuan bangsa. Pendidikan

adalah salah satu bentuk investasi modal manusia (human investment) yang jika

(34)

Pendidikan merupakan upaya strategis untuk meningkatkan pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap mental sumber daya manusia. Melalui pendidikan

diharapkan dapat dibangun kualitas sumber daya manusia yang mampu

membangun kemajuan suatu bangsa (Lumban Gaol, 2010). Sedangkan Ahadin

(2009) menyatakan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah peningkatan

kualitas sumber daya manusia yang diharapkan mampu bersaing pada kehidupan

global.

Menurut Supriadi (2010) pendidikan dikatakan bermutu, jika dapat

menjawab tantangan yang ada di masyarakatnya sehingga dapat menghasilkan

lulusan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat termasuk dunia industri

sebagai pemakai lulusan serta sesuia dengan perkembangan Ipteks.

Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha manusia untuk membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai yang ada dimasyarakat (Isbiayantoro dalam Miarsih, 2009). Selanjutnya Rechey dalam Miarsih (2009) pendidikan diartikan sebagai suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang

kompleks, modern, dan fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan

melembaga dengan pendidikan formal yaitu sekolah, yang tetap berhubungan

dengan pendidikan di luar sekolah. Menurut Lodge dalam Miarsih (2009) dalam pengertian yang lebih sempit pendidikan berati, dalam praktiknya identik dengan

“sekolah”, yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang di atur.

Menurut Isbiyantoro dalam Miarsih (2009) hubungan antara sekolah dengan masyarakat dapat dilihat dari dua segi yaitu:

1. Sekolah sebagai patner dari masyarakat di dalam melakukan fungsi pendidikan

(35)

Hubungan tersebut terdapat tiga gambaran hubungan yang rasional;

pertama, sekolah sebagai lembaga layanan masayarakat sehingga terdapat

konsekuensi konseptual dan teknis, hal ini mengakibatkan terjadi kesesuaian

antara fungsi pendidikan yang dimainkan dengan apa yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Kedua, target yang ditangani sekolah akan ditentukan oleh kejelasan

formulasi kontrak antara sekolah dengan masyarakat. Ketiga, mengingat sekolah

sebagai pihak yang dikontrak masyarakat, sehingga akan dipengaruhi oleh ikatan

obyektif antara keduanya seperti sarana dan prasarana yang ada.

Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan

sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia

hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang

terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), dan dapat

memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan

individu yang optimum (Dikti dalam Mirza, 2008).

Pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang

cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat

dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. (Suprapto dalam

Mirza, 2008).

Dari uraian di atas, bahwa yang dimaksud dengan pendidikan dalam

penelitian ini adalah : 1) Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan

kondisi lingkungan; 2). Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada

anak dalam pertumbuhannya; 3). Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu

(36)

dan 4). Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju

kedewasaan.

Menurut Sukmadinata (dalam Mirza, 2008) ada empat teori pendidikan, antara lain: pendidikan klasik, pendidikan pribadi, teknologi pendidikan dan teori

pendidikan interaksional.

1. Pendidikan klasik (classical education);

Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme, essensialisme, dan eksistensialisme yang memandang bahwa pendidikan

berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan

budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari

pada proses.

2. Pendidikan pribadi (personalized education);

Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah

memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan

potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan

minat peserta didik. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik

yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

3. Teknologi pendidikan

Teknologi pendidikan, lebih mengutamakan pembentukan dan penguasaan

kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan

pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep teknologi pendidikan, isi pendidikan

(37)

objektif dan keterampilan-keterampilan yang mengarah kepada kemampuan

vocational.

4. Pendidikan interaksional

Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari

pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan

bekerja sama dengan manusia lainnya. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi

antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan,

antara pemikiran manusia dengan lingkungannya.

Menurut Slamet dalam Mirza (2008) teori pendidikan kejuruan yaitu : 1. Pendidikan Kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas latihan

dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di

tempat kerja.

2. Pendidikan Kejuruan akan efektif jika individu dilatih secara langsung dan

spesifik, dan

3. Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada siswa akan terjadi hanya

jika pelatihan dan pembelajaran yang diberikan berupa pekerjaan nyata dan

bukan sekedar latihan.

2.6. Bonus Demografi dalam Pembangunan

Sektor penduduk merupakan aset utama wilayah dalam setiap aktivitas

perkotaan. Lingkup keruangan dan kekotaan, aktivitas penduduk merupakan

aktivitas utama kota, dan dalam studi ini peran penduduk sebagai pengguna,

sarana pendidikan yang berfungsi sebagai penyedia berhubungan erat.

Tantangan masa depan Indonesia dalam kependudukan adalah memiliki

(38)

demografi merupakan modal Negara untuk pembangunan di masa datang

sehingga perlu mendidik generasi muda tersebut agar memiliki kompetensi global.

Bonus demografi menjelaskan hubungan antara pertumbuhan penduduk

dengan pertumbuhan ekonomi. Bonus Demografi adalah keuntungan ekonomis

yang disebabkan penurunan proporsi penduduk muda yang mengurangi besarnya

biaya investasi untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat

dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan keluarga.

Bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh

menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka

panjang. Transisi demografi menurunkan proporsi penduduk umur muda dan

meningkatkan proporsi penduduk usia kerja, dan ini menjelaskan hubungan

pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi.

Rusli dalam Miarsih (2009) mengemukakan bahwa tujuan analisis kependudukan secara umum paling tidak meliputi:

a. Mengetahui kuantitas dan kondisi penduduk, baik berdasarkan kelompok

umur, jenis kelamin, bahkan kondisi sosio-ekonominya.

b. Mengetahui pertumbuhan masa lampau, masa sekarang, penurunannya dan

penyebarannya (distribusi) dalam suatu wilayah pembangunan.

c. Mengembangkan hubungan sebab-akibat antara perkembangan penduduk

dengan bermacam-macam aspek pembangunan.

d. Mencoba memproyeksikan pertumbuhan penduduk dan

kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya serta pengaruhnya terhadap pelaksanaan

(39)

e. Sebagai bahan pemantauan untuk melakukan pengendalian penduduk yang

dapat mempengaruhi kondisi masyarakat secara keseluruhan.

Distribusi penduduk memiliki tujuan untuk peningkatan taraf hidup,

pembangunan daerah, keseimbangan penyebaran penduduk, pembangunan yang

merata di seluruh wilayah, pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia,

kesatuan dan persatuan bangsa, serta ,memperluas pertahanan dan keamanan

nasional.

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Tetapi jumlah

penduduk yang bertambahnya semakin pesat akan menimbulkan berbagai

permasalahan bagi pembangunan. Demikian pula Indonesia sebagai negara

berkembang yang memiliki ciri labour surplus economy dan memiliki jumlah penduduk yang keempat terbesar dunia.

Permasalahan yang ditimbulkan akibat pertambahan penduduk yang pesat

di antaranya masalah ketenagakerjaan, kesempatan kerja yang dikaitkan dengan

peluang ekonomi yang diperoleh. Misalnya penduduk dipandang sebagai

konsumen, semakin banyak penduduk, semakin besar permintaan terhadap barang

jasa. Artinya negara yang berpenduduk jumlah besar merupakan pasar yang

sangat potensial bagi peningkatan perekonomian (Rizal, 2006)

Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas,

bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan

organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap

berbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat

dikelola dan ditingkatkan guna member jalan bagi era baru pembangunan

(40)

Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud

mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan

tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang

dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi

pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara

konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam

pembangunan berkelnjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan

dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di

suatu wilayah tertentu.

Menurut Tjiptoherijanto (2002) beberapa alasan yang melandasi pemikiran

bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka

pembangunan nasional, antara lain adalah :

Pertama, kependudukan atau dalam hal ini adalah penduduk merupakan

pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan.

Penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan

maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi

penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati

oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan

harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar

seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan

tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu

meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.

Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat

(41)

penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan

merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk

yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk

tersebut sebagai beban bagi pembangunan.

Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa

dalam jangka yang panjang, Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu

yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan

terabaikan.

2.7. Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,

meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis

dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber

daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara

efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan

dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai

suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan

administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara

Kesatuan Republik Indonesia (Mulyanto, 2008).

Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti

peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu

(42)

yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan

kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis,

intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Pembangunan daerah atau pengembangan wilayah dilakukan melalui

rangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan dan dilangsungkan secara

terus menerus selama kurun waktu tertentu. Kegiatan pengembangan wilayah

dipahami sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang di antaranya

adalah pihak pemerintah, pihak swasta dan pihak masyarakat.

Menurut Dirjen Penataan Ruang dalam Mirza (2008) konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori

dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian

dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi

dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Pengertian pengembangan wilayah

dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam

penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan

pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian

antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan

ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam

wadah NKRI.

Riyadi (2000) mengungkapkan beberapa pemikiran yang dapat

dikembangkan untuk strategi pengembangan wilayah di masa mendatang antara

lain adalah :

(43)

Berbagai deregulasi di sektor riil dan moneter telah dilakukan Pemerintah

dalam rangka efisiensi di segala bidang. Namun dari berbagai studi yang

dilakukan ternyata upaya tersebut masih cenderung menguntungkan Jawa dan

kawasan-kawasan cepat berkembang lainnya. Seperti misalnya penambahan

infrastruktur besar-besaran dan pengembangan pertanian di wilayah padat

penduduk seperti Jawa telah menarik investasi modal swasta, serta terjadinya

peningkatan kemampuan tekhnologi dan manajemen hanya di

kawasan-kawasan tersebut. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat dan Daerah telah membuka kewenangan yang semakin besar bagi

pemerintah daerah dalam merencanakan dan menggunakan sumber-sumber

keuangannya. Untuk itu, perlu pula dilakukan reformasi fiskal yang

mendukung alokasi sumber daya yang lebih baik terutama ke

kawasan-kawasan yang belum berkembang, termasuk diantaranya reformasi di bidang

perpajakan. Deregulasi sektor riil juga perlu memperhatikan perkembangan

kemampuan daerah.

b. Peningkatan sumber daya manusia di daerah

Pembangunan selama ini telah menurunkan angka buta huruf, meningkatkan

taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah. Namun demikian,

kualitas manusia di kawasan-kawasan tertinggal umumnya masih di bawah

rata-rata kualitas nasional. Untuk itu, pendekatan pembangunan sektoral yang

telah meningkatkan standar kualitas manusia Indonesia sampai pada taraf

tertentu, pada masa mendatang perlu diikuti oleh pendekatan pembangunan

yang lebih memperhatikan kondisi dan aspirasi wilayah, bukan oleh

(44)

mendatang harus mampu mengidentifikasi jenis pendidikan dan pelatihan yang

dapat menempatkan tenaga kerja dan lulusan terdidik dalam pasar peluang

kerja yang senantiasa menuntut adanya peningkatan keahlian.

c. Pengembangan kelembagaan dan aparat daerah

Struktur kelembagaan dan aparat pemerintah daerah selama ini mencerminkan

sistem pemerintahan berjenjang. Walaupun propinsi dan kabupaten juga

berfungsi sebagai daerah otonom, yang mempunyai kewenangan dalam

mengatur daerahnya sendiri, namun dalam berbagai implementasi pelaksanaan

pembangunan selama ini daerah lebih kepada “menunggu” petunjuk dari Pusat.

Proses pengambilan keputusan yang demikian kemudian berkembang

menjadikan aparat daerah lebih melayani aparat Pusat daripada melayani

masyarakat daerahnya. Dalam era demokratisasi yang semakin berkembang

seperti sekarang ini, yang ditunjang oleh berbagai peraturan perundangan

mengenai desentralisasi yang lebih lengkap, pemerintah daerah dituntut untuk

lebih mampu melaksanakan kewenangan yang semakin besar dalam menata

pembangunan daerahnya. Semakin lengkapnya perangkat peraturan dan

perundang-undangan mengenai penataan ruang di setiap provinsi dan

kabupaten/kota dapat menjadi acuan aparat daerah dalam untuk mengelola

berbagai unsur ruang (seperti sumber daya alam, manusia dan buatan) secara

optimal, serta mengembangkan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

d. Pelayanan masyarakat yang efisien

Untuk kepentingan stabilitas ekonomi dan politik selama ini pemerintah

memegang kendali yang lebih besar terhadap sumber-sumber penerimaan dan

(45)

kebutuhan dasar masih sangat kurang, risiko investasi masih sangat besar, dan

tingkat pendidikan rata-rata manusia di daerah masih rendah. Dengan semakin

meningkatnya kemampuan kelembagaan dan kualitas aparat di daerah, sudah

masanya sekarang untuk memperbesar kewenangan daerah dalam menata

pembangunan di daerah. Keterlibatan pihak swasta sebagai mitra kerja

sekaligus sebagai pelaku pembangunan perlu diperbesar, sejalan dengan

kewenangan daerah yang semakin besar dalam merencanakan dan

melaksanakan pembangunan daerahnya. Hal ini ditujukan agar pelayanan

kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.

2.8. Hubungan Antara Pengembangan Wilayah dan Pendidikan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dibandingkan negara lain

akan mencerminkan keberhasilan dalam memberdayakan rakyatnya. Apalagi IPM

Indonesia terbilang rendah dibanding negara-negara di dunia, karena itu upaya

meningkatkan IPM dari mulai skala Kabupaten/Kota di seluruh nusantara patut

dihargai dan mestinya terus dilakukan (Surya, 2012).

Upaya peningkatan kualitas hidup warga idealnya diawali dengan melihat

akar masalah yang kemudian menimbulkan substansi mmasalah lainnya. Kasus

beberapa kota metropolitan dan kota besar lain di Indonesia menunjukkan akar

masalahnya bermuara pada peningkatan populasi penduduk dan sebaran yang

tidak merata. Kota metropolitan dan kota besar masih dilirik sebagai kota yang

mampu memberi lapangan pekerjaan dengan pendapatan tinggi. Padahal persepsi

seperti ini cenderung keliru, sebab lowongan pekerjaan formal hanya diperoleh

(46)

Pelayanan sosial kota dalam penyelenggaraannya memerlukan adanya

penyediaan fasilitas sosial. Penyediaan ini bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Pembangunan wilayah dan kota seharusnya tidak hanya

berorientasi pada pembangunan fisik saja, melainkan juga pembangunan sumber

daya manusianya. Konsep perencanaan wilayah pada dasarnya merupakan

kegiatan untuk mengalokasikan sumber daya demi tercapainya tujuan yang lebih

baik dimasa yang akan datang ( Tarigan, 2007).

Hal tersebut, berarti bahwa harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas

sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Masyarakat

merupakan subyek sekaligus obyek pembangunan, maka sudah seharusnya perlu

diperhatikan kualitas masyarakat. Meningkatkan kualitas masyarakat, maka

pemerintah perlu mengupayakan mutu pendidikan dan kesehatan bagi

masyarakatnya. Pemerintah harus memberikan fasilitas dibidang kesehatan, sesuai

dengan kebutuhan masyarakatnya. Peningkatan kualitas pendidikan paling

mendasar dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana

pendidikan.

Berbagai problematik peningkatan mutu sarana pendidikan termasuk

rehabilitasi kondisi fisik gedung-gedung yang bermasalah tentulah terkait dengan

pengelolaan dan sistem pendidikan yang belum seperti diharapkan oleh kalangan

pendidikan. Pembangunan fasilitas sosial di bidang pendidikan sangat penting

untuk dilakukan, karena tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi

kualitas masyarakat bahkan kualitas bangsa ini (www.suaramerdeka.com).

(47)

Artinya, bila pada satu sisi pendidikan memiliki peran signifikan guna

membangun masyarakat, di sisi lain masyarakat dengan segala karakternya

memiliki potensi signifikan untuk memberhasilkan fungsi dan peran pendidikan

umumnya.

Menurut Margater dalam Miarsih (2009) mengatakan bahwa pendidikan

dalam pembangunan dituntut untuk mengemban tugas yang semakin kompleks

dan luas sesuai dengan aneka ragam masalah yang terjadi di kehidupan

masyarakat. Adapun pendidikan yang relevan dengan pembangunan diarahkan

untuk:

a. Menambah konformitas masyarakat terhadap program-program pembangunan.

b. Menambah kepekaan masyarakat terhadap perkembangan dan perubahan yang

terjadi di kehidupan masyarakat dari pengaruh pembangunan yang terjadi.

c. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mampu menyelesaikan

persoalan yang ada sebagai upaya untuk memajukan pembangunan di

lingkungan mereka.

d. Mengembangkan sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Peran pendidikan dapat memberi penguatan di satu sisi, yaitu peningkatan

kualitas sumberdaya manusia. Hal ini langsung atau tidak langsung, akan

memberi penguatan pada sisi lain. Penguatan terhadap pendidikan, misalnya

dengan memperbaiki sistem dan mengefektifkan kegiatan belajar dengan cara

mengoptimalkan fungsi sarana dan prasarana pendidikan, akan menambah

(48)

masyarakat yaitu dengan mengelola potensi yang dimiliki secara benar, akan

menambah keberhasilan fungsi dan peran pendidikan umumnya. Implikasinya,

dilakukannya penguatan pada kedua sisi secara simultan akan memberi hasil

optimal, baik dari sisi peran pendidikan maupun pembangunan masyarakat secara

berkesinambungan (Miarsih, 2009)

Kajian pengembangan wilayah memiliki aspek yang luas. Pengembangan

wilayah tidak hanya menjangkau aspek-aspek pengembangan fisik, tetapi juga

aspek ekonomi, kelembagaan dan manusia. Pembangunan daerah melalui

pengembangan wilayah menuntut terciptanya manusia yang berkualitas, yang

mempuyai kempuan intelektual, keterampilan kerja, dan daya saing tinggi.

Permasalahan pembangunan daerah melalui pengembangan wilayah salah satunya

disebabkan rendah kualitas sumber daya manusianya.

Peranan institusi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualiatas Sumber

Daya Manusia (SDM) kaitannya dengan pengembangan dan pembanguan

wilayah/daerahnya telah menarik perhatian akhir-akhir ini. Perencanaan

pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan

keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan

memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman (Riyadi, 2000).

Lebih lanjut, Riyadi (2000) menyatakan bahwa peningkatan sumber daya

manusia di daerah melalui sarana pendidikan dan pelatihan yang tepat dapat

memicu pengembangan wilayah. Arbo dan Benneworth dalam Mirza (2008) institusi pendidikan tidak hanya sebatas melaksakan pendidikan dan

(49)

mendukung pembangunan daerah melalui pengembangan wilayahnya di sektor

ekonomi, sosial dan budaya.

2.9. Penelitian Sebelumnya

Banyak peneliti yang meneliti hubungan antara pengembangan wilayah

dan pendidikan. Diantaranya, Song Seng dalam Mirza (2008), meneliti hubungan pembangunan/pengembangan wilayah dengan pendidikan kejuruan di Singapura.

Song Seng menyatakan bahwa pendidikan kejuruan memerankan peranan yang

krusial dalam pembangunan ekonomi dan sosial dalam sebuah bangsa. Babatunde

dan Adefabi dalam Mirza (2008) melakukan studi tentang hubungan jangka panjang pendidikan dan pembangunan ekonomi di Nigeria. Penelitian mereka

meneliti hubungan jangka panjang pendidikan dan pertumbuhan ekonomi antara

tahun 1970 sampai 2003 di Nigeria. Mereka menguji pendidikan dengan dua cara.

Pertama, ketika pendidikan menjadi input dalam fungsi produksi, dan kedua,

pendidikan mempengaruhi penguasaan teknologi. Berdasarkan analisis, temuan

studi menyimpulkan ada hubungan jangka panjang antara pendidikan dengan

pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja yang terdidik mempunyai pengaruh

signifikan dalam pertumbuhan ekonomi.

Kilpatrick dalam Mirza (2008) melakukan studi tentang institusi

pendidikan dan training sebagai modal sosial dalam pembangunan daerah/wilayah

di Australia. Kilpatrick berpendapat bahwa institusi pendidikan dan training

memainkan peranan penting dalam pembangunan di daerah-daerah Australia.

Dalam kesimpulannya, Kilpatrick menyatakan bahwa, institusi pendidikan dan

training merupakan modal sosial yang bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan

(50)

Karyono (2009) dalam penelitiannya “Penentuan Lokasi SMK di

Banyuwangi Dengan Menggunakan Analisis Multi Kriteria AHP ( Analytic Hierarchy Process )”. Variabel yang diteliti adalah sebaran sekolah tingkat SD,

SMP, dan SMA, serta SMK dengan menggunakan analisis spasial, analisis kurva

kumulatif dan penentuan lokasi SMK dengan menggunakan analisis AHP

(Analytic Hierarchy Process). Berdasarkan analisis spasial dan analisis kumulatif terhadap sebaran sekolah di Kabupaten Banyuwangi dapat disimpulkan bahwa

sebaran sekolah tingkat Sekolah Dasar sudah merata, tingkat sekolah Menengah

Pertama cukup merata, tingkat Skolah Menengah Atas cukup merata, sedangkan

untuk Sekolah Menengah Kejuruan kurang merata. Berdasarkan hasil perhitungan

dengan metode AHP (Analytic Hierarchy Process), maka diketahui bahwa ada 8 kriteria dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi pembangunan SMK.

Kriteria tersebut secara berurut, yaitu : Angka Partisipasi Kasar (APK), Penduduk,

Tingkat Pelayanan, Kedekatan Praktek, Aksesibilitas, Jumlah Lulusan,

Ketersediaan Sarana, dan Kondisi Geografis. Berdasarkan hasil perhitungan

menggunakan AHP dan Skoring tiap-tiap kecamatan, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa prioritas pembangunan SMK baru di Kabupaten Banyuwangi

adalah di Kecamatan Banyuwangi, kemudian Kecamatan Muncar, Kecamatan

Kalipuro, Kecamatan Sempu, dan Kecamatan Gambiran.

Miarsih (2009) dalam penelitiannya “Kajian Penentuan lokasi Gedung

SD-SMP Satu Atap Di Kabupaten Demak. Variabel yang diteliti adalah penentuan

lokasi Gedung SD-SMP Satu Atap di Kabupaten Demak. Kriteria yang digunakan

dalam penentuan lokasi adalah sesuai dengan pedoman pelaksanaan SD-SMP Satu

(51)

pendekatan yang digunakan adalah ketersediaan dan kebutuhan sarana

pendidikan, pengaruh karakteristik penduduk terhadap tingkat partisipasi

pendidikan dan persebaran pengguna sarana pendidikan dan aksesibilitas

penduduk terhadap pelayanan sarana pendidikan. Analisis yang digunakan

meliputi analisis ketersediaan dan kebutuhan sarana pendidikan, analisis sebaran

penduduk terhadap lokasi sarana pendidikan di Kabupaten Demak, analisis

karakteristik penduduk dan analisis kesesuaian lokasi SD-SMP Satu Atap pada

tiap kecamatan di Kabupaten Demak. Teknik analisis yang digunakan adalah alat

analisis perbandingan dan analisis statistik deskriptif. Hasil dari studi ini adalah

menentukan Desa Wedung Kecamatan Wedung sebagai lokasi yang memiliki

ketersediaan sarana dan prasana yang cukup sesuai dengan standar minimal sarana

prasarana untuk dijadikan lokasi SD-SMP Satu Atap.

Sokib dan Wiraawan (2010) dalam penelitiannya “Aplikasi Sistem

Informasi Geografis (SIG) untuk Pengembangan Komptenesi Keahlian Pada

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Gresik”. Variabel yang diteliti

adalah program pendidikan di SMK sesuai dengan kebutuhan dunia kerja maka

perlu penentuan Kopetensi Keahlian yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri

di Wilayah Gresik dan juga perlu ditentukan keberadaannya untuk dapat melayani

warga di wilayah tersebut. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini

adalah analisis kebutuhan SMK untuk mengetahui kebutuhan SMK kelompok

teknologi dan industri. Untuk menentukan lokasi Kompetensi keahlian SMK

dilakukan beberapa tahapan analisis yaitu AHP untuk menentukan nilai

pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi Kompetensi

Gambar

Grafik Daya Tarik Tiap Kecamatan dengan Menggunakan
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Pematangsiantar
Tabel 4.1.  Luas Wilayah Kota Pematangsiantar
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Melalui penugasan, siswa dapat melakukan pengamatan sederhana tentang lingkungan sehat menggunakan pedoman isi teks yang telah dibaca secara benar..  Melalui penugasan, siswa

Undang, Dkk (2006:3) menjelaskan bahwa profesional erat kaitannya dengan kahlian dan keterampilan yang telah disiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan secara

Berjumlah sepasang, terletak dibawah dan atas kantung kemih. Merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung semen. Menghasilkan getah

Siti Masthuroh ( 2011 ), “ Pengembangan Model Pembelajaran Lompat Jauh Dalam Penjasorkes Melalui kajian Lingkungan Persawahan pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Kotakan 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa e-lifestyle memiliki pengaruh positif pada kepuasan pengguna internet generasi Y, serta kepuasan tersebut memiliki pengaruh

 Mencium tangan orang tua pada saat berangkat dan pulang sekolah  Gerak anggota tubuh menirukan gerak ayam dalam suatu tarian D.. Pendekatan dan

Hasil uji regresi diperoleh bahwa setiap kenaikan sebesar satu satuan akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas kerja karyawan Kebun Wisata Pasir Mukti, secara berurut dari

Membimbing pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dalam memanfaatkan hasil penilaian kinerja untuk peningkatan mutu pembelajaran.. Mengevaluasi kinerja satuan pendidikan PAUD