ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR
DALAM RANGKA MERAIH BONUS DEMOGRAFI
TESIS
Oleh
MUHAMMAD HENRY POHAN
107003046/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR
DALAM RANGKA MERAIH BONUS DEMOGRAFI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD HENRY POHAN
107003046/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR DALAM RANGKA MERAIH BONUS DEMOGRAFI
Nama Mahasiswa : Muhammad Henry Pohan
Nomor Pokok : 107003046
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
(PWD)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) ( Prof. Aldwin Surya, SE, MPd, PhD) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Tanggal lulus : 15 Agustus 2012
Telah diuji pada
Tanggal : 15 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Anggota : 1. Prof. Aldwin Surya, SE, MPd, PhD
2. Dr. Rujiman, SE, MA 3. Ir. Supriadi, MS
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul“Pengaruh Desentralisasi dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipulikasikan oleh siapa pun sebelumnya. Sumber data daninformasi yang di
gunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR DALAM RANGKA MERAIH
BONUS DEMOGRAFI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar; menganalisis pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi wilayah di Kota Pematangsiantar dan menganalisis penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar.Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif, analisis location quotient (LQ) dan analisis gravitasi.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah unit SMK di Kota Pematangsiantar sebanyak 36 unit SMK yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 33 SMK Swasta, dengan tingkat penyebaran tidak merata yaitu 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marihat; 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marimbun, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Selatan, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Barat, 5 unit SMK di Kecamatan Siantar Utara, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Timur., 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Martoba, dan 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Sitalasari. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Pematangsiantar dan diprioritaskan dalam pengembangan SMK berbasis potensi wilayah sektor basis. Penentuan lokasi pendirian SMK di Kota Pematangsiantar dalam rangka meraih bonus demografi berdasarkan analisis interaksi atau gravitasi adalah kecamatan memiliki nilai daya tarik rendah yaitu Kecamatan Siantar Sitalasari.
ANALYSIS OF VOCATIONAL HIGH SCHOOL FOUNDATION LOCATION (SMK) CITY PEMATANGSIANTAR IN ORDER TO ACHIEVE
DEMOGRAPHIC BONUS
ABSTRACT
This study aims to analyze the distribution of Vocational School (SMK) in the City Pematangsiantar; analyze the development of vocational high school (SMK) based on potential areas in the City Pematangsiantar and analyzing siting establishment Vocational School (SMK) in the City of Pematangsiantar.Metode research using descriptive analysis , analysis of the location quotient (LQ) and the analysis of gravity.
The results of this study concluded that the number of units in the City SMK Pematangsiantar total of 36 units consisting of 3 SMK SMK and 33 private vocational schools, with an uneven spread is 4 units in District Siantar Marihat SMK; 4 units in District Siantar Marimbun SMK, 7 units vocational schools in the District of South Siantar, 7 units in District Siantar SMK West, 5 units of vocational schools in North Siantar District, 7 units in District Siantar SMK East., 1 unit in District Siantar Martoba vocational and vocational schools in District 1 unit Siantar Sitalasari. LQ analysis results show that the electricity, gas and water, construction sector, the trade, hotels and restaurants, transport and communications, financial and business services sector, and services sector is a sector that has strong economic base which is quite good and very effect on economic growth in the City of Pematangsiantar and prioritized based on the development potential of the area vocational sector basis. Determining the location of the establishment of vocational schools in the City of Pematangsiantar in order to achieve demographic bonus based on the analysis of the interaction or district has a value of gravity is low, the attraction Siantar Sitalasari District. Keywords: Vocational School, Establishment Location, Potential Base and Bonus
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Analisis Lokasi Pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota
Pematangsiantar dalam Rangka Meraih Bonus Demografi”. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan
2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini..
3. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE. M.Pd. PhD, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan penuh ketulusan telah banyak meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak dan Ibu dosen pembanding sekaligus penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga demi kesempurnaan tesis ini 5. Segenap Bapak/Ibu Dosen dan seluruh karyawan Sekolah Pascasarjana USU
Program Studi PWD.
6. Bapak Ir. H. Riadil Akhir Lubis, M.Si, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin bagi penulis untuk menyelelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana USU.
7. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Angkatan 2010 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.
8. Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.
9. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dorongan dan dukungannya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri karena Dia-lah Yang Maha Sempurna dan Maha Mengetahui. Amin
Medan, Juli 2012 Penulis
Riwayat Hidup
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 September 1979 di Medan. Putra pertama dari 4 bersaudara dari Ayahanda bernama Drs. Edison Pohan dan Ibunda bernama Ivonne Victoria.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 106162 Medan tahun 1988, pendidikan Menengah Pertama di SMP Metohodist I Medan tahun 1994 dan tahun 1997 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Negeri 17 Medan. Pada tahun 2001 memperoleh gelar sarjana ekonomi di STIE Teladan di Medan. Pada tahun 2006 menikah dengan Justi Ladispa Lubis.
Saat ini penulis bekerja di lingkungan pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan ditugaskan sebagai staf di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
DAFTAR ISI
2.4. Analisis Interaksi atau Gravitasi ... 13
2.5. Pengertian Pendidikan ... 16
2.6. Bonus Demografi dalam Pembangunan ... 20
2.7. Pengembangan Wilayah ... 24
2.8. Hubungan Antara Pengembangan Wilayah dengan Pendidikan 28 2.9. Penelitian Sebelumnya ... 31
2.10. Kerangka Pemikiran ... 35
3.6. Definisi dan Batasan Operasional ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1. Gambaran Umum Kota Pematangsiantar ... 41
4.2. Sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar ... 72
4.4. Analisis Lokasi Pendirian SMK di Kota Pematangsiantar ... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
5.1. Kesimpulan ... 86
5.2. Saran ... 87
DAFTAR TABEL
Luas Wilayah Kota Pematangsiantar ……….
Kondisi Topografi Menurut Klasifikasi Kelerengan per
Kecamatan di Kota Pematangsiantar ………..
Sungai Utama di Kota Pematangsiantar ……….
Pola Penggunaan Lahan Kota Pematangsiantar Tahun 2008 …..
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2009
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Pematangsiantar pada Tahun 1999 dan 2008 ………..
Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang bekerja menurut Pekerjaan Utama ...
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur ………..
Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas Menurut Tingkat
Pendidikan ...
Hasil Proyeksi penduduk Kota Pematangsiantar ………...
Proyeksi Jumlah Penduduk per Kecamatan ...
Jumlah Unit Industri Besar/Sedang dan Industri Kecil Tahun 2010 ………..
Jumlah Unit SMK Negeri dan SMK Swasta di Kota Pematangsiantar pada Tahun 2010 ……….
Ketersediaan dan Kebutuhan SMA/SMK Berdasarkan Jumlah Anak Usia 15-19 tahun ………..
Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Kota
Pematangsiantar Tahun 2007-2010 ………
4.16. Daya Tarik Tiap Kecamatan dengan Menggunakan Variabel
DAFTAR GAMBAR
Kerangka Pemikiran Penelitian ……….
Peta Administrasi Kota Pematangsiantar ……….
Peta Citra Satelit ………
Peta Penggunaan Lahan Kota Pematangsiantar ………..
Sebaran Penduduk Kota Pematangsiantar ………
Diagram Struktur Umur Penduduk Kota Pematangsiantar ...
Struktur Pendidikan Kota Pematangsiantar Tahun 2008 …….
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Pematangsiantar Tahun 2012 – 2032 ………
Sebaran SMK di Kota Pematangsiantar ……….
Grafik Daya Tarik Tiap Kecamatan dengan Menggunakan Variabel Penduduk di Kota Pematangsiantar Tahun 2010 ……
Daya Tarik Kecamatan di Kota Pematangsiantar ………..
Penentuan Lokasi SMK di Kota Pematangsiantar ……….
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2007-2010 (Milyar Rupiah) ……….. 91
2. Data PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota Pematangsiantar
Tahun 2007-2010 (Jutaan Rupiah) ………. 91
3. Hasil Analisis LQ Menurut Lapangan Usaha Kota
Pematangsiantar Tahun 2007-2010 ……….. 92
4. Perhitungan Nilai Interaksi Antara Kecamatan dengan
Kecamatan Sekitarnya di Kota Pematangsiantar ………... 93
ANALISIS LOKASI PENDIRIAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KOTA PEMATANGSIANTAR DALAM RANGKA MERAIH
BONUS DEMOGRAFI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar; menganalisis pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis potensi wilayah di Kota Pematangsiantar dan menganalisis penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar.Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif, analisis location quotient (LQ) dan analisis gravitasi.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah unit SMK di Kota Pematangsiantar sebanyak 36 unit SMK yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 33 SMK Swasta, dengan tingkat penyebaran tidak merata yaitu 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marihat; 4 unit SMK di Kecamatan Siantar Marimbun, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Selatan, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Barat, 5 unit SMK di Kecamatan Siantar Utara, 7 unit SMK di Kecamatan Siantar Timur., 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Martoba, dan 1 unit SMK di Kecamatan Siantar Sitalasari. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Pematangsiantar dan diprioritaskan dalam pengembangan SMK berbasis potensi wilayah sektor basis. Penentuan lokasi pendirian SMK di Kota Pematangsiantar dalam rangka meraih bonus demografi berdasarkan analisis interaksi atau gravitasi adalah kecamatan memiliki nilai daya tarik rendah yaitu Kecamatan Siantar Sitalasari.
ANALYSIS OF VOCATIONAL HIGH SCHOOL FOUNDATION LOCATION (SMK) CITY PEMATANGSIANTAR IN ORDER TO ACHIEVE
DEMOGRAPHIC BONUS
ABSTRACT
This study aims to analyze the distribution of Vocational School (SMK) in the City Pematangsiantar; analyze the development of vocational high school (SMK) based on potential areas in the City Pematangsiantar and analyzing siting establishment Vocational School (SMK) in the City of Pematangsiantar.Metode research using descriptive analysis , analysis of the location quotient (LQ) and the analysis of gravity.
The results of this study concluded that the number of units in the City SMK Pematangsiantar total of 36 units consisting of 3 SMK SMK and 33 private vocational schools, with an uneven spread is 4 units in District Siantar Marihat SMK; 4 units in District Siantar Marimbun SMK, 7 units vocational schools in the District of South Siantar, 7 units in District Siantar SMK West, 5 units of vocational schools in North Siantar District, 7 units in District Siantar SMK East., 1 unit in District Siantar Martoba vocational and vocational schools in District 1 unit Siantar Sitalasari. LQ analysis results show that the electricity, gas and water, construction sector, the trade, hotels and restaurants, transport and communications, financial and business services sector, and services sector is a sector that has strong economic base which is quite good and very effect on economic growth in the City of Pematangsiantar and prioritized based on the development potential of the area vocational sector basis. Determining the location of the establishment of vocational schools in the City of Pematangsiantar in order to achieve demographic bonus based on the analysis of the interaction or district has a value of gravity is low, the attraction Siantar Sitalasari District. Keywords: Vocational School, Establishment Location, Potential Base and Bonus
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Sejalan dengan perubahan
lingkungan pendidikan dan dunia usaha saat ini maka diperlukan profesionalisme
di segala bidang termasuk dunia pendidikan.
Pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah upaya demi
mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat maju, adil dan makmur (Matondang, 2010). Selanjutnya
dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakn setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
Nachrowi dan Suhandojo (2001) menyatakan dalam pengembangan suatu
wilayah sebagai strategi pembangunan nasional ada tiga pilar yang mempunyai
hubungan yang erat dan harus saling berinteraksi yaitu : sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan teknologi. Suatu wilayah yang mempunyai sumberdaya
alam yang cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan
mengembangkan teknologi akan cepat berkembang dibanding wilayah lain.
Agar pendidikan tersebut berkualitas dan berdampak bagi suatu
pengembangan wilayah maka perlu dilakukan perencanaan pendidikan yang
melibatkan kegiatan multidisipliner yang memperhatikan masalah-masalah
demografi, ekonomi, keuangan, pemerintah, pedagogi, statistik persekolahan,
langsung dapat mempengaruhi perencanaan pendidikan (Enoch, dalam Matondang,
2009). Artinya perencanaan pendidikan dilakukan secara komprehensif dengan
mempertimbangkan berbagai aspek sehingga pendidikan itu dapat berfungsi dengan
baik menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas secara menyeluruh.
Menyeluruh dalam pengertian semua warga negara mendapatkan kesempatan untuk
belajar sehingga masing-masing memiliki kemampuan untuk mendukung
pembangunan suatu wilayah ataupun negara. Karenanya suatu wilayah dalam proses
pembangunannya sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang
berkualitas. Dengan kata lain, sumber daya manusia berkualitas merupakan faktor
yang menentukan maju tidaknya suatu wilayah.
Pendidikan merupakan faktor yang secara signifikan mampu
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu
pembangunan pendidikan memerlukan perencanaan yang komprehensif dengan
melibatkan indikator-indikator ekonomi, kependudukan, kependidikan maupun
potensi sumber daya alam. Sejalan dengan hal itu, strategi kebijakan pemerintah
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia diarahkan pada
kemampuan kecakapan/keterampilan hidup (life skill) para peserta didik.
Pendidikan kecakapan hidup ini sangat relevan dengan pengembangan pendidikan
kejuruan.
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. (UU Sisdiknas No: 20. 2003). Sekolah
Menengah Kejuruan adalah salah satu subsistem dari sistem pendidikan nasional
dengan tugas utamanya adalah mempersiapkan lulusannya memasuki dunia kerja,
mengisi keperluan tenaga terampil tingkat menengah. Pendidikan kejuruan
pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang
mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis
pekerjaan tertentu.
Dengan sekolah kejuruan diharapkan dapat menyiapkan peserta didik
menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup,
mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian
membuka peluang meningkatkan penghasilan. Berdasar yang seperti ini tidak
hanya berlaku di seluruh nusantara, tetapi juga di Kota Pematangsiantar.
Wilayah Kota Pematangsiantar terdiri dari 8 kecamatan dan memiliki
jumlah penduduk 250.997 jiwa pada tahun 2009, dimana usia jumlah penduduk
produktif (15-64 tahun) sebanyak 160.289 jiwa, diikuti usia 0 – 14 tahun sebanyak
80.983 jiwa dan usia 65 tahun ke atas sebanyak 10.725 jiwa. Berdasarkan
proyeksi jumlah penduduk Kota Pematangsiantar pada tahun 2032 menunjukkan
sebesar 293.003 jiwa dengan jumlah usia produktif sebesar 235.059 jiwa.
Kondisi ini menunjukkan Kota Pematangsiantar berpeluang memiliki
bonus demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Bonus
demografi ini tentu akan membawa dampak sosial ekonomi. Salah satunya adalah
menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif
yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat
rendah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi
pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang
lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara
Kondisi ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak
dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian
lapangan pekerjaan. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar (2010)
pengelolaan sekolah kejuruan di Kota Pematangsiantar sampai dengan tahun 2009
tercatat 36 sekolah yang terdiri dari 3 SMK Negeri dan 33 SMK Swasta dengan
jumlah siswa sebanyak 11.595 siswa. Pengembangan sekolah kejuruan dewasa
ini masih dilakukan berdasarkan animo masyarakat dengan jurusan yang sedang
tren, sehingga lulusan sekolah kejuruan cenderung memilih untuk mencari kerja di
daerah perkotaan pada sektor formal. Kondisi seperti ini menjadikan
perkembangan daerah menjadi lambat karena tenaga-tenaga terampil yang
mestinya bisa diarahkan untuk membangun daerahnya malah memilih untuk
bekerja di daerah lain. Mungkin akan berbeda kondisinya jika pengembangan
sekolah kejuruan diarahkan pada pengembangan potensi wilayah, dengan kata lain
pengembangan sekolah kejuruan berbasis pengembangan wilayah.
dengan cara memperbaiki mutu modal manusia melalui mutu
pendidikan yang siap pakai dengan mengembangkan Sekolah Menengah
Kejuruan. Memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif melalui
Sekolah Menengah Kejuruan, selain pekerja tidak hanya bergantung pada
ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu
sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan
pekerjaan, menjaga aset-aset negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang
Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan
potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya.
Hal ini sudah pasti harus memperlihatkan aspek lingkungan dalam hal ini perlu
diperhatikan aspek kebutuhan, situasi, keadaan, lokasi, keadaan perekonomian
dan juga aspek social politik. Maka perencanaan pendidikan yang dilakukan harus
komprehensif, menyeluruh dan terpadu. Permasalahannya adalah pembangunan
sekolah baru tanpa diserta dengan analisis lokasi yang memadai. Lokasi sekolah
di bangun tanpa mempertimbangkan dimana sebenarnya sekolah tersebut
dikehendaki calon murid.
Untuk itu perlu adanya keselarasan antara kebijakan pengembangan
wilayah dan pengembangan potensi wilayah serta di dukung pula dengan
peningkatan SDM. Penerapan kebijakannya adalah memprioritaskan adanya
sekolah kejuruan yang dapat menampung penduduk usia sekolah menengah untuk
memperoleh pendidikan sekolah kejuruan dan selanjutnya lulusan sekolah
kejuruan tersebut dapat mengembangkan wilayah dan melakukan pembangunan di
Kota Pematangsiantar. Apabila dapat terlaksana maka dampak positip yang di
peroleh adalah tercapainya peningkatan SDM, sehingga masyarakat akan
terkonsentrasi pada aktivitas pengolahan sumber daya alam yang ada di daerahnya
dan selanjutnya masyarakat enggan mencari kerja ke kota-kota besar serta
mengurangi tingkat urban.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, penulis ingin membahas sebaran
tingkat pendidikan, pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis
pengembangan potensi wilayah di Kota Pematangsiantar, dan penentuan lokasi
indikator-indikator yang ada.di Kota Pematangsiantar, dalam hal ini mengambil judul
“Analisis Lokasi Pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Pematangsiantar Dalam Rangka Meraih Bonus Demografi”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka
dapat diidentifikasi masalah di dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota
Pematangsiantar.
2. Bagaimana pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis
potensi wilayah di Kota Pematangsiantar.
3. Bagaimana penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di
Kota Pematangsiantar.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis sebaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota
Pematangsiantar.
1. Menganalisis pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis
potensi wilayah di Kota Pematangsiantar.
2. Menganalisis penentuan lokasi pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
1.4. Manfaat Penelitian
2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam merumuskan
kebijakan pendidikan kejuruan di Kota Pematangsiantar.
3. Sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang secara teori telah
dipelajari di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Pusat Pertumbuhan
Theory growth poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara
prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Alonso dalam Sirojuzilam dan Mahalli,
2010). Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai
tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara
kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan tepadu.
Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949
oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran
gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli dan Unwin dalam
Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa
pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota.
Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas
melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan
menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke
pedesaan. Menurut Stohr dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada
pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang
dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat
memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain
dan wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu pembangunan sinonim dengan urbanisasi
(pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri).
Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium
(keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre
dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih hirarki perkotaan dan
perusahaan-perusahaan besar.
Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect (dampak
penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan
karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah
hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland
karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).
2.2. Teori Lokasi
Mengetahui karakteristik jenis kegiatan merupakan hal yang sangat
penting dalam menentukan suatu lokasi kegiatan. Menentukan lokasi sangat
terkait dengan daerah pelayanan yang menjadi target pelayanan. Dari sini akan
terlihat bahwa pelayanan umum yang lebih bersifat pelayanan publik akan
berbeda dengan kegiatan ekonomi yang lebih berorientasi ekonomi. Menurut
Daldjoeni dalam (Miarsih, 2009) terdapat tiga konsep mengenai lokasi kegiatan:
1. Jangkauan (range), maksudnya seberapa jauh jarak yang mampu ditempuh untuk membeli barang dan jasa pada tingkat harga tertentu.
2. Batas ambang penduduk (treshold), biasanya jumlah penduduk minimal yang
dibutuhkan/membutuhkan suatu fasilitas tertentu.
3. Tempat pusat (central place), yaitu suatu pusat yang melayani perkotaan dan
perdesaan serta wilayah yang lebih besar lagi daripada wilayahnya sendiri
dengan masing-masing tempat pusat tersebut menawarkan batas ambang
populasi dan jangkauan fungsi untuk wilayah komplemen yang dilayani.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perilaku lokasi dari kegiatan
pada umumnya adalah memaksimalkan akses pada komunitas masyarakat
Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang
(spatial order) kegiatan ekonomi. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang
alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau
pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity). Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa
faktor seperti: bahan baku lokal (local input); permintaan lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input); dan permintaan luar
(outside demand) (Hoover dan Giarratani dalam Miarsih, 2009)
Selain teori yang dikemukakan di atas, terdapat teori lokasi yang perlu
untuk diketahui yaitu Central Place Theory. Teori ini dikembangkan oleh
Christaller yang disempurnakan oleh August Losch. Kesimpulan yang dapat
diambil dari teori ini adalah bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan
berdasarkan aspek keruangan kepada penduduk adalah dengan menempatkan
lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk pada tempat yang sentral. Hal
tersebut merupakan landasan utama bagi setiap alokasi lokasi fasilitas pelayanan
(Djojodipuro dalam Miarsih, 2009).
Tempat lokasi yang sentral yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tempat
yang memungkinkan pertisipasi masyarakat secara maksimum, baik bagi mereka
yang terlibat dalam aktivitas pelayanan, maupun yang menjadi konsumen dari
barang-barang atau jasa pelayanan yang dihasilkan. Tempat seperti itu, oleh
Christaller dan Losch, diasumsikan sebagai titik simpul-simpul dari suatu bentuk
yang heksagonal. Tempat-tempat tersebut memiliki kawasan pengaruh terhadap
Berdasar pada asumsi Christaller bahwa “orang akan berjalan ke tempat
yang paling dekat tempat tinggalnya untuk mendapatkan barang kebutuhan”,
maka bagi orang-orang yang tinggal di kawasan pengaruh tempat-tempat sentral
yang bertampalan, mereka akan pergi ke tempat sentral yang paling dekat.
Bourne (dalam Mirza, 2008) strategi yang dilakukan untuk menetapkan
lokasi pada tingkat pelayanan umum sehingga dapat memberikan pelayanan
secara optimal adalah :
1. Diperoleh gambaran yang tepat pada tingkat karakteristik target populasi
konsumen yang telah teridentifikasi.
2. Menetapkan distribusi ruang dari target populasi yang telah di identifikasi.
3. Menetapkan area wilayah yang berpotensi untuk dialokasikan pada area
fasilitas.
4. Menetapkan secara pasti terhadp lokasi fasilitas masing-masing area
pelayanan
Diperoleh manfaat dari teori tersebut di atas adalah: pergerakan kota
merupakan aktivitas yang ada dalam ruang kota, baik ekononi maupun jasa
pelayanan umum, termasuk diantaranya urban/penduduk kota dan keberadaan
fasilitas sarana prasarana pendidikan.
2.3. Teori Basis Ekonomi
Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor
kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan
yang melakukan kegiatan yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas
wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan
di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi
dan pemasarannya adalah bersifat lokal (Adisasmita, 2005).
Menurut Arsyad (1999) teori basis ekonomi menyatakan bahwa factor
penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan dengan
permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Teori basis ekonomi pada intinya
membedakan aktivitas sektor basis dan aktivitas sektor non basis. Aktivitas sektor
basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan pembangunan menyeluruh
daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder
artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang
menyeluruh itu.
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian
daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang
cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang
kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik
Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu
sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut
secara nasional (Tarigan, 2009).
Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi
produksinya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan
kegiatan basis dan bukan basis, diantaranya adalah teknik Location Quotient (LQ).
Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi. Dalam teknik
bruto atau tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan komoditas unggulan dari sisi produksinya.
Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time –series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu
komoditi tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau
penurunan (Tarigan, 2006).
2.4. Analisis Interaksi atau Gravitasi
Interaksi adalah terjadinya kontak atau hubungan antara dua wilayah atau
lebih dan dari hasil kontak itu dapat timbul sesuatu kenyataan yang baru dalam
wujud tertentu, maka apa yang sedang atau yang sudah terjadi. Menurut Bintarto
(1989) interaksi dapat dilihat sebagai suatu proses sosial, proses ekonomi, proses
budaya ataupun proses politik dan sejenisnya dan lambat ataupun cepat dapat
menimbulkan suatu realita atau kenyataan.
Menurut Roucek dalam Suprapta (2006) interaksi merupakan suatu proses
yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari
pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung. Sedangkan Short dalam
Suprapta (2006) mengatakan bahwa interaksi merupakan sistem perkotaan dan
tatanan dari kota-kota kecil melalui aliran manusia, barang dan gagasan. Aliran ini
merupakan dinamika sistem perkotaan dan merupakan daerah sistem pergerakan
manusia dalam melakukan aktivitasnya yang berupa perjalanan ke tempat kerja,
perjalanan belanja, kunjungan keluarga maupun perjalanan untuk rekreasi, tetapi
alasan pergerakan pada umumnya adalah alasan ekonomi, penduduk cenderung
itu ada alasan dalam bentuk sosial, seperti kurangnya pelayanan sosial yang
miskin dan kurang kebebasan individu.
Sistem wilayah adalah sistem yang rumit. Hanya sebagian saja yang dapat
diamati oleh manusia, atau yang mampu diamati dengan mikroskop perencana,
antara lain : hubungan antar manusia atau masyarakat, perusahaan industri, aparat
pemerintahan dan lain-lain. Berbagai sistem pendekatan telah dilakukan dalam
usaha menghayati system wilayah yang rumit tersebut, misalnya dengan
pendekatan analisis kependudukan, analisis ekonomi, analisis masukan-keluaran,
program linier, dan sebagainya.
Interaksi antar wilayah merupakan suatu mekanisme yang
menggambarkan dinamika yang terjadi di suatu wilayah karena aktivitas yang
dilakukan oleh sumberdaya manusia di dalam suatu wilayah. Salah satu metode
yang banyak digunakan untuk menduga besarnya interaksi antar wilayah adalah
model gravitasi. Persamaan dalam model gravitasi ini bisa digunakan untuk
menganalisis dan menduga pola interaksi spasial (Panuju, 2005).
Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk
melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi dan
besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah,
model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas
kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Oleh karenanya model
gravitasi berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi dan sebagai alat dalam
perencanaan.
Interaksi bisa saja diukur dari banyaknya perjalanan (trip) dari penduduk
ditentukan oleh 2 (dua) faktor, yaitu : 1) banyaknya kedua kota wilayah tersebut
yang dapat diukur dari jumlah penduduk, banyaknya lapangan kerja, total
pendapatan (nilai tambah), jumlah/luas bangunan, banyaknya fasilitas kepentingan
umum dan lain-lain. Mungkin karena mudah mendapatkan datanya maka ukuran
yang sering digunakan adalah jumlah penduduk. Penggunaan jumlah penduduk
sebagai alat ukur karena jumlah penduduk sangat terkait langsung dengan
berbagai ukuran lain yang dikemukakan di atas ; dan 2) jarak antara kedua
kota/wilayah tersebut. Jarak mempengaruhi keinginan orang untuk berpergian
karena untuk menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga dan biaya.
Makin jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan orang
untuk bepergian (Tarigan, 2009).
2.5. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan
kualitas manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi
kasar (APK) jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi
(Sirojuzilam, Abdiyanto, Bastari, Kadir dan Binsar, 2005).
Pendidikan merupakan agenda strategis dalam kehidupan dan
pembangunan bangsa. Kenerhasilan pembangunan dan kemajuan suatu Negara
biasanya diukur melalui beberapa indikator, termasuk potensi ekonomi, mutu
sumber daya manusia (SDM). Kualitas manusia ditentukan oleh kualitas
pendidikan, dan merupakan faktor penting penentu kemajuan bangsa. Pendidikan
adalah salah satu bentuk investasi modal manusia (human investment) yang jika
Pendidikan merupakan upaya strategis untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap mental sumber daya manusia. Melalui pendidikan
diharapkan dapat dibangun kualitas sumber daya manusia yang mampu
membangun kemajuan suatu bangsa (Lumban Gaol, 2010). Sedangkan Ahadin
(2009) menyatakan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang diharapkan mampu bersaing pada kehidupan
global.
Menurut Supriadi (2010) pendidikan dikatakan bermutu, jika dapat
menjawab tantangan yang ada di masyarakatnya sehingga dapat menghasilkan
lulusan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat termasuk dunia industri
sebagai pemakai lulusan serta sesuia dengan perkembangan Ipteks.
Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai yang ada dimasyarakat (Isbiayantoro dalam Miarsih, 2009). Selanjutnya Rechey dalam Miarsih (2009) pendidikan diartikan sebagai suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang
kompleks, modern, dan fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan
melembaga dengan pendidikan formal yaitu sekolah, yang tetap berhubungan
dengan pendidikan di luar sekolah. Menurut Lodge dalam Miarsih (2009) dalam pengertian yang lebih sempit pendidikan berati, dalam praktiknya identik dengan
“sekolah”, yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang di atur.
Menurut Isbiyantoro dalam Miarsih (2009) hubungan antara sekolah dengan masyarakat dapat dilihat dari dua segi yaitu:
1. Sekolah sebagai patner dari masyarakat di dalam melakukan fungsi pendidikan
Hubungan tersebut terdapat tiga gambaran hubungan yang rasional;
pertama, sekolah sebagai lembaga layanan masayarakat sehingga terdapat
konsekuensi konseptual dan teknis, hal ini mengakibatkan terjadi kesesuaian
antara fungsi pendidikan yang dimainkan dengan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Kedua, target yang ditangani sekolah akan ditentukan oleh kejelasan
formulasi kontrak antara sekolah dengan masyarakat. Ketiga, mengingat sekolah
sebagai pihak yang dikontrak masyarakat, sehingga akan dipengaruhi oleh ikatan
obyektif antara keduanya seperti sarana dan prasarana yang ada.
Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan
sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia
hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), dan dapat
memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individu yang optimum (Dikti dalam Mirza, 2008).
Pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang
cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat
dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. (Suprapto dalam
Mirza, 2008).
Dari uraian di atas, bahwa yang dimaksud dengan pendidikan dalam
penelitian ini adalah : 1) Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan; 2). Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada
anak dalam pertumbuhannya; 3). Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu
dan 4). Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju
kedewasaan.
Menurut Sukmadinata (dalam Mirza, 2008) ada empat teori pendidikan, antara lain: pendidikan klasik, pendidikan pribadi, teknologi pendidikan dan teori
pendidikan interaksional.
1. Pendidikan klasik (classical education);
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme, essensialisme, dan eksistensialisme yang memandang bahwa pendidikan
berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan
budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari
pada proses.
2. Pendidikan pribadi (personalized education);
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah
memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan
minat peserta didik. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik
yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
3. Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan, lebih mengutamakan pembentukan dan penguasaan
kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan
pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep teknologi pendidikan, isi pendidikan
objektif dan keterampilan-keterampilan yang mengarah kepada kemampuan
vocational.
4. Pendidikan interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari
pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan
bekerja sama dengan manusia lainnya. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi
antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan,
antara pemikiran manusia dengan lingkungannya.
Menurut Slamet dalam Mirza (2008) teori pendidikan kejuruan yaitu : 1. Pendidikan Kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas latihan
dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di
tempat kerja.
2. Pendidikan Kejuruan akan efektif jika individu dilatih secara langsung dan
spesifik, dan
3. Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada siswa akan terjadi hanya
jika pelatihan dan pembelajaran yang diberikan berupa pekerjaan nyata dan
bukan sekedar latihan.
2.6. Bonus Demografi dalam Pembangunan
Sektor penduduk merupakan aset utama wilayah dalam setiap aktivitas
perkotaan. Lingkup keruangan dan kekotaan, aktivitas penduduk merupakan
aktivitas utama kota, dan dalam studi ini peran penduduk sebagai pengguna,
sarana pendidikan yang berfungsi sebagai penyedia berhubungan erat.
Tantangan masa depan Indonesia dalam kependudukan adalah memiliki
demografi merupakan modal Negara untuk pembangunan di masa datang
sehingga perlu mendidik generasi muda tersebut agar memiliki kompetensi global.
Bonus demografi menjelaskan hubungan antara pertumbuhan penduduk
dengan pertumbuhan ekonomi. Bonus Demografi adalah keuntungan ekonomis
yang disebabkan penurunan proporsi penduduk muda yang mengurangi besarnya
biaya investasi untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat
dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan keluarga.
Bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh
menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka
panjang. Transisi demografi menurunkan proporsi penduduk umur muda dan
meningkatkan proporsi penduduk usia kerja, dan ini menjelaskan hubungan
pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi.
Rusli dalam Miarsih (2009) mengemukakan bahwa tujuan analisis kependudukan secara umum paling tidak meliputi:
a. Mengetahui kuantitas dan kondisi penduduk, baik berdasarkan kelompok
umur, jenis kelamin, bahkan kondisi sosio-ekonominya.
b. Mengetahui pertumbuhan masa lampau, masa sekarang, penurunannya dan
penyebarannya (distribusi) dalam suatu wilayah pembangunan.
c. Mengembangkan hubungan sebab-akibat antara perkembangan penduduk
dengan bermacam-macam aspek pembangunan.
d. Mencoba memproyeksikan pertumbuhan penduduk dan
kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya serta pengaruhnya terhadap pelaksanaan
e. Sebagai bahan pemantauan untuk melakukan pengendalian penduduk yang
dapat mempengaruhi kondisi masyarakat secara keseluruhan.
Distribusi penduduk memiliki tujuan untuk peningkatan taraf hidup,
pembangunan daerah, keseimbangan penyebaran penduduk, pembangunan yang
merata di seluruh wilayah, pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia,
kesatuan dan persatuan bangsa, serta ,memperluas pertahanan dan keamanan
nasional.
Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Tetapi jumlah
penduduk yang bertambahnya semakin pesat akan menimbulkan berbagai
permasalahan bagi pembangunan. Demikian pula Indonesia sebagai negara
berkembang yang memiliki ciri labour surplus economy dan memiliki jumlah penduduk yang keempat terbesar dunia.
Permasalahan yang ditimbulkan akibat pertambahan penduduk yang pesat
di antaranya masalah ketenagakerjaan, kesempatan kerja yang dikaitkan dengan
peluang ekonomi yang diperoleh. Misalnya penduduk dipandang sebagai
konsumen, semakin banyak penduduk, semakin besar permintaan terhadap barang
jasa. Artinya negara yang berpenduduk jumlah besar merupakan pasar yang
sangat potensial bagi peningkatan perekonomian (Rizal, 2006)
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas,
bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan
organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap
berbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat
dikelola dan ditingkatkan guna member jalan bagi era baru pembangunan
Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud
mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan
tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang
dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi
pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara
konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam
pembangunan berkelnjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan
dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di
suatu wilayah tertentu.
Menurut Tjiptoherijanto (2002) beberapa alasan yang melandasi pemikiran
bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka
pembangunan nasional, antara lain adalah :
Pertama, kependudukan atau dalam hal ini adalah penduduk merupakan
pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan.
Penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan
maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi
penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati
oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan
harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar
seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan
tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.
Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat
penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan
merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk
yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk
tersebut sebagai beban bagi pembangunan.
Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa
dalam jangka yang panjang, Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu
yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan
terabaikan.
2.7. Pengembangan Wilayah
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,
meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).
Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis
dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber
daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara
efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).
Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan
dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai
suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan
administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Mulyanto, 2008).
Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti
peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu
yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan
kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis,
intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.
Pembangunan daerah atau pengembangan wilayah dilakukan melalui
rangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan dan dilangsungkan secara
terus menerus selama kurun waktu tertentu. Kegiatan pengembangan wilayah
dipahami sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang di antaranya
adalah pihak pemerintah, pihak swasta dan pihak masyarakat.
Menurut Dirjen Penataan Ruang dalam Mirza (2008) konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori
dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian
dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Pengertian pengembangan wilayah
dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam
penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan
pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian
antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan
ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam
wadah NKRI.
Riyadi (2000) mengungkapkan beberapa pemikiran yang dapat
dikembangkan untuk strategi pengembangan wilayah di masa mendatang antara
lain adalah :
Berbagai deregulasi di sektor riil dan moneter telah dilakukan Pemerintah
dalam rangka efisiensi di segala bidang. Namun dari berbagai studi yang
dilakukan ternyata upaya tersebut masih cenderung menguntungkan Jawa dan
kawasan-kawasan cepat berkembang lainnya. Seperti misalnya penambahan
infrastruktur besar-besaran dan pengembangan pertanian di wilayah padat
penduduk seperti Jawa telah menarik investasi modal swasta, serta terjadinya
peningkatan kemampuan tekhnologi dan manajemen hanya di
kawasan-kawasan tersebut. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah telah membuka kewenangan yang semakin besar bagi
pemerintah daerah dalam merencanakan dan menggunakan sumber-sumber
keuangannya. Untuk itu, perlu pula dilakukan reformasi fiskal yang
mendukung alokasi sumber daya yang lebih baik terutama ke
kawasan-kawasan yang belum berkembang, termasuk diantaranya reformasi di bidang
perpajakan. Deregulasi sektor riil juga perlu memperhatikan perkembangan
kemampuan daerah.
b. Peningkatan sumber daya manusia di daerah
Pembangunan selama ini telah menurunkan angka buta huruf, meningkatkan
taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah. Namun demikian,
kualitas manusia di kawasan-kawasan tertinggal umumnya masih di bawah
rata-rata kualitas nasional. Untuk itu, pendekatan pembangunan sektoral yang
telah meningkatkan standar kualitas manusia Indonesia sampai pada taraf
tertentu, pada masa mendatang perlu diikuti oleh pendekatan pembangunan
yang lebih memperhatikan kondisi dan aspirasi wilayah, bukan oleh
mendatang harus mampu mengidentifikasi jenis pendidikan dan pelatihan yang
dapat menempatkan tenaga kerja dan lulusan terdidik dalam pasar peluang
kerja yang senantiasa menuntut adanya peningkatan keahlian.
c. Pengembangan kelembagaan dan aparat daerah
Struktur kelembagaan dan aparat pemerintah daerah selama ini mencerminkan
sistem pemerintahan berjenjang. Walaupun propinsi dan kabupaten juga
berfungsi sebagai daerah otonom, yang mempunyai kewenangan dalam
mengatur daerahnya sendiri, namun dalam berbagai implementasi pelaksanaan
pembangunan selama ini daerah lebih kepada “menunggu” petunjuk dari Pusat.
Proses pengambilan keputusan yang demikian kemudian berkembang
menjadikan aparat daerah lebih melayani aparat Pusat daripada melayani
masyarakat daerahnya. Dalam era demokratisasi yang semakin berkembang
seperti sekarang ini, yang ditunjang oleh berbagai peraturan perundangan
mengenai desentralisasi yang lebih lengkap, pemerintah daerah dituntut untuk
lebih mampu melaksanakan kewenangan yang semakin besar dalam menata
pembangunan daerahnya. Semakin lengkapnya perangkat peraturan dan
perundang-undangan mengenai penataan ruang di setiap provinsi dan
kabupaten/kota dapat menjadi acuan aparat daerah dalam untuk mengelola
berbagai unsur ruang (seperti sumber daya alam, manusia dan buatan) secara
optimal, serta mengembangkan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
d. Pelayanan masyarakat yang efisien
Untuk kepentingan stabilitas ekonomi dan politik selama ini pemerintah
memegang kendali yang lebih besar terhadap sumber-sumber penerimaan dan
kebutuhan dasar masih sangat kurang, risiko investasi masih sangat besar, dan
tingkat pendidikan rata-rata manusia di daerah masih rendah. Dengan semakin
meningkatnya kemampuan kelembagaan dan kualitas aparat di daerah, sudah
masanya sekarang untuk memperbesar kewenangan daerah dalam menata
pembangunan di daerah. Keterlibatan pihak swasta sebagai mitra kerja
sekaligus sebagai pelaku pembangunan perlu diperbesar, sejalan dengan
kewenangan daerah yang semakin besar dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan daerahnya. Hal ini ditujukan agar pelayanan
kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.
2.8. Hubungan Antara Pengembangan Wilayah dan Pendidikan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dibandingkan negara lain
akan mencerminkan keberhasilan dalam memberdayakan rakyatnya. Apalagi IPM
Indonesia terbilang rendah dibanding negara-negara di dunia, karena itu upaya
meningkatkan IPM dari mulai skala Kabupaten/Kota di seluruh nusantara patut
dihargai dan mestinya terus dilakukan (Surya, 2012).
Upaya peningkatan kualitas hidup warga idealnya diawali dengan melihat
akar masalah yang kemudian menimbulkan substansi mmasalah lainnya. Kasus
beberapa kota metropolitan dan kota besar lain di Indonesia menunjukkan akar
masalahnya bermuara pada peningkatan populasi penduduk dan sebaran yang
tidak merata. Kota metropolitan dan kota besar masih dilirik sebagai kota yang
mampu memberi lapangan pekerjaan dengan pendapatan tinggi. Padahal persepsi
seperti ini cenderung keliru, sebab lowongan pekerjaan formal hanya diperoleh
Pelayanan sosial kota dalam penyelenggaraannya memerlukan adanya
penyediaan fasilitas sosial. Penyediaan ini bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pembangunan wilayah dan kota seharusnya tidak hanya
berorientasi pada pembangunan fisik saja, melainkan juga pembangunan sumber
daya manusianya. Konsep perencanaan wilayah pada dasarnya merupakan
kegiatan untuk mengalokasikan sumber daya demi tercapainya tujuan yang lebih
baik dimasa yang akan datang ( Tarigan, 2007).
Hal tersebut, berarti bahwa harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas
sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Masyarakat
merupakan subyek sekaligus obyek pembangunan, maka sudah seharusnya perlu
diperhatikan kualitas masyarakat. Meningkatkan kualitas masyarakat, maka
pemerintah perlu mengupayakan mutu pendidikan dan kesehatan bagi
masyarakatnya. Pemerintah harus memberikan fasilitas dibidang kesehatan, sesuai
dengan kebutuhan masyarakatnya. Peningkatan kualitas pendidikan paling
mendasar dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana
pendidikan.
Berbagai problematik peningkatan mutu sarana pendidikan termasuk
rehabilitasi kondisi fisik gedung-gedung yang bermasalah tentulah terkait dengan
pengelolaan dan sistem pendidikan yang belum seperti diharapkan oleh kalangan
pendidikan. Pembangunan fasilitas sosial di bidang pendidikan sangat penting
untuk dilakukan, karena tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi
kualitas masyarakat bahkan kualitas bangsa ini (www.suaramerdeka.com).
Artinya, bila pada satu sisi pendidikan memiliki peran signifikan guna
membangun masyarakat, di sisi lain masyarakat dengan segala karakternya
memiliki potensi signifikan untuk memberhasilkan fungsi dan peran pendidikan
umumnya.
Menurut Margater dalam Miarsih (2009) mengatakan bahwa pendidikan
dalam pembangunan dituntut untuk mengemban tugas yang semakin kompleks
dan luas sesuai dengan aneka ragam masalah yang terjadi di kehidupan
masyarakat. Adapun pendidikan yang relevan dengan pembangunan diarahkan
untuk:
a. Menambah konformitas masyarakat terhadap program-program pembangunan.
b. Menambah kepekaan masyarakat terhadap perkembangan dan perubahan yang
terjadi di kehidupan masyarakat dari pengaruh pembangunan yang terjadi.
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mampu menyelesaikan
persoalan yang ada sebagai upaya untuk memajukan pembangunan di
lingkungan mereka.
d. Mengembangkan sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Peran pendidikan dapat memberi penguatan di satu sisi, yaitu peningkatan
kualitas sumberdaya manusia. Hal ini langsung atau tidak langsung, akan
memberi penguatan pada sisi lain. Penguatan terhadap pendidikan, misalnya
dengan memperbaiki sistem dan mengefektifkan kegiatan belajar dengan cara
mengoptimalkan fungsi sarana dan prasarana pendidikan, akan menambah
masyarakat yaitu dengan mengelola potensi yang dimiliki secara benar, akan
menambah keberhasilan fungsi dan peran pendidikan umumnya. Implikasinya,
dilakukannya penguatan pada kedua sisi secara simultan akan memberi hasil
optimal, baik dari sisi peran pendidikan maupun pembangunan masyarakat secara
berkesinambungan (Miarsih, 2009)
Kajian pengembangan wilayah memiliki aspek yang luas. Pengembangan
wilayah tidak hanya menjangkau aspek-aspek pengembangan fisik, tetapi juga
aspek ekonomi, kelembagaan dan manusia. Pembangunan daerah melalui
pengembangan wilayah menuntut terciptanya manusia yang berkualitas, yang
mempuyai kempuan intelektual, keterampilan kerja, dan daya saing tinggi.
Permasalahan pembangunan daerah melalui pengembangan wilayah salah satunya
disebabkan rendah kualitas sumber daya manusianya.
Peranan institusi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualiatas Sumber
Daya Manusia (SDM) kaitannya dengan pengembangan dan pembanguan
wilayah/daerahnya telah menarik perhatian akhir-akhir ini. Perencanaan
pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan
keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan
memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman (Riyadi, 2000).
Lebih lanjut, Riyadi (2000) menyatakan bahwa peningkatan sumber daya
manusia di daerah melalui sarana pendidikan dan pelatihan yang tepat dapat
memicu pengembangan wilayah. Arbo dan Benneworth dalam Mirza (2008) institusi pendidikan tidak hanya sebatas melaksakan pendidikan dan
mendukung pembangunan daerah melalui pengembangan wilayahnya di sektor
ekonomi, sosial dan budaya.
2.9. Penelitian Sebelumnya
Banyak peneliti yang meneliti hubungan antara pengembangan wilayah
dan pendidikan. Diantaranya, Song Seng dalam Mirza (2008), meneliti hubungan pembangunan/pengembangan wilayah dengan pendidikan kejuruan di Singapura.
Song Seng menyatakan bahwa pendidikan kejuruan memerankan peranan yang
krusial dalam pembangunan ekonomi dan sosial dalam sebuah bangsa. Babatunde
dan Adefabi dalam Mirza (2008) melakukan studi tentang hubungan jangka panjang pendidikan dan pembangunan ekonomi di Nigeria. Penelitian mereka
meneliti hubungan jangka panjang pendidikan dan pertumbuhan ekonomi antara
tahun 1970 sampai 2003 di Nigeria. Mereka menguji pendidikan dengan dua cara.
Pertama, ketika pendidikan menjadi input dalam fungsi produksi, dan kedua,
pendidikan mempengaruhi penguasaan teknologi. Berdasarkan analisis, temuan
studi menyimpulkan ada hubungan jangka panjang antara pendidikan dengan
pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja yang terdidik mempunyai pengaruh
signifikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Kilpatrick dalam Mirza (2008) melakukan studi tentang institusi
pendidikan dan training sebagai modal sosial dalam pembangunan daerah/wilayah
di Australia. Kilpatrick berpendapat bahwa institusi pendidikan dan training
memainkan peranan penting dalam pembangunan di daerah-daerah Australia.
Dalam kesimpulannya, Kilpatrick menyatakan bahwa, institusi pendidikan dan
training merupakan modal sosial yang bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan
Karyono (2009) dalam penelitiannya “Penentuan Lokasi SMK di
Banyuwangi Dengan Menggunakan Analisis Multi Kriteria AHP ( Analytic Hierarchy Process )”. Variabel yang diteliti adalah sebaran sekolah tingkat SD,
SMP, dan SMA, serta SMK dengan menggunakan analisis spasial, analisis kurva
kumulatif dan penentuan lokasi SMK dengan menggunakan analisis AHP
(Analytic Hierarchy Process). Berdasarkan analisis spasial dan analisis kumulatif terhadap sebaran sekolah di Kabupaten Banyuwangi dapat disimpulkan bahwa
sebaran sekolah tingkat Sekolah Dasar sudah merata, tingkat sekolah Menengah
Pertama cukup merata, tingkat Skolah Menengah Atas cukup merata, sedangkan
untuk Sekolah Menengah Kejuruan kurang merata. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan metode AHP (Analytic Hierarchy Process), maka diketahui bahwa ada 8 kriteria dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi pembangunan SMK.
Kriteria tersebut secara berurut, yaitu : Angka Partisipasi Kasar (APK), Penduduk,
Tingkat Pelayanan, Kedekatan Praktek, Aksesibilitas, Jumlah Lulusan,
Ketersediaan Sarana, dan Kondisi Geografis. Berdasarkan hasil perhitungan
menggunakan AHP dan Skoring tiap-tiap kecamatan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa prioritas pembangunan SMK baru di Kabupaten Banyuwangi
adalah di Kecamatan Banyuwangi, kemudian Kecamatan Muncar, Kecamatan
Kalipuro, Kecamatan Sempu, dan Kecamatan Gambiran.
Miarsih (2009) dalam penelitiannya “Kajian Penentuan lokasi Gedung
SD-SMP Satu Atap Di Kabupaten Demak. Variabel yang diteliti adalah penentuan
lokasi Gedung SD-SMP Satu Atap di Kabupaten Demak. Kriteria yang digunakan
dalam penentuan lokasi adalah sesuai dengan pedoman pelaksanaan SD-SMP Satu
pendekatan yang digunakan adalah ketersediaan dan kebutuhan sarana
pendidikan, pengaruh karakteristik penduduk terhadap tingkat partisipasi
pendidikan dan persebaran pengguna sarana pendidikan dan aksesibilitas
penduduk terhadap pelayanan sarana pendidikan. Analisis yang digunakan
meliputi analisis ketersediaan dan kebutuhan sarana pendidikan, analisis sebaran
penduduk terhadap lokasi sarana pendidikan di Kabupaten Demak, analisis
karakteristik penduduk dan analisis kesesuaian lokasi SD-SMP Satu Atap pada
tiap kecamatan di Kabupaten Demak. Teknik analisis yang digunakan adalah alat
analisis perbandingan dan analisis statistik deskriptif. Hasil dari studi ini adalah
menentukan Desa Wedung Kecamatan Wedung sebagai lokasi yang memiliki
ketersediaan sarana dan prasana yang cukup sesuai dengan standar minimal sarana
prasarana untuk dijadikan lokasi SD-SMP Satu Atap.
Sokib dan Wiraawan (2010) dalam penelitiannya “Aplikasi Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk Pengembangan Komptenesi Keahlian Pada
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Gresik”. Variabel yang diteliti
adalah program pendidikan di SMK sesuai dengan kebutuhan dunia kerja maka
perlu penentuan Kopetensi Keahlian yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri
di Wilayah Gresik dan juga perlu ditentukan keberadaannya untuk dapat melayani
warga di wilayah tersebut. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini
adalah analisis kebutuhan SMK untuk mengetahui kebutuhan SMK kelompok
teknologi dan industri. Untuk menentukan lokasi Kompetensi keahlian SMK
dilakukan beberapa tahapan analisis yaitu AHP untuk menentukan nilai
pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi Kompetensi