• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Pematangsiantar

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Pematangsiantar

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar merupakan Daerah kerajaan. Pematangsiantar yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti ini adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sang Nawaluh Damanik yang memegang kekuasaan sebagai raja tahun 1906. Di sekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk diantaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Bayu, Suhi Kahean, Pantoan, Suhi Bah Bosar, dan Tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematangsiantar yaitu :

1. Pulau Holing menjadi Kampung Pematang 2. Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota

3. Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame, dan Bane.

4. Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.

Setelah Belanda memasuki Daerah Sumatera Utara, Daerah Simalungun menjadi daerah kekuasaan Belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan raja-raja. Kontroleur Belanda yang semula berkedudukan di Perdagangan, pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematangsiantar. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi pendatang baru, Bangsa Cina mendiami kawasan Timbang Galung dan Kampung Melayu.

Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Stad Blad No. 285 Pematangsiantar berubah menjadi Gemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No. 717 berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan.

Pada zaman Jepang berubah menjadi Siantar State dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi kemerdekaan Pematangsiantar kembali menjadi Daerah Otonomi. Berdasarkan Undang-undang No.22 1948 Status Gemente menjadi Kota Kabupaten Simalungun dan Walikota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai tahun 1957.

Berdasarkan UU No.1/1957 berubah menjadi Kota Praja Penuh dan dengan keluarnya Undang-undang No.18/1965 berubah menjadi Kota, dan dengan keluarnya Undang-undang No. 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah berubah menjadi Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1981 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar terbagi atas empat wilayah kecamatan yang terdiri atas 29 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah 12,48 Km2 yang peresmiannya dilaksanakan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 17 Maret 1982.

Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu : 1. Kecamatan Siantar Barat

2. Kecamatan Siantar Timur 3. Kecamatan Siantar Utara 4. Kecamatan Siantar Selatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1986 tanggal 10 Maret 1986 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar diperluas menjadi 6 wilayah kecamatan, dimana 9 desa/ Kel dari wilayah Kabupaten Simalungun masuk menjadi wilayah Kota Pematangsiantar, sehingga Kota Pematangsiantar terdiri dari 38 desa/ kelurahan dengan luas wilayah menjadi 70,230 Km

Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu :

2

1. Kecamatan Siantar Barat 2. Kecamatan Siantar Timur 3. Kecamatan Siantar Utara 4. Kecamatan Siantar Selatan 5. Kecamatan Siantar Marihat, dan 6. Kecamatan Siantar Martoba

Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 1994 dikeluarkan kesepakatan bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun dengan SKB Bersama No : 136/4620/1994 dan 136/3140 /1994. Adapun hasil kesepakatan tersebut adalah wilayah Kota Pematangsiantar menjadi seluas 79,9706 Km2

Pada tahun 1997 Wilayah Administrasi di Kota Pematangsiantar mengalami perubahan status sesuai dengan SK yang meliputi :

.

a. SK Gubsu No. 140. 050. K/ 97 tertanggal 13 Pebruari 1997 dan direalisasikan oleh SK Walikota KDH Tk II Kota Pematangsiantar No.140/1961/Pem/97 tertanggal 15 April 1997 tentang: Pembentukan Lima Kelurahan Persiapan Di Kec. Siantar Martoba

b. SK Gubsu No.140/ 2610. K/95 tertanggal 4 Oktober 1995 serta direalisasikan oleh SK WaliKota KDH Tk II Kota Pematangsiantar No.140/1961/Pem/97 tertanggal 2 Juli 1997 tentang Perubahan Status 9 Sembilan) Desa Menjadi Kelurahan.

Sehingga pada tahun 1997 wilayah administrasi Kota Pematangsiantar menjadi 43 Kelurahan.

Pada tahun 2007, diterbitkan 5 Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota Pematangsiantar yaitu:

1. Peraturan Daerah No.3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Sitalasari

2. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun

3. Peraturan Daerah No.7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Bah Sorma

4. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Tanjung Tongah, Naga Pitu dan Tanjung Pinggir

5. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tetang Pembentukan Kelurahan Parhorasan Nauli, Sukamakmur, Marihat Jaya, Tong Marimbun, Mekar Nauli dan Nagahuta Timur

Dengan demikian jumlah Kecamatan di Kota Pematangsiantar ada sebanyak 8(delapan) kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak 53 (limapuluh tiga) Kelurahan. Kemudian pada tabel berikut ini disajikan para pejabat WaliKota KDH yang pernah memegang tampuk pimpinan di Kota Pematangsiantar sampai sekarang.

4.1.2. Letak Geografis dan Administrasi

Kota Pematangsiantar secara geografis terletak di bagian tengah Sumatera Utara, terletak pada garis 2° 53’ 20” Lintang Utara (LU) dan 99° 1’ 00” - 99° 6’ 35” Bujur Timur (BT) pada peta bumi dan berada di tengah-tengah kabupaten Simalungun dengan suhu rata-rata 24,7ºC dan curah hujan 2808 mm/tahun.

Luas daratan Kota Pematangsiantar adalah 79,971 Km2 terletak 400-500 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan luas wilayah menurut kecamatan, kecamatan yang terluas adalah kecamatan Siantar Sitalasari dengan luas wilayah 22,723 km2

Letak geografis Kota Pematangsiantar dapat dilihat pada Gambar 4.1 Wilayah administrasi Kota Pematangsiantar terbagi menjadi 8 kecamatan. Luas wilayah untuk masing-masing kecamatan dapat di lihat dari Tabel 4.1.

atau sama dengan 28,41 persen dari total luas wilayah Kota Pematangsiantar.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Pematangsiantar

No Kecamatan Kelurahan Luas (Km2) Persentase

1 SIANTAR MARIHAT Sukamaju 7,825 9,78 Pardamean Sukaraja BP. Nauli Mekar Nauli Parhorasan Nauli Suka Makmur 2 SIANTAR MARIMBUN Simarimbun 18,006 22,52 Nagahuta Pematang Marihat Tong Marimbun Marihat Jaya Nagahuta Timur 3 SIANTAR SELATAN Aek Nauli 2,020 2,53 Martimbang Kristen Toba Karo Simalungun 4 SIANTAR BARAT Sipinggol-pinggol 3,205 4,01 Teladan Dwikora Proklamasi Timbanggalung Simarito Banjar Bantan 5 SIANTAR UTARA Martoba 3,650 4,56 Melayu Baru Suka Dame Bane Sigulang-gulang Kahean 6 SIANTAR TIMUR Kebun Sayur 4,520 5,65 Tomuan Pahlawan Siopat Suhu Merdeka Pardomuan Asuhan 7 SIANTAR MARTOBA Sumber Jaya 18,022 22,45 Nagapita Pondok Sayur Tambun Nabolon Nagapitu Tambun Tonga Tanjung Pinggir 8 SIANTAR SITALASARI Bah Kapul 22,723 28,41 Gurilla Bukit Shofa Setia Negara Bah Sorma J u m l a h 79,971 100

4.1.3. Potensi Sumber Daya Alam

4.1.3.1. Kondisi Topografi

Kondisi topografi dan kelerengan merupakan salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan rencana pemanfaatan ruang dan bersifat “given” sehingga dalam pemanfaatannya untuk dapat berfungsi sebagai kawasan budidaya khususnya pada kondisi topografi dan kelerengan yang curam / sangat curam membutuhkan teknologi yang tinggi. Dengan demikian kondisi topografi dan kelerengan merupakan potensi sekaligus batasan dalam pengembangan lahan.

Berdasarkan kondisi eksisting topografi dan kelerengan yang ada di Kota Pematangsiantar yang selanjutnya disebut morpologi, sangat beragam dari landai, bergelombang, curam hingga sangat curam. Hal ini mengindikasikan potensi pengembangan wilayah jika dimanfaatkan secara optimal maka akan sangat menguntungkan. Berikut tabel kondisi topografi dan kelerengan yang ada di Kota Pematangsiantar.

Tabel 4.2. Kondisi Topografi Menurut Klasifikasi Kelerengan per Kecamatan di Kota Pematangsiantar

No. Kecamatan Datar Landai

(0 – 2%) (2 – 8%) 1. Siantar Utara 304,449 93,951 2 Siantar Selatan 205,818 0,305 3 Siantar Barat 311,51 59,279 4 Siantar Timur 323,908 115,022 5 Siantar Martoba 1.594,882 1.023,831 6 Siantar Sitalasari 802,479 774,056 7 Siantar Marihat 547,625 154,003 8 Siantar Marimbun 1.378,796 306,095 Jumlah 5.469,467 2.526,542 Persentase 68,5 % 31,5 %

Kondisi topografi dan morfologi yang hanya terdiri dari 2 morfologi yaitu datar dan landai, dan dapat dikatakan relatif datar secara keseluruhan, sehingga hampir seluruh lahan dapat dimanfaatkan sebagai lahan atau kawasan budidaya. Kondisi topografi dan kelerengan memberikan potensi untuk mengalokasikan ruang (dalam konteks perencanaan tata ruang) yang relatif mudah untuk dikembangkan untuk berbagai aktivitas perkotaan. Sebagai kawasan perkotaan yang memerlukan banyak pengembangan ke arah pengembangan fisik perkotaan sangat membutuhkan wilayah dengan kondisi topografi dan morfologi yang datar. 4.1.3.2.Kondisi Hidrologi

Berdasarkan kondisi eksisting Kota Pematangsiantar, Wilayah Kota Pematangsiantar dialiri oleh banyak sungai yang merupakan sumber air bagi penduduk untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, seperti sumber air baku, irigasi pertanian, MCK maupun kebutuhan lainnya.

Pola aliran sungai di wilayah Kota Pematangsiantar pada umumnya didominasi oleh pola aliran dendritik. Namun demikian, pada beberapa bagian, terutama di bagian selatan wilayah ini tampak pola aliran trelis. Pola aliran ini pada umumnya dikontrol oleh struktur geologi di samping jenis litologi dan topografi permukaan di daerah aliran.

Tabel 4.3. Sungai Utama di Kota Pematangsiantar

No. Nama Sungai Kecamatan Klasifikasi Lintasan

1. Bah Bolon Seluruh wilayah

Kota Besar

Seluruh Kecamatan 2. Bah Kapul Siantar Sitalasari Besar

Kec. Siantar Sitalasari dan Kec.Martoba 3. Bah Sibarang-barang Siantar Marimbun Besar Kec.Siantar Selatan, Kec.Siantar Marimbun 4. Bah

Sigulang-gulang Siantar Utara Besar

Kec.Siantar Martoba, Kec. Siantar Utara, Kec. Siantar Siantar Barat

Sumber : Hasil Interpretasi Peta (Laporan Bappeda Kota Pematangsiantar, 2008)

Selain adanya sungai, di dalam suatu wilayah juga terdapat DAS (Daerah Aliran Sungai) ataupun WAS (Wilayah Aliran Sungai). DAS yang terdapat di Kota Pematangsiantar adalah DAS Bah Bolon. DAS ini pada dasarnya tidak hanya terdapat atau melalui Kota Pematangsiantar, karena DAS ini terdiri dari beberapa sungai yang terdapat di beberapa wilayah kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Sungai Kualau Tanjung, Sungai Suka, Sungai Kiri, dan Sungai Bah Bolon. 4.1.3.3.Penggunaan Lahan

Dari hasil interpretasi foto satelit tersebut diperoleh informasi penggunaan lahan (land-use) Kota Pematangsiantar yang meliputi peta penggunaan lahan dan tabel penggunaan lahan. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa terdapat 24 kategori pemanfaatan ruang di Kota Pematangsiantar, yang dibagi dalam 3 kategori yaitu non-urban, urban dan utilitas.

Tabel 4.4. Pola Penggunaan Lahan Kota Pematangsiantar Tahun 2008

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

A NON URBAN 5.078,05 63,50

A.1 Sawah 2750,02 34,39

A.2 Kebun Sawit 1025,39 12,82

A.3 Kebun Campuran 1210,10 15,13

A.4 Sungai 92,54 1,16

B URBAN 2.615,73 32,71

B.1 Industri 149,03 1,86

B.2 Perdagangan dan Jasa 189,18 2,37

B.3 Kesehatan 18,94 0,24 B.4 Pendidikan 85,36 1,07 B.5 Kantor Pemerintahan 34,14 0,43 B.6 Permukiman Rendah 305,70 3,82 B.7 Permukiman Sedang 1289,44 16,12 B.8 Permukiman Tinggi 413,02 5,16

B.9 Olahraga dan Budaya 18,12 0,23

B.10 Peribadatan 7,14 0,09

B.11 Militer 53,06 0,66

B.12 Taman Lingkungan Perumahan 1,92 0,02

B.13 Taman Kota 3,71 0,05 B.14 Pariwisata 1,65 0,02 B.15 Terminal 10,09 0,13 B.16 TPU 31,89 0,40 B.17 TPA 3,32 0,04 C UTILITAS 303,32 3,79 C.1 Outer Ringroad 44,83 0,56 C.2 Jalan 250,29 3,13 C.3 Rel KA 8,20 0,10 Total 7997,10 100,00

Sumber : Hasil interpretasi data citra satelit (Laporan Bappeda Kota Pematangsiantar, 2008)

Dari Tabel 4.4. tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar di Kota Pematangsiantar adalah sawah dengan luas 2.750,02 Ha (34,39%), diikuti oleh permukiman dengan luas 2.008,16 Ha (25.11%), kebun sawit dengan luas 1.025,39 Ha (12.82%) dan kebun campuran dengan luas 1.210,10 Ha (15,13%). Adapun penggunaan lahan lainnya antara lain meliputi proporsi yang rendah, seperti jalan (3.13%), perdagangan dan jasa (2.37%), industri (1.86%), pendidikan (1.07%).

Dari angka-angka tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan Kota Pematangsiantar masih didominasi oleh kelompok non urban (pertanian) yang meliputi 63.88% dari total wilayah kota, di mana sawah merupakan komponen terbesar. Sementara penggunaan lahan kelompok urban hanya meliputi 32.36% dari total wilayah kota.

Angka-angka tersebut juga menunjukkan bahwa Kota Pematangsiantar tidak memiliki lahan/area dengan kategori ‘kawasan lindung’ yang meliputi hutan primer, hutan sekunder, rawa dan sebagainya.

Gambar 4.2. Peta Citra Satelit

Gambar 4.3. Peta Penggunaan Lahan Kota Pematangsiantar

Penggunaan Lahan

Arah perubahan guna lahan merupakan akibat perkembangan kota yang membutuhkan lahan kegiatannya yang berbeda-beda pola perubahannya, seperti digambarkan berikut :

a. Lahan sawah memiliki arti yang sangat penting bagi Kota Pematangsiantar, karena selain merupakan lumbung tanaman pangan nasional sekaligus kawasan hijau kota. Karena itu keberadaan sawah berimplikasi pada produksi pangan dan pelestarian lingkungan secara bersamaan. Sawah tersebar luas di tepi utara dan selatan Kota Pematangsiantar, meliputi Kecamatan Siantar Martoba, Siantar Sitalasari, Siantar Marimbun dan Siantar Marihat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selama 1 dekade terakhir telah terjadi alih guna lahan dari sawah menjadi hunian terutama di Kecamatan Siantar Marimbun dan Siantar Marihat. Kondisi ini menandakan meningkatnya kebutuhan akan hunian di Kota Pematangsiantar sekaligus mengindikasikan belum adanya sistem pengendalian guna lahan yang efektif.

b. Lahan kebun sawit di Kota Pematangsiantar pada umumnya merupakan bagian dari lahan perkebunan negara (PTPN). Kawasan kebun sawit tersebar di area tepi kota, terutama di Kec. Siantar Martoba, Siantar Sitalasari dan Siantar Marimbun. Kebun sawit dapat berperan sebagai ruang terbuka hijau dalam batas tertentu. Sebagaimana sawah, keberadaan kebun sawit memperkuat lingkungan biotik dan memberikan kesan visual yang alami. Meskipun demikian kebun sawit menyerap air tanah secara intensif sehingga dalam skala besar dapat berdampak pada penurunan kadar air tanah. Karena itu dalam waktu mendatang dapat direkomendasikan agar perkebunan sawit dipertahankan dalam skala terbatas.

c. Lahan kebun campuran tersebar pada 2 kecamatan di bagian tepi kota, yaitu Siantar Martoba dan Sitalasari. Lokasi kawasan kebun campuran pada umumnya berdekatan dengan kawasan kebun sawit. Kawasan kebun campuran memiliki arti penting bagi Kota Pematangsiantar, karena selain menghasilkan komoditas pangan, sekaligus berperan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Karena itu keberadaan kebun campuran berimplikasi pada produksi pangan dan pelestarian lingkungan secara bersamaan.

d. Kegiatan perdagangan dan jasa mencakup luas 189,18 Ha (2,37% dari luas kota). Hal ini berarti bahwa perdagangan dan jasa merupakan penggunaan lahan kedua terluas untuk kategori urban, atau terluas untuk kegiatan ekonomi perkotaan.

e. Kegiatan industri tersebar di bagian utara Kota Pematangsiantar, khususnya di sekitar Jalan Medan. Dalam waktu mendatang, pengembangan kegiatan industri membutuhkan alokasi lahan yang memadai dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan.

f. Lahan permukiman merupakan bagian dari kawasan budidaya yang memiliki fungsi utama sebagai hunian. Permukiman terkonsentrasi di bagian inti kota serta di sekitar jaringan jalan arteri primer (Jalan Medan, Jalan Parapat, Jalan Asahan, Jalan Melanton Siregar).

4.1.4. Potensi Sumber Daya Manusia

4.1.4.1.Jumlah dan kepadatan

Pada Tahun 2009, penduduk Kota Pematangsiantar berjumlah 250.791 jiwa dengan kepadatan sebesar 3.146 jiwa/km2 (Kota Pematangsiantar Dalam Angka Tahun 2010). Penduduk Kota Pematangsiantar tersebar pada 8 kecamatan, dimana Kecamatan Siantar Utara merupakan kawasan yang menampung jumlah penduduk terbesar, yaitu 51.632 jiwa, sementara Kecamatan Siantar Marimbun merupakan kawasan yang menampung jumlah penduduk terkecil, yaitu 13.393 jiwa. Adapun kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Siantar Barat dan Siantar Utara, yaitu masing-masing 15.230 jiwa/km2 dan 14.146 jiwa/km2

Tabel 4.5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2009 , dimana hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi penduduk tertinggi di Kota Pematangsiantar berlangsung pada kedua kecamatan tersebut.

No. Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (km2) (Jiwa) (Jiwa/km2) 1. Siantar Marihat 7.825 19.607 2.517 2. Siantar Marimbun 18.006 13.393 744 3. Siantar Selatan 2.020 21.920 10.851 4. Siantar Barat 3.205 48.811 15.230 5. Siantar Utara 3.650 51.632 14.146 6. Siantar Timur 4.520 44.093 9.755 7. Siantar Martoba 18.022 28.250 1.568 8. Siantar Sitalasari 22.723 23.201 1.021 T o t a l 79.791 250.997 3.146

Sumber : Kota Pematangsiantar Dalam Angka, 2010.

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk per kecamatan menggambarkan intensitas kegiatan perkotaan. Kecamatan yang mengalami kepadatan penduduk tinggi, yaitu Siantar Barat, Siantar Utara, Siantar Selatan dan Siantar Timur merupakan kawasan pusat kota (Central Business Distrik) dinama

kegiatan perdagangan dan jasa terkonsentrasi. Di sisi lain, kecamatan-kecamatan yang mengalami kepadatan penduduk sedang dan rendah merupakan area yang didominasi oleh permukiman maupun pertanian.

4.1.4.2. Pola kepadatan penduduk

Pola kepadatan penduduk Kota Pematangsiantar diidentifikasi dengan pendekatan stadia perkembangan penduduk dalam 2 tahun berbeda. Metode ini dimulai dengan mentabulasi data kepadatan penduduk per kecamatan, lalu membagi tingkat kepadatan penduduk dalam 3 kategori (Tinggi, Sedang dan Rendah). Selanjutnya setiap kecamatan dijelaskan menurut kategori tersebut lalu dipetakan dalam peta stadia perkembangan penduduk. Dengan menggunakan data penduduk rentang 9 tahun (tahun 1999 dan 2008), dapat dilihat bahwa terdapat kecamatan yang mengalami kenaikan maupun penurunan angka kepadatan.

Tabel 4.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Pematangsiantar pada Tahun 1999 dan 2008 No. Kecamatan Tahun 1999 Tahun 2008 Jumlah (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2) Jumlah (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2) 1 Siantar Marihat 27,522 1,065 19,607 2,506 2 Siantar Marimbun * - - 13,294 738 3 Siantar Selatan 23,559 11,663 21,855 10,819 4 Siantar Barat 43,015 13,421 48,531 15,142 5 Siantar Utara 49,238 13,490 51,431 14,091 6 Siantar Timur 47,851 10,586 44,076 9,751 7 Siantar Martoba 47,333 1,162 28,110 1,560 8 Siantar Sitalasari * - - 23,081 1,016 Total 238,518 2,982 249,985 3,126

Sumber : Kota Pematangsiantar Dalam Angka Tahun 2009.

Keterangan *)`Kec. Siantar Marimbun dan Kec. Siantar Sitalasari merupakan pemekaran dari Kec. Siantar

Selanjutnya disusun klasifikasi kepadatan penduduk menurut 3 golongan, yaitu Tinggi, Sedang dan Rendah, dengan interval golongan sebagai :

1. Rendah : < 2.500 jiwa/km 2. Agak Rendah : 2.500 – 5.000 jiwa/km

2

3. Sedang : 5.000 – 10.000 jiwa/km

2

4. Agak Tinggi : 10.000 – 15000 jiwa/km

2

5. Tinggi : > 15.000 jiwa/km

2

2

Pola sebaran penduduk Kota Pematangsiantar kondisi tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 4.4.

4.1.4.3. Struktur penduduk a. Struktur Mata Pencaharian

Pada Tahun 2008, struktur mata pencaharian Kota Pematangsiantar dicirikan dengan dominannya sektor perdagangan dan jasa sebagai sumber mata pencaharian penduduk, yaitu masing-masing 38,76% dan 24,14%. Sementara sektor lainnya masing-masing memiliki proporsi yang relatif rendah, seperti industri (9,41%), pertanian (8,81%), konstruksi (7,97%), angkutan (7,24%) dan keuangan (2,66%). Adapun sektor mata pencaharian terendah adalah pertambangan dan penggalian (0,25%), yang dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.7. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang bekerja menurut Pekerjaan Utama

No. Lapangan Usaha Utama

Jumlah (Jiwa)

Persentase

1 Pertanian 17,587 8.81

2 Pertambangan dan Penggalian 499 0.25

3 Industri 18,785 9.41

4 Listrik, Gas dan Air 1,517 0.76

5 Konstruksi 15,910 7.97

6 Perdagangan 77,375 38.76

7 Angkutan dan Komunikasi 14,453 7.24

8 Keuangan 5,310 2.66

9 Jasa 48,190 24.14

10 Lainnya 0 0.00

Jumlah 199,626 100.00

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Pematangsiantar, 2008.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersier sudah menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Kota Pematangsiantar (lebih dari 80% penduduk). Sementara sektor primer dan sekunder bersama-sama hanya menyumbang 18% dari total lapangan kerja. Angka tersebut mempertegas data PDRB dimana sektor tersier merupakan sektor terbesar dalam perekonomian kota. Selanjutnya informasi ini juga menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengembangan kota dimana penyediaan ruang bagi pengembangan sektor-sektor tersier menjadi prioritas pemerintah kota.

b. Struktur Umur

Struktur umur penduduk Kota Pematangsiantar diidentifikasi dari data BPS yang menunjukkan pembagian penduduk menurut kelompok umur. Data tersebut menunjukkan bahwa kelompok umur terbesar adalah 15-19 tahun (13,34%), diikuti oleh kelompok umur 10-14 tahun (11,72%), 5-9 tahun (10,42%), 0-4 tahun (9,72%). Secara umum struktur umur penduduk Kota Pematangsiantar

berbentuk piramid namun dengan penonjolan pada kelompok umur 10-14 dan 15-19 tahun, yang apat dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.5.

Tabel 4.8. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

Kel. Umur Lk Pr Lk+Pr Persentase

0-4 12,475 11,835 24,310 9.72 5-9 13,344 12,705 26,049 10.42 10-14 14,810 14,500 29,310 11.72 15-19 16,940 16,400 33,340 13.34 20-24 10,003 10,377 20,380 8.15 25-29 9,167 10,296 19,463 7.79 30-34 8,907 9,942 18,849 7.54 35-39 8,463 9,116 17,579 7.03 40-44 7,759 8,020 15,779 6.31 45-49 5,967 6,110 12,077 4.83 50-54 4,266 4,591 8,857 3.54 55-59 3,446 3,768 7,214 2.89 60-64 2,882 3,215 6,097 2.44 65-69 1,919 2,356 4,275 1.71 70-74 1,346 1,740 3,086 1.23 75+ 1,292 2,028 3,320 1.33 122,986 126,999 249,985 100.00

Sumber : Kota Pematangsiantar Dalam Angka, 2009.

Gambar 4.5. Diagram Struktur Umur Penduduk Kota Pematangsiantar Struktur umur berpola piramida tersebut menggambarkan bahwa penduduk Kota Pematangsiantar masih dicirikan dengan tingkat kelahiran yang tinggi,

0 10.000 20.000 30.000 40.000 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Lk Pr

dimana kondisi ini merupakan ciri umum kependudukan negara sedang berkembang. Struktur umur tersebut juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah dari kelompok 0-4 tahun sampai 15-19 tahun, yang menunjukkan terjadinya migrasi masuk (in-migration) pada kelompok umur anak/remaja. Namun terjadi penurunan yang drastis pada kelompok umur 20-24 tahun, yang menunjukkan terjadi migrasi keluar (out-migration) yang signifikan pada kelompok umur 20-24 tahun.

Besarnya arus migrasi keluar pada kelompok umur 20-24 tahun kembali menegaskan salah satu isu kependudukan di Kota Pematangsiantar yaitu kuatnya keinginan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan (pada tingkat pendidikan tinggi) dan lapangan pekerjaan yang lebih baik. Kondisi ini berkaitan dengan sistem nilai penduduk dan kondisi eksternal dimana fasilitas pendidikan dan lapangan pekerjaan selalu terdapat di kota-kota lain (Medan, Jakarta, Bandung dsb). Selain berdampak pada struktur umur, kondisi ini berdampak pada laju pertumbuhan penduduk yang rendah dibanding kota-kota lain di Provinsi Sumatera Utara.

c. Struktur Pendidikan

Struktur pendidikan penduduk Kota Pematangsiantar dicirikan dengan besarnya proporsi penduduk tamat SMTA (44,43%), diikuti oleh kelompok penduduk tamat SD (26,34%) dan tamat SMTP (24,26%). Sementara kelompok tamat diploma/sarjana hanya sebesar 2,37%, yang dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.6.

Tabel 4.9. Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas Menurut Tingkat Pendidikan

No. Ijazah Tertinggi Jumlah (Jiwa) Persentase

1 Tidak/belum pernah sekolah 439 0.22

2 Tidak/belum tamat SD 4,751 2.38

3 Tamat SD 52,581 26.34

4 Tamat SMTP 48,429 24.26

5 Tamat SMTA Umum 88,694 44.43

6 Tamat Diploma/Sarjana 4,731 2.37

199,626 100.00

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Pematangsiantar, 2008.

Berdasarkan Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Pematangsiantar pada umumnya memiliki kualitas SDM yang relatif baik, dimana hal ini berimplikasi dengan berbagai hal. Pertama, kondisi ini menunjukkan tingginya kesempatan berkembang dan mengembangkan kegiatan ekonomi baru dimana. Kedua, hal tersebut menunjukkan tingginya potensi pengembangan sektor-sektor perkotaan yang membutuhkan tenaga kerja terdidik.

Gambar 4.6. Struktur Pendidikan Kota Pematangsiantar Tahun 2008

Tidak/belum pernah sekolah

Tidak/belum tamat SD

Tamat SD

Tamat SMTP

4.1.4.3. Proyeksi penduduk

Proyeksi jumlah dan kepadatan penduduk diperlukan untuk mendapatkan gambaran keadaan wilayah perencanaan dalam waktu mendatang serta untuk dapat memperkirakan kebutuhan (jumlah dan persebaran) prasarana dan sarana selama rentang waktu perencanaan. Sejalan dengan tuntutan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka proyeksi penduduk dilakukan dalam rentang waktu 20 tahun, yaitu dalam periode 2011-2031. Dengan demikian tahun dasar proyeksi adalah Tahun 2011, dimana proyeksi selanjutnya dilakukan per 5 tahun (4 tahap) sampai tahun akhir perencanaan (2031).

Proyeksi penduduk dapat dilakukan dengan berbagai metoda yang penerapannya bergantung pada karakteristik pertumbuhan penduduk. Dalam hal ini, dipertimbangkan beberapa metode proyeksi, yaitu:

a. Teknik Grafik, dilakukan dengan menggunakan grafik sebagai alat memplot data penduduk masa lampau dan mengekstrapolasi jumlah penduduk masa datang.

b. Regresi, dilakukan dengan menerapkan rumus regresi untuk memperkirakan penduduk masa mendatang secara polinomial.

c. Bunga Berganda, dilakukan dengan menerapkan rumus bunga berganda. d. Kurva Gompertz, dilakukan dengan menerapkan persamaan Gompertz.

Pemilihan teknik proyeksi dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik pertumbuhan penduduk sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya yaitu:

a. Laju pertumbuhan penduduk Kota Pematangsiantar yang rendah (di bawah laju pertumbuhan provinsi) selama 20 tahun terakhir. Karena itu meskipun

terdapat kemungkinan meningkat dalam periode mendatang, peningkatan tersebut diperkirakan tidak jauh berbeda dari laju pertumbuhan periode sebelumnya.

b. Pola pertumbuhan penduduk merupakan non linier dengan perlambatan. Pola non linier diperkirakan tetap berlangsung namun dengan percepatan sebagai akibat kebijakan pengembangan kota.

Selanjutnya, proyeksi menurut masing-masing skenario dapat dilakukan, dimana setiap jenis proyeksi pada akhirnya menghasilkan angka jumlah dan kepadatan penduduk setiap kecamatan per 5 tahun selama periode 2012-2032.

Teknik proyeksi yang digunakan adalah teknik Bunga Berganda dengan formula sebagai berikut :

dimana ;

Pn = Jumlah penduduk tahun n Po = Jumlah penduduk tahun dasar

Dokumen terkait