A. Deskripsi Data
3. Bentuk Partisipasi
23
Wawancara pribadi dengan Bang Uta tanggal 4 September 2014
24
a. Partisipasi dalam Perencanaan
Bentuk partisipasi menurut Tjokoamidjojo adalah partisipasi dalam perencanaan, yang berpartisipasi adalah pihak pemerintahan seperti kepala desa, ketua RW, ketua RT dan pemuka agama atau sesepuh desa. Dalam tahap ini perencanaan yang dilakukan adalah memilih rumah-rumah yang akan direnovasi oleh Dinas Perumahan.
Pembangunan rumah penduduk di Setu Babakan agar bercirikan Betawi merupakan program daerah DKI Jakarta yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Semuanya dilakukan oleh pemborong yang dibiayai oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta. Dari bahan bangunan, alat-alat bangunan, tenaga dan biaya semuanya ditanggung oleh Dinas seperti yang dituturkan oleh Bapak Na’ali mantan ketua RT 012 sebagai berikut:
“bantuan itu kite terima dari Dinas Perumahan Jakarta, pokonya kita tau beres aja dah. Dari segala tukang udah
disipain, pake pomborong dari sana”.25
Pembangunan fisik awal yang dilakukan Dinas Perumahan adalah dengan membangun rumah warga Betawi setempat yang dianggap sebagai tokoh masyarakat seperti ulama, ketua RT, ketua RW, lurah dan tokoh adat, terutama rumah atau tanahnya dekat dengan Setu ataupun berada di pinggir jalan. Hal ini akan menguntungkan Pemerintah karena dengan membangun rumah tokoh masyarakat setempat dapat memberikan contoh kepada warga jika program Perkampungan Budaya Betawi telah didukung sepenuhnya.
Setelah membangun rumah tokoh masyarakat langkah selanjutnya adalah membangun rumah warga yang berada pada pinggir jalan dan dekat Setu. Dengan membangun secara keseluruhan ataupun dengan menambahkan ornamen saja. Pertimbangan yang dilakukan dengan melihat keadaan rumah. Jika
25
68
rumah tersebut mengalami kerusakan parah atau sudah tidak layak huni maka pemerintah akan membantunya secara keseluruhan. Program andalan pembangunan di Setu Babakan terbagi atas tiga bentuk yaitu:
1) Pembangunan Secara Keseluruhan
Rumah yang menjadi kriteria pada bentuk ini adalah rumah-rumah sudah tidak layak huni atau rumah-rumah yang tingkat kerusakkannya lumayan parah. Pembangunan dilakukan dengan cara mengganti dinding, atap, bentuk jendela, pintu, hingga ornamen pendukung lainnya. Seperti yang dituturkan oleh bu Sara pendatang yang memiliki kontrakan di RT 009 sebagai berikut:
“dulu ada tuh rumah warga di RT 13 rumahnya nenek
siapa saya lupa, rumahnya dipinggir jalan karna dari kayu udah pada keropos dan pengen reboh dibenerin deh sama Dinas sampe dibuatin tembok, gentengnya juga diganti. Ya rumahnya jadi cakep ada terasnya pake gigi balang sama langkan juga, yang paling di
senengin ya gratis ga bayar seperpun”.26
2) Penambahan Teras
Jika rumah warga keadaanya masih bagus maka pembangunan tidak merombak seluruh bangunan rumah, yang lebih diprioritaskan adalah tampilan depan atau teras agar bercirikan rumah tradisional Betawi. Yang menjadi kriteria pada pembangunan ini adalah rumah yang masih layak huni dan kokoh. Sehingga pembangunan dilakukan dengan cara menambahkan teras bagi rumah yang memiliki halaman lumayan lebar lalu mengganti bentuk pintu dan jendela menjadi kayu berbentu ram atau undak-undak kayu kecil. Untuk mempercantik rumah secara visual maka
ditambahkan ornamen pendukung seperti lispank bermotif gigi
balang, langkan dan ornamen besi sebagai siku bagian depan
rumah. Tiang penyanggah atap rumah juga diganti dengan semen
26
yang ditutupi dengan kayu agar terlihat lebih tradisional. Seperti yang dituturkan oleh pak Namin ketua RT 010 sebagai berikut:
“...teras rumah saya dibenerin nih teras, dulu mah sempit sekarang jadi lega begini. Itu tuh dulu batas teras saya (sambil menunjuk). Tiang rumah juga diganti ni pake semen terus ditutupin kayu. Pintu sama jendela saya yang lama juga dileps semua tuh. Dulunya mah pake kaca, sekarang diganti ram. Nah yang diatas genteng namanya gigi balang, itu ada langkannya juga pager khas Betawi”27
Hal serupa juga dialami oleh Bu Sara, yang mendapatkan bantuan teras secara keseluruhan. Tidak hanya rumah bu Sara kontrakannya juga direnovasi sehingga bernuansakan adat Betawi. Berikut penuturannya:
“dulu pak RT dateng ke sini malem-malem, katanya rumah saya pengen di renovasi sama Dinas mau ditambahin gigi balang. Nah saya sama suami nolak dong, masa iya gigi balang doang. Buat apan gigi balang, nyempil di atas. Saya bilang ke Pak RT saya mau direnovasi kalo kalo ditambahin teras sama pager juga gapapa dah. Akhirnya bener tuh diganti teras saya pake teras Betawi, eh sampe ke kontrakan saya. Pikir saya mah karna kontrakannya deket jalan”.28
3) Penambahan Ornamen
Kriteria rumah yang dipilih pada pembangunan ini adalah bangunan-bangunan yang berada di pinggir jalan, dekat dengan panggung atau dekat dengan Setu. Pembangunan dilakukan dengan
cara menambahkan langkan dan gigi balang, agar bercirikan
Betawi. Dengan menambahkan ornamen gigi balang dan langkan
akan sedikit membuat kesan Betawi. Seperti beberapa kontrakan yang berada di pinggir jalan banyak yang menggunakan gigi balang dan langkan bahkan ada juga yang hanya menggunakan gigi
balangnya saja. Semua itu disesuaikan dengan bentuk
27
Wawancara pribadi dengan pak Namin tanggal 14 September 2014
28
70
kontrakannya, yang memungkinkan diberikan teras maka akan ditambahkan langkan.
Namun bagi rumah yang tidak memungkinkan untuk
ditambahkan teras ataupun langkan karena ketersedian lahan yang
tidak memungkinkan dan bentuk rumah yang sudah mepet dengan bahu jalan. Atau pada kontrakan-kontrakan yang dipinggir jalan dan tidak memiliki teras, maka pembangunan hanya akan
menambahkan ornamen lispank saja. Seperti yang dituturkan oleh
Bu Ani yang telah mengontrak selama 11 tahun di Setu Babakan sebagai berikut:
“kontrakan saya hanya menggunakan gigi balang saja, soalnya kalo pake pager kayu itu ga bisa. Kan terasnya sempit banget, malah jadi ribet. Ga bisa buat duduk di depan lagi”.29
b. Sumbangan Materi dan Tenaga
Dimensi partisipasi menurut Oakley adalah memberikan sumbangan materi dan tenaga. Pada bentuk partisipasi dalam proses pelaksaan masyarakat hanya membantu sekedarnya, karena pelaksanaan pembangunan dilakukan semua oleh pemborong dari Dinas Perumahan. Partisipasi masyarakat saat rumahnya direnovasi oleh Dinas berupa materi ataupun tenaga. Partisipasi yang berbentuk materi dengan menyuguhkan makanan ala kadarnya seperti kopi, jajanan atau makan siang itupun hanya sesekali kepada pemborong. Seperti yang dijelaskan oleh pak Namin selaku ketua RT 010 yang mendapatkan bantuan renovasi teras dari dinas, sebagai berikut:
“pas rumah saya dibenerin ya kita ga bantu apa-apa. Cuma nyuguhin minuman, namanya aja ada orang kerja di rumah kita. Ya pake kopi sama pisang goreng ato ubi rebuslah. Buat temen ngupi mereka, karna saat itu bulan puasa ada
29
juga yang puasa palingan sorenya saya kasih nasi buat buka di rumahnya”.30
Tidak hanya partisipasi berupa materi partisipasi berupa tenaga bisa dilakukan. Seperti yang dituturkan oleh Bu Sara yang suaminya ikut membantu dalam proses renovasi rumah, sebagai berikut penuturanya:
“suami saya bantuin kerja kalo dia lagi di rumah, sebenernya kaga bantuin juga gapape. Tapi emang dia orangnya mah gitu ga mau diem, jadi bantuin mulun dah tiap ari. Sayanya mah palingan ikut nyiapin kopi sama rokok aja dah itung-itung nyenengin tukang”.31
Namun tidak semua rumah yang direnovasi warganya ikut membantu dalam proses pembangunan. Ada juga yang hanya ikut mengawasi dan ikut nemenin ngobrol saja. Itu semua tergantung kepada pemilik rumah, karena dari pihak Dinas tidak meminta bantuan sedikitpun kepada warga.
Bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakat pendatang hanya berupa materi, tenaga, dan pengawasan pemborong saat bekerja, sedangkan dari pihak pemerintah memberikan tenaga kerja, bahan bangunan serta menyediakan alat-alat bangunan. Pembangunan rumah tradisional Betawi yang dilaksanakan dengan cara tersebut mencerminkan jika pemerintah lebih dominan dalam membuatnya. Pemerintah yang mengambil alih pembangunan memperlihatkan bahwa pemerintah adalah ahli dan mengerti pembangunan sedangkan masyarakat dianggap tidak mengerti hal pembangunan.
Partisipasi seperti ini cenderung menjadikan masyarakat sebagai objek pembangunan. Sehingga tujuan pembangunan untuk melestarikan dan menyerasikan bangunan sulit tercapai. Karena keberhasilan suatu program pembangunan adalah saat program
30
Wawancara pribadi dengan pak Namin tanggal 14 September 2014
31
72
tersebut mendapat dukungan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat erat akaitannya dengan aspirasi yang tumbuh dari dalam diri masyarakat.
Bentuk partisipasi warga dapat berupa kesediaan mereka menerima bantuan berupa ornamen dari Dinas Perumahan untuk dipasang pada rumahnya. Awalnya warga berebut untuk mendapatkan bantuan tersebut. Namun setelah bantuan memasuki periode kelima, ornamen dari Dinas mengalami penurunan kualitas. Ornamen kayu yang dipasang pada periode tersebut cepat keropos dibandingkan ornamen yang diberikan pada periode pertama hingga ketiga. Seperti yang dituturkan oleh Pak Rudi selaku RT 009, sebagai berikut:
“rumah saya ini pembangunan periode kedua masih bagus nih
kayunya, belom ada yang keropos. Tapi rumah abang saya noh dibelakang baru itungan bulan udah pada keropos ame copot”.32
Hal tersebut yang memberikan kekecewaan bagi warga dan pihak kelurahan. Sehingga bantuan dari dinas diputus oleh kelurahan
karena dianggap merusakbukan membantu. Dalam proses
pembangunan Dinas Perumahan dianggap mengejar kuantitas bukan kualitas.