• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan rumah tradisional Betawi : studi deskriptif pada perkampungan budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan rumah tradisional Betawi : studi deskriptif pada perkampungan budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah."

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT PENDATANG DALAM

MELESTARIKAN RUMAH TRADISIONAL BETAWI

(Studi Deskriptif pada Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan,

Kelurahan Srengseng Sawah)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Diah Novarida NIM 1110015000042

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVESRITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

▸ Baca selengkapnya: pertanyaan suku betawi

(2)

Skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat Pendatang dalam Melestarikan

Rumah rradisional Betawi (Studi Deskriptif pada Perkampungan Budaya

Betawi

di

Setu Babakan) disusun oleh Diah Novarida,

NIM

1110015000042,

Jurusan Pendidikan

ilmu

Pengetahuan Sosial, Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan

Kegutuan, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan

pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan fakultas.

Jakarta,2l Oktober2014

Yang mengesahkan

Pembembing I Pembimbing II

Dr. Ulfah Fajarini. M.Si

NrP. 1 9670828 199303 2 006

(3)

PARTISTPASI

MASYARAKAT

PENDATANG

DALAM

MELESTARIKAN

RUMAH TRADISIONAL

BETAWI

(Studi Deskriptif pada Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan

Srengseng Sawah)

Skripsi

Skripsi ini ditunjukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pendidikan (S.pd)

Oleh

Diah Novarida

1110015000042

Pembembing

I

Pembimbing

II

Dr. Ulfah Faiarini. M.Si

NrP.19670828 199303 2 006

d{ru

-t/

Cut Dhien Nourrvahida, M.A

NIP. 19791 221 200801 2 ot6

JURUSAN

PENDIDIKAN

ILMU

PENGETATIUAN SOSIAL

FAKULTAS

ILMU TARBIYAH

DAN

KEGURUAN

UNI}:ERSITAS

ISLAM

NEGERI

SYARIF

HIDAYATULLAH

(4)

Deskriptif pada Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan

Srengseng Sawah), disusun oleh DIAH NOVARIDA Nomor Induk Mahasiswa

1110015000042, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegur-uan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosah

pada tanggal 05 Februan 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan IPS.

J akarta, 05 Februari 201 5

Panitia IJjian Munaqosah

I(etua Panitia (Ketua jurusan/ Program Studi)

dan Tanggal

Tanda Tangan Dr'. Iwan Purwanto. M.Pd

NIP. 19730424 200801

t

0r2

Sekretaris (S ekretaris Jurusan/ Prodi)

Drs. S)raripulloh. M.Si

NrP. 19670909 20070t 1 033

Penguji I

Dr. Nltihamad Arif, M.Pd

C

NIP. 19700606 t997021 002

Penguji II

Andri Noor Ardiansyah. M.Si

NIP.

^q-2-

221\-?^

-

2

-

L>(f

Mengetahui,

Dekan Fakultas

Ilm

{an

Keguruan

'1*- ' I '!

NrP. 1959r0e0N1986603 2 00

aa-L.ntrd

lX." ,t^{o13

(5)

SURAT

PERNYATAAN KARYA

ILMIAH

Yang bertandatangan di

Nama

NIM

Jurusan

Alamat

bawahini:

Diah Novarida

1 I 10015000042

Pendidikan IPS, KonsentrasiSosiologi

JalanPembangunan Bawah

RT 02lRW 02

Kelurahan

Cip edak, Kec amatan Jagakarsa, Jakarta S el atan

MENYATAKAN DENGAN

SESUNGGUHNYA

Bahwaskripsi yang berjudulPartisipasi

Melestarikan Rumah

Tradisional

di bawahbimbingandosen:

NamaPembimbing

I

: Dr. Ulfah Fajarini, M.Si

NIP : 19670828 199303 2 006

NamaPembimbingll :Cut Dhien Nourwahida, M.A

NIP

:19791221200801 2016

Jurusan/program studi: Pendidikan IPS

Demikiansuratpernyataaninisayabuatdengansesungguhnyadansayasiapmenerimase

galakonsekuensiapabilaterbuktibahwaskripsiinibukanhasilkaryasendiri.

Jakarta, 09 Februari 2014

kan

Masyarakat

Pendatang

dalam

B etawi adalahbenarhasilkaryas endiri

173

IV

(6)

v

Perkampungan Budaya Betawi di SetuBabakan, Kelurahan Srengseng Sawah)

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan partisipasi masyarakat

pendatang dalam melestarikan rumah tradisional Betawi. Metode yang digunakan

adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini telah

dilaksanakan pada Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan selama tujuh

bulan. Teknik yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan

dokumentasi. Populasi penelitianya adalah masyarakat RW 008 Kelurahan

Srengseng Sawah dan sampelnya sebanyak 20 orang wargapendatang ditambah

empat orang dari pihak pemerintah desa. Sampel dipilih secara acak dengan

menggunakan teknik snowball sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

tingkat partisipasi masyarakat pendatangberada pada tingkatan paling bawah.

Bentuk partisipasi ketersediaan dalam menerima bantuan ornamen bercirikan

Betawi. Masyarakat pendatang belum memiliki motivasi untuk melestarikan

rumah tradisional Betawi.Faktor penghambat dalam partisipasi adalah

kemiskinan, ketergantungan, saling lempar tanggung jawab dan pola pikir.

(7)

vi

ABSTRACT

DiahNovarida (NIM: 1110015000042). Newcomers Public Participation in Home Preserving Traditional Betawi (Descriptive Study on the Betawi Cultural Village in SetuBabakan, Village SrengsengSawah)

The purpose of this studyis to describe the participation of migrant

communities in preserving traditional Betawi house. The method isused

descriptive method with qualitative approach. This research has been conducted

on the Betawi Cultural Village in SetuBabakan for seven months. The techniques

used are observation, interview and documentation. The researchpopulation are

RW 008 village communities SrengsengSawah and sample as many as 20 people

plus four people in the immigrant population of the village government. Samples

were randomized selected using a snowball sampling technique. The results of

this research indicate that the participation of migrant communities in preserving

traditional home is not obvious because it dominan ordinary houses in the

SetuBabakan. Forms of community participation in preserving entrants traditional

Betawi house is with the attitude of accepting when her home was selected by the

head of the neighborhood to be renovated and given unique Betawiornament. The

settlers do not have the motivation to preserve Betawi traditional houses.

Inhibiting factor is poverty, dependency, throwing responsibility and mindset.

(8)

vii

karunia-Nya sehinggapenulis dapat menyelesaikanskripsi yang berjudul

Partisipasi Masyarakat Pendatang dalam Melestarikan Rumah Tradisional Betawi

(Studi Deskriptif pada Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan

Srengseng Sawah). Skripsi ini disusun sebagaisalah satu syarat mencapai gelar

Sarjana Pendidikan dalam jenjang Strata Satu.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari

berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.Terimakasih penulis ucapkan kepada:

1. Dra. Nurlena, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta.

2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pdselaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial.

3. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Cut Dhien

Nourwahida, MA selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan ilmunya dalam penulisan skripsi.

4. Bapak Nur Syarif, selaku Ketua RW 008 Kelurahan Srengseng Sawah yang

telah memberikan izin penelitian.

5. Bapak Rudi dan bapak Namin, selaku ketua RT 009 dan 010 yang telah

membantu memberikan data yang dibutuhkan dalam skripsi ini.

6. Ibu Ida Susanti selaku ibunda tercinta yang tak kenal lelah mendo’akan

penulis demi kelancaran dan kesuksesan dalam penulisan skripsi ini serta

ayahanda bapak Tahyari yang telah menjadi donatur dalam pembiayaan

pelaksanaan penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Firdaus Yoni Kotada dan Rida Sabila Yasaroh selaku adik-adik tercinta

(9)

viii

8. Kepada seluruh keluarga tercinta terutama om Ali Mursidi dan Dede Yuli

Sandy selaku paman yang selalu mendukung dan memotivasi selama

perkuliahan dan penyusunan skripsi.

9. Bebong selaku sahabat seperjuangan Siti Eka P.N, Denara Nurul T, Ayu

Nisaa P.N, Ega Pratiwi dan Retno Oktakarina yang telah mengisi

kebersamaan selama kuliah dan dikosan.

10. Keluarga besar Sos-Antro’10 terutama Indri Sutandari Nurhikmah dan

Bunga Anzelia yang saling memotivasi dan bertukar pikiran salama

penyusunan skripsi.

11. Seluruh keluarga Djokam yang tak henti-hentinya mendo’akan kelancaran

skripsi dan proses persidangan.

12. Seluruh pihak yang telah membantu, baik langsung dan tidak langsung yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa

memberikan kebaikan kepada mereka dan melipatkan pahala setiap

kebaikan yang dilakukan.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam

penulisan laporan ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai

pihak sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi

penuliskhususnyadanpembacapadaumumnya.

Jakarta, September 2014

(10)

ix

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II : KAJIAN TEORI ... 8

A. Kerangka Teori ... 8

1. Partisipasi ... 8

a. Pengertian Partisipasi ... 8

b. Tingkat Partisipasi ... 11

c. Bentuk Partisipasi ... 13

d. Faktor Pendorong Partisipasi ... 14

e. Faktor Penghambat Partisipasi ... 16

2. Masyarakat Pendatang ... 17

(11)

x

b. Pengertian Masyarakat Pendatang ... 18

c. Karakteristik Masyarakat Pendatang ... 19

3. Rumah Tradisional Betawi ... 20

a. Pengertian ... 20

b. Ornamen Rumah Tradisional Betawi ... 22

c. Bentuk Rumah Tradisional Betawi ... 27

4. Penelitian yang Relevan ... 31

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 36

1. Tempat penelitian ... 36

2. Waktu Penelitian... 36

B. Metode yang digunakan ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 38

1. Populasi ... 38

2. Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Wawancara ... 40

2. Observasi ... 41

3. Dokumentasi ... 42

E. Instrumen Penelitian ... 43

1. Human Instrumen ... 43

2. Pedoman Wawancara ... 43

3. Check List ... 44

4. Instrumen Dokumen ... 45

F. Teknik Analisi Data ... 45

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 48

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Deskripsi Data ... 50

(12)

xi

ionalBetawi ... 65

2. Tingkat Partisipasi ... 67

3. Bentuk Partisipasi ... 67

4. Faktor Pendorong ... 73

5. Faktor Penghambat ... 76

C. Keterbatasan Penelitian ... 79

BAB V : PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Implikasi ... 81

C. Saran ... 81

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (Jendela Bujang) ...23

Gambar 2.2 (Langkan) ...25

Gmbar 2.3 (Lisplank) ...26

Gambar 2.4 (Banji)...27

Gambar 2.5(Rumah Gudang) ...28

Gambar 2.5 (Rumah Joglo) ...30

[image:13.595.110.517.141.589.2]
(14)

xiii

Tabel 2.1 (Level Partisipasi) ...11

Tabel 3.1 (Time schedule penelitian) ...36

Tabel 3.2 (Kisi-kisi Wawancara) ...42

Table 3.3 (Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi) ...45

Table 4.1 (Narasumber dari Kelurahan) ...55

[image:14.595.110.517.206.588.2]
(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

a. Instrumen wawancara

b. Instrumen check lists

c. Lembar ujian referansi

d. Transkrip wawancara

e. Data dari ketua RT

f. Foto-foto

g. Peraturan daerah

h. Surat izin penelitian

i. Surat keterangan telah melakukan penelitian

(16)

1

A.

Latar Belakang

Suatu kota pasti memiliki ciri khas tersendiri melalui

kebudayaannya, mulai dari bahasa, sistem keagamaan, mata pencaharian,

pendidikan, teknologi dan sebagainya. Kota Jakarta terkenal dengan

masyarakat yang menyebut dirinya sebagai orang Betawi atau orang

Jakarta asli.

“Betawi adalah suku bangsa yang berdiam di wilayah DKI Jakarta, dan wilayah sekitarnya yang termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat. Suku

bangsa ini biasa disebut pula dengan orang Betawi, Melayu Betawi, atau orang Jakarta, atau Jakarte menurut logat setempat”.1

Suku Betawi tidak

hanya berdiam di Kota Jakarta namun dipinggiran kota seperti di daerah

Jawa Barat masih banyak orang Betawi yang tinggal di sana.

"Orang Betawi yang berdiam di kota Jakarta memiliki latar

belakang sejarah yang telah melewati rentang waktu yang cukup panjang.

Sejak lebih dari 400 tahun yang lalu, masyarakat Betawi yang kemudian

menjadi masyarakat seperti yang dikenal sekarang merupakan hasil

asimilasi”.2

Betawi merupakan hasil dari pembauran banyak unsur budaya,

berbagai bangsa dan suku bangsa di Indonesia. Etnis Betawi adalah salah

satu etnis yang ada dan diakui di Kota Jakarta. Kota Jakarta sebagai kota

heterogen dengan berbagai suku yang di dalamnya termasuk Betawi, Jawa,

Sunda, Bali, Batak dan berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia.

Begitu juga masyarakat keturunan Cina, Arab, dan India menetap di

1

Junus, M & Melalatoa, Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia, (Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1995), h. 160

(17)

2

Jakarta, masyarakat mancanegara yang hidup di Jakarta akan menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakatnya hingga saat ini. “Ini

terjadi sejak abad ke-17 dan diakui sejak abad ke-19 sebagai kelompok etnis yang berbeda dengan etnis lainnya yang ada di Batavia”.3

Kota Jakarta merupakan kota asli kelahiran budaya Betawi. Saat ini

sulit menemukan berbagai tradisi atau kesenian budaya Betawi di Kota

Jakarta. Bahkan kampung-kampung Betawi pun sulit kita jumpai di dalam

kota. Jikapun ada etnis Betawi yang tinggal di Kota Jakarta, budaya dan

keseniannya sudah tidak menonjol lagi. Untuk melestarikan kebudayaan

Betawi di tetapkanlah Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan

Kelurahan Srengseng Sawah. Salah satu tujuan dari Perkampungan

Budaya Betawi adalah untuk melestarikan rumah tradisional Betawi

dengan program andalannya yaitu penyerasian bangunan. Bangunan di sini

adalah semua tempat ibadah, warung, kandang serta rumah-rumah warga.

Rumah tradisional Betawi merupakan ciri khas tempat tinggal

orang Betawi asli sejak dahulu. Rumah tersebut memiliki bentuk atap

perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai,

terutama pada bagian teras. Sayangnya memasuki era modern rumah

tradisional Betawi yang seharusnya dilestarikan dan dipelihara justru

menghilang dimakan zaman. Rumah tradisional tersebut tergusur dengan

pemukiman modern.

Setu Babakan adalah kawasan cagar budaya yang memiliki fungsi

sebagai kawasan hunian di Kota Jakarta dengan menyerasikan bangunan

bercirikan Betawi. Namun seiring perubahan sosial akibat pertambahan

penduduk dan perluasan hunian mengancam kepunahan ciri khas rumah

tradisional Betawi.

Berdasarkan Perda No. 3 tahun 2005 pembangun Perkampungan

Budaya Betawi diarahkan untuk kelestarian budaya Betawi, keserasian

bangunan dan lingkungan yang mencerminkan ciri khas budaya

3

Mutiara Khusnul Chotimah, “Partisipasi Warga Betawi Setempat dalam Rangka

(18)

Betawi.4Rumah tradisional Betawi merupakan salah satu icon di kawasan

Perkampungan Budaya Betawi yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Jika jumlah rumah tradisional Betawi semakin sedikit, atmosfer pada

Perkampungan Budaya Betawi akan semakin menghilang. Dalam program

penyerasian bangunan sangat dibutuhkan partisipasi dari semua elemen

masyarakat yang tinggal di kawasan. Karena keberhasilan suatu program

pembangunan bergantung pada partisipasi atau keikut sertaan masyarakat

dalam menjalankan program.

Pada hakekatnya yang bertempat tinggal di kawasan

Perkampungan Budaya Betawi adalah masyarakat Betawi asli, namun

pada kenyataanya masih banyak ditemukan masyarakat pendatang. Hal

tersebut didorong oleh tingginya angka urbanisasidi daerah perkotaan yang

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal.Pada saat ini

masyarakat pendatang sudah mendominasi dengan angka persentase 60%

pada tahun 2014. Masyarakat pendatang telah mendominasi di tempat

perlindungan budaya Betawi. Program yang berlangsung di Setu Babakan

berlaku untuk semua masyarakat yang bertempat tinggal di sana. Tidak

memandang warga pendatang ataupun pribumi, semua harus menjunjung

adat istiadat yang berlaku, yaitu adat Betawi.

Masyarakat pendatang atau non Betawi yang bertempat tinggal di

Setu Babakan diharapkan dapat melestarikan kebudayaan Betawi.

Terutama dalam melestarikan rumah tradisional Betawi. Walaupun

masyarakat pendatang, mereka harus mampu berpartisipasi melestarikan

budaya Betawi. Seperti pepatah kuno mengatakan, di mana bumi dipijak di

situ langit dijunjung5.Budaya diciptakan oleh manusia sehingga yang

dapat melestarikan juga manusia itu sendiri. Sayangnya masyarakat

pendatang di Setu Babakan belum semuanya aktif berpartisipasi dalam

melestarikan rumah tradisional Betawi. Banyak masyarakat yang

4

Perda no. 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa

5

(19)

4

membiarkan ornamen rumah yang bercirikan Betawi rusak, bahkan

membiarkan rumahnya tidak bercirikan Betawi sama sekali.

Perubahan lingkungan sering kali mempengaruhi pengambilan

keputusan untuk mengubah secara fisik rumah tradisional yang ada

menjadi modern, itu artinya mengubah jumlah rumah tradisional Betawi di

kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Belajar dari kasus Condet yang

tidak lagi menjadi daerah kawasan cagar budaya. Hal tersebut terjadi

karena adanya perubahan kebudayaan. Suatu daerah cagar budaya

diharapkan perubahan yang akan terjadi adalah kecil.

Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh adanya masyarakat pendatang

yang bertempat tinggal di Condet serta membawa pula kebudayaan atau

kebiasaan-kebiasaan daerah asalnya.

“Melihat kecenderungan yang ada nampak jelas bahwa keberadaan

arsitektur Betawi dalam keadaan yang menghawatirkan.

Perubahan-perubahan seperti pada contoh di kelurahan Balekembang, Condet

menunjukkan bahwa rumah-rumah tradisional Betawi sedang mengalami

desakan cukup kuat. Hal serupa terjadi di daerah-daerah lain di Jakarta”.6

Hal seperti itu akan mengancam Perkampungan Budaya Betawi di

Setu Babakan karena masyarakat pendatang yang membeli rumah yang

bercirikan Betawi lebih tertarik untuk merubahnya menjadi rumah

minimalis yang menjadi tren pada tahun ini. Saat ini sulit ditemukan

bangunan berwarna kuning dan hijau yang menjadi ciri khas masyarakat

Betawi. Jika masyarakat pendatang tidak berpartisipasi dalam program

penyerasian bangunan terutama dalam melestarikan rumah tradisional

Betawi. Maka Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan akan

mengalami hal yang serupa dengan Condet. Dari latar belakang di atas

Penulis ingin meneliti lebih jauh dan membahasnya dalam skripsi yang

berjudul :

“PARTISIPASI MASYARAKAT PENDATANG DALAM MELESTARIKAN RUMAH TRADISIONAL BETAWI (Studi Deskriptif

6

(20)

pada Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan

Srengseng Sawah)”.

B.

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang bisa peneliti ambil dari Perkampungan

Budaya Betawi adalah sebagai berikut :

1. Saat ini sulit menemukan berbagai tradisi atau kesenian budaya

Betawi di Kota Jakarta.

2. Rumah tradisional Betawi mulai tergusur dengan pemukiman

modern.

3. Tingginya angka urbanisasi di daerah perkotaan yang

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal.

4. Keberadaan arsitektur Betawi dalam keadaan yang

menghawatirkan.

5. Ornamen rumah yang bercirikan Betawi rusak, bahkan

membiarkan rumahnya tidak bercirikan Betawi sama sekali.

6. Masyarakat pendatang kurang berpartisipasi dalam melestariakan

rumah tradisional Betawi.

C.

Pembatasan Masalah

Karena adanya keterbatasan, waktu, dana, dan tenaga, supaya

penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua

masalah yang diidentifikasikan akan diteliti.7 Maka pembatasan masalah

pada penelitian ini hanya pada masyarakat pendatang yang bertempat

tinggal di Perkampungan Budaya Betawi. Terutama mereka yang

mendiami rumah tradisional Betawi baik rumah sendiri atau rumah

kontrakan yang disewa dari masyarakat setempat. Agar penelitan ini lebih

mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada Partisipasi Masyarakat

Pendatang dalam Melestarikan Rumah Tradisional Betawi pada

7

(21)

6

Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Kelurahan Srengseng

Sawah.

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah apa yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimanakah partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan

rumah tradisional Betawi pada Perkampungan Budaya Betawi di Setu

babakan Kelurahan Srengseng Sawah ?

2. Bagaimanakah tingkat partisipasi masyarakat pendatang ?

3. Bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat pendatang ?

4. Apasajakah faktor pendorong partisipasi masyarakat pendatang ?

5. Apasajakah faktor penghambat partisipasi masyarakat pendatang ?

E.

Tujuan Penilitan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat pendatang.

2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat

pendatang.

3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk partisipasi masyarakat

pendatang.

4. Untuk mengetahui apa saja faktor pendorong partisipasi masyarakat

pendatang.

5. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat partisipasi masyarakat

pendatang.

F.

Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut :

(22)

Kegunaan teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

dapat bermanfaat untuk perkembangan literatur ilmu sosiologi,

khususnya di bidang kebudayaan Betawi.

2. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

dapat menjadi masukan yang bermanfaat untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan rumah

tradisional Betawi yang semakin punah agar tetap lestari dan terjaga.

3. Kegunaan untuk Masyarakat

Kegunaan untuk masyarakat diharapkan dapat meningkatkan

partisipasi dalam melestarikan rumah tradisional Betawi di kawasan

Setu Babakanuntuk mendukung pogram Perkampungan Budaya

(23)

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Kerangka Teori

1.

Partisipasi

a.

Pengertian Partisipasi

Menurut FAO dalam Britha Mikkelsen pada bukunya yang

berjudul Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan “...kata partisipasi merupakan kata yang sangat sering digunakan dalam pembangunan, bebarapa arti kata

partisipasi:

1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada

proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

2) Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat

untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan.

3) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, mengandung arti

bahwa orang atau kelompok yang terikat, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.

4) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat

setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial.

5) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam

perubahan yang ditentukan sendiri.

6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan

diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.1

Menurut Khairudin yang dikutip oleh Nurdjati dalam

tesisnya dijelaskan jika pengertian partisipasi berarti“mengambil

bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses”.2Jika

seseorang telah mengambil bagian dalam tahap suatu proses

1

Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, h.64

2

Nurdjati, “Partisipasi Masyarakat Betawi pada Upaya Pelestarian Lingkungan”,Tesis

(24)

pembangunan maka orang tersebut bisa dikatakan telah

berpartisipasi.

Partisipasi dianggap sangat penting karena dengan

partisipasi masyarakat akan menentukan keberhasilan suatu

pembangunan, seperti yang dijelaskan oleh Mutiara Khusnul

Chotimah dalam tesis yang berjudul Partisipasi Warga Betawi

Setempat dalam Rangka Keberlanjutan Program Perkampungan

Budaya Betawi dijelaskan jika “Partisipasi masyarakat sangat

berhubungan dengan keberlanjutan suatu program atau proyek

yang dilaksanakan oleh pemerintah”.3

Selanjutnya dikatakan bahwa pengertian artisipasi

melibatkan tiga hal pokok yaitu:

1) Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi.

2) Partisipasi menghendaki adanya kontribusi terhadap

kepentingan atau tujuan kelompok.

3) Partisipasi merupakan tanggung jawab terhadap kelompok.4

Tiga hal ini secara otomatis akan dirasakan oleh orang-orang yang

ikut berpartisipasi dalam menjalankan tujuan kelompoknya.

Pengertian partisipasi menurut Mubyarto dalam tesis yang

berjudul Partisipasi Masyarakat dalam „Program Pembangunan

Perumahan Nelayan Desa Penjajap di Desa Pemangkat Kota

Kabupaten Sambas olehSyerly mendefinisikan partisipasi “sebagai

kesediaan untuk membantu berhasilnya program sesuai dengan

3

Mutiara Khusnul Chotimah dalam , “Partisipasi Warga Betawi Setempat dalam Rangka Keberlanjutan Program Perkampungan Budaya Betawi”,Tesis pada Pascasarjana UI,2007, h:36 tidak dipublikasikan

4

(25)

10

kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan

diri sendiri”.5

Maka dari pengertian di atas partisipasi dapat diartikan

sebagai keterlibatan aktif secara sukarela untuk menjalankan usaha

kelompok dalam bahu membahu melestarikan rumah tradisional

Betawi agar terwujud keserasian bangunan pada Perkampungan

Budaya Betawi yang kental akan budaya.

Pengertian partisipasi menurut Y.D. Tumisa dalam buku

yang berjudul Dasar Hukum Pembangunan Masyarakat Desa dan

Partisipasi Mayarakat adalah:

“...partisipasi adalah keikut sertaan masyarakat dalam pembangunan baik dalam memikul beban

pembangunan maupun pertanggungjawaban atas

pelaksanaan pembangunan. Partisipasi mencakup kegiatan

pembangunan secara keseluruhan sejak tahap

perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dan tindak lanjut”.6

Partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang dari perencanaan

hingga evaluasi dan mampu mempertanggungjawabkannya.

Partisipasi masyarakat tepat untuk diterapkan pada keadaan

sabagai berikut :

1) Jika tujuan proyek adalah memperkuat masyarakat dan

meningkatkan kemampuan

2) Penyusutan rencana proyek pelayanan yang

mengharuskanadanya interaksi antara kelompok sasaran

5

M. Syerly, “Partisipasi Masyarakat dalam „Program Pembangunan Perumahan Nelayan Desa Penjajapdi Desa Pemangkat Kota Kabupaten Sambas”,Tesis pada Pascasarjana UI, Jakarta, 2003, h.40 tidak dipublikasikan

6

(26)

sebagai dasar untuk mengidentifikasi kebutuhan maupun kerugian mereka

3) Pelaksanaan proyek yang mengharuskan dialog dan negosiasi

berulang kali antara pihak-pihak terkait

4) Pemakai akan lebih mampu mengelola dan mengoperasikan

proyek-proyek dibandingkan suatu birokrasi yang masih

lemah7

Partisipasi sangat cocok dilaksanakan pada kawasan Setu Babakan

karena akan mempengaruhi keberlanjutan program keserasian

bangunan Perkampungan Budaya Betawi.

b.

Tingkat Partisipasi

[image:26.595.112.517.221.609.2]

Menurut Arstein terdapat delapan level dari partisipasi8:

Tabel 2.1 Level Prtisipasi

Skor Tingkatan

8 Citizen Control

7 Delegated Power

6 Partnership

5 Placation

4 Consultation

3 Informing

2 Therapy

1 Manipulation

1) Manipulation (Penyalahgunaan)

Pada dua tingkatan terbawah yaitu manipulation dan therapy,

bisa disebut sebagai non-partisipasi. Pada level ini tidak

memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

perencanaan atau bahkan memimpin suatu program.

2) Therapy (Terapi atau Penentraman)

7

Mutiara, op, cit., h.36 8

(27)

12

Manipulation dan therapyditempatkan pada level terbawah

karena ini menandakan suatu ketidakjujuran dan kesombongan.

Dalam therapy, ketidakberdayaan disamakan dengan penyakit

mental, sehingga dalam kepura-puraan, warga masyarakat

dilibatkan dalam perencanaan.

3) Informing (Menginformasikan)

Pada tahap ini menyiratkan bahwa sudah mulai banyak terjadi

komunikasi tetapi masih satu arah. Menginformasikan kepada

masyarakat tentang hak mereka, tanggung jawab dan pilihan

untuk mereka adalah hal pertama paling penting dalam

mengakui adanya partisipasi. Pemerintah berusaha untuk

mengurangi tekanan dengan menempatkan informasi dalam

satu arah, yaitu dari pemerintah ke warga kota, dengan tidak

ada jalur untuk memberikan timbal balik dan tidak ada

keputusan untuk bernegosiasi.

4) Consultation(Konsultasi)

Pada level ini komunikasi telah bersifat dua arah. Konsultasi

dapat dijadikan jaminan bahwa ide dan keinginan warga dapat

diperhitungkan.

5) Placation (Kemitraan)

Komunikasi telah berjalan dengan baik dan sudah ada negosiasi

antara masyarakat dengan pemerintah.

6) Partnership (Kemitraan)

Kondisi dimana pemerintah dan masyarakat merupakan mitra

sejajar.

7) Delegated Power (Pendelegasian Kekuasaan)

Bahwa pemerintah memberikan kewenanngan kepada

masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa keperluan.

8) Citizen Control (Pengawasan oleh Warga)

Pada level ini masyarakat menguasai kebijakan publik mulai

(28)

c.

Bentuk Partisipasi

Partisipasi menurut Davis dalam Nurdjati adalah

keterlibatan kelompok atau masyarakat sebagai suatu kesatuan

dapat disebut partisipasi kolektif, sedangkan keterlibatan individu

dalam kegiatan kelompok disebut partisipasi individu. dalam

proyek pembangunan atau pelestarian dapat disebut partisipasi

individual.9Bentuk partisipasi menurut Oakley dalam Syerly :

1) Partisipasi sebagai bentuk kontribusi

Yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam

pembangunan dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

2) Partisipasi sebagai organisasi

Meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang diantara intrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi sebagai sarana bagi pertisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu :

a) Sumbangan pikiran (ide atau gagasan)

b) Sumbangan materi (dana, barang, dan alat)

c) Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)

3) Partisipasi sebagai pemerdayaan

Maksudnya partisipasi merupakan latihan pemerdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefinisikan akan tetapi pemerdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk

memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan.10

Tiga bentuk partisipasi masyarakat menurut

Tjokroamidjojo dalam Syerly :

1) Partisipasi dalam perencanaan

2) Partisipasi dalam pelaksanaan

9

Nurdjati, op.cit. h.42 10

(29)

14

3) Partisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan.11

Bentuk partisipasi adalah segala macam perwujudan

kerelaan untuk berperan aktif menjalankan program pembangunan

di masyarakat. Kerelaan dalam bentuk material ataupun non

material serta perubahan pola sikap yang terjadi di masyarakat

guna mendukung suatu program pembangunan.

d.

Faktor Pendorong Partisipasi

Menurut Khairudin dalam Nurdjati ditinjau dari segi

motivasinya, partisipasi anggota masyarakat terjadi karena:

1) Rasa takut atau terpaksa dapat memotivasi masyarakat untuk

aktif berpartisipasi.

2) Ikut-ikutan karena dorongan rasa solidaritas yang tinggi antara

sesama anggota masyarakat.

3) Kesadaran, biasanya akan timbul dari dorongan interen

anggota masyarakat tersebut untuk berpartisipasi.12

Tiga alasan utama kenapa partisipasi masyarakat menjadi

sangat penting, menurut Conyers dalam Syerly :

1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyeknya akan gagal.

2) Masyarakat akan mempercayai proyek pembangunan jika

merasa dilibatkan dalam proses presiapan dan perencanaannya karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.

3) Merupakan salah satu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.13

Faktor pendorong partisipasi menurut Syerly dari hasil

penelitiannya adalah sebagai berikut:

11

Ibid.,

12

Nurdjati, op.cit.,h. 61

13

(30)

1) Kondisi dan kebutuhan masyarakat, pada prinsipnya masyarakat akan mau berpartisipasi dalam suatu program atau kegiatan, sekiranya program kegiatan tersebut benar-benar memberikan manfaat atau keuntungan bagi mereka.

2) Peran change agent dan fasilitator sangat penting dalam

menunmbuhkan partisipasi masyarakat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat.

3) Peran tokoh formal dan informal desa yang memiliki

kedudukan penting di tengah-tengah masyarakat. Mereka

biasanya dijadikan panutan dan tauladan oleh

masyarakat.14Maka tingkah laku mereka dapat menumbuhkan

partisipasi masyarakat yang lain.

“Partisipasi dari masyarakat luas mutlak diperlukan, oleh

karena mereka itulah yang pada akhirnya melaksanakan berbagai

kegiatan, di mana rakyat banyak memegang peranan sekaligus

sebagai objek dan subjek pembangunan”.15Keberhasilan program

keberlanjutan Perkampungan Budaya Betawi memerlukan

partisipasi dari semua lapisan masyarakat yang ada di dalamnya.

Tanpa partisipasi aktif masyarakat suatu program hanya akan

menjadi kenangan dan rencana belaka seperti yang dijelaskan oleh

Syerly “berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya.

Tidak saja dari pengambil kebijaksanaan tertinggi, para perencana,

pegawai pelaksana operasional, tetapi juga dari petani-petani,

buruh, pedagang kecil, pengusaha dan lain-lain”.16

“Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat perlu di

tekankan, bahwa partisipasi masyarakat secara keseluruhan sangat

menentukan keberhasilann pembangunan itu sendiri”.17Dari

pernyataan di atas dapat disimpulkan jika partisipasi masyarakat

sangat penting karena tanpa melibatkan partisipasi masyarakat,

14

Ibid., h.59-60 15

Nurdjati, “Partisipasi Masyarakat Betawi pada Upaya Pelestarian Lingkungan”,Tesis

pada PascasarjanaUI, Jakarta,1996, h. 64 tidak dipublikasikan 16

M Syerly, op.cit.,h.40 17

(31)

16

mereka tidak percaya dengan proyek yang diadakan dan cenderung

akan gagal.

e.

Faktor Penghambat Partisipasi

Syerly menjelaskan jika “kendala dan hambatan dalam

pencapaian tujuan pelaksanaan program pembangunan perumahan

adalah menyangkut masalah kesiapan masyarakat itu sendiri dalam

merubah pola tingkah laku mereka yang selama ini mereka lakukan”.18

Menurut Nurdjati “rendahnya partisipasi masyarakat,

menurut beberapa ahli juga disebabkan karena keterbatasan

kemampuan yang mereka miliki, seperti kesempatan untuk

mendapatkan informasi dan rendahnya pendidikan”.19 Keterbatasan

yang dimaksud dapat berupa materi, tenaga, pengetahuan,

kesadaran, dan lain-lain.

Hambatan partisipasi masyarakat terletak pada kesiapan

mereka untuk melakukan partisipasi sepenuhnya. Penyebabnya

adalah :

1) Kemiskinan atau keterbatasan waktu, dana dan tenaga untuk

menghadiri pertemuan serta memperhatikan lingkungan.

2) Tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan guna

melestrikan kawasan cagar budaya.

3) Lemahnya rasa kebersamaan atau solidaritas khususnya bagi

mereka yang baru tinggal di tempat baru.

4) Tidak adanya antusiasme terhadap partisipasi masyarakat

karena adanya pengalaman-pengalaman mengecewakan di masa lalu.

5) Terdapat perbedaan kepentingan.

6) Tidak adanya kesadaran bahwa masyarakat dan individu

mempunyai hak-hak untuk berpartisipasi.

7) Minimnya transparasi.

18

M Syerly, op.cit., h.50 19

(32)

8) Adanya inkonsisten antara kesepakatan-kesepakatan yang merupakan hasil partisipasi dengan implementasinya, kondisi

ini akan meninggalkan masyarakat terhadap pemerintah.20

Faktor penghambat partisipasi adalah kesiapan pola pikir

untuk mengikuti dan melaksanakan program pembangunan dengan

segala resiko serta manfaat yang akan diterima.

2.

Masyarakat Pendatang

a.

Pengertian Masyarakat

“Masyarakat adalah sehimpunan manusia yang hidup

bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan-aturan

tertentu”.21Dinamakan masyarakat jika lebih dari dua orang yang

memiliki aturan tentang nilai dan norma yang disepakati bersama.

Menurut Hasan Shadily dalam bukunya Sosiologi untuk

Masyarakat Indonesia “masyarakat adalah golongan besar atau

kecil dari beberapa manusaiayang dengan atau karena sedirinya

bertalian secara bergolongan atau pengaruh mempengaruhi satu

sama lain”.22 masyarakat yang hidup bersama maka akan saling

mempengaruhi satu sama lain dari pola pikir hingga gaya

hidupnya.

Menurut Selo Sumardjan yang dikutip oleh Hasan Shadily

menyebutkan bahwa “masyarakat adalah orang-orang yang hidup

bersama, yang menghasilkan kebudayaan”.23

Masyarakat yang

hidup bersama akan mengasilkan kebudayaan melaui nilai dan

norma yang ada.

Pada dasarnya masyarakat mencakup beberapa unsur

sebagai berikut :

20

Mutiara Khusnul Chotimah, “Partisipasi Warga Betawi Setempat dalam Rangka

Keberlanjutan Program Perkampungan Budaya Betawi”, Tesis pada Pascasarjana UI, 2007, h.44-45 tidak dipublikasikan

21

Kamus Besar Bahasa Indonesia

22

Hasan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta, PT. Rineka Cipta 1998), h.7

23

(33)

18

1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada

ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis angka minimalnya adalah dua orang yang hidup bersama.

2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama.

3) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan

lainnya.24

Dari pengertian-pengertian di atas masyarakat dapat

diartikan dua orang atau lebih yang berkumpul dalam waktu lama

dan memiliki nilai dan norma yang mengaturnya.

b.

Pengertian Masyarakat Pendatang

Masyarakat pendatang terjadi karena adanya gerak

penduduk secara permanenatau sementara. Dimensi gerak

penduduk permanen biasa disebut dengan migrasi. Seperti yang

dikatakan Said Rusli dalam bukunya Pengantar Ilmu

Kependudukan bahwa “seseorang dikatakan migrasi apabila

melakukan pindah tempat secara permanen atau relatif

permanen(untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan

menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya”.25

Migrasi dapat juga diartikan perpindahan masyarakat dari

suatu daerah ke daerah lain. “Dalam hal ini, setiap orang yang

ditemukan bertempat tinggal di luar tempat atau berdomisili di luar tempat kelahirannya disebut sebagai migran semasa hidup”.26

Lester R. Brown dalam bukunya Twenty-Two Dimensions

of the Population Problem yang telah diterjemahkan oleh Masri

Maris memberikan istilah penduduk yang datang dari desa ke kota

24

Ibid., h.26-27 25

Said Rusli, Pengantar Ilmu Penduduk, (Jakarta, LP3ES, 1995), h. 136 26

(34)

dengan sebutan penduduk pendatang.27 Dan sebutan tersebut

sejalan dengan buku dari Dinas Kependudukan DKI Jakarta yang

berikan istilah para migran sebagai pendatang.28 Maka dalam

skrpisi ini penduduk pendatang disebut juga dengan masyarakat

pendatang karena memliki kesamaan arti.

Lamanya tinggal masyarakat pendatang dijelaskan pula

oleh Said Rusli “tinggal di tempat tujuan untuk periode tertentu

umpamanya seminggu, dua minggu, sebulan, atau dengan pola

yang kurang teratur diselang dengan kembali dan tinggal di tempat

asal untuk waktu-waktu tertentu pula”.29

c.

Karakteristik Mayarakat Pendatang

Kaum migran atau pendeduk pendatang sama saja dengan

masyarakat pendatang, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Sekelompok orang dari suatu daerah yang mendiami dan

bertempat tinggal di daerah lain, dengan periode tertentu.

Walaupun mereka sudah memiliki rumah didaerah tersebut

pada waktu-waktu tertentu mereka kembali kedaerah asal

untuk waktu yang tidak menentu pula.

2) Masyarakat pendatang dapat juga diartikan masyarakat

yang terlahir di suatu daerah tetapi hidup di daerah lain.

3) Masyarakat yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk

daerah yang ia diami.

Untuk memfokuskan penelitian, peneliti akan

membatasi masyarakat pendatang yang akan dijadikan subjek

27

Lester R. Brown et al, Dua Puluh Dua Segi Masalah Kependudukan, oleh Mari Maris dan Zen Rosdy, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1982), cet. 1, h. 64

28

Dinas Kependudukan DKI Jakarta, Migrasi Wilayah DKI Jakarta (Pendatang Baru) dan Beberapa Karakteristiknya, Proyek Survey dan Penelitan Kependudukan no. 2p.0.16.3.02.009. h. 7

29

(35)

20

penelitian. Karakteristik masyarakat pendatang yang akan

dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah:

1) Masyarakat yang datang dari daerah luar Jakarta dengan

berniat bertempat tinggal di Setu Babakan.

2) Minimal telah bermukim minimal selama enam bulan di

Setu Babakan.

3) Masyarakat yang lahir di daerah lain baik telah memiliki

KTP (Kartu Tnda Penduduk) Jakarta ataupun belum.

4) Telah memiliki rumah sendiri baik sendiri ataupun

menyewa.

3.

Rumah Tradisional Betawi

a.

Pengertian

Rumah tradisional Betawi merupakan ciri khas tempat tinggal

orang Betawi asli sejak dahulu. Rumah tersebut memiliki bentuk atap

perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai,

terutama pada bagian teras.

“Arsitektur adalah salah satu bentuk hasil kebudayaan suatu

masyarakat”.30Arsitektur rumah tradisional Betawi dibandingkan

dengan rumah tradisional lain di Indonesia lebih terbuka dalam

menerima pengaruh dari luar. Hal ini yang menggambarkan

keterbukaan masyarakat Betawi terhadap unsur-unsur kebudayaan lain.

Abdul Chaer dalam bukunya Folklor Betawi Kebudayaan dan

Kehidupan Orang Betawi menjelaskan bahwa arsitektur adalah “gaya

atau model bangunan seperti rumah atau tempat tinggal manusia,

kandang tempat binatang (kambing, kuda, lembu), lumbung tempat

30

(36)

menyimpan padi dan sebagainya”.31Bisa disimpulkan jika arsitektur adalah gaya atau model pada pada semua bangunan yang terbentuk

dari suatu kebudayaan masyarakat.

“Sebetulnya rumah tempat tinggal orang Betawi dulu tidak jauh berbeda dengan rumah tempat tinggal orang Sunda atau Jawa. Hanya saja ada beberapa ciri khas Betawi, seperti dalam

penyambungan tiang dang penglari atau penyambung balok

dalam kerangka kuda-kuda jarang menggunakan paku,

melainkan menggunakan pasak atau pen yang dibuat dari

bambu yang diruncingkan. Setiap penyambung balok, dibuat dulu lubang pada tempat penyambungan itu dengan bor atau jara, lalu pasak dimasukkan ke dalam lubang itu. Cara ini sangat memudahkan andaikata rumah itu akan dibongkar untuk

dipindahkan. Kita hanya tinggal mencabut pasak-pasak itu”.32

Selain terdapat perbedaan dalam proses pembangunannya

seperti yang dijelaskan di atas. Perbedaan yang mencolok pada rumah

tradisional Betawi dengan rumah tradisional lain terdapat pada

ornamennya, seperti lisplank, langkan, banji, bentuk pintu dan

jendelanya.

Rumah-rumah tradisional Betawi dapat dikatakan tidak

memiliki arah mata angin maupun orientasi tertentu dalam

peletakkannya. Pada permukiman rumah Betawi, orientasi atau mata

angin rumah lebih ditentukan oleh alasan-alasan praktis seperti bentuk

dan orientasi pekarangannya atau aksessibilitas atau kemudahan

mencapai jalan.

“Pada awal perkembangannya pintu rumah cukup dua saja

yaitu pintu depan dan belakang. Di belakang ruang tengah yang

memanjang ke samping terdapat kamar tidur yang biasa disebut

pangkeng. Antara pangkeng dan pangkeng terdapat ruang terbuka. Di

31

Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta, Masup Jakarta, 2012), h. 217

32

(37)

22

dalam ruangan biasanya tidak memasang daun pintu, cukup memakai

tirai saja”.33

Rumah tradisional Betawi yang masih asli mempunyai ciri

yang spesifik antara lain berlantaikan tanah dan berdinding bambu.

Namun, pada saat ini bentuk dari bangunan rumah tradisional Betawi

banyak mengalami perubahan seiring berjalanannya waktu. Seperti yang dijelaskan oleh Nurdjati “pada saat ini bentuk bangunan rumah tradisional tersebut telah banyak mengalami perubahan, baik bentuk maupun bahan bangunannya”.34

Untuk melestarikan rumah tradisional

Betawi pemerintah memberikan bantuan dana untuk perbaikan

bangunan tradisional yang ada, juga membuat rencana memodifikasi

bentuk dan ornamen-ornamennya, sesuai dengan kondisi masa ini.35

Karena rumah tradisional Betawi merupakan salah satu aset yang

dimiliki oleh DKI Jakarta, terutama kawasan Setu Babakan yang

menjalankan program Perkampungan Betawi untuk menarik

wisatawan dan melestarikan kebudayaan daerah asalnya.

b.

Ornamen Rumah Tradisional Betawi

Ornamen merupakan dekorasi yang digunakan untuk

memperindah bagian dari sebuah bangunan atau obyek. Ornamen

arsitektural dapat terbuat dari batu, kayu atau logam mulia yang diukir,

selain itu ornamen juga dapat dibuat dari plesteran adukan beton atau

tanah liat yang dibentuk.

Kekayaan Betawi akan seni dan budaya mendukung terciptanya

ornamen-ornamen yang menjadi ciri khas pada arsitektur Betawi,

ornamen-ornamen tersebut tidak hanya sebagai penghias bangunan

tetapi memiliki falsafah dalam kehidupan masyarakat Betawi.

33

Nurdjati, “Partisipasi Masyarakat Betawi pada Upaya Pelestarian Lingkungan”,Tesis

pada PascasarjanaUI, Jakarta,1996, h. 72 tidak dipublikasikan 34

Ibid.

35

(38)

Kekayaan Betawi akan seni dan budaya mendukung terciptanya

ornamen-omamen yang menjadi

ciri khas pada arsitektur

Betawi, ornamen-omamen tersebut tidak hanya sebagai penghias bangunan tetapi memiliki falsafah dalam kehidupan masyarakat Betawi.

Beberapa ornarren yang terdapat pada rumah adat Betawi

antara lain sebagai berikut.

[image:38.595.14.563.95.808.2]

1)

Jendela

Bujang

atau Jendela Cina

Gambar 2.1 Jendela Bujang

Sun-rber: buku Rumah Tradisional Betawi

Etika kuat mengenai hubungan antara pria dan r,vanita atau

gaclis penghuni rumah dengan kebiasaan ngglcncorg36. Tetapi

hubungan tersebut tidak boleh dilakukan secara langsung, harus

melalui jendela bujang yang secara fisik akan rnembatasi hubungan

tersebut. Laki-laki duduk atau tiduran di peluaran3T sedangkan

perempuannya ada

di

dalam rumah. Dengan cara

ini

biasanya

tu

yaitu kunjungan calon lakilaki bersama kawan-kawannya ke rumah gadis untuk

(39)

24

sudah menjadi kantor Perkampungan Budaya Betawi.

Rumah-rumah yang mendapat bantuan dari Dinas PeRumah-rumahan hanya

menrenovasi teras agar terlihat bercirikan Betawi dari fisik

bangunan.

2)

Langkan

Untuk menciptakan privacy, sebagai pengganti pagar

halaman pada bagian depan rumah-rumah tradisional Betawi

biasanya dibuat langkan, yaitu pagar yang disebut jaro, terbuat dari

bahan bambu atau kayu, sehingga pandangan dari luar rumah tidak

tembus ke dalam rumah.38

Tata letak serambi yang berada pada sebelah muka rumah

dalam keadaan terbuka dan diberi langkan setinggi

pinggang.39Langkan merupakan pagar pembatas yang ada di teras

dari halaman berbahan kayu, bersimbol seperti patung manusia

yang juga memiliki pesan moral, yaitu etika yang baik dalam

bertamu harus melewati halaman depan rumah. Sebab, ketika

bertamu lewat belakang atau samping rumah, bagi masyarakat

Betawi merupakan etika yang kurang baik.

Langkan merupakan salah satu ornamen andalan yang

diberikan oleh Dinas Perumahan kepada masyarakat di Setu

Babakam. Letaknya di depan rumah membuat bahan baku pembuat

langkan seperti kayu cepat rusak karena terkena tampias hujan.

Kayu yang selalu terkena hujan dan panas matahari menjadi cepat

rusak dan keropos. Karena hal tersebut banyak warga yang memilih

melepas langkan dari rumahnya. Ada juga warga yang mengakali

dengan memberikan penutup seperti banner pada langkan yang

rusak agar air tampias hujan tidak masuk ke teras rumah.

38

Harun B. Ismet, “Rumah Tradisional Betawi”, catatan kedua, (Jakarta, Dinas

Kebudayaan DKI Jakarta, 1999) h.18 39

Nurdjati, “Partisipasi Masyarakat Betawi pada Upaya Pelestarian Lingkungan”,Tesis

(40)
[image:40.595.109.516.99.627.2]

Gambar 2.2

Langkan

Sumber Gambar: koleksi pribadi

3)

Lisplank

Lisplank atau lis gigi balang terbuat dari material kayu

papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar menyerupai

gigi belalangyang melambangkan bahwa hidup harus selalu jujur,

rajin, ulet dan sabar, karena belalang hanya bisa mematahkan kayu

jika dikerjakan secara terus menerus dan biasanya dalam tempo

waktu yang dapat dikategorikan lama namun secara keseluruhan

bisa bermakna pertahanan yang kuat.

Lispank adalah salah satu ornamen yang ada dibeberapa

daerah seperti Jawa bahkan di negara India dan Malaysia juga

menggunakannya. Namun yang menjadi ciri khas dari kebudayaan

Betawi adalah motifnya berbentuk gigi balang.

Gigi balang yang berasal dari bantuan Dinas Perumahan

termasuk tahan lama. Hanya saja penyalah gunaan gigi balang yang

membuatnya cepat rusak. Seperti digunakan untuk menjemur

pakaian dan gantungan makanan ringan oleh pemilik toko. Karena

(41)
[image:41.595.112.517.103.624.2]

26

Gambar 2.3

lisplank

Sumber gambar: setandanpisang.com

4)

Banji

Selain gigi balang, ornamen pada rumah Betawi lainnya

adalah banji. Banji memiliki pola segi empat, pola ini

dikembangkan dari ornamen dasar Swastika yang

merupakan pengaruh kebudayaan Hindu yang artinya dinamis.

Ornamen banji sering dikombinasi dengan unsur

tumbuh-tumbuhan. Yang paling banyak dipilih adalah bunga lima

atau bunga tapak dara.

Ornamen bunga melati terdapat pada sisi penutup depan

atap, ornamen ini merupakan simbol keceriaan, keharuman, dan

keramahan terhadap siapapun, tidak heran jika masyarakat Betawi

selalu terbuka bagi siapapun yang ingin bertamu ke kampungnya.

Seperti halnya bunga melati, ornamen bunga cempaka merupakan

simbol bahwa kehidupan pemilik rumah haruslah selalu wangi dan

harmonis.

Sedangkan ornamen bunga matahari berupa ukiran tembus

yang biasanya terletak pada bagian atas pintu ruang tamu ini

sebagai perlambang bahwa kehidupan pemilik rumah harus

menjadi inspirasi bagi masyarakat sekitar, karena matahari

(42)

dilambangkan sebagai surnber kehidupan dan terang, terang

matahari

disini

diartikan bahwa pemilik rumah harus selalu

memiliki pemikiran dan batin yang terang.

Gartbar 2.4

Banji

xk'H:KD^i(H'K

li\J'r

Eit

D.K

i;::::::::l:::

ri:ii..ijli

ii;ii;:::::::

p\46IM t{tAS M,ATiHiRl

;@

w,

IIIT]

M6!M HIIS FLORA

RA6trM HIAS U'N.L4IN

Surnber: buku Rumah Tradisional Betawi

c.

Bentuk Rumah Tradisional

Betawi
(43)

28

1)

Rumah Gudang

“Rumah model ini berbentuk empat persegi panjang, memanjang dari depan ke belakang. Luasnya, tergantung pada kemampuan pemilik dan keperluannya. Ada yang berukuran 5x10 meter, 6x12 meter, atau juga ada yang berukuran 8x15 meter, atau juga ada yang lebih. Yang umum adalah 6x12 meter”.40

Rumah gudang memiliki denah segi empat memanjang dari

depan ke belakang. Di dalam buku Jakarta Membangun dijelaskan rumah gudang, “memiliki bentuk segi empat yang polos dan sangat sederhana”.41

Atapnya berebntuk pelana, tetapi terdapat pula rumah

gudang yang beratap periasi. Selain itu, pada bagian depan rumah

gudang terdapat sepenggal atap miring yang disebut dengan topi,

dark atau markis yang berfungsi menahan cahaya matahari atau

tampias hujan pada ruang depan yang selalu terbuka. Topi, dark

[image:43.595.108.515.195.627.2]

atau markis di topang dengan kayu atau besi.

Gambar 2.5 Rumah Gudang

Sumber gambar: bp.blogspot.com

40

Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta, Masup Jakarta, 2012), h. 218

41

(44)

2)

Rumah Joglo

Menurut Abdul Chaer “disebut rumah model joglo karena atapnya berupa model joglo”.42

Atap model joglo adalah bentuk

atap yang memanjang dibagian tengah atas.

Rumah joglo dicirikan dengan bentuk atap yang menjorok

ke atas dan tumpul, seperti rumah joglo Jawa.43 Seperti dapat

diperhatikan dari nama dan bentuk bangunannya, rumah joglo

dapat dipastikan merupakan hasil pengaruh langsung dari arsitektur

dan kebudayaan Jawa.44 Pada umumnya rumah joglo Betawi

memiliki bentuk denah bujur sangkar. Sebagian ruang depan diatasi

oleh sorondoy45dari atap joglo yang ada. Sehingga sepenggal ruang

depan yang diatapi sorondoy dan bagian utama rumah yang diatapi

joglo secara keseluruhan menghasilkan denah berbentuk bujur

sangkar. Bentuk joglo yang dilengkapi dengan teras yang lebar

merupakan bentuk yang banyak dipengaruhi oleh arsitektur

Indies46, percampuran antara arsitektur Eropa dengan arsitektur

lokal terutama Jawa yang berkembang pada abad ke 19.

“Rumah joglo Betawi ini berdenah bujur sangkar, bisa berukuran 6x6 meter, 8x8 meter, 10x10 meter, dan sebagainya. Kalo berukuran 10x10 meter, yang beratap Joglo terletak pada bagian tengah berdenah 4x10 meter, 3x10 meter lagi adalah bagian depan dan 3x10 meter adalah bagian belakang”.

Ukuran diatas adalah menurut Abdul Chaer, tetapi pada

zaman seperti sekarang ini ukuran rumah disesuaikan pada pemilik

dan ketersedian lahan.

42

Abdul, op,cit., h.219 43

Nurdjati, Partisipasi Masyarakat Betawi pada Upaya Pelestarian Lingkungan”,Tesis

pada PascasarjanaUI, Jakarta,1996, h. 72 tidak dipublikasikan 44

Harun, “Rumah Tradisional Betawi”, catatan kedua, (Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1999), h.30

45

Bahasa Sunda yang berarti terusan 46

(45)
[image:45.595.111.513.103.609.2]

30

Gambar 2.6 Rumah Joglo Betawi

Sumber gambar:google.com

3)

Rumah Bapang

Menurut Abdul Chaer “rumah model bapang atau kebaya mirip dengan model gudang, hanya bukan memanjang dari depan

ke belakang, melainkan dari kiri ke kanan”.47 Perbedaan dengan model gudang hanya posisi atapnya saja, jika model gudang

memanjang ke belakang sedangkan model bapang atau kebaya

memanjang kesamping.

Rumah bapang adalah rumah yang beratap pelana, tetapi

berbeda dengan rumah gudang. Bentuk rumah bapang tidak penuh,

kedua sisi luar dari atapnya dibentuk oleh terusan atau serondoy

dari atap pelana yang terletak di tengahnya. Rumah bapang atau

kebaya, memiliki beberapa pasang atap, yang dilihat dari samping

tampak berlipat-lipat seperti kain kebaya.48

Rumah di Setu Babakan merupakan bangunan yang lebih

modern sudah merupakan bangunan batu atau semen dengan atap

berbentuk gabungan antara bentuk joglo dan bapang.

47

Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta, Masup Jakarta, 2012), h. 220

48

(46)
[image:46.595.110.519.98.608.2]

Gambar 2.7

Rumah Bapang/ Rumah Kebaya

Sumber gambar: bp.blogspot.com

B.

Penelitian yang Relevan

1.

Partisipasi Masyarakat dalam “Program Pembangunan

Perumahan Nelayan Desa Penjajap di Desa Pemangkat

Kota Kabupaten Sambas”

49

Tesis tahun 2003pada Universitas Indonesia Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Program

Pascasarjana Ilmu Kesehatan Sosial, Konsentrasi Otonomi dan

Pembangunan Sosial oleh M. Syerly.

Tesis ini adalah hasil penelitian tentang pelaksanaan Program

Pembangunan Perumahan Nelayan Desa Penjajap di Desa Pemangkat

Kota sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam program

pembangunan perumahan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan

masyarakat nelayan yang terkena bencan abrasi pantai dan gelombang

pasang. Program pmbanguan perumahan yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Kabupaten Sambas tersebut dengan melibatkan partisipasi

49

M. Syerly, “Partisipasi Masyarakat dalam „Program Pembangunan Perumahan Nelayan

(47)

32

masyarakat yang dimulai pada tahun 2001 dengan mambangun

sebanyak 112 unit rumah dengan sistem swakelola dan stimulus bagi

penerima sasaran.

Program pembangunan perumahan yang melibatkan partisipasi

masyarakat pada era sekarang ini merupakam suatu instrumen yang

lebih efektif dan efisien serta sebagai sumber investasi baru bagi

pembangunan. Masyarakat adalah objek dan sekaligus unsur yang

dominan dalam keikiutsertaannya untuk menentukan keberhasilan atau

kegagalan kegiatan pembangunan yang dilakukan. Tujuan penelitian

ini untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan partisipasi masyarakat

dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan nelayan Desa

Penjajap di Dusun Sebangkau Desa Pemangkat Kota dan mengetahui

faktor-faktor penghambat atau pendorong partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan program pembanguan perumahan.

Penelitian ini merupakan pendekatan kulaitatif yang

menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka,

observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para

informan. Sementara itu pemilihan memberikan petunjuk informasi

yang tepat dan mendalam atas informasi yang berikutnya.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi masyarakat

dalam program pembangunan perumahan sejumlah 112 unit rumah

tahun 2001 ini terbatas kepada kegiatan pembangunan prsarana,

pembentukan kelompok kerja dan kegiatan pembangunan perumahan.

Hal ini dilaksanakan oeleh Pemerintah Kabupaten Sambas karena

merupakan rangkaian dari program-program bantuan sebelumnya yang

pernah ada di kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas, dengan

melaksanakan sistem swakelola dan sitmulasi.

Partisipasi program pembanguan tersebut dapat dikatakan

berorientasi kepada proyek yang kurang mengarar kepada kepentingan

masyarakat. Hal ini dapat menjadikan beberapa asumsi yang belum

(48)

dimana feed back yang diharapkan adalah pelibatan masyarakat, mulai

dari persiapan program, proses perencanaan program, pelaksanaan

program dan proses pembuatan keputusan program, masyarakat harus

dilibatkan. Kemudian secara komperhensip dan terintegrasi melibatkan

dinas instansi terkait, kepala Desa serta Lembaga-lembaga desa yang

diadakan di desa yang bersangkutan.

Perbedaan penelitian ini terletak pada fokus penelitian jika

penelitian di atas fokus kepada pembangunan desa nelayan. Sedangkan

penelitian ini fokus kepada pembangunan desa budaya atau cagar

budaya dalam penyerasian bangunan.

2.

Partisipasi Warga Betawi Setempat dalam Rangka

Keberlanjutan

Program

Perkampungan

Budaya

Betawi

50

Tesis tahun 2007 pada Program Kajian Pengembangan

Perkotaan, Program Pascasarjana Universitas Indonesia disusun oleh

Mutiara Khusnul Chotimah. Metode pengumpulan data pengamatan

terlibat dan wawancara dengan cara tinggal bersama, maka diketahui

sejarah PBB dan proses partisipasi warga Betawi setempat didalamnya

serta diketahui pula berbagai kegiatan eksisting yang mendukung PBB.

Jumlah informan adalah 12 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa

terdapat dua keluarga berpengaruh, tokoh masyarakat dan ketua RW

yang dapat menentukan siapa warga Betawi setempat yang dapat

berpartisipasi. Sedangkan warga Betawi setempat yang berpartisipasi

adalah warga yang terlibat dalam kegiatan pertanian, peternakan,

industri rumah tangga, kesenian, perikanan dan wisata, serta warga

yang terlibat dalam Badan Pengelolaan PBB. Bentuk-bentuk

partisipasi yang ada adalah kerelaan lahan atau tanahnya digunakan

50

(49)

34

untuk kepentingan PBB, inisiatif pembentukan kelompok-kelompok

masyarakat yang mempunyai kegiatan mendukung PBB, tenaga dan

waktu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mendukung PBB,

serta kesadaran untuk menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelibatan warga Betawi di

Setu Babakan dalam pengembangan PBB perlu memperhatikan dua

hal penting, yaitu keberadaan pemimpin dan tokoh masyarakat yang

masih dianggap penting, sehingga pemerintah dapat melibatkan

mereka dalam mendorong warga Betawi setempat lainnya untuk

berpartisipasi, dan pengembangan kegiatan yang bersifat dapat

meningkatkan pendapatan (berorientasi pada peningkatan taraf hidup)

warga Betawi setempat, mengingatsebagian besar warga tidak

mempunyai pekerjaan tetap dan bergerak dalam sektor informal,

seperti tukang ojeg, berdagang, tukang bangunan dn lain-lain.

penelitian ini menemukan bahwa menurut teori Arstein warga Betawi

setempat yang berpartisipasi pada tingkatan paling tinggi yaitu warga

yang berkegiatan kesenian (membuat sanggar seni kerajinan Betawi)

sedangkan yang digolongkan sebagai warga yang tidak berpartisipasi

(non-participation), yaitu warga Betawi setempat yang mendapat bantuan “rumah Betawi” tanpa mengerti maksud pemberian tersebut dan pedagang yang berada di pinggir Setu.

Selain itu, pen

Gambar

Gambar 2.1 (Jendela Bujang)  .............................................................................23
Tabel 2.1 (Level Partisipasi) ...............................................................................11
Tabel 2.1 Level Prtisipasi
Gambar 2.1Jendela Bujang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel tersebut juga menginformasikan bahwa RW 08 sebagai embrio dari terbentuknya PBB Setu Babakan, wilayah dengan mayoritas penduduk asli (Betawi) merupakan satu-satunya RW

menggunakan jalur Pegawai Negeri Sipil atau melalui mekanisme Pemda sehingga masyarakat merasa kesulitan menjadi pegawai di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan,

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa dari 10 studi kasus fasad rumah Betawi yang berada di area Setu Babakan, keempat unsur fasad yang dinilai (atap,

Dipindahkannya pusat perkampungan budaya Betawi dari Condet ke Srengseng Sawah juga tak dapat dipisahkan dari struktur politik Jakarta dibawah Penetapan kepemimpinan

Tradisi Malem Negor pada Masyarakat Betawi dan Relevansinya Terhadap Perkawinan dalam Islam (Studi di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan, Jagakarsa,

Dengan mempertimbangkan kondisi tapak wisata agro yang berada dalam wilayah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, maka penataan tanaman pada pekarangan dan ruang

Peneliti melakukan penelitian yang membahas “Eksistensi Kesenian Lenong Betawi Di Setu Babakan Sebagai Sumber Belajar IPS” Studi Deskriptif pada Nilai-Nilai Kesenian Lenong Betawi di

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemerhati budaya Betawi serta sepuluh pasangan pengantin Betawi yang berada di wilayah Setu Babakan dapat diuraikan sebagai berikut: Hasil