• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Perkampungan budaya Betawi Setu Babakan Dalam Melestarikan Dan Mengembangkan Budaya Betawi (2004-2007)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Perkampungan budaya Betawi Setu Babakan Dalam Melestarikan Dan Mengembangkan Budaya Betawi (2004-2007)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil jiplakan dari karya orang

lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Juni 2008

(3)
(4)

ABSTRAKSI YULIA KARTIKA NIM 1040 22000 825

PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA BETAWI ( 2004 -2007).

Setu Babakan dapat dikatakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi karena Pelestarian dan Pengembangan yang dilakukan untuk kebudayaan Betawi baik dari segi social masyarakat, keagamaan dan kesenian yang sangat menonjol adalah dalam bidang kesenian seperti : adanya pertunjukkan–pertunjukkan seni musik, teater, dan tari yang masing–masing mendapatkan pengaruh dari Negara lain seperti : Cina, Arab, Eropa, dan sebagainya. Mengadakan juga pelatihan – pelatihan, lomba atau festival kesenian Betawi baik musik, teater, dan tari.

Dalam bidang keagamaan dengan, menyelenggarakan perayaan–perayaan hari besar Islam seperti : maulud, Isra Mi’raj, dan adanya sarana peribadatan Islam seperti masjid Baitul Ma’mur dan mushollah PBB ( Perkampungan Budaya Betawi ), adanya kegiatan di bulam Ramadhan dan juga pekan lebaran dan sebagainya.

Dalam bidang social masyarakat, masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara mewariskan adat istiadat Betawi dengan ikut melestarikan budaya Betawi dengan membangun rumah–rumah tradisional Betawi serta lingkungan asri Betawi dengan penanaman pepohonan yang bermanfaat yang kita jumpai apabila kita kita melihat film–film documenter Betawi tanaman–tanaman langka yang jarang kita lihat di kota–kota besar serta menjadi cerita–cerita orang–orang zaman dahulu.

Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah yang memang berfungsi sebagai sarana pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, penelitian, Pelestarian dan Pengembangan, serta pariwisata dan bertujuan membina dan melindungi secara sungguh–sungguh dan terus menerus menata kehidupan serta nilai–nilai seni budaya Betawi, menciptakan dan menumbuh kembangkan nilai–nilai seni budaya Betawi, mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi. Yang memiliki beraneka ragam kebudayaan mulai dari peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian hidup, dan system ekonomi, kemasyarakatan, makanan, bahasa, kesenian, pengetahuan dan religi yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

ini dengan judul “ Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam

Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi ( 2004 – 2007).

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan karena pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis

sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik serta

tanggapan yang konstruktif dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapakan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain :

1. Bpk. Dr Abd. Choir selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora yang juga

selaku pembimbing skripsi, dan beliaulah yang telah memberikan banyak

bimbingan kepada penulis, terutama masalah–masalah yang sangat

substansial dan esensial dalam penulisan skripsi ini. Serta Staf jajarannya di

Fakultas Adab dan Humaniora yang telah meluangkan waktunya dalam

penyusunan skripsi ini hinga selesai.

2. Drs. Nurhasan, selaku Dosen mata kuliah seminar skripsi sehingga saya dapat

mengadakan seminar skripsi dan dapat menyusun proposal skripsi dan akan

berlanjut kembali.

3. Bapak ( Kostaman Martadijaya .alm.), Ibu ( Barkah Taufik Miftah Balweel ),

Uwa ( Mak’sum ), Kakak ( Vera dan Rohmani ), Adik ( Firyal ) dan teman–

(7)

BAITURRAHMAN dan Guru –guru Bimbingan Belajar QUANTUM

SMART ) yang telah membantu dan memberikan motivasi yang sangat besar

peranannya dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga selesai.

4. Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan khususnya Bpk.

Indra Sutisna Sebagai Ketuanya dan masyarakatnyayang telah mengizinkan

menjadi objek penelitian dalam skripsi ini serta meluangkan waktunya dalam

wawancara.

Mudah–mudahan atas segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama

menjalani pendidikan mendapatkan Ridho dari Allah SWT. Akhir kata semoga

skripsi ini sedikitnya dapat memberikan sumbangan pikiran dan saran untuk

perkembangan dan pendidikan.

Jakarta, 4 Juni 2008

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ………. iii

BAB.1 PENDAHULUAN 1.1Latar Balakang Masalah ……….. . 1

1.2Pembatasan dan Perumusan ……….. 2

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 2

1.4Lingkup Permasalahan ……… 3

1.5Arti Penting Penelitian ……….. 4

1.6Tinjauan Terdahulu ………... 4

1.7Landasan Teori ………. 5

1.8Metode Penelitian ……… 8

1.9Sistematika Penulisan ………... 8

BAB.2 MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA. 2.1 Asal Kata Betawi ……… 11

2.2 Asal Usul Masyarakat Betawi ……… 12

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi ……… 23

2.4 Kebudayaan Masyarakat Betawi ………. 26

2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup ……….. 26

2.4b Mata Pencaharian dan Sistem Ekonomi ……… 36

2.4c Sistem Kemasyarakatan ……… 37

2.4d Sistem Bahasa ……… 41

(9)

2.4f Sistem Pengetahuan ……… 57

2.4g Sistem Religi ……… 58

BAB.3 PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SEBAGAI

PENDUKUNG MASYARAKAT BETAWI.

3.1 Latar belakang dan Sejarah Pembangunan PBB Setu Babakan …… 61

3.2 Keadaan masyarakat PBB Setu Babakan ……… 66

3.3 Keadaan Lingkungan Sekitar PBB Setu Babakan……… 69

3.4 Keadaan Lingkungan Luar PBB Setu Babakan ………. 74

BAB.4 PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN

DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA

BETAWI (2004-2007).

4.1Peran Pelestarian.

4.1a Bidang Sosial Kemasyarakatan ……… 78

4.1b Bidang Keagamaan ……… 79

4.1c Bidang Kesenian ……… 80

4.2 Peran Pengembangan

4.2a Bidang Sosial Kemasyarakatan ……… 81

4.2b Bidang Keagamaan ……… 82

4.2c Bidang Kesenian ……… 83

BAB. 5 PENUTUP

5.1Kesimpulan………90

(10)

DAFTAR PUSTAKA ……….95

(11)

BAB. I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Udara yang sejuk dan suasana yang asri ala perkampungan Betawi tempo dulu

sudah jarang sekali kita lihat sekarang di tengah-tengah kota Jakarta yang panas

dan identik dengan macet membuat polusi udara dan panas akibat kemajuan

zaman.

Tetapi lain soal, jika kita melihat di pinggir kota Jakarta ada suatu

perkampungan Betawi bernama Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

yang asri dan sedikit tradisional dimana masyarakatnya masih memegang tradisi

dan adat istiadat Betawi seperti perkawinan, selametan, nginjek tanah dan lain

sebagainya. Yang sengaja dibuat untuk dibuat untuk melestarikan dan

mengembangkan budaya Betawi dari bidang social masyarakat, keagaman, dan

keseniannya. Setelah kita melewati pintu gerbang utama “Bang Pitung” kita dapat

melihat rumah tradisional Betawi walaupun ada sedikit perubahan dari rymah

tersebut, banyak pepohonan di latar rumah yang ditata rapi. Dan seringnya

terdengar lagu tradisional serta pertunjukan tradisional dan tarian khas Betawi

apalagi bila kesana pada hari libur sabtu dan minggu disana ramai sekali

dikunjungi baik wisatawan atau peneliti, serta kelengkapan sarana penunjang

seperti museum, tempat ibadah, serta tempat pertunjukkan yang menambah betah

pengunjung yang menikmati kuliner Betawi di depan Setu Mangga Bolong dan

(12)

Jadi jika kita membahas tentang Kebudayaan, Pengembangan serta Pelestarian

budaya Betawi pantaslah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dijadikan

objek dalam penulisannya yang dapat menumbuhkan pemahaman, kecintaan serta

keingintahuan di segala bidang semua kalangan. Oleh karena itu saya mengambil

tempat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini sebagai objek dari penulisan

skripsi ini yang berjudul “ Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Dalam

Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004 – 2007”1.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah.

Permasalahan pokoknya ialah kebudayaan Betawi dengan studi kasus Setu

Babakan tahun 2004 – 2007. Kajian mengenai penelitian ini difokuskan terhadap

permasalahannya di bidang Antropologi untuk itu pelacakan atas peristiwa-peristiwa

serta penjabaran permasalahan tersebut, akan di pandu melalui pertanyaan-pertanyaan

utama sebagai berikut :

1. Bagaimanakah asal-usul Betawi?

2. Bagaimanakah latar belakang dan keadaan di Perkampungan Budaya Betawi

Setu Babakan?

3. Sejauh mana upaya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam

Melestarikan Budaya Betawi dan Mengembangkan Budaya Betawi?

1.3 Tujuan dan Manfat Penelitian.

1. Sebagai syarat kelulusan dan memperoleh Gelar Sarjana.

2. Agar lebih dapat memahami Kebudayaan Betawi.

3. Dapat memberikan informasi kepada Sang Pembaca.

1

(13)

4. Dapat sedikit Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi melalui

penulisan ini.

5. Untuk Perkampungan Budaya Betawi dapat membantu memperkenalkan lebih

dalam kepada masyarakat luas khususnya para Mahasiswa/I UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

1.4 Lingkup Permasalahan.

Penelitian ini berupaya mereskontruksi Peran Perkkampungan Budaya Betawi

Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004-2007,

untuk itu haruslah di pahami terlebih dahulu kondisi kedaerahan tempat dimana

kebudayaan itu dilestarikan dan dikembangkan, tinjauan terhadap kondisi-kondisi

yang relevan dengan pokok permasalahan, ialah mengenai letak geografis, sejarah,

keadaan masyarakat dan lingkungan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.

Wilayah ini pendudukanya berlatar belakang etnis Betawi. Mereka yang mengaku

sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan

Bangsa. Hasil perkawinan antar etnis dan bangsa di masa lalu dan mayoritas

penduduknya agama Islam. Kebudayaannya bersifat campur aduk seperti dialek

Betawi, kesenian yaitu gambang kromong berasal dari seni musik Tiongkok, rebana

dari tradisi musik Arab, Keroncong Tugudengan latar belakang Portugis–Arab,

Tanjidor berlatar belakang ke-Belanda-an.

Mengenai kebudayaan Betawi yang mencakup beberapa hal seperti dibahas

sebelumnya ada di sini seperti : museum, foto-foto jawara seperti Bang Pitung, Nyai

Dasima, Pameran roti buaya dan benda-benda tradisional lainnya seperti lampu,

(14)

Bang Pitung, dan akan melewati lingkungan pemukiman penduduk yang

bermayoritas Betawi asli sebagian campuran dan perkebunan rakyat. Banyak jajanan

tradisional dan pertunjukkan seni Betawi seperti qasidah, marawis, keroncong,

gambang kromong, lenong, gambus, sampai tari khas Betawi yang diadakan di

sebuah panggung yang luasnya 60 persegi panjang. Dengan adanya kegiatan-kegiatan

tersebut menjadikan tempat ini sebagai pelestarian kebudayaan Betawi dan sebagai

sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya Betawi lebih lanjut.

1.5 Arti Penting Penelitian.

Pembahasan tentang skripsi ini menarik untuk ditulis mengingat penelitian

tentang Betawi jarang dilakukan jadi juga agar mengangkat dan melestarikan

kebudayaan Betawi jadi melalui tulisan ini orang dapat mengetahui sedikit banyak

tentang kebudayan Betawi dan tempat bernama Setu Babakan.

Kebudayaan Betawi mempunyai ciri khas tersendiri karena kaumnya

berketurunan campuran aneka suku dan bangsa jadi kaya akan kebudayaan seperti

Tiongkok, Belanda, Arab, dan sebagainya sehingga sangat menarik dibicarakan dan

ditulis. Diharapkan tulisan ini menjadi suatu pemahaman umum mengenai

kebudayaan Betawi khususnya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.

1.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu.

Penelitian tentang Betawi telah dilakukan oleh para sarjana dan para peneliti

yang lain. Akan tetapi kebanyakan mereka lebih menitikberatkan pada sejarah dan

proses Islamisasinya.

Adapun studi yang lebih menitikberatkan aspek-aspek antropologi yaitu

(15)

adapt istiadatnya. Beliau menggambarkan kebudayaan orang Betawi yang sangat

merinci beserta asal usul dan kebudayaannya. Dengan argumentasi ilmiah buku ini

membantah habis anggapan Lance Castle, dan para Epigonnya. Bahwa orang Betawi

itu adalah bukan keturunan budak, juga buku ini menguraikan panjang lebar tentang

kebudayaan dan adat istiadat Betawi.2

Di dalam buku ini dujelaskan secara menyeluruh kampung-kampung Betawi

zaman dahulu oleh karena itu kebudayaan masing-masing itu sedikit berbeda walau

masih banyak kesamaannya karena satu suku yaitu Betawi sehingga terlalu banyak

penjelasannya sedangkan saya mencoba menyempitkan penjelasan mengenai peran

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam upaya melestarikan dan

mengembanghkan lebih dalam kebudayaan Betawi.

1.7 Landasan Teori.

Skripsi ini membahas apakah kebudayaan Betawi itu, mengapa penulis

mengambil tempat Perkampungan Budaya Betawi itu, mengapa penulis mengambil

tempat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sebagai onjek dalam penulisan

kebudayaan, dan kebudayaan Betawi apa sajakah yang ada di Setu Babakan dengann

batasan tahun ini 2004-2007.

2

(16)

Kebudayaan Betawi.

Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta dari kata budhayah merupakan

bentuk jamak dari budhi yang artinya akal dan daya berarti kekuatan atau

kemampuan. Menurut Kroeber kebudayaan adalah keseluruhan realisasi gerak,

kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan serta

perilaku yang ditimbulkannya.

Sedangkan kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang

menghuni Jakarta dari bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga

kebudayaan melayunya, kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia” yaitu

nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda.

Sifat campur aduk dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi

secara umum, yang merupakan hasil dari perkawinan berbagai macam kebudayaan,

baik yang berasal dari daerah-daerah lain di nusantara maupun kebudayaan asing.

Dalam bidang kesenian misalnya, orang Betawi memiliki seni gambang kromong

yang berasal dari seni Tiongkok, tetapi juga ada rebana yang berakar pada tradisi

musik Arab, keroncong tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor

yangn berlatar belakang ke-Belanda-an. Secara biologis, mereka yang mengaku

sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan

bangsa. Mereka adalah hasil perkawinan antar etnis dan bangsa di masa lalu. Dalam

kebudayaan Betawi banyak kebudayan seperti upacara keagaman, adat.

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah sebuah Perkampungan

(17)

Selain sebagai sarana rekreasi tempat ini juga menampilkan arsitektur Betawi.

Rumah-rumah yang dibangun di daerah ini menggunakan konsep ala Betawi tempo

dulu namun menggunakan bahan modern. Meskipun begitu tempat ini bisa dijadikan

sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya Betawi lebih lanjut karena

di tempat ini juga dilaksanakan pementasan budaya Betawi setiap sabtu dan minggu.

Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004-2007.

Setu Babakan seluas 289 ha. Terdapat Setu (danau) Manga Bolong dan Setu

Babakan. Setu Babakan ini merupakan tempat yang menarik keberadaannya

dimanfaatkan oleh pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.

Disepanjang tepi danau berjejer warung-wurung yang menyediakan makanan. Selain

itu juga banyak yang memancing dan berperahu mengelilingi danau. Kawasan ini

telah diresmikan pemda DKI. Setiap hari dipadati pengunjung terutama pada hari

sabtu dan minggu dan hari-hari besar lainnya.

Untuk dapat masuk ke Perkampungan Budaya Batawi Setu Babakan kita ha

rus melewati pintu gerbang Bang Pitung. Selanjutnya pengunjung akan melewati

lingkungan pemukiman penduduk yang mayoritas Betawi asli dan perkebunan rakyat.

Rumah-rumah Betawi tampak di mana-mana dengan ciri khasnya yaitu teras yang

luas dengan bentuk atap yang unik. Ini juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Di sana terdapat sebuah bangunan panggung yang luasnya 60 meter persegi yang

dijadikan tempat pertunjukkan seni budaya Betawi. Panggung ini berada di halaman

luas dan teduh oleh kerindangan pepohonan. Dan sejumlah bangku berjejer

(18)

qasidah, marawis, keroncong, gambang kromong, gambus, sampai tari Betawi. Di sisi

kiri kanan terdapat sepasang ondel-ondel. Tempat ini dikunjungi berbagai macam

wisatawan asing seperti India, Pakistan, Belanda, Australia, Thailand, dan Jepang.

Begitu juga keadaan masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

masih sangat kental pada tradisi Betawi dalam kehidupan sehari-hari. Penulis

membatasi kurun waktu penulisan dari tahun 2004 sampai 2007 karena keterbatasan

sumber dan pada tahun 2004 baru dimulainya pelestarian dan pengembangan budaya

Betawi khususnya pada bidang kesenian.

1.8 Metode Penelitian.

Tujuan studi ini adalah mencapai penulisan sejarah, maka upaya

mereskontruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh melalui metode

sejarah dan pendekatan ilmu antropologi pengumlulan data atau sumber sebagai

langkah pertama kali dengan mendatangi objek, melakukan pengambilan gambar

mengenai benda-benda, serta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan disana melakukan

wawancara kepada Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan,

mengerti hal-hal kebudayaan Betawi, Mengamati lingkungan masyarakat tinggal. Ini

semua menjadi data primer. Sedangkan data skundar terdiri dari buku-buku, media

cetak, Koran, majalah, jurnal dan sumbkan data skundar terdiri dari buku-buku,

media cetak, Koran, majalah, jurnal dan sumber-sumber yang berkaitan dengan hal

tersebut.

1.9 Sistematika Penulisan.

Skripsi ini mempunyai tiga bagian: pengantar, hasil penelitian dan kesimpulan

(19)

BAB I : PENDAHULUAN.

1.1Latar Belakang Masalah.

1.2Pembatasan dan Perumusan Masalah.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1.4Lingkup Permasalahan.

1.5Arti Penting Penelitian.

1.6Tinjauan Terdahulu.

1.7Landasan Teori.

1.8Metode Penelitian.

1.9Sistematika Penulisan.

BAB II : MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA.

2.1 Asal Kata Betawi.

2.2 Asal Usul Masyarakat Betawi.

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi.

2.4 Kebudayaan Masyarakat Betawi.

2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup.

2.4b Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Ekonomi.

2.4c Sistem Kemasyarakatan.

2.4d Sistem Bahasa.

2.4e Kesenian.

2.4f Sistem Pengetahuan.

(20)

BAB III : PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SEBAGAI

PENDUKUNG MASYARAKAT BETAWI.

3.1Latar Belakang dan Sejarah Perkampungan Budaya Betawi Setu

Babakan.

3.2Keadaan Masyarakat Setu Babakan.

3.3Keadaan Lingkungan Sekitar Setu Babakan.

3.4Keadaan Lingkungan diluar Setu Babakan

BAB IV : PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN

DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA

BETAWI 2004-2007.

4.1 Peran Pelestarian.

4.1a Bidang Sosial Kemasyarakatan.

4.1b Bidang Keagamaan.

4.1c Bidang Kesenian.

4.2 Peran Pengembangan.

4.2a Bidang Sosial Kemasyarakatan.

4.2b Bidang Keagamaan.

4.2c Bidang Kesenian.

BAB V : PENUTUP.

5.1Kesimpulan.

5.2Saran.

DAFTAR PUSTAKA.

(21)

BAB II

MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA.

2.1 Asal kata Betawi.

Hingga kini tidak ada yang mengetahui persis asal muasal lahirnya kota

Betawi. Padahal, kata Betawi apalagi di Ibu kota Jakarta sudah sangat terkenal

bahkan telah menjadi nama sebuah suku-bangsa ang disebut-sebut sebagai golongan

penduduk asli kota Jakarta, sebuah kota yang lahir dari sebuah codetan sungai.

Banyak versi tentang asal muasal lahirnya kata Betawi seperti:

Versi pertama menyebutkan bahwa nama Betawi berasal dari plesetan nama

Batavia. Nama Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh JP Coen untuk kota

yang harus dia bangun pada awal kekuasaan VOC di Jakarta (abad ke-19).

BETAWI = BATAVIA

Kata Betawi susah diucapkan oleh penduduk local saat itu, meleset kata Batavia

menjadi Betawi.

Versi kedua menyebutkan bahwa kata Betawi muncul secara tiba-tiba ketika

terjadi peperangan antara serdadu kumpeni belanda dengan bala tentara Mataram.

Ketika itu memang kerajaan Mataram sangat benci dengan kehadiran kumpeni

Belanda yang memaksa untuk diberi izin mendirikan sebuah kantor perwakilan

VOC-Persekutuan Dagang Hindia Timur. Akhirnya VOC berhasil mendirikan kantor di

kota Batavia. Tak hanya sebab VOC juga ikut membangun benteng pertahanan untuk

menghadapi serangan bala tentara Mataram yang dikenal sangat gigih dalam

berperang. Dalam sebuah penyerbuan bala tentara Mataram ke Batavia, konon pihak

(22)

Belanda hampir dapat direbut oleh bala Tentara Mataram yang pantang menyerah itu,

tiba-tiba saja pihak kumpeni Belanda mengisi meriam-meriamnya dengan kotoran

manusia dan menembakkannya kearah pasukan Mataram. Karena kesaktian serdadu

Mataram akan luntur jika dikenai kotoran manusia dank arena baunya yang begitu

menusuk hidung maka bala tentara Mataram yang tidak tahan bau itu pun ambil

langkah seribu sambil berteriak “Mambet tahi” (Bau Tahi). Dari teriakn itulah

kemudian lahir nama Betawi. Kisah ini menjadi terkenal dan terdapat dalam

dongeng-dongeng tradisional Jawa seperti Babad Tanah Jawi dan Kitab Serat Baron

Sakender disebutkan bahwa kota Batavia yang dapat di bagi menjadi dua yakni kata

Yahi dan kota intan . kata Betawi dari Batavia sedangkan Batavia saendiri berasal

dari kata “Batavieren”. Dan, Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sendiri

sebenarnya juga tidak menyukai nama “Batavia” bagi kota yang berhasil direbutnya

dari sebelumnya bernama kota Jayakarta atau Jacatra. Coen lebih menyukai kota itu

dinamakan “ Niew Hoorn” mirip dengan kota kelahiran Jan Piterszoon Coen di kota

Hoorn, Negeri Belanda.

2.2 Asal Usul Betawi.

Mengenai asal usul Betawi ada dua pendapat mengenainya pertama pendapat

yang menyatakan bahwa masyarakat Betawi adalah berasal dari budak dan pendapat

lain yang menyatakan bahwa masyarakat Betawi sudahlama ada, sebelum kekuasaan

Kerajaan Sunda Pajajaran. Pendapat bahwa masyarakat Betawi berasal dari budak

biasa disebut dengan dengan mazhab kali besar, karena studi tentang masyarakat

(23)

Bertitik tolak dari runtuhnya kraton Jayakarta yang diserbu oleh pasukan Jan

Piterszoon Coen3 pada tahun 1619 pertikaian memuncak menjadi peperangan dan

pasukan Jayakarta yang dibantu oleh Inggris mengalami kekalahan. Sebelum pasukan

Belanda menyerang, pangeran Jayakarta telah dipangil ke Banten sebagai tahanan

karena kebijaksanaannya yang dianggap merugikan Banten. Dengan demikian terjadi

kekosongan kepemimpinan dan dengan mudah kota itu direbut oleh Coen pada

tanggal 30 Mei 1619. kraton Jayakarta yang yang didirikan di tepi Kali Besar itu

dibumihanguskan, para pengikut Pangeran Jayakarta melarikan diri ke Banten atau

mengungsi kedaerah pedalaman. Mereka itu diperkirakan terpencar antara lain di

daerah Jatinegara Kaum.

Coen membangun kota baru di atas reruntuhan itu dan diberi nama Batavia.

Untuk itu Coen mendatangkan budak dari berbagai penjuru Nusantara, juga dari luar,

seperti Arakan (Burma), Andaman, dan Malabar (India). Selain itu kedatangan

orang-orang mendapat sambutan yang baik oleh VOC. Orang Cina ini tidak hanya berfungsi

sebagai pedagang tetapi juga sebagai petani penggarap tanah di wilayah onmelanden

(daerah pedalaman sekitar Batavia).4

Pendatang lain yang diperbolehkan menetap di Batavia adalah orang-orang

Moor (India Selatan), orang Melayu dan orang Bali. Mereka ini menjadi bagian

penduduk Batavia yang merdeka atau bukan budak. Sedangkan para budak yang

statusnya telah dimerdekakan dinamakan mardjikers. Cirri khas kelompok mardjikers

adalah bahasa yang dipergunakan. Mereka ini menggunakan bahasa Portugis

3

Riwan Saidi, Profil Orang Betawi, Kebudayaan dan AdatIstiadatnya, (Jakarta: PT. Gunara Kata, 1997). Cet ke-1,h3

4

(24)

berdialek Asia dan beragama Kristen. Setelah Malaka jatuh ketangan VOC pada

tahun 1641 banyak orang yang mengaku keturunan Portugis berdatangan ke Batavia.

Mulanya mereka diberi tempat di dalam kota dan disediakan gereja. Tidak lama

kemudian mereka pindah ke daerah Cilincing, jauh di luar tembok kota. Dan sejak

tahun 1673, didirikan perkampungan khusus bagi keturunan Portugis serta dibangun

gereja yang kini dikenal dengan nama Gereja Tugu.5 Pendapat lain yang tidak setuju

dengan pendapat bahwa penduduk Betawi dari budak. Hal ini disebabkan karena di

daerah Condet, Jakarta Timur, pernah ditemukan kapak genggam dari zaman

neolitikum. Ini petunjuk bahwa kawasan Condet merupakan daerah hunian purba di

Jakarta.

Seorang geoarkeologis, Dr Tony Djubiantono, dari Balai Arkeologi Bandung

mengatakan pada zaman es, Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang menyatu pecah

menjadi tiga. Arus imigrasi manusia di zaman ini bergerak dari barat ke timur. Maka

berdasarkan temuan Rr. Tony ini dapat disimpulkan bahwa manusia protoBetawi

adalah imigran yang datang dari darat, ngerancah dan sekitarnya pada zaman purba

jadi sebelum masa paleolitikum seelah geografi zaman es baik manusia

Pithecantropus Erectus yang di Ngerancah maupun sebagian Sangiran adalah manusia

Nusa Jawa, termasuk Nusa Kalapa.

Pada tahun 130 berdirilah Kerajaan pertama di Jawa, Kerajaan yang didirikan

oleh Aki Tirem, seorang Kepala Kampung di daerah Kali Tirem di Tanjung Priok ini

bernama Salakanagara atau kerajaan Holotan, raja dari Kerajaan ini adalah menantu

5

(25)

Aki Tirem yang berasal dari India, yaitu Dewawarman, Salaka dalam bahasa berarti

perak.

Keberadaan kerajaan ini disebut oleh sumber Tiongkok, bahwa pada tahun

132 raja Ye Tian bernama Tiou Pien adalah Dewawarman. Sebelum berdirinya

kerajaan Tarumanegara pada abad ke-4, kerajaan Holotan telah beberapa kali

mengirim utusan ke Cina. Holotan disini bisa diartikan dari kata olot, yaitu tua.6

Letak Kerajaan Salakanagara terdapat di daerah Condet sekarang, Condet memenuhi

persyaratan sebagai pusat kerajaan, karena letaknya jauh dari pantai, berada di tepi

sungai dan di Condet terdapat nama-nama tempat yang mempunyai makna sejarah,

seperti Bale Kambang dan Batu Ampar. Bale Kambang adalah tempat persinggahan

raja-raja, dan Batu Ampar adalah batu besar yang paling tidak berukuran 3x4 meter

yang permukaannya datar dan merupakan tempat untuk meletakkan sesaji.

Juga terdapat makam kuno yang dikeramatkan penduduk, yaitu makam

keramat Gerowak dan makam Ki Balung Tunggal. Makam Gerowak diperkirakan

adalah seorang resi dan Ki Balung Tunggal adalah seorang pemimpin pasukan

kerajaan. Menurut tinjauan arkeologis, tidaklah diragukan lagi bahwa Condet telah

dihuni orang sejak 3500 tahun yang lalu. Hal ini terbukti dari penggalian yang

dilakukanpada tahun 1970. yang berhasil menemukan gigi geledek atau kapak batu

yang berasal dari zaman neolitikum, kurang lebih 3000-4000 tahun yang lalu.7

Ditemukan prasasti tugu yang berasal dari abad ke-5 di daerah Simpang Tiga

Kramat Tunggak, Tanjung Priok dari zaman Tarumanegara itu disebut tugu oleh

6

Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, (Jakarta: PT. Gria Media Prima, 2002), Cet ke-1.h.4. 7

(26)

orang-orang berbahasa Creol (bahasa orang-orang Portugis pada abad ke-16.C.D

Grijn menemukan unsure bahasa creol dalam bahasa Melayu yang digunakan abad

ke-17). Sedangkan orang Betawi menyebutnya tunggak. Karena sebagian masyarakat

menganggapnya keramat maka kampong itu di beri nama Kramat Tungak. Tugu ini

berisi perintah raja Purnawarman untuk menggali sungai Gomati. Penggalian itu

dilaksanakan oleh penduduk secara besar-besaran. Hal ini membuktikan bahwa

kerajaan Tarumanegara mempunyai rakyat dalam jumlah besar, tetapi tidak diketahui

berapa populasinya. Namun dari prasasti Tugu dapat disimpulkan bahwa kerajaan ini

berpenduduk, dan mereka yang berdiam di Kalapa adalah merupakan bagian dari

populasi Tarumanagara.

Pusat Kerajaan Tarumanagara oleh sebagian pakar diperkirakan terdapat di

wilayah pedalaman Bogor, tetapi ada pula yang menganggap pusat

KerajaanTarumanagara terdapat di tepi Kali Citarum. Terlepas dari kontroversi ini

maka dengan ditemukannya prasasti tugu, dapat disimpulkan bahwa control politik

Tarumanagara juga meliputi daerah aliran sungai Citarum, Marunda, Ancol, Angke,

dan Kalimati. Keseluruhan daerah ini disebut Kalapa. Kalapa adalah nama paling

purba dari kawasan yang kemudian disebut Jakarta.8

Runtuhnya Kerajaan Tarumanagara terjadi pada abad ke-7 pada saat itu

Kerajaan Sunda Pajajaran belum berkuasa, karena kerajaan ini berkuasa pada abad 10

ke 12 M. menurut Prof. Slamet Mulyana. Maka tenggang abad 7 sampai abad

ke-12 terjadi kekosongan kekuasaan politik di kalapa. Dalam masa vacuum inilah

muncul kekuasaan Budha Sriwijaya sebagai periode interregnum di kalapa. Pada abad

8

(27)

ke-12 kerajaan Sunda Pajajaran mendirikan kantor untuk mengutip cukai dipelabuhan

daerah Cimanuk, Tangerang, dan Kalapa. Pelabuhan itu sendiri secara tradisional

telah berfungsi. Kemudian pelabuhan yang paling ramai dikunjungi dibandingkan

dengan pelabuhan-pelabuhan lain di bawah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran.

Dari berbagai keterangan di atas, muncul pertanyaan, siapakah orang Kalapa

itu? Yaitu orang yang berasal dari tanah Jawa. Berbahasa sansekerta, dan pada masa

kekuasaan Kerajaan Pajajaran mereka berbahasa Sunda Kuno. Bercampur baur,

saling menikah dan membentuk komunitas baru dengan imigran yang dating dari

Kalimantan pada periode masa peralihan pemerintahan.9

Dari kedua pendapat tentang asal usul masyarakat Betawi tersebut, pendapat

yang lebih kuat adalah bahwa masyarakat Betawi bukan keturunan budak, melainkan

suku bangsa ini telah mendiami daerah Nusa Kalapa paling sedikit sejak masa

Neolitikum atau 3500 tahun yang lalu. Selain itu terdapat sumber-sumber local

seperti peta Cielayang yang dibuat oleh pangeran Panembang pada masa Prabu

Siliwangi (1482-1521) dari peta itu terungkap bahwa daerah yang kemudian

dinamakan Jakarta itu sesungguhnya oleh leluhur Betawi dulu dinamakan Nusa

Kalapa.10sedangkan pendapat bahwa penduduk Betawi keturunan budak hanya

mengendalikan sumber-sumber colonial yang dimulai tahun 1619, pada saat VOC

menaklukkan Kraton Jayakarta.

Mengenai awal masuknya Islam di Nusa Kalapa di mulai dengan berdirinya

Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan pada tahun 1491,

9

Ridwan Saidi, Profil Orang betawi.h.8. 10

(28)

oleh Syeikh Hasanuddin. Kemudian Islam menyebar dengan cepat di Nusa Kalapa,

hal ini disebabkan oleh beberapa factor , antara lain:

1. keterlibatan putra Prabu Siliwangi dalam penyebaran Islam.

2. Adanya resi yang bersikap akomodatif terhadap Islam.

3. akulturasi antara ritual agama leluhur dengan ibadah Islam. Contohnya,

upacara bebersih sebelum memasuki tempat suci, yang diidentikkan

dengan berwudhu. Puwasa, yang berlangsung selama 40 hari. Hari ke-40

dinamakan lebaran atau penutupan puasa.

4. penyebaran Islam di Nusa Kalapa menggunakan jalan damai.11

Masuk dan berkembangnya Islam di Jakarta terlepas dari kondisi dan situasi

politik, social budaya, social ekonomi daerah pesisir utara Jawa pada khususnya dan

Indonesia pada umumnya pada abad ke-15 sampai abad ke-16. sedangkan tokoh

utama yang menyebarkan Islam di Jakarta ada dua pendapat. Pendapat pertama atau

teori lama adalah Prof. R.A. Hosein Djajadinigrat yang sejak tahun 1913

menggemukakan bahwa tokoh sejarah yang memasukkan dan mengembangkan Islam

pertama adalah Falatehan berdasarkan sumber Portugis yang diidentikkan dengan

tokoh Syarif Hidayatullah. Sedangkan menurut Purwaka Caruban Nagari yang

ditemukan tahun 1970 di daerah Cirebon oleh Pangeran Soelaiman Soryaningrat,

Fatahillah atau Falatehan adalah seorang tokoh yang diperintahkan oleh Sunan

Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah untuk menyerang Kalapa.

Penamaan Sunda Kalapa diberikan oleh orang-orang Eropa, sebab Selat

Sunda merupakan patokan penting bagi pelaut-pelaut Eropa untuk masuk ke Java

11

(29)

Mayor (Jawa). Sedangkan naskah kuno Sunda menyebutkan pelabuhan ini Kalapa

saja.

Mengenai proses Islamisasi tersebut pelabuhan Sunda Kalapa tertutup bagi

orang Islam karena penguasa setempat khawatir akan pengaruh mereka yang ketika

itu sudah kuat terutama di Cirebon. Kehadiran masjid selama sekitar satu abad sampai

Jakarta di bumi hanguskan oleh JP. Coen, diduga telah memberi andil bagi proses

Islamisasi Jayakarta, seperti umumnya fungsi masjid kota-kota pelabuhan Jawa.

Ketika Coen menaklukan Jayakarta, orang-orang Islam diperkirakan mundur

ke pedalaman. Mereka mendirikan masjid-masjid seperti: Masjid Assalafiyah pada

tahun 1620, bersamaan waktunya dengan usaha pertama Mataram Islam semasa

Sultan Agung untuk merebut Batavia antara tahun 1627-1629 sementara Mataram

melakukan serangan dari dua jurusan, yaitu dari darat dan laut, yang keduanya gagal.

Orang-orang Islam sangat berperan khususnya orang Moor.

Dalam konteks pembentukan etnis Betawi. Tampaknya Islamlah yang pertama

kali tumbuh sebagai pelekat cultural mereka untuk kemudian di susul dengan

penggunaan bahasa Melayu. Mereka menyebutnya orang “Selam”.

Istilah orang Betawi sebagai identitas baru popular ketika Husni Thamrin

mendirikan organisasi pada 1 Januari 1923 dengan nama “Perkoempulan Kaoem

Betawi”. Sekarang lebih merata digunakan oleh penduduk asli yang beragama Islam

sedangkan penduduk asli yang beragama Kristen secara turun-temurun, biasanya

disebut dengan daerah asalnya, seperti orang Tugu atau orang Depok.

Salah satu identitas orang Betawi adalah beragama Islam, bahkan ada

(30)

sangat melekat pada masyarakat Betawi. Sebagian tata cara adat istiadatnyapun

berlandaskan agama Islam. Upacara adat istiadat pada masyarakat Betawi sudah ada

sejak dahulu dan upacara adat itu sudah mendarah daging sehingga terasa ganjil jika

orang Betawi tidak melaksanakan upacara itu dalam hidupnya. Pada upacara itu

terkandung ajaran agar manusia harus senantiasa bersyukur, berbuat saling menolong.

Manusia yang tidak bersyukur berarti manusia sombong dan sifat seperti itu dibenci

Tuhan. Upacara-upacara itu antara lain akekah, sunatan, khatam qur’an dan

sebagainya agar lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu.

Akekah (qiqah) dalam bahasa Betawi disebut akeke, yaitu upacara selametan untuk anak yang baru dilahirkan dengan memotong kambing. Dilaksanakan paling

cepat seminggu setelah kelahiran bayi, dalam upacara ini ada kegiatan memotong

rambut, yaitu memotong atau mencukur rambut si bayi dan sebagai tanda peresmian

nama kepada si bayi, nama inipun harus diputuskan setelah mendapat nasihat dari

Kiyai atau orang tua yang dihormati. Para tetanga yang mengetahui acara ini biasanya

dating menjenguk dan mereka akan nyempal, yaitu menyelipkan uang di bawah

pundak si bayi, ini maksudnya untuk membantu meringankan biaya pengurusan si

bayi. Akekah ini dilaksanakan sesudah shalat Dzuhur, tapi umumnya sesudah shalat

Isya agar tetangga hadir semua. Upacara di mulai dangan tahlilan di lanjutkan dengan

pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW dari kitab syarafal anam, adau addibai.

Ketika pembacaan maulid sampai sarakal (asyrakal), bayi dibawa keruang mauled

intuk di cukur. Tradisi Betawi, menyatakan bahwa rambut yang dicukur dikumpulkan

(31)

misalnya 5 gram, maka ayah si bayi akan membeli emas sebanyak 5 gram atau uang

seharga 5 gram emas itu disumbangkan kepada yatim piatu dan orang miskin12.

Khitan disebut juga sunat. Secara harfiah artinya sama dengan sunnah dalam bahasa Arab. Sunnat bagi orang Betawi adalah upacara memotong ujung kulit penis

anak lelaki. Anak-anak biasanya disunat usia 9 sampai 12 tahun. Menurut ajaran

Islam, bila anak lelaki memasuki aqil balig ia harus disunnat. Jika anak lelaki sudah

aqil balig belum disunat, maka shalatnya tidak sah. Jaman dulu jika seorang anak

lelaki disunat, nyak atau babenya memusyawarahkan pelaksanaan upacara sunat,

yang dibicarakannya antara lain:

1) Menentukan hari dan tanggal pelaksanaan sunat. Pada umumnya

orang Betawi melaksanakan sunat pada bulan mauled atau bulan

Syawal (sesudah lebaran).zaman sekarang biasanya dilaksanakan

pada waktu libur sekolah.

2) Dukun sunat disebut bengkong. Setiap bengkong punya kekhasan

sendiri-sendiri. Kalau tangan bengkong memang jodoh, anak yang

disunat akan cepat sembuhnya. Kalau tangannya tidak cocok akan

lama sembuhnya. Biasanya bengkong yang berpengalaman akan lebih

diutamakan.

Kalau kedua hal diatas sudah diputuskan, paling lambat 15 hari segera

dilaksanakan sunat. Untuk menghadapi sunat si anak dilarang melompat-lompat atau

berlari-lari. Kalau aktivitas itu dilaksanakan, saat disunat banyak mengeluarkan

12

(32)

darah. Dulu pada hari pelaksanaan sunatan, yang harus dilakukan si penganten sunat

adalah sebagai berikut:

a. Pukul 05:30 sampai 06:00 WIB berendam atau mandi di kali.

Ini tujuannya sebagai pengganti bius dan membuat kebal alat

kelamin si anak. Darahpun tidak akan terlalu banyak keluar.

b. Pukul 06:00WIB bengkong datang.

c. Selasai khitan diadakan selamatan atau tahlilan. Hidangan

utama khitanan biasanya nasi kuning.

Khatam qur’an disebut juga tamat qur’an. Anak yang sudah khatam qur’an biasanya akan memberitahukan orang tuanya. Kemudian orang tuanya mengundang

tetangga dan yatim piatu. Tempat diadakannya di masjid atau mushollah tempat si

anak mengaji dan tempat ini pula diadakan upacara pelepasan. Pelepasan ini dengan:

a. Sambutan pelepasan yang disampaikan oleh guru mengaji.

b. Pembacan shalawat dustur.

c. Pelapasan menuju rumahnya dari pengajian diiringi rebana ketimpring.

Sampai dirumah disambut dengan:

a. Pemasangan petasan.

b. Seluruh pengiring masuk

c. Si anak duduk di tempat yang sudah disediakan

d. Pembawa acara membuka acara, pembacaan surah Al-Fatihah lalu

pembawa acara menjelaskan maksud acara ini.

e. Lalu pembacaan 13 surah terakhir dari juz ke-30. Selesai pembacaan 13

(33)

atau merowahan dan dengan pembacaan maulid Nabi Al-Barzanji.

Kemudian orang tua si anak menyampaikan ucapan tasyakur dengan

memberikan santunan kepada anak yatim piatu.13

Agama Islam dengan sefala system keyakinan, nilai-nilai dan

kaidah-kaidahnya telah memberi pengaruh yang amat kuat pada budaya Betawi. Orang

Betawi termasuk orang yang taat beribadah. Dengan kata lain agama merupakan

salah satu unsur penting yang mengikat dan memberinya cirri tersendiri sebagai suku

bangsa. Sehingga dalam bertindak dan melaksanakan upacara adapt, orang Betawi

senantiasas mangacu pada nilai dan norma budaya (Islam), meski pada beberapa

segmen masih campur aduk dangan unsur animisme maupun hindu/budha. Memang

pada dasawarsa terakhir ini terdapat kecendrungan sangat kuat menghapus segala

macam unsur budaya non-Islam pada pelaksanaan upacara adat.

2.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi.

Istilah-istilah ini menunjukkan kemampuan bahasa Betawi untuk

menyebut hubungan kekeluargaan sampai beberapa generasi. Garis keturunan

adalah Patrilineal.

1. sebutan Buyut adalah Cucu dari cucu sedang Ccu adalah anak dari

cucu.

2. Anak adalah putra/putrid sedang Bapak-Enyak adalah Bapak-Ibu.

3. Sebutan Bapak–Enyak adalah Bapak-Ibu sedang Engkong-Nyai/

Jidd-jiddah adalah Kakek-Nenek.

13

(34)

4. sebutan Kumpi-kumpi untuk Bapak Ibu dari Engkong sedangkan

Buyut-buyut Bapak Ibu dari Kumpi.

5. Udek-udek disebut Bapak Ibu dari buyut namun Encang dan Encing

adalah Paman atau mamang dan bibi.

6. Abang adalah saudara kandung laki-laki yang lebih tua dan Empo

saudara kandung perempuan yang lebih tua.

7. Ade adalah saudara yang lebih muda, laki-laki dan perempuan

sedang Uwa Kakak dari Ayah dan Ibu.

8. Eneng adalah Panggilan anak perempuan dan Entong Panggilan

untuk anak laki-laki.

9. Ama adalah pangilan anak kepada Ayah sedangkan Emang adalah

saudara laki-laki dari Ayah atau Ibu.

10.Bibi adalah saudara perempuan dari pihak Ayah dan Ibu dan Aca-Alo

adalah Kakak laki-laki lebih tua dan saudara sepupu dari pihak Ayah

atau Ibu.

Keterangan:

1. Nyak atau Mak adalah panggilan orang Betawi terhadap seorang Ibu.Anak

perempuan atau laki-laki, serta para menantu memanggil Nyak, kepada Ibu

sendiri atau kepada Ibu mertua.

2. Abah atau Babe dikapai untuk memanggil Ayah. Kata Abah berasal dari

bahasa Arab. “Babe” adalah pangilan oleh anak kepada Ayahnya. Para

menantu juga memanggil Babe kepada mertua laki-laki. Kadang-kadang

(35)

3. Engkong dan Kumpe: Engkong artinya Kakek, orang Betawi biasa menyebut

Kakek dengan kata “Engkong”. Kata ini berasal dari bahasa Cina “kumpe”

adalah panggilan untuk Buyut, baik laki-laki atau perempuan. Kata Engkong

sangat popular di kalangan orang Betawi.

4. Nyaik (Nyai) adalah kata yang dipakai oleh orang Betawi untuk menyebut

Nenek atau Ibu dari si Ibu, tetapi kata “Nyai” ini juga bisa dipergunakan oleh

orang-orang di kampong untuk menyebut wanita yang sudah tua dan

dihormati di dalam bahasa Betawi juga dikenal istilah “Nyai”, untuk

menyebut atau menunjukkan seorang wanita yang menjadi gundik Belanda

(dipelihara tanpa dinikahi) contohnya “Nyai Dasima”.

5. Mpok adalah istilah untuk memanggil Kakak perempuan atau wanita yang

lebih tua dari yang bersangkutan.

6. Abang adalah sebutan orang Betawi kepada Kakak laki-laki, dan juga untuk

memanggil orang yang lebih tua dari yang bersangkutan. Kadang-kadang

disingkat menjadi”Bang” untuk menyebut teman atau orang lain.

7. Ntong dan Neng adalah panggilan untuk anak laki-laki dan perempuan yang

disebut oleh seorang Ayah dan Ibu kepada anaknya dan Aye atau gue adalah

kata saya untuk orang Betawi.

8. Ncang adalah saudara Ayah dan Ibu dan Ncing adalah saudara perempuan

Ayah dan Ibu (keduanya tua dan Muda).

9. Ponakan adalah anak dari saudara laki-laki dan perempuan. Dan Misan

(36)

10.Kakek dipanggil “Baba atau Jidd” (bahasa Arab untuk kaum agamis),

Ngkong dan Nya Tua/Nyai/Jiddah”Nenek”.14

2.3 Kebudayaan Masyarakat Betawi.

Dalam buku Solosomardjan dan solelaiman Soemardi, setangkai Bunga

Sosiologi dirumuskan: kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta

masyarakat. Adapun yang berkaitan dengan unsur kebudayaan masyarakat 15adalah:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat rumah

tangga, makanan, senjata, alat produksi, sarana transportasi).

2. Mata pencaharian hidup (pertanian, peternakan, system produksi, distribusi).

3. Sistem kemasyarakatan (organisasi politik, system hokum, perkawinan).

4. Bahasa (lisan dan tulisan).

5. Kesenian (seni rupa, seni musik, seni gerak, dan seni suara).

6. Sistem pengetahuan.

7. Sistem kepercayaan (religi).16

Untuk lebih jelasya di bawah ini akan diuraikan hal-hal yang termasuk dalam

kebudayaan masyarakat Betawi.

2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup. 2.4a1 Pakaian.

1 Pakaian khas Betawi.

I. Untuk laki-laki.

14

Drs. Muhammad Zafar Iqbal. M.A. : Islam di Jakarta, Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi,

Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2002. 15

Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Yayasan Badan Penerbit FEUI, 1964) Cet ke-1,h.13.

16

(37)

A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: celana panjang komprang (longgar), kaki

celana lebar hingga betis, baju biasa, dan kadang bersarung di pinggang.

B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung, baju panjang, dan peci hitam.

2. Untuk Wanita.

A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: kain hingga ke betis, baju biasa, dan tudung

(topi lebar).

B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung dan mukena.

II. Pakaian Resmi.

1. Untuk laki-laki.

A. Pakaian sadariyah, yang terdiri dari baju koko sadariyah atau juga disebut

baju gunting CIna, terompah, dan berpeci hitam atau merah.

B. Pakaian ujung serong, biasa dipakai oleh Demang, dengan jas berkerah dan

celana pentolan berhias rantai kuku macan.

C. Pakaian Abang Jakarta, biasa dipakai oleh pemuda atau remaja, dengan jas

berkerah model baju CIna “lokoan”, tutup kepala “liskol”, hiasan kuku macan,

arloji gantung, piso raut, dan sepatu pantopel.

2. Untuk Wanita.

A. Busana kebaya lengan panjang dan kain yang dipakai sampai ke mata kaki,

alas kaki atau selop serta kerudung.

III. Pakaian Pengantin.

1. Untuk laki-laki.

A. Dipakai pada saat akad nikah: baju luar berupa jubah haji panjang, baju dalam

(38)

atau sepatu pantopel, serta memakai topi terbus berwarna merah atau kofiah (topi

putih) yang dilipat dengan sorban.

2. Untuk Wanita.

A. Untuk pakaian kebesaran: baju kurung bertaburkan benang emas dan perak dan

berkancing ampok, kain songket, ikat pinggang berpending emas atau perak,

memakai syangko (penutup muka berbentuk rumbai-rumbai), mahkota

berkembang goyang sebagai penutup kepala, serta selop mancung.

B. Untuk pakaian bukan kebesaran: sama dengan diatas hanya biasanya pengantin

tidak memakai syangko.

IV. Pakaian Pengantin Sunat.

Pengantin sunat mengenakan baju jubah panjang bewrwarna putih, merah, atau

kuning, dengan pakaian dalam nerwarna putih biasa, ikat pinggang besar,

kembang berlingkar dileher, terbus putih yang dilibat dengan sorban di kepala,

dan sepatu pantopel serta kaus kaki panjang berwarna putih.

V. Pakaian Jago Betawi.

A. Pakaian tempo dulu celana panjang berwarna kuning atau krem, jas tutup

berwarna putih, bersarung serang, peci hitam atau daster, kaki berterompah, dan

golok diselipkan di pinggang tertutup jas.

B. Zaman sekarang: celana pengsi warna apa saja, baju gunting Cina yang

warnanya disesuaikan dengan warna celana, sarung diselempangkan atau

disampingkan duntuk shalat atau menangkis serangan musuh, ikat pinggang

besar dan kulit, peci hitam, terompah dari kulit, dan golok disisipkan di luar

(39)

Selain berbagai ragam pakaian, masyarakat Betawi mengenal pula bverbagai

perhiasan sebagai perlengkapan pakaiannya ini seringkali dipakai untuk

kegiatan resmi atau untuk kegiatan adapt. Seperti: Tusuk kembang paku,

Kembang Kelapa, kembang goyang, kembang gede atau burung Hong, Sunting

telinga, Kerabu (hiasan telinga), Sigar atau Crown, Kalung Tebar, gelang

listring, cincin yang dipakai pada jari manis kiri atau kanan.

2.4a2 Perumahan.

1. Bagian Luar Rumah.

Pada umumnya pemilikan lahan bersifat individual, pembatasan kepemilikan

lahan cukup dengan menanam sejenis pohon seperti jaran, petai cina, dan jarak,

secang, dan sebagainya. Khusus mengenai pepohonan pembatasan kebun,

dipilih yang mudah tumbuh dan awet, akan tetapi bukan jenis pohon yang

menghasilkan buah-buahan yang bisa dimakan. Hal ini untuk menghindari

terjadinya sengketa mengenai buah-buahan dengan pemilik kebun disebelahnya.

Halaman rumah tidak dibatasi pagar, untuk prifacy dibuat longkan, yaitu pagar

yang disebut jaro, terbuat dari bahan bamboo atau kayu, sehingga pandangan di

luar tidak tembus ke dalam rumah. Rumah-rumah tradisional Betawi dapat

dikatakan tidak memiliki arah mata angina maupun orientasi tertentu dalam

peletakkannya. Selain itu letak WC ditempatkan di bagian rumah yang

menjarak ke atas sungai, atau dengan cara membuat gubuk-gubuk di atas

empang untuk WC atau tempat buang air.

(40)

Rumah Gudang, Bapang, dan Kebaya berdenah empat persegi panjang,

Rumah Joglo berdenah bujur sangkar sedang Tata letak ruang ke tiga jenis rumah

tersebut di atas memiliki cirinya masing-masing: rumah Joglo dan Bapang bertata

ruang hamper serupa. Yaitu rumah yang memiliki tiga kelompok ruamg: depan,

tengah, belakang. Sedang pada rumah Gudang, denah rumah terkesan terbagi ke

dalam dua kelompok ruang: depan dan tengah. “ruang belakang” dari rumah gudang

nampaknya secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah. Namun demikian

tetap dapat disimpulkan, bahwa untuk rumah gudangpun sebenarnya juga terdapat

tiga kelompok atau bagian rumah seperti yang terdapat pada rumah Joglo maupun

Bapang, yaitu ruang depan, tengah, belakang.

Ruang depan pada ketiga jenis rumah ini sering pula disebut serambi depan

karena terbuka. Dahulu ruang depan ini berisi balai-balai sedangkan juga disebut

ruang dalam rumah, dan merupakan bagian pokok dari rumah Betyawi yang berisikan

kamar tidur, makan dan pendaringan. Sedangkan ruang belakang merupakan suatu

tempat untuk memasak dan untuk menyimpan alat-alat pertanian dan kayu nakar.

Pengertian kamar tidur di dalam ruang tengah tidak selalu berarti suatu kamar

tertutup yang dibatasi empat dinding. Selain kamar tidur tertutup demikian yang

sejenis rumah tradisional Betawi yang ada, pada ruang tengah tersebut terdapat kamar

tidur terbuka yang bercampur dengan ruang makan. Dengan demikian dapat

disimpulkan pada arsitektur rumah tradisional Betawi terdapat dua konsep ruang

yaitu bersifat kongkrit dan abstrak.

Di bagian ruang tengah, kamar tidur terdepan biasanya dipergunakan bagi

(41)

depan rumah tempat menerima tamu dan terdapat jendel;a yang memungkinkan

terjadinya hubungan komunikasi dan pandangan antara kamar tidur dan ruang depan

(serambi). Terdapat jendela bujang yang membentuk celah-celah pandangan yang

tidak terlalu frontal. Dengan demikian maka si gadis memiliki kesempatan untuk

bercakap-cakap dari kamarnya dengan anak laki-lakinya di ruang depan dengan di

batasi dinding atau jendela kamarnya bahkan sampai larut malam.

Sementara itu bagi anak laki-laki yang punya rumah, tidak ada kamar tidur

khusus seperti yang diperuntukkan bagi anak perempuan. Anak laki-laki biasanya

tidur dib alai-balai yang diperuntukkan bagi anak perempuan. Anak laki-laki biasanya

tidur dib alai-balai di serambi depan. Masjid adalah suatu tempat dimana banyak

pemuda dari suatu pemukiman Betawi memilihnya untuk tidur disamping sebagai

tempat ibadah. Anak laki-laki dianggap dapat dan biasa tidur dimana saja.

Selain kamar tidur di bagian tengah terdapat suatu ruang (abstrak) yang

disebut pendaringan. Terletak di bagian belakang dari bagian tengah. Fungsinya,

berhubungan dengan aktifitas di dapur yang terletak di ruang belakang rumah. Yang

biasanya untuk menyimpan barang-barang keluarga, benih, padi dan beras. pada

rumah tradisional Betawi tidak jelas ada tidaknya pedefinisian fungsi ruang

berdasarkan jenis kelamin dari pemakainya. Letak dari ruang-ruang nampaknya tidak

secara ketat ditentukan harus di bagian kiri atau kanan. Contohnya: peletakan kamar

tidur.17

17

(42)

2.4a3 Alat Rumah tangga.

Masakan adalah hal yang teramat pokok dalam kehidupan keluarga Betawi,

oleh karena itu, ruang dapur orang Betawi itu luas, minimal 20 meter persegi. Dan

tidak sedikit memiliki alat-alat rumah tangga.

Di ruang dapur ada perapian yaitu bata yang sumber energinya adalah kayu

bakar, dan anglo yang sumber energinya adalah arang, di zaman modern ada kompor

minyak, kemudian kompor gas.

Orang Betawi memasak sambil jejodok, bangku kecil untuk duduk. Kemudian

ada semprong dan kipas. Alat-alat rumah tangga yang ada selain penggorengan yaitu

sodet, tessy, garpu, kuali, panic, kukusan, dandang, sendok sayur, lumping,

penggilingan, cobek, dan ulekannya, panggangan, tanggok, citakan kue. Di ruang

dapur mesti ada meja dapur, gerobak, tempayan, pendaringan dan sebagainya.

2.4a4 Makanan Khas.

Makanan tradisional Betawi dapat di golongkan pada seni, dapat juga suatu

tradisi dan adat istiadat.kue Cina dan dodol sajian pada hari lebaran masyarakat

Betawi yang mwmiliki rasa gurih, manis dan legit. Yang terkenal adalah dodol

Depok.

Makanan pada bulan puasa untuk berbuka dan juga sahur yaitu sambel

terbang yaitu kentang goring iris di campur udang kering dan cabai merah.

Masakan daging sebit yaitu daging sapi rebus “dicubit” halus-halus dan di

goring garing. Semua gorengan Betawi seperti daging sebit, tahu, tempe, ayam dan

sebagainya sebelum digoreng harus diaduk dengan cairan asam-garam dan jika

(43)

Emping goreng mempunyai kedudukan istimewa disbanding kerupuk udang.

Kerupuk merah untuk gado-gado.

Masakan Betawi seperti: tangkar, semur, pindang bandeeng, opor ayam, dan

sayur asem Betawi isinya; papaya muda, biji dan daun melinjo, serta jagung muda

dan tetelan daging sapi berikut uratnya. Dicampur dengan bumbu kemiri.

Masakan Betawi tidak pedas yang pedas sambalnya dari cebai rawit dan cabai

merah. Sambel kering yang di perasi cairan buah limo dan buah gandaria. Tetapi jika

sambel encer cabai merah saja dan sedikit cuka. Rasa manis dari semur.

Daging pengaruh Arab. Mie bihun, loki sawi dan kue basah (hunkwee)

pengaruh Cina. Kue kering misalnya: nastar dan kue lapis adalah pengaruh Belanda.

Keunggulan seni masak kue tolak ukurnya ada pada kue lapis. Jika terlalu manis

“genye” maka akan menjatuhkan poin si pembuatnya.

Orang Betawi suka ngupi yang kental di cangkir dan tidak terlalu banyak,

ngupi untuk orang tua dan untuk orang yang sudah bekerja.

Orang Betawi ngete yang bening, gulanya manis jambu tehnya digodok di

campur jeruk purut. Bila tehnya kental disebut “nyahi” teh untuk orang muda.18

Prilaku makan.

Waktu makan dalam tradisi Betawi dibagi tiga yaitu: nyarap, makan siang,

makan besar.

1. Nyarap. Dilakukan pagi hari dan sendirian tidak mesti nasi tapi bisa juga

umbi-umbian dan singkong rebus, ngeteh atau ngopi. Nasinya nasi uduk dan

ketan urap. Nyarap sambil jongkok di depan perapian dapur untuk

18

(44)

menghangatkan tubuh yang disebut gegeni. Waktunya 05:00 sampai dengan

07:00 pagi setelah shalat shubuh.

2. Makan siang atau madang. Dilakukan sendirian antara pukul 12:30 sampai

dengan 13:30 setelah shalat Dzuhur di mejamakan atau sambil melakukan

sesuatu nonton TV atau mendengarkan radio hidangannya seperti: nasi, laku

pauk, dan sayur mayur.

3. Makan basar (malam). Dimana seluruh keluarga berkumpul bersama di meja

makan atau di bale dilakukan setelah shalat Isya. Hidangannya biasanya nasi,

lauk pauk dan bagi yang mampu ditambah kolak atau setup serta pencuci

mulut buah-buahan seperti jeruk dan mangga.

Cara Makan.

Alat makannya piring dan centangan (tempat untuk cuci tangan), sendok

sayur. Makan dengan tangan kanan. Kuah sayur di sendokkan ke dalam piring sendiri

setelah itu baru kuah itu diseruput dengan mengangkat bibir piring ke dekat mulut.

Pantangan Makan.

1. Di waktu makan piring tidak boleh di tampa karena dapat mempersulit

kedatangan rezeki.

2. tidak nyiplak yaitu mengunyah makanan seraya menimbulkan bunyi-bunyian

mulut.

3. tidak boleh seperti kucing mencium-cium dulu makanan sebelum

menyantapnya.

4. nyeruput kuah sayur langsung dari tempat sayur.

(45)

6. makan tidak boleh sambil berdiri.

7. makan tidak boleh sambil berbicara.

8. dilarang buang angina di meja makan.

9. tidak boleh sekenyang-kenyangnya sehingga kemelekaran.

10.tidak boleh nyanteng (melihat orang makan).

11.tidak boleh celamitan (minta makanan orang lain).

12.tidak boleh mindo (makan diantara waktu-waktu makan orang Betawi) bila

dilakukan disebut gembul atau jaga rasmi19.

2.4a5 Senjata.

Senjata orang Betawi dan termasuk benda pusaka adalah piso raut, piso punta,

pisotongkat, golok tua, kuku macan kiong buntet, cunrik. (keris kecil pegangan orang

perempuan , dipakai untuk tusuk konde), bamboo buta, rotan buta, jumparing, (anak

panah yang peluncurannya menggunakan sumpit bamboo). Mata tumbak dan cukin

(sehelai kain putih yang ukurannya lebih besar dari saputangan dan lebih kecil dari

selendang).

2.4a7 Alat Transportasi.

Pada dasawarsa pertama dan kedua abad XX. Alat0alat transportasi hanya

kereta di tarik oleh kuda, seperti:

1. Delman : berasal dari bahasa Belanda deelman. Dalen berarti membagi tempat duduk dalam delman terbagidua kiri dan kanan.

19

(46)

2. Sado : berasal dari bahasa Perancis dos a dos yang artinya saling membelakangi tempat duduknya dua didepan menghadap kedepan dan dua

dibelakang menghadap ke depan.

3. Kaharpet : bentuknya seperti delman tapi rodanya lebih tinggi dan tidak mempunyai pintu belakang. Ini hanya dimiliki oleh pejabat colonial.

4. Landaulaet : kendaraan mewah beratap kanvas dan bisa dilipat ke belakang. 5. Ebro : kereta roda empat yang paling popular sejenis andong.

6. Pelangki : berasal dari kata palangkijn atau tandu penutup. Karosernya berbentuk persegi panjang dan memakai daun pintu.

7. Trem : kendaraan yang di jalankan dengan uap dalam kaleng dijalankan mulai tahun 1881 lalu kemudian sepeda, bajaj yang merupakan alat

transportasi dari India, bemo dan oplet yang kemudian menjadi beragam

sampai sekarang.20

2.4b Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Ekonomi.

Sistem perekonomian masyarakat Betawi adalah pada hasil pertanian yamg

menghasilkan buah-buahan, sayur-sayuran dan perdagangankeliling secara

kecil-kecilan. Barang-barang yang didagangkan terutama hasil pertanian, makanan khas

Betawi dan lain-lain. Pada beberapa daerah, penduduknya bermata pencaharian

sebagai petani, pedagang,peternak, pengusaha dan industri dalam tingkatan

perekonomian kota. Alat tukar menukar dilakukan dengan perantara uang.

System produksi dan distribusi pada mulanya menggunakan system

tradisional, yang dikerjakan oleh tenagamanusia dan menggunakan

20

(47)

alatsederhana. Kemudian dengan perkembangan waktu, system produksi dan

distribusi tradisional sedikit demi sedikit dikerjakan dengan cara yang modern dan

tenaga manusia diperlukan sebagai pengoprasi alat-alat produksi dan distribusi

tersebut.

2.4c Sistem Kemasyarakatan.

System kemasyarakatan meliputi organisasi politik, system hukum, dan

system perkawinan. Sebelum kedatangan orang Melayu pada abad ke-10, Jakarta

masih berbentuk kerajaan, yang dipimpin oleh seorang raja. Raja disini berkuasa

penuh dan berada pada puncak piramida dalam struktur kenegaraan, dan di bawahnya

terdapat pangeran-pangeran. Di dalam masyarakat terdapat resi-resi yang mempunyai

otoritas kenegaraan. Struktur bawah ditempati oleh san hulun atau kawula atau

rakyat. Diantara struktur elit dan bawah tidak terdapat lembaga intermedier

(penengah). Maka elit langsung berhubungan dengan rakyat. Sifat kekuasaan pada

masa ini bukanlah kekuasaan yang bersifat teokratis, tetapi legalitas keagamaan

sering sulit di pisahkan dengan kekuasaan. Terdapat juga kepemimpinan Jago adalah

seorang yang pandai berkelahi dan bersifat mengayomi masyarakat.

Setelah kedatangan orang Melayu, khususnya setelah Islam masuk dan

berkembang di Jakarta, kepemimpinan Islam mulai berpengaruh. Hal ini disebabkan

banyaknya orang Betawi yang pergi menunaikan ibadah haji. Salah satu yang

terkenal adalah Syeikh Junaid Al-Batawi. Kepemimpinan Islam ini sangat

mendominasi di daerah Jakarta terutama pada saat kekuasaan Pajajaran mulai

(48)

Sedangkan aiatem hukum lebih ditekankan pada hukum dalam hal warisan.

Pada awalnya dan secara adat anak laki-laki mendapat prioritas pertama warisan.atas

tanah, dan anak perempuan hanya berdasarkan kebijaksanaan dari ayahnya. Serta

tidak mendapatkan hak warisan secara mutlak. Tetapi hal sekarang hal tersebut sudah

tidak dilakukan lagi karena dianggap tidak adil dan adanya unsur hukum Islam yang

mengatur tentang warisan. Orang Betawi banyak yang mewarisi hukum tidak tertulis,

seperti hukum adat. Setelah kedatangan VOC, kekuasaan politik dan hukum berada

dan dikendalikan oleh VOC dengan system yang mereka bawa dari Negara asalnya

Belanda, serta mengikuti aturan hukum yang berlaku pada waktu itu.

Dalam masyarakat Betawi sejak abad ke-18 pemerintah colonial Belanda

membangun struktur kepemimpinan formal yaitu adanya seorang kumendan dibantu

dua belah ajidan, dan ajidan membawahi bek yang memimpin kampong. Bek jauh

lebih di kenal oleh masyarakat dari pada ajidan, apalagi kumendan. Hal ini

disebabkan fungsi bek yang langsung berhubungan dengan masyarakat Betawi.

Masyarakat keturunan Arab dan Cina di Jakarta masing-masing mempunyai

pemimpin formalnya sendiri yaitu Mayor yang di Bantu oleh Kapten. Para pemimpin

formal ini, Baik untuk orang Betawi mupun untuk keturunan Arab dan Cina, diangkat

secara resmi oleh pemerintah colonial dengan besluit.

Bek pada umumnya disegani, karena orang yang diangkat sebagai bek

memiliki kemampuan yang handal dalam ilmu bela diri, dalam bahasa Betawi disebut

maen pukulan. Banyak bek yang dapat dihormati di lingkungannya, bahkan di luar

lingkungannya, karena tingginya ilmu bela diri yang dimiliki dan reputasinya sebagai

(49)

Demang tidak kenal dalam skruktur formal administrasi komunikasi Betawi

yang dibentuk pemerintah jajahan. Demang dikenal dalam struktur social sebagian

masyarakat Betawi di Mester. Kumendan berada di dalam kerucut tertinggi piramida

struktur formal kepemimpinan dalam komunitas Betawi, sebagaimana ajidan,

kumendan tidak mendapatkan social acceptability sebagai pemimpin orang Betawi.

Yang disegani dan ditakuti kepemimpinannya adalah guru dan mualim. Sedangkan

pemimpin Betawi yang disegani (saja) adalah jagoan.

Hubungan mualim dan jagoan tidak konfrontatif, bahkan ada hubungan

fungsional antara keduanya. Jagoan membaca do’a-do’a tertentu dalam rangka

peningkatan kemampuannya maen pukulan. Senjata-senjata jagoan seperti golok:

baik itu golok ujung turunan atau golok betok, atau piso raut biasanya diberi wifik

pada bilah logam senjata tersebut. Yang mengajarkan wifik adalah mualim. Karena

itu banyak jagoan yang mengerjakan rukun Islam yang ke lima pergi haji ke Mekkah.

Jagoan-jagoan Betawi baik yang alim maupun yang Bengal bahkan seringkali untuk

mengenangnya dijadikan nama jalan seperti jalan Haji Kontong di Cawang, jalan Haji

Harun di Petukangan dan sebagainya. Mempunyai sikap yang jelas yaitu anti dan

menentang penjajahan Belanda atau asing. Dalam hal ini mereka berjuang bahu

membahu dengan para mualim terutama pada masa revolusi phisik, 1045-1049,

golongan mualim dan jagoan bekerja sama dengan baik menentang Belanda di front

klender-Bekasi terkenal duet K.H. Nur Ali dengan Haji Darip.

Para mualim memberikan do’a-do’a serta mengijazah jagoan yang pergi

menuju front tempur. Seperti apapun bengalnya jagoan, niscaya mereka menghormati

(50)

masyarakat Betawi, terutama pada masa revolusi phisik, namun dengan makin

kompleksnya struktur masyarakat Jakarta, figure jagoan tidak lagi menonjol, tapi

figur mualim masih tetap diakui masyarakat.

Karena itu tidaklah keliru anggapan orang bahwa masyarakat Betawi

merupakan masyarakat yang Islam. Kenyataan bahwa dalam masyarakat Betawi ada

komunitas enclek yang beragama lain tidak mengiringi citra keislaman masyarakat

Betawi.21

Mengenai system perkawinan orang Betawi sebisa mungkin menikah dengan

orang Betawi pula yaitu anggota keluarga jauh, tata cara perkawinan adat Betawi

banyak mendapat pengaruh budaya Arab, Cina, Eropa dan budaya tradisional Betawi

itu sendiri. Adapun yang dilakukan berhubungan dengan pernikahan adalah :

Ngedelengin (yaitu masa pendekatan dan penelaahan terhadap seorang gadis),

Ngelamar, Bawe Tande Putus, sebelum terjadinya akad nikah dilakukan dahulu :

Masa piare, Acare mandiin calon pengantin, Acare tangas atau Acare kum, Acare

ngerik, dan Acare malam pacar, Malam ngerondeng di rumah calon pengan

Referensi

Dokumen terkait

Pada Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dengan area lingkar danau dan sepuluh pekarangan sampel sebagai batasan studi pada penelitian ini, ditemukan terdapat 8 jenis

Tabel tersebut juga menginformasikan bahwa RW 08 sebagai embrio dari terbentuknya PBB Setu Babakan, wilayah dengan mayoritas penduduk asli (Betawi) merupakan satu-satunya RW

Peta Sirkulasi Arus Lalin Kawasan Perkampungan Budaya Betawi

Dalam hal ini harus ada media pendukung yang akan menginformasikan atau mempromosikan Perkampungan Budaya Betawi, sehingga dengan ada nya media promosi tersebut masyarakat

Tujuan dari dilakukannya re- desain penelitian Kampung Budaya Betawi Di Setu Babakan, Jakarta Selatan adalah untuk merencanakan kembali Kampung Budaya Betawi Di Setu

Secara keseluruhan melalui kajian agensi dan reproduksi budaya melalui ranah social menurut Pierre Bourdieu, maka dapat disimpulkan bahwa Perkampungan Budaya Betawi (PBB)

Fathur Rahman, 2023 EKSISTENSI KESENIAN LENONG BETAWI DI SETU BABAKAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS Studi Deskriptif pada Nilai-Nilai Kesenian Lenong Betawi di Perkampungan Budaya

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemerhati budaya Betawi serta sepuluh pasangan pengantin Betawi yang berada di wilayah Setu Babakan dapat diuraikan sebagai berikut: Hasil