• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Lingkungan diluar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Dalam lingkungan sekitar Setu Babakan seluas kurang lebih 289 ha. Dapat dengan mudah dijumpai aktifitas keseharian masyarakat Betawi seperti latihan pukul (silat Betawi) ngederes, akekah, injek tanah, ngarak pengantin sunat, memancing, menjala, budidaya ikan tawar, bertani, berdagang, sampai pada kegiatan memasak atau membuat makanan khas Betawi seperti: sayur asem, sayur lodeh, soto mie, soto babat, ikan pecak, bir pletok, jus belimbing, kerak telor, laksa, toge goring, dodol, tape, uli, geplak, wajik.

Di wilayah ini terdapat fasilitas homestay sebanyak kurang lebih 100 rumah adat sebagai penelitian dan juga tempat tinggal seperti:

1) Runah Bapang yang memiliki denah segi empat, memanjang dari depan ke belakang. Atapnya berbentuk pelana, tetapi terdapat pula rumah gudang yang beratap pelana maupun perisai, tersusun dari kerangka kuda-kuda yang perisai ditambah satu elemen struktur atap, yaitu jure. Struktur kuda-kuda yang terdapat pada rumah gudang pada umumnya bersistem agak kompleks karena sudah mulai terdapatnya batang tekan miring (2 buah) yang saling

33

bertemu pada sebuah batang tarik tegak yang ada pada rumah Betawi lazim disebut ander. System seperti ini tidak dikenal pada rumah-rumah tradisional lainnya di Indonesia.sehingga dapat dipastikan bangunan-bangunan yang dibangun Balanda di Jakarta dahulu telah memperkenalkan system tersebut pada penduduk setempat, yang kemudian menerapkannya pada yang kemudian dikenal sebagai rumah gudang. Selain itu, pada bagian depan rumah gudang terdapat sepenggal atap miring yang disebut juga topi atau dak atau markis, yang berfungsi menahan cahaya matahari atau tampias hujan pada ruang depan yang selalu terbuka itu. Dak ini ditopang oleh sektor-sektor baik yang terbuat dari kayu atau besi.

2) Rumah Joglo yang dapat dipastikan merupakan hasil pengaruh langsung dari arsitektur atau kebudayaan Jawa pada arsitektur rumah Betawi. Pada rumah Joglo dari atap disusun oleh system struktur kuda-kuda. Berbeda pada rumah gudang, system kuda-kuda pada rumah Joglo Betawi adalah kuda-kuda Timur yang tidak mengenal batang-batang diagonal seperti yang terdapat pada system kuda-kuda barat yang diperkenalkan oleh Belanda. Pada umumnya, rumah joglo Betawi memiliki bentuk denah bujur sangkar. Tetapi perlu dicatat, dari seluruh bentuk bujur sangkar itu, bagian yang sebenarnya membentuk rumah Joglo adalah suatu bagian empat persegi panjang yang salah satu garis panjangnya terdapat dari kiri ke kanan ruang depan. Dengan demikian sepenggal bagian depan dari ruang depan sebenarnya diatasi oleh terusan (Sunda: Sorondoy) dari atap joglo yang ada. Sehingga sepenggal

ruang depan yang di atapi sorondoy dan bagian utama rumah yang diatapi secara keseluruhan menghasilkan denah berbentuk bujur sangkar.

3) Rumah Bapang: pada prinsipnya, atap rumah Bapang adalah juga berbentuk pelana. Tetapi berada dengan atap rumah gudang, bentuk pelana rumah Bapang adalah tidak penuh. Kedua sisi luar dari atap rumah Bapang sebenarnya dibentuk oleh terusan dari atap pelana tadi yang terletak di bagian tengahnya. Dengan demikian, maka yang berstruktur kuda-kuda adalah bagian atap pelana yang berada di tengah ini. Dalam hal ini, system struktur atap yang dipakai adalah system kuda-kuda timur. Walaupun secara garis besar struktur dan bentuk rumah tradisional Betawi dapat dibagi menurut ke 3 jenis seperti diuraikan diatas, secara keseluruhan rumah Betawi adalah berstruktur rangka kayu, di seluruh wilayah penamaan dari komponen struktur tanah yang diberi lantai tegel atau semen. Di daerah pesisir, seperti di Marunda, terdapat juga rumah panggung tetapi jumlah rumah “Depok” tampak lebih banyak.

Detail dan ragam hias, disamping sebagai ungkapan arsitektur ragam hias juga menunjukkan adanya pengaruh dari berbagai kebudayaan yang pernah berhubungan dengan Betawi. Struktur atau konstruksi seperti sekor, siku penanggap, tiang. Atau hubungan antara tiang dengan batu kosta, sering dijumpai memiliki detail atap mendapat sentuhan-sentuhan dekoratip.

Konstruksi Tou-Kang yang diadaptasi dari arsitektur Cina untuk siku penanggap seperti yang disinggung didepan, bukan saja merupakan suatu prinsip konstruksi tetapi juga merupakan suatu sentuhan dekorasi. Tiang-tiang bangunan jarang

dibiarkan berbentuk “polos” bujur sangkar menurut irisannya, tetapi dibiarkan sentuhan akhir pada sudutnya: demikian juga detail-detail ujung bawah maupun atas dari tiang, selalu diberi penyelesaian berfungsi secara structural juga bersifat dekoratip.

Atau contoh lain adalah sekor besi cor, yang merupakan hal yang diperkenalkan adalah arsitektur Belanda dan Eropa dilihat dari segi penggunaan bahannya. Bentuknya tidak semata-mata fungsional tetapi juga bersifat dekoratip. Dalam hal ini bentuk dekoratip sekor besi ini cendrung mengadaptasi bentuk-bentuk yang juga berkembang di Eropa (art-deco, art-aouveau, dan sebagainya).

Namun, penggunaan ungkapan-ungkapan arsitektural dengan ragam hias banyak lagi terdapat pada unsur-unsur bangunan yang bersifat non-struktural seperti pada lijstplank, pintu langkan, (pagar pada rumah), jendela, garde, (bentuk relung yang menghubungkan ruang depan dengan ruang tengah), pada unsur-unsur non-struktural ini jauh lebih bervariasi, yang antara lain menunjukkan banyaknya pengaruh luar yang berbekas pada penciptaanya.

Khusus mengenai garde yang berfungsi sebagai penghubung di ruang tengah dan sisir gantung yang menggantung di ruang depan, keberadaan dan pemasangannya bersifatberdiri sendiri. Sehingga dapat disebut sebagai elemen estetis yang utuh. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa pembuatan keduaunsur ini bersifat tersendiri dari pendirian banguana, dan diperlukan keahlian khusus untuk membuatnya. Berdasarkan pola visual yang ditampilkannya jenis-jenis ragam hias yang seringkali ditemukan pada rumah Betawi memiliki pucuk rebung, cempaka, dan gigi baling. Dari pola dan penggunaannya dapat disimpulkan adanya pengaruh Cina, Arab, Eropa.

Terdapat pepohonan buah seperti: kecapi, blimbing, rambutan, sawo, melinjo, papaya, pisang, jambu, nangka, namnam. Selain itu, tanaman holtikulyura yaitu bibit tanaman buah langka khas Betawi dan tanaman hias juga menjadi obyek yang tidak kalah menariknya disana seperti: buni, jambu, dukuh, menteng, mengkudu, gandaria, gohok, kweni, sawo, durian, buah nona, srikaya, rukem, melinjo, miana, lidah buaya, brahma, kemuning, puring, kecapi, jengkol, pucung dan sebagainya.

Terdapat 2 buah setu, mangga bolong dan babakan. Pada hari-hari besar dan hari sabtu, minggu banyak diadakan pertunjukkan-pertunjukkan tradisional Betawi baik musik, teater, dan tari.

Terdapat aneka makanan khas tradisional Betawi yang diperjualbelikan di Setu Babakan. Dan tersedianya fasilitas-fasilitas, seperti:

1) Pintu gerbang utama Bang Pitung menuju Perkampungan Budaya Betawi. 2) Wisma Betawi yang berfungsi sebagai penginapan atau homestay dilengkapi

dengan fasilitas yang memadai.

3) Gallery yang berfungsi sebagai gedung untuk memamerkan hasil industri rumah tangga, prototife alat musik, pakaian adat.

4) Masjid At-Taubah terletak di RW 08 sekitar kurang lebih 300 M. sebelah utarakantor pengelola atau pusat kegiatan.

5) Panggung teater terbuka.

6) Mushollah PBB sebagai fasilitas atau ibadah pengunjung di pusat kegiatan yaitu panggung terbuka wisata budaya dibangun bulan November-Desember. 7) Plaza.

9) Sepeda air.

10)Masjid Baitul Ma’mur dengan luas kurang lebih 1900M terletak di RW 07 Kelurahan Serengseng Sawah, kurang lebih 1 km sebelah Tenggara dari kantor pengelola. Masjid ini merupakan masjid termegah di Jakarta Selatan dengan arsitektur tradisional Betawi.

11)Balai Pertemuan. 12)Museum.