• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Pakaian khas Betawi.

I. Untuk laki-laki.

14

Drs. Muhammad Zafar Iqbal. M.A. : Islam di Jakarta, Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi,

Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2002. 15

Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Yayasan Badan Penerbit FEUI, 1964) Cet ke-1,h.13.

16

A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: celana panjang komprang (longgar), kaki celana lebar hingga betis, baju biasa, dan kadang bersarung di pinggang.

B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung, baju panjang, dan peci hitam. 2. Untuk Wanita.

A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: kain hingga ke betis, baju biasa, dan tudung (topi lebar).

B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung dan mukena. II. Pakaian Resmi.

1. Untuk laki-laki.

A. Pakaian sadariyah, yang terdiri dari baju koko sadariyah atau juga disebut baju gunting CIna, terompah, dan berpeci hitam atau merah.

B. Pakaian ujung serong, biasa dipakai oleh Demang, dengan jas berkerah dan celana pentolan berhias rantai kuku macan.

C. Pakaian Abang Jakarta, biasa dipakai oleh pemuda atau remaja, dengan jas berkerah model baju CIna “lokoan”, tutup kepala “liskol”, hiasan kuku macan, arloji gantung, piso raut, dan sepatu pantopel.

2. Untuk Wanita.

A. Busana kebaya lengan panjang dan kain yang dipakai sampai ke mata kaki, alas kaki atau selop serta kerudung.

III. Pakaian Pengantin. 1. Untuk laki-laki.

A. Dipakai pada saat akad nikah: baju luar berupa jubah haji panjang, baju dalam kemeja putih, dengan bagian bawah memakai sarung, dan alas kaki berupa selop

atau sepatu pantopel, serta memakai topi terbus berwarna merah atau kofiah (topi putih) yang dilipat dengan sorban.

2. Untuk Wanita.

A. Untuk pakaian kebesaran: baju kurung bertaburkan benang emas dan perak dan berkancing ampok, kain songket, ikat pinggang berpending emas atau perak, memakai syangko (penutup muka berbentuk rumbai-rumbai), mahkota berkembang goyang sebagai penutup kepala, serta selop mancung.

B. Untuk pakaian bukan kebesaran: sama dengan diatas hanya biasanya pengantin tidak memakai syangko.

IV. Pakaian Pengantin Sunat.

Pengantin sunat mengenakan baju jubah panjang bewrwarna putih, merah, atau kuning, dengan pakaian dalam nerwarna putih biasa, ikat pinggang besar, kembang berlingkar dileher, terbus putih yang dilibat dengan sorban di kepala, dan sepatu pantopel serta kaus kaki panjang berwarna putih.

V. Pakaian Jago Betawi.

A. Pakaian tempo dulu celana panjang berwarna kuning atau krem, jas tutup berwarna putih, bersarung serang, peci hitam atau daster, kaki berterompah, dan golok diselipkan di pinggang tertutup jas.

B. Zaman sekarang: celana pengsi warna apa saja, baju gunting Cina yang warnanya disesuaikan dengan warna celana, sarung diselempangkan atau disampingkan duntuk shalat atau menangkis serangan musuh, ikat pinggang besar dan kulit, peci hitam, terompah dari kulit, dan golok disisipkan di luar pada ikat pinggang.

Selain berbagai ragam pakaian, masyarakat Betawi mengenal pula bverbagai perhiasan sebagai perlengkapan pakaiannya ini seringkali dipakai untuk kegiatan resmi atau untuk kegiatan adapt. Seperti: Tusuk kembang paku, Kembang Kelapa, kembang goyang, kembang gede atau burung Hong, Sunting telinga, Kerabu (hiasan telinga), Sigar atau Crown, Kalung Tebar, gelang listring, cincin yang dipakai pada jari manis kiri atau kanan.

2.4a2 Perumahan.

1. Bagian Luar Rumah.

Pada umumnya pemilikan lahan bersifat individual, pembatasan kepemilikan lahan cukup dengan menanam sejenis pohon seperti jaran, petai cina, dan jarak, secang, dan sebagainya. Khusus mengenai pepohonan pembatasan kebun, dipilih yang mudah tumbuh dan awet, akan tetapi bukan jenis pohon yang menghasilkan buah-buahan yang bisa dimakan. Hal ini untuk menghindari terjadinya sengketa mengenai buah-buahan dengan pemilik kebun disebelahnya. Halaman rumah tidak dibatasi pagar, untuk prifacy dibuat longkan, yaitu pagar yang disebut jaro, terbuat dari bahan bamboo atau kayu, sehingga pandangan di luar tidak tembus ke dalam rumah. Rumah-rumah tradisional Betawi dapat dikatakan tidak memiliki arah mata angina maupun orientasi tertentu dalam peletakkannya. Selain itu letak WC ditempatkan di bagian rumah yang menjarak ke atas sungai, atau dengan cara membuat gubuk-gubuk di atas empang untuk WC atau tempat buang air.

Rumah Gudang, Bapang, dan Kebaya berdenah empat persegi panjang, Rumah Joglo berdenah bujur sangkar sedang Tata letak ruang ke tiga jenis rumah tersebut di atas memiliki cirinya masing-masing: rumah Joglo dan Bapang bertata ruang hamper serupa. Yaitu rumah yang memiliki tiga kelompok ruamg: depan, tengah, belakang. Sedang pada rumah Gudang, denah rumah terkesan terbagi ke dalam dua kelompok ruang: depan dan tengah. “ruang belakang” dari rumah gudang nampaknya secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah. Namun demikian tetap dapat disimpulkan, bahwa untuk rumah gudangpun sebenarnya juga terdapat tiga kelompok atau bagian rumah seperti yang terdapat pada rumah Joglo maupun Bapang, yaitu ruang depan, tengah, belakang.

Ruang depan pada ketiga jenis rumah ini sering pula disebut serambi depan karena terbuka. Dahulu ruang depan ini berisi balai-balai sedangkan juga disebut ruang dalam rumah, dan merupakan bagian pokok dari rumah Betyawi yang berisikan kamar tidur, makan dan pendaringan. Sedangkan ruang belakang merupakan suatu tempat untuk memasak dan untuk menyimpan alat-alat pertanian dan kayu nakar.

Pengertian kamar tidur di dalam ruang tengah tidak selalu berarti suatu kamar tertutup yang dibatasi empat dinding. Selain kamar tidur tertutup demikian yang sejenis rumah tradisional Betawi yang ada, pada ruang tengah tersebut terdapat kamar tidur terbuka yang bercampur dengan ruang makan. Dengan demikian dapat disimpulkan pada arsitektur rumah tradisional Betawi terdapat dua konsep ruang yaitu bersifat kongkrit dan abstrak.

Di bagian ruang tengah, kamar tidur terdepan biasanya dipergunakan bagi anak gadis yang punya rumah. Kamar tidur ini biasanya langsung berbatasan dengan

depan rumah tempat menerima tamu dan terdapat jendel;a yang memungkinkan terjadinya hubungan komunikasi dan pandangan antara kamar tidur dan ruang depan (serambi). Terdapat jendela bujang yang membentuk celah-celah pandangan yang tidak terlalu frontal. Dengan demikian maka si gadis memiliki kesempatan untuk bercakap-cakap dari kamarnya dengan anak laki-lakinya di ruang depan dengan di batasi dinding atau jendela kamarnya bahkan sampai larut malam.

Sementara itu bagi anak laki-laki yang punya rumah, tidak ada kamar tidur khusus seperti yang diperuntukkan bagi anak perempuan. Anak laki-laki biasanya tidur dib alai-balai yang diperuntukkan bagi anak perempuan. Anak laki-laki biasanya tidur dib alai-balai di serambi depan. Masjid adalah suatu tempat dimana banyak pemuda dari suatu pemukiman Betawi memilihnya untuk tidur disamping sebagai tempat ibadah. Anak laki-laki dianggap dapat dan biasa tidur dimana saja.

Selain kamar tidur di bagian tengah terdapat suatu ruang (abstrak) yang disebut pendaringan. Terletak di bagian belakang dari bagian tengah. Fungsinya, berhubungan dengan aktifitas di dapur yang terletak di ruang belakang rumah. Yang biasanya untuk menyimpan barang-barang keluarga, benih, padi dan beras. pada rumah tradisional Betawi tidak jelas ada tidaknya pedefinisian fungsi ruang berdasarkan jenis kelamin dari pemakainya. Letak dari ruang-ruang nampaknya tidak secara ketat ditentukan harus di bagian kiri atau kanan. Contohnya: peletakan kamar tidur.17

17

Ismet B. Harun, Hisman Kartakusumah, Rachmat Ruchiat, Umar Soediarso, Rumah Tradisional Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 1991)h.25,28.