• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah

BAB II PEMBENTUKAN, FUNGSI DAN MUATAN PERATURAN

C. Bentuk Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah

Secara umum pengertian pengawasan dapat diartikan sebagai proses menentukan apa yang harus dikerjakan, kemudian dilakukan koreksi atau pembenahan dengan maksud hasil yang ingin dicapai tadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan terdahulu. George R. Ferry menitikberatkan pengawasan pada tingkat evaluasi serta koreksi terhadap hasil yang telah dicapai, dengan maksud agar hasil tersebut sesuai dengan rencana, maka dilkukan pada akhir suatu kegiatan setelah kegiatan tersebut menghasilkan sesuatu. 47

Sedangkan definisi yang diberikan oleh Henry Farol dapat diketahui hakekat pengawasan adalah suatu tindakan menilai (menguji) apakah sesuatu telah berjalan dengan rencana yang telah ditentukan. Dengan pengawasan itu akan dapat ditemukan kesalahan-kesalahan yang kemudian dapat diperbaiki dan yang lebih penting lagi jangan sampai kesalahan tersebut terulang kembali. 48

Berkaitan dengan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya pembentukan peraturan daerah yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, selama ini dikenal adanya pengawasan preventif dan represif, adapun penjelasan kedua pengawasan tersebut adalah:

47

Moh Hasyim, Pengawasan Kekuasaan Eksekutif Dalam Negara Hukum Pancasila, (Yogyakarta: FH UII, Jurnal Hukum “Ius Quia Iustum” Nomor 6 Vol. 3, 1996) h.65

48

Moh Hasyim, Pengawasan Kekuasaan Eksekutif Dalam Negara Hukum Pancasila, (Yogyakarta: FH UII, Jurnal Hukum “Ius Quia Iustum” Nomor 6 Vol. 3, 1996) h.65

1. Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum keputusan atau peraturan efektif berlaku (voordat een besluit of regeling in werking kan treden).49 Pengawasan preventif ini berbentuk memberi pengesahan atau tidak memberi pengesahan. Sesuai dengan sifatnya, pengawasan preventif dilakukan sesudah keputusan daerah ditetapkan, tetapi sebelum keputusan itu mulai berlaku.

Irawan Soejito menegaskan bahwa pengawasan preventif ini hanya dilakukan terhadap keputusan kepala daerah dan peraturan daerah, yang berisi atau mengatur materi-materi tertentu. Ada beberapa bentuk pengawasan preventif ini yaitu pengesahan (goedkeuring), persetujuan (toestemming vooraf), pembebasan/dispensasi (ontheffing), pemberian kuasa (machtiging) dan pernyataan tidak keberatan (verklaring van geen bezwaar).50

Berdasarkan pemahaman tentang pengawasan preventif di atas, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Darah, telah dijabarkan mengenai pengawasan preventif rancangan peraturan daerah propinsi dan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota antara lain:

49

Ridwan, Dimensi Hukum Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Cet-1, (Yogyakarta: FH UII, Jurnal Hukum “Ius Quia Tustum” Nomor 18, Vol.8, 2001) h.78

50

Ridwan, Dimensi Hukum Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Cet-1, (Yogyakarta: FH UII, Jurnal Hukum “Ius Quia Tustum” Nomor 18, Vol.8, 2001) h. 85

a. Pengawasan Preventif Rancangan Peraturan Daerah Propinsi

Dalam rumusan pasal 185 ayat 1-4, dikatakan:

1. Raperda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.

3. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi raperda tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi perda dan peraturan gubernur.

4. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi raperda tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur bersarna DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

b. Pengawasan Preventif Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Ketentuan mengenai pengawasan preventif raperda kabupaten/kota, diatur dalam beberapa rumusan pasal yang termuat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yakni pasal 186, 187, 188 dan 189, adapun jelasnya rumusan pasal-pasal di atas adalah:

Pasal 186 ayat 1-4 menyatakan:

1. Rancangan perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

2. Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan perda kabupaten/kota dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi perda dan peraturan Bupati/Walikota.

4. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, bupati/walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

Kemudian pasal 187 ayat 1-4 menyatakan:

1. Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 181 ayat (3) tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.

2. Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota.

3. Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD tidak rnengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan perda tentang APBD.

4. Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri Dalam Negeri atau gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.

Dari pelaksanaan pengawasan preventif rancangan peraturan daerah propinsi dan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota di atas juga berlaku pasal 188 yang menyatakan proses penetapan raperda tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi perda dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, Pasal 186, dan pasal. 187.

Kemudian pasal 189 menjelaskan juga proses penetapan raperda tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Tata Ruang daerah menjadi perda, berlaku pasal 185 dan pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak dan retribusi daerah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang.

2. Pengawasan Represif

Pengawasan represif dilakukan setelah keputusan atau peraturan perundang-undangan diberlakukan atau berkenaan dengan keputusan-keputusan organ lebih rendah yang telah mempunyai kekuatan hukum.51 Pengawasan represif adalah pembatalan atau penangguhan terhadap pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah tingkat atasnya.52 Pengawasan represif ini berwujud: a) Mempertangguhkan berlakunya suatu

51

Ridwan. Dimensi Hukum Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Cet-1, (Yogyakarta: FH UII, Jurnal Hukum “Ius Quia Tustum” Nomor 18, Vol.8, 2001) h. 79

52

Misdayanti dan Kartasapoetra, Fungsi Pemerintah Daerah Dalam Pembuatan Peraturan Daerah, Cet-2, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) h. 29

peraturan daerah dan/atau keputusan kepala daerah, b) Membatalkan suatu peraturan daerah dan/atau keputusan kepala daerah.53

Pembatalan dilakukan jika peraturan daerah dan keputusan kepala daerah tertentu bertentangan dengan kepentingan umum atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.54 Dengan demikian, menurut Irawan Soejito pengawasan represif dapat dijalankan terhadap:

a. Semua peraturan daerah, baik yang tidak/belum disahkan maupun peraturan daerah yang tidak memerlukan pengesahan.

b. Semua keputusan kepala daerah, termasuk keputusan kepala daerah yang berisi:

1. Keputusan pemberian pengesahan 2. Keputusan penolakan pengesahan 3. Keputusan pembatalan

4. Keputusan yang telah disahkan

5. Keputusan untuk melakukan suatu tindak hukum 6. Dan lain-lain.55

a. Pengawasan Represif Peraturan Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota:

Salah satu kewenangan pemerintah terhadap pembatalan peraturan daerah, telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mekanismenya diatur dalam Pasal 145, yaitu sebagai berikut:

53

Irawan Soejito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Cet-1, (Jakarta: Bina Aksara, 1983) h. 51

54

Ridwan. Dimensi Hukum Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Cet-1, (Yogyakarta: FH UII, Jurnal Hukum “Ius Quia Tustum” Nomor 18, Vol.8, 2001) h. 79

55

Irawan Soejito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Cet-1, (Jakarta: Bina Aksara, 1983) h. 52

1. Perda disampaikan kepada pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

2. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah.

3. Keputusan pembatalan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut perda dimaksud.

5. Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.

6. Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan ;sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

7. Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), perda dimaksud dinyatakan berlaku.

Proses pembatalan perda sesuai dengan Pasal 145 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini, penulis mengambarkannya dengan sebuah skema yang penulis lampirkan pada lembar lampiran halaman x.

Dokumen terkait