• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Peraturan Daerah

BAB II PEMBENTUKAN, FUNGSI DAN MUATAN PERATURAN

A. Pengertian Peraturan Daerah

BAB II

PEMBENTUKAN, FUNGSI DAN MUATAN PERATURAN DAERAH

A. Pengertian Peraturan Daerah 1. Pengertian Peraturan Daerah

Perda merupakan peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Dibentuknya perda merupakan salah satu rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.14 Perda yang dibuat oleh satu daerah, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan baru mempunyai kekuatan mengikat setelah diundangkan dengan dimuat dalam lembaran daerah.15

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdapat dua pengertian tentang perda, yakni peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota.

14

B.N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2010 Proses dan Realita, Cet-2 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010) h. 156

15

Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Cet-1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2005) h. 131

Peraturan daerah provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedang peraturan daerah kabupaten/kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

Dari segi pembentukan, perda ini menyerupai pembentukan undang-undang, yaitu suatu produk hukum yang dibuat oleh presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (Selanjutnya disebut DPR). Dari segi materi dan wilayah berlakunya, undang-undang itu mengatur semua urusan publik baik bersifat kenegaraan maupun pemerintahan dan berlaku secara nasional, sedangkan materi perda hanya berkenaan dengan administrasi atau pemerintahan dan hanya berlaku pada wilayah tertentu atau bersifat lokal.

Materi muatan perda mencakup semua urusan rumah tangga daerah baik dalam rangka otonomi maupun atas dasar pembantuan, baik yang bersifat wajib maupun pilihan sebagaimana ditentukan dalam pasal 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Materi muatan perda itu sangat banyak dan setiap saat dapat berkembang seiring dengan perkembangan zaman. 16

16

Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet-1 (Jakarta: PT Pustaka Mandiri, 2010) h. 103

2. Landasan Filosofis, Sosilogis, Yuridis dan Politis Peraturan Daerah

Sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan di Indosesia, perda dalam pembentukannya tunduk pada asas maupun teknik dalam penyusunan perundang-undangan yang telah ditentukan. Hal yang sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diantaranya adalah menyangkut tentang landasannya. Landasan yang dimaksud disini adalah pijakan, alasan atau latar belakang mengapa perundangan-undangan itu harus dibuat. Menurut Bagir Manan ada 4 Landasan yang digunakan dalam menyusun perundang-undangan agar menghasilkan perundang-undangan yang tangguh dan berkualitas.17

a. Landasan Filosofis

Yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi dasar suatu rencana atau draft peraturan negara. Suatu rumusan perundang-undangan harus mendapat pembenaran (recthvaardiging) yang dapat diterima dan dikaji secara filosofis. Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup maysarakat yaitu cita-cita kebenaran (idée der waarheid), cita-cita keadilan (idée der grerecthsigheid) dan cita-cita kesusilaan (idée der eedelijkheid).18

17

W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Harsono, Legal Drafting Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan Daerah, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya Press, 2009) h. 13

18

Budiman N.P.D, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan,Cet-1, (Yogyakarta: UII Press, 2005)h. 33

Setiap negara selalu ditentukan adanya nilai-nilai dasar atau nilai-nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber nilai dalam kehidupan kenegaraan. Menurut Sooly Lubis, landasan filosofis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintah) ke dalam suatu rancangan atau draft peraturan negara.19

Peraturan hukum (peraturan perundang-undangan) merupakan pembadanan dari norma hukum/kaidah hukum dan merupakan sarana yang paling lengkap untuk mengutarakan apa yang dikehendaki oleh norma hukum. Peraturan hukum menggunakan sarana untuk menampilkan norrma hukum sehingga dapat ditangkap oleh masyarakat, dengan menggunakan konsep-konsep/pengertian-pengertian untuk menyampaikan kehendaknya.20

Dengan demikian perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan filosofis (filosofis grondflag) apabila rumusannya mendapat pembenaran yang dikaji secara filosofis. Dalam konteks negara Indonesia yang menjadi induk dari landasan filosofis ini adalah Pancasila sebagai suatu sistem nilai nasional bagi sistem kehidupan bernegara.

19

M. Sooly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Cet-1, (Bandung: Mandar Maju, 1989) h. 7

20

Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Cet-1, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 17

b. Landasan Sosiologis

Yakni satu peraturan perundang-undangan yang dibuat harus dapat dipahami oleh masyarakat sesuai dengan kenyataan hidup. Ini berarti bahwa hukum yang dibentuk harus sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat.21 Landasan sosiologis merupakan landasan yang terdiri atas fakta-fakta yang merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat yang mendorong perlunya pembuatan perundang-undangan (peraturan daerah), yaitu bahwa ada sesuatu yang pada dasarnya dibutuhkan oleh masyarakat sehingga perlu pengaturan.22

Sebagai contoh dibidang perikanan, salah satu instrument pengaturan adalah perizinan perikanan. Dalam hubungan ini dibuatlah perda untuk menghindari terjadinya penangkapan ikan yang melebihi penangkapan semestinya, demikian pula penggunaan alat tangkap ikan yang tidak sesuai dapat merusak sumber daya perikanan, sedangkan hal ini tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karenanya perlu dihindari dengan membuat peraturan daerah tentang izin usaha perikanan.

Peraturan daerah tersebut mengatur berbagai hal agar sumber daya perikanan tetap dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan, dan bahkan melalui pengaturan tersebut diharapkan dapat lebih menguntungkan

21

Rosyidi Ranggawidjaja, Pembentukan Peraturan Negara Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2010) h. 21

22

Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Cet-1,(Jakarta: Kencana, 2010) h.25

masyarakat dan negara melalui usaha perikanan yang dalam ketentuannya juga mengatur mengenai pungutan retribusi izin usaha perikanan.

Dalam kondisi demikian inilah maka perundang-undangan tidak mungkin lepas dari gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat. Dengan melihat kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka penyusunan suatu perundang-undangan maka tidak begitu banyak lagi pengarahan institusi kekuasaan dalam melaksanakannya.

c. Landasan yuridis

Landasan yuridis atau landasan hukum yang menjadi landasan dalam pembuatan peraturan undangan, adalah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menjadi dasar kewenangan. Dari sini akan diketahui, apakah seorang pejabat atau badan mempunyai kewenangan membentuk peraturan itu atau apakah urusan yang diatur itu berada dibawah kewenangan mengatur badan itu, serta apakah materi muatan yang akan diatur menjadi kompetensi mengatur dari jenis peraturan yang akan dirancang.23

Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjadi sumber hukum/dasar hukum untuk pembentukan suatu perundang-undangan. Landasan yuridis pada pembentukan perda yakni mengacu pada pasal 18 UUD NRI 1945 yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah

23

untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lainnya demi menjalankan otonomi dan tugas pembatuan.

d. Landasan Politis

Landasan politis adalah garis kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi sebuah kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan negara.24 Landasan merupakan “ruh” yang mengarahkan kebijakan untuk memberi proteksi struktural dan kemasyarakatan guna mencegah kemungkinan kekacauan sistem pada kebijakan publik dan kegelisahan dalam masyarakat, baik dalam lingkup daerah maupun dalm lingkup nasional.25

Hukum sebagai produk politik merupakan anggapan yang benar. Norma peraturan perundang-undangan harus berlandaskan pada haluan politik pemerintahan yang termuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini dapat diungkapkan pada garis politik seperti pada saat ini tertuang pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) maupun Program Legislasi Daerah (Prolegda), dan juga kebijakan Program Pembangunan Nasioal (Propenas) sebagai arah kebijakan pemerintah yang akan di laksanakan selama pemerintahannya ke depan. Ini berarti memberi pengarahan dalam pembuatan

24

Jimly Asshiddiqie & M Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jederal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2012) h. 172

25

Supardan Modoeng, Teknik Perundang-undangan di Indonesia, edisi revisi, (Jakarta: Perca, 2005) h. 69-70

peraturan perundang-undangan yang akan dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.

Dokumen terkait