BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGALIHAN RESIKO DALAM
E. Bentuk Perjanjian Pengalihan Resiko Melalui Asuransi
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kita dapat mengalihkan
resiko yang akan kita hadapi kepada pihak lain yaitu kepada pihak perusahaan
asuransi. Pengalihan resiko dari tertanggung kepada penanggung tersebut dibuat
dalam bentuk perjanjian pengalihan resiko yang biasanya disebut perjanjian
asuransi.
Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam
KUHD. Sebagai perjanjian maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian
dalam KUHPerdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Di samping itu, asuransi
sebagai perjanjian khusus maka berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur
dalam KUHD.
Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, ada 4 (empat) syarat sah
suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan atau kewenangan para
pihak untuk membuat perjanjian, adanya objek yang diperjanjikan, dan kausa
yang halal atau tidak melanggar peraturan perundang-undangan, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum ataupun kesusilaan. Selain itu ada syarat
yang diatur dalam Pasal 251 KUHD yaitu kewajiban pemberitahuan, maksudnya
tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek
asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila
tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi tersebut batal
Perjanjian asuransi sebagai perjanjian pengalihan resiko antara
tertanggung dengan penanggung dibuat dalam bentuk tertulis. Hal ini merupakan
suatu keharusan sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD yang menyatakan
bahwa asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis.
Polis ini bertujuan sebagai satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan
bahwa telah terjadi perjanjian pengalihan resiko antara tertanggung dan
penanggung melalui asuransi yang didasarkan atas kesepakatan para pihak.
Akan tetapi, walaupun polis belum dibuat, asuransi sudah terjadi sejak
tercapai kesepakatan di antara para pihak. Kesepakatan itu dibuktikan dengan nota
persetujuan yang ditandatangani oleh tertanggung. Jadi, hak dan kewajiban
tertanggung dan penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota
persetujuan.
Perjanjian asuransi dibuat dalam bentuk tertulis dikarenakan undang-
undang mengharuskan pembuktian dengan alat bukti tertulis berupa akta yang
disebut polis. Akan tetapi, apabila polis belum dibuat, pembuktian dapat
dilakukan dengan catatan, nota, surat perhitungan, telegram, dan sebagainya.
Surat-surat ini disebut bukti permulaan (the beginning of writing evidence).
Apabila permulaan bukti tetulis ini sudah ada, barulah dapat digunakan alat bukti
biasa yang diatur dalam hukum acara perdata.
Pengertian polis asuransi adalah dokumen perjanjian pengalihan resiko
68
yang mengikat kedua belah pihak termasuk hak dan kewajiban para pihak. Polis
tersebut adalah instrumen yang menjadi dasar hukum, sehingga pengalihan resiko
dari tertanggung kepada penanggung terlaksana berdasarkan hukum.
Polis asuransi sebagai alat bukti tetulis tidak boleh memuat kata-kata atau
kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi yang akan mempersulit
tertanggung dan penanggung dalam merealisasikan hak dan kewajiban mereka
dalam pelaksanaan asuransi. Polis juga harus memuat syarat-syarat khusus dan
janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk
mencapai tujuan asuransi.
Setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus memenuhi syarat-syarat
khusus berikut ini, yaitu: 37
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya atau evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat bahaya atau evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi
tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan
segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak.
37
Lihat Pasal 256 KUHD
Pada asuransi-asuransi tertentu, selain syarat-syarat khusus yang telah
dikemukakan di atas, dalam polisnya harus dimuat juga ketentuan-ketentuan
tambahan, misalnya pada asuransi hasil pertanian, asuransi kebakaran dan
asuransi pengangkutan laut dan perbudakan.
Polis asuransi dapat dibagi dalam beberapa jenis. Ditinjau dari urutan dan
tanggung jawab atas klaim yang timbul, jenis polis dapat dibagi menjadi sebagai
berikut: 38
1. Polis Utama (Primary Policy), yaitu polis yang langsung bertanggung
jawab atas klaim yang timbul yang dijamin dalam polis sampai batas
jumlah pertangunggan yang telah disepakati.
2. Polis Lapisan Atas (Excess Layer Policy), yaitu polis yang bertanggung
jawab atas klaim yang dijamin dalam polis yang besarannya di atas jumlah
yang dijamin di bawah polis utama sampai batas jumlah pertanggungan
yang telah disepakati.
Selanjutnya, dari bentuk dan isi perjanjian, polis dapat pula dibagi menjadi
sebagai berikut:39
1. Polis Baku atau Standar, yaitu polis yang isinya telah dibuat oleh
penanggung berdasarkan bentuk umum yang dipergunakannya untuk jenis
asuransi tertentu. Polis Baku dapat dibuat berdasarkan praktik masing-
masing perusahaan atau sebagai polis standar yang diterapkan oleh
industri asuransi untuk jenis asuransi tertentu. Bentuk polis ini dapat pula
38
Junaedy Ganie, op.cit, hlm 118. 39
70
dipengaruhi oleh jenis perjanjian yang dianut oleh reasuradur yang
dipergunakan.
2. Polis Dirancang Khusus (Manuscript atau tailor-made policy), yaitu polis
yang dirancang berdasarkan kesepakatan antara penanggung dan
tertanggung atau wakilnya untuk keperluan tertentu.
Pembagian jenis polis berdasarkan urutan tanggung jawab dan berdasarkan
bentuk perjanjian belum dikenal dalam KUHD. Mengenai penyerahan polis
ditentukan bahwa polis harus ditandatangani dan diserahkan oleh penanggung
dalam tempo 24 (dua puluh empat) jam setelah permintaan, kecuali apabila karena
ketentuan undang-undang ditentukan tenggang waktu yang lebih lama.
Dalam praktiknya, penanggung yang mendapat keuntungan dengan cara
mengambil alih resiko dari tertanggung dan menerima sejumlah premi sebagai
imbalannya. Untuk itu, penanggung membuat polis yang bentuk dan isinya sudah
dibakukan serta dicetak. Kemudian, polis tersebut diserahkan kepada tertanggung
yang berminat mengadakan asuransi agar diteliti dan dipahami isinya. Apabila
tertanggung setuju, penanggung akan menyelesaikan dan menandatangani polis
kemudian diserahkan kepada tertanggung. Akan tetapi, apabila tertanggung tidak
setuju, dia tidak perlu mengadakan asuransi dengan penanggung. Dalam praktik
hukum kontrak bisnis, asas ini disebut take it or leave it.
Berdasarkan uraiain di atas, maka perjanjian pengalihan resiko melalui
asuransi yang dibuat tertulis dalam bentuk polis tersebut dinilai penting terutama
dalam hal pembuktian, untuk memberikan kejelasan mengenai hak dan kewajiban
para pihak yang terlibat dalam perjanjian pengalihan resiko tersebut.
PT. BANK SUMUT CABANG LIMA PULUH
A. Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Pengalihan Resiko Melalui Asuransi
Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh
Telah dikemukakan di awal bahwa PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh
sebagai salah satu cabang pembantu PT.Bank Sumut memiliki beraneka jenis
kredit yang ditawarkan kepada nasabah debitur. Pada proses pemberian kredit
tersebut PT. Bank Sumut menggunakan jasa asuransi dengan maksud dan tujuan
untuk melindungi PT. Bank Sumut dari resiko kegagalan pengembalian kredit
oleh debitur serta mengalihkan resiko atas kredit tersebut baik sebagian maupun
keseluruhan kepada pihak perusahaan asuransi. Pengalihan resiko dalam
pemberian kredit oleh bank kepada perusahaan asuransi ini dikenal sebagai
asuransi kredit.
Istilah asuransi kredit itu sendiri memiliki pengertian yaitu proteksi yang
diberikan oleh Asuransi kepada Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan
atas resiko kegagalan Debitur di dalam melunasi fasilitas kredit atau pinjaman
tunai (cash loan) seperti kredit modal kerja, kredit perdagangan dan lain-lain yang
diberikan oleh Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan.
Dalam hal ini, PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh yang diwakili PT. Bank
72
PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT. Asuransi Bangun Askrida dan PT.
Asuransi Jiwasraya. Pengalihan resiko kepada pihak asuransi oleh PT. Bank
Sumut tersebut dituangkan ke dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian kerjasama
antara PT. Bank Sumut dengan pihak perusahaan asuransi. Perjanjian kerjasama
dengan beberapa pihak asuransi memiliki isi yang berbeda-beda pula, artinya
tidak hanya memperjanjikan mengenai asuransi kredit tetapi juga asuransi
jaminan kredit seperti asuransi kebakaran serta juga mencakup mengenai Asuransi
Kredit Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Salah satu contoh perjanjian kerjasama yang memuat Asuransi Kredit
PHK yaitu perjanjian kerjasama antara PT. Bank Sumut dengan PT. Asuransi
Bangun Askrida Tentang Program Asuransi Kreasi, dimana yang menjadi
tertanggung/peserta asuransi adalah PNS, CPNS, Anggota DPRD, pegawai
BUMN/BUMD, pegawai Bank Sumut, dan Swasta Nasional (pegawai tetap).
Asuransi Kredit PHK adalah suransi yang memberikan perlindungan dan
menjamin tertanggung selaku penerima kredit/debitur apabila mengalami
pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga tidak dapat melanjutkan
kewajibannya kepada bank atau pemberi kredit (kreditur), maka terhadap resiko-
resiko tersebut perusahaan asuransi sebagai penanggung berkewajiban melunasi
pinjaman atau kewajiban tertanggung.40
40
OJK, Asuransi Kredit dan Asuransi Kredit PHK, (online). Tersedia di http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/116/asuransi-kredit-dan-asuransi-kredit-phk. (diakses pada tanggal 3 Maret 2015, pukul 21.00 WIB)
Oleh karena adanya perbedaan isi
perjanjian kerjasama tersebut maka nantinya penggunaan perjanjian kerjasama
akan didasarkan pada jenis kredit yang diberikan oleh PT. Bank Sumut KCP Lima
Puluh kepada nasabah debitur.
Secara umum prosedur pelaksanaan perjanjian pengalihan resiko atau
perjanjian kerjasama antara PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh yang diwakili PT.
Bank Sumut Kantor Pusat dengan beberapa perusahaan asuransi tersebut di atas
dapat dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama dimulai dengan adanya
permohonan kredit dari debitur, lalu untuk mengatasi resiko kredit yang mungkin
terjadi di kemudian hari, PT. Bank Sumut mengajukan perjanjian kerjasama
dengan pihak perusahaan asuransi dengan memenuhi segala persyaratan yang
telah ditentukan oleh pihak perusahaan asuransi.
Perjanjian kerjasama mengenai asuransi kredit ini berisikan hal-hal yang
harus dijelaskan lebih terperinci antara lain, yaitu:
1. Perjanjian yaitu berupa surat perjanjian asuransi kredit antara Tertanggung
dan Penanggung.
2. Debitur Tertanggung yaitu badan hukum, Perserikatan Perdata atau
perorangan yang mengadakan perjanjian dengan Tertanggung.
3. Jumlah Pertanggungan adalah Plafond kredit (maksimum kredit) yang
tercantum dalam perjanjian kredit pada saat ditandatanganinya perjanjian
kredit antara Tertanggung dan Debitur Tertanggung.
4. Baki Debet adalah jumlah pada suatu saat yang terdiri dari pokok
terhutang ditambah bunga, denda bunga, dan biaya administrasi Bank
74
5. Jumlah kerugian Tertanggung adalah keseluruhan jumlah kerugian yang
diderita Tertanggung sebagai akibat tidak dilunasinya kredit oleh Debitur
Tertanggung kepada Tertanggung pada saat timbulnya hak Tertanggung
untuk mengajukan klaim.
6. Maksimum Penggantian Kerugian adalah jumlah maksimum ganti rugi
yang dibayar oleh Penanggung atas kerugian yang diderita oleh
Tertanggung.
7. Tanggungan sendiri Tertanggung adalah bagian dari jumlah kerugian
Tertanggung yang menjadi beban sendiri Tertanggung.
8. Deklarasi jumlah Pertanggungan (deklarasi) yaitu nota permintaan
Penutupan Pertanggungan oleh Tertanggung kepada Penanggung, atas
kredit yang diberikan Tertanggung kepada Debitur Tertanggung.
9. Nota Penutupan Pertanggungan adalah nota yang menyatakan kesediaan
Penanggung untuk memberikan penutupan pertanggungan atas kredit yang
direalisasi Tertanggung.
Kredit yang ditutup pertanggungannya itu adalah kredit yang memenuhi
syarat-syarat yaitu kredit diberikan berdasarkan norma-norma perkreditan yang
sehat, wajar, sesuai dengan prinsip-prinsip kredit. Selain itu juga harus sesuai
dengan sistem, prosedur, dan syarat-syarat umum pemberian, pengelolaan, dan
pengawasan kredit dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian
asuransi kredit.
Tahap kedua yaitu debitur yang telah memenuhi persyaratan pengajuan
permohonan kredit dan persyaratan kepesertaan asuransi, seperti salah satunya
yaitu debitur berusia setinggi-tingginya 70 (tujuh puluh) tahun saat masa kredit
berakhir, diwajibkan untuk membayar premi sesuai dengan isi perjanjian kredit
yang telah disepakati. Pada saat permohonan kredit disetujui oleh PT. Bank
Sumut KCP Lima Puluh, maka pada saat itu juga debitur dibebankan untuk
membayar premi serta biaya administrasi lainnya.
Dalam perjanjian kredit antara debitur dengan PT. Bank Sumut KCP Lima
Puluh, pembayaran premi ini dimasukan dalam pasal yang mengatur tentang biaya
administrasi, dimana perhitungan pembayaran premi yang akan dibayar
didasarkan pada perjanjian kerjasama antara PT. Bank Sumut dengan pihak
asuransi yaitu jumlah uang pertanggungan (sebesar nilai kredit) dikali tarif premi
sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama.
Selanjutnya pihak perusahaan asuransi akan menerbitkan serta
menyampaikan 1 (satu) polis induk atau Nota Penutupan Pertanggungan (NPP)
kepada PT. Bank Sumut sehingga debitur dapat mengetahui bahwa kredit tersebut
telah diasuransikan dan apabila dalam masa/jangka waktu pertanggungan, yaitu
sama dengan jangka waktu kredit, terjadi salah satu resiko kredit yang
dipertanggungkan seperti debitur wanprestrasi, debitur diberhentikan dari
jabatannya, ataupun debitur meninggal maka PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh
sebagai pihak yang berhak dapat mengajukan klaim dengan melampirkan syarat-
syarat yang telah diatur dalam perjanjian kerjasama.
Syarat-syarat yang harus dilampirkan pun berbeda-beda disesuaikan
dengan resiko kredit yang terjadi. Lalu, pihak asuransi akan melaksanakan
76
kerjasama setelah syarat pengajuan klaim lengkap diterima. Namun, pihak
asuransi juga berhak menunda realisasi pembayaran klaim sampai kelengkapan
persyaratan pengajuan klaim tersebut dipenuhi.
Keseluruhan prosedur tersebut diatur secara jelas dan terperinci di dalam
perjanjian kerjasama, seperti hak dan kewajiban para pihak, syarat-syarat, jangka
waktu berlaku dan berakhirnya perjanjian ataupun hal-hal lain yang berkaitan
dengan kegiatan pertanggungan tersebut dimuat ke dalam perjanjian dan
dilaksanakan dengan tetap memperhatikan dan menyesuaikan ketentuan
perundang-undangan yang terkait.
Perjanjian kerjasama antara PT. Bank Sumut dengan pihak asuransi yang
memenuhi syarat-syarat sah perjanjian ini mengikat para pihak sehingga para
pihak wajib menghormati dan menaati perjanjian kerjasama tersebut serta segala
ketentuan yang benar dan sah adalah ketentuan-ketentuan yang ada pada
perjanjian tersebut. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi para pihak untuk
mengubah atau menambah isi dari perjanjian kerjasama tersebut apabila dianggap
perlu dengan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak yang kemudian diatur
dalam perjanjian khusus/tambahan atau addendum yang merupakan bagian yang
mutlak dan tidak dapat dipisahkan dari perjanjian kerjasama tersebut.