• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Perlindungan Hukum Yang Diberikan Kepada Karya Arsitektur Ditinjau dari Undang-undang Hak Cipta Nomor. 19 Tahun 2002

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk Perlindungan Hukum Yang Diberikan Kepada Karya Arsitektur Ditinjau dari Undang-undang Hak Cipta Nomor. 19 Tahun 2002

Didalam Undang-undang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak terdapat pengaturan yang lebih khusus tentang perlindungan Hak Cipta Karya Arsitektur.

Arsitektur merupakan salah satu karya yang dilindungi, melalui Undang-undang Hak Cipta sebagaima karya-karya lainnya yang dicantumkan dalam pasal 12 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Oleh karena itu, terhadap Arsitektur ini jug adapt juga berlaku semua aturan umum yang juga berlaku untuk karya lainnya, kecuali disebutkan secara khusus tidak berlaku . dalam penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, ini ditegaskan bahwa karya Arsitektur dalam pengertian Undang-undang diartikan sebagai karya yang meliputi antara lain: seni gambar bangunan, Seni Gambar Miniatur, dan Seni Gambar Maket Bangunan. Sebagai perbandingannya, Negara-negara peserta konversi Berne melindungi karya Arsitektur, yang meliputi karya dua Dimensi yaitu, Gambar rencana dan Model bangunan, dan karya Tiga dimensi yaitu, Bantuk dan Struktur bangunan.

apa yang dilindungi. Sedangkan menurut Undang-undang Hak Cipta tidak memuat Terminologi yang pasti dari pengertian Arsitektur itu sendiri, apakah Arsitektur yang dilindungi itu berupa denah, apakah tampak dari suatu bangunan, apakah juga termasuk struktur dari suatu bangunan, bahkan elemen-elemennya seperti pintu, jendela, kamar, lantai, taman dan lain-lain. Jadi perumusan yang terdapat dalam penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta masih belum jelas serta memerlukan pengertian dalam penerapannya untuk dilaksanakan.

Adanya pengaturan yang lebih memadai dari Arsitektur, maka perlindungan yang diberikan melalui Undang-undang Hak Cipta akan dapat menjamin Hak Ekonomi dari para Arsitek, karena akan tertutup kemungkinan adanya sumber peniruan baik dari gambar maupun struktur bangunan itu sendiri. Seorang Arsitek tidak hanya dilarang meniru-niru atau menggunakan gambar yang dibuat berdasarkan karya Arsitek lain sehingga menimbulkan Inspirasi baginya untuk merencanakan dan / atau membuat bangunan yang sama ampir sama. (Bintang sanusi, Bandung 1998 hal. 90).

Hasil wawancara dengan “Timoti (Arsitek)”. Bahwa adanya aturan yang

terdapat dalam Undang-undang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, bahwa pemilik bangunan dilarang untuk mengubah atau menambah bangunan yang menggunakan karya Arsitektur. Terhadap larangan melakukan perubahan dikaitkan dapat merusak karya arsitektur semula tidak lagi sesuai untuk dipakai sebagai pedoman dalam praktek, namun dalam praktek dilapangan bahwa konsumen dapat

Saja melakukan perubahan atau penambahan bangunan tanpa persetujuan dari arsiteknya dan tidak ada larangan untuk itu atau bangunan suatu pelanggan.

Dalam pandangan pemilik bangunan sebagai konsumen karya arsitektur tersebut, larangan yang sebutkan diatas yaitu, larangan melakukan perubahan tarhadap karya arsitektur dengan harus terlebih dahulu meminta izin atau persetujuan dari arsiteknya adalah kurang menguntungkan bagi mereka dan dalam prakteknya para arsitek inti sendiri menyadari akan hal demikian. Dalam hal ini juga Undang-undng Hak Cipta mengatur, bahwa pengambilan suatu ciptaan diperbolehkan dengan adanya itikat baik dalam memperoleh ciptaan tersebut dan semata-mata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersil dan / atau untuk kepentingan berkaitan dengan komersial san sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar si pencipta.

Undnag-undang hak cipta tidak secara tegas, mengatur defenisi dari suatu pelanggaran akan tetapi dengan merujuk peraturan-peraturan yang terdapat dalam Undang-undang Hak Cipta, mengenai batasan dan / atau ruang lingkup dari hak-hak yang dimiliki oleh seorang pencipta atau pemegang hak cipta, maka pelanggaran hak cipta menurut ketentuan Undang-undang Hak Cipta adalah, setiap tindakan yang berupa perbuatan-perbuatan yang dilakukan terhadap hak-hak khusu dari pencipta atau pemegang hak cipta yang diatur dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta diluar tindakan-tindakan yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan dalam

undang-1. Secara langsung mengcopy rencana-rencana yang dilindungi hak cipta. 2. Menggunakan struktur bangunan yang dilindungi hak cipta.

3. Mengganti struktur bangunan yang dibangun dengan rencana yang dilindungi hak cipta untuk menciptakan rencana-rancana lainnya.

Di Medan, ketiga bentuk pelanggaran tersebut diatas dapat atau pernah terjadi, khusus dalam hal mengamati struktur bangunan dengan rencana menciptakan rencana lainnya seperti yang disebutkan diatas, merupakan suatu hal yang wajar terjadi. Untuk lebih jelasnya, bentuk pelanggaran yang dapat atau pernah terjasi khusunya di kota Medan adalah berupa:

1. Menggabar ulang desain yang dibuat oleh seseorang arsitek dengan mengganti nama arsiteknya;

2. Pencantuman atau penggantian nam pencipta atas karya arsitektur dalam arti menggunakan desain seseorang dengan pencantuman namanya tanpa mengcopynya;

3. Mengambil sebagai kecil atau sebagian besar idea tau gagasan dari karya Arsitektur seseorang; dan

4. Mengamati suatu bangunan dari suatu daerah dan / atau tempat tertentu, kemudian mewujudkan kembali bangunan tadi di tempat lain.

Diantara para arstitek tidak mempermasalahkan pendaftaran Hak Cipta ataupun upaya untuk melakukan tindakan sehubungan dengan penjiplakan, pengubahan dan peniruan dikalangan Arsitek dianggap sebagai suatu yang biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Berdasarkan hal tersebut, apabila seorang Arsitek mendaftarkan hasil karya Arsitekturnya, maka ia dianggap egois dan dianggap melakukan monopoli.

Dari sisi UUHC sendiri, sisrim pendaftaran yang bersifat deklaratif juga menjadi faktor pendukung para Arsitek tidak mendaftarkan hasil karya Arsitekturnya. Berdasarkan sistim tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa pendaftaran bukan merupakan suatu kaharusan bagi pencpta atau pemegang hak cipta, sebagaimana tersirat didalam penjelasan Pasal 35 ayat (4) UUHC Nomor. 19 Tahun 2002, melainkan bersifat bebas dan tidak memaksa. Hak cipta timbul secara otomatis setelah ide pencipta dituangkan dalam karya cipta yang berwujud. Misalnya dalam Karya Seni Arsitektur, hal ini berarti bahwa suatu ciptaan, baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar akan tetap dilindungi oleh Undang-undang, pendaftaran tidak merupakan bukti pemilikan suatu hak cipta, pendaftaran hak cipta akan bermanfaat untukmembuktikan kebenaran pihak yang dianggap sebagai pencipta yang sebenarnya apabila terjadi sengketa kasus di Pengadilan, dalam kata lain dapat dikemukakan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh pencipta dijadikan sebagai pembuktian untuk menentukan kebenaran penciptan yang bersangkutan.

singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda pidana sedikit Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 tahun (tuju tahun) dan / atau denda paling banyak

Rp.5000.000.000 (lima milyar rupiah) sebagaimana yangdisebutkanpasal 72

Undang-undang Hak Cipta.

Disamping itu, Undang-undang Hak Cipta mencantumkan ketentuan baru mengenai putusan sementara Pasal 60 ayat 1 untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi pemegang hak yang hak ciptanya dilanggar oleh pihak lain. Putusan sementara ini dapat dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga berdasarkan permintaan pihak yang haknya dilanggar yang bertujuan untuk :

a. Mencegah masuknya barang-barang yang diduga hasil pelanggran hak cipta.

b. Menyimpan bukti-bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta. c. Meminta pihakyang haknya dilanggar untuk membawa bukti-bukti

kepemilikan atas hak cipta dan hak terkait.

Dicantumkan putusan sementara dalam Undang-undang Hak Cipta merupakan suaut kemajuan dalam bidang hokum hak cipta di Indonesia. Selain itu pencantuman putusan sementara ini merupakan penjelasan terhadap ketentuan TRIPS, apabila terjadi penyelesaian kasus pelanggaran hak cipta di Pengadilan yang memerlukan proses waktu yang lama, maka Hakim dapat menetapkan putusan sementara yang bertujuan untuk mencegah kerugian yang lebih besar dari pemegang hak cipta / pihak yang haknya dilanggar.

Sejak masih berlaku sistim detik biasa hingga sistim delik aduan yang berlaku saat ini, jarang sekali terjadi kasus pelanggaran hak cipta. Secara jelas dapat dikemukakan bahwa masih sangat jarang kasus pelanggaran hak cipta Arsitektur dibawah kepengadilan, selain melalui jalur pengadilan, maka sengketa kasus hak cipta pun dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa sebagaimana diatur di dalam pasal 65 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002. Cara penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase dapat ditempuh, dengan cara : Konsultasi, Negoisasi, Mediasi, Konsilidasi atau penelitian ahli.

Undang-undang Hak Cipta telah menetapkan jangka waktu perlindungan bagi Karya Arsitektur, yaitu selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) Tahun, setelah pencipta meninggal dunia sebagaiman diatur didalam pasal 29 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta Nomor. 19 Tahun 2002. Sementara itu untuk karya Arsitektur yang dimiliki 2 (dua) orang atau lebih, diberikan perlindungan hak cipta selama hidup pencipta yang meninggal dunia, paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) Tahun, sesudahnya apabila karya seni Arsitektur ini dimiliki dan dipegang oleh badan hokum, maka jangka waktu yang diberikan adalah selama 50 (lima puluh), sejak pertama kali diumumkan.

B. Bentuk-bentuk Karya Arsitektur Yang Dilindungi Oleh Perundang-Undang Hak Cipta Nomor. 19 Tahun 2002

Hak cipta karya Arsitektur sebagai suatu karya yang dapat menjadi kenyataan dibanding Seni dan Sastra, dalam perkembangan dibanding perdagangan, industri dan investasi yang sedemikian pesat maka, perlu diberikan perlindungan agar pencipta lebih bersemangat untuk melanjutkan usahnya dan untuk membuat Ciptaan yang baru, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

Perlindungan hokum merupakan upaya yang diatur oleh Undang-undang, guna mencegah terjadinya pelanggaran dalam hal ini Hak Cipta, dan jika terjadi pelanggaran maka pelanggaran ia akan dijatuhi hukuman sesai dengan ketentuan undang-undang berlaku.

Untuk menjamin kepastian hukum terhadap pemegang hak cipta karya arsitektur, dianjurkan untuk melakukan pendaftaran karyanya tersebut ke Dirjen HKI (Hak Milik Intelektual), karena dengan pendaftaran juga akan diketahui dengan tepat tentang siapa pemilik dari hak atas karya cipta yang bersangkutan, dan akan dilakukan pencatatan pula bila karya cipta itu dialihkan. Dengan pendaftaran kepemilikan atas karya cipta itu, secara umum khalayak ramai akan mengetahui siapa yang mempunyai kewenagan kebendaan atas karya cipta yang bersangkutan. Ini merupakan salah satu proses penting dalam bidang hokum benda yang pada kenyataannya menyangkut permasalahan tentang siapa pemiliknya, terjawab secara pasti dengan adanya pendaftaran itu.

Menurut ketentuan Perundang-undangan, “Setiap Hak Kekayaan Intelektual

wajib didaftarkan”,tegasnya bahwa Undang-undang akan melindungi setiap Hak atas

Intelektual seseorang yang telah didaftar, dan apabila tidak didaftarkan maka dianggap tidak mempunyai kepastian hokum secara formal. Pasal 35 Undnag-undang Nomor. 19 Tahun 2002 tantang hak cipta menyatakan, bahwa pendaftaran ciptaan harus dicatat didaftar umum ciptaan, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal, dan dapat dilihat oleh setiap orang serta tidak adanya suatu kewjiban untuk mendaftarkan hak cipta.

Hak cipta timbul secara otomatis sejak atau pada saat pencipta menuangkan idea tau gagasannya dalam suatu bentuk yang nyata, hal ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta yang menyebutkan bahwa pendaftaran ciptaan bukanlah suatu kaharusan bagi pemegang hak cipta, hal ini terjadi pada suatu ciptaan baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar tetap dilingdungi.

Saat ini di Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang khusu mengatur tentang perlindungan karya arsitektur. Apapun pengaturan karya arsitektur ini, masih diatur didalam pasal 12 ayat (1) huruf g undang-undang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Akan tetapi dalam Undang-undang ini tidak mengatut secara rinci ruang lingkup dan batasan Arsitektur itu sendiri, akan tetapi dalam penjelasan Undang-undang Hak Cipta Nomor. 19 Tahu 2002 disebutkan

bentuk-bentuk Arsitektur yang dilindungi adalah : a. Seni Gambar Bangunan

b. Seni Gambar Miniatur

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait