• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa ( Penumpang) Angkutan

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA (PENUMPANG)

C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa ( Penumpang) Angkutan

Tahun 2009

Angkutan umum merupakan barang umum (public goods), yang artinya merupakan hak setiap warga negara untuk memperolah pelayanan yang baik dalam menggunakan jasa angkutan umum, dan penyediaan alat transportasi yang baik ini merupakan kewajiban pemerintah. Kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi warga negaranya untuk dapat melakukan kegiatan transportasi sejalan dengan tujuan negara yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Dan untuk menjamin terselenggaranya pengangkutan yang baik dan adil bagi masyarakat maka pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pengguna jasa angkutan umum.118

Bentuk perlindungan hukum yang terdapat dalam UU No. 22 Tahun 2009 antara lain adalah dalam undang-undang ini terdapat pengaturan-pengaturan yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan umum. Menurut Pasal 138 ayat (1), angkutan umum Untuk menjamin perlindungan hukum pengguna jasa angkutan umum, maka pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu, mewujudkan etika berlalu lintas dan budaya bangsa, dan mewujudkan penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat, yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

117 Hasil wawancara dengan Ibu Samaria Sinaga, Pimpinan Direksi CV. Karya Agung, pada tanggal 17

Februari 2011, di Jalan Sidamanik No. 8, Pematangsiantar.

118Diakses dari http://hukumonline.com/undang-undang-nomor-22-tahun-2009-pertegas-sistem-

diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau, dan pemerintah bertanggung jawab atas hal tersebut. Ini menunjukkan adanya kepastian hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau tanpa terkecuali.

Selain itu menurut Pasal 197 UU No. 22 Tahun 2009, dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah sebagi penyelenggara angkutan wajib:

a. Memberikan jaminan kepada pengguna jasa angkutan umum untuk mendapatkan pelayanan;

b. Memberikan perlindungan kepada perusahaan angkutan umum dengan menjaga keseimbangan antara penyediaan dan permintaan angkutan umum; dan

c. Melakukan pemantauan dan pengevaluasian terhadap angkutan orang dan barang. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mempunyai peranan yang besar untuk memberikan perlindungan hukum baik bagi pengguna jasa angkutan umum dan perusahaan umum, agar para pihak tidak mengalami kerugian dalam penyelenggaraan pengangkutan dan untuk menciptakan pengangkutan yang baik dan lancar.

Apabila pengguna jasa (penumpang) melakukan pembayaran biaya angkutan dan telah diberikan tanda bukti atas pembayaran tersebut, maka penumpang telah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan pengangkutan. Dan kepada penumpang tidak dibenarkan untuk dibebani biaya tambahan diluar kesepakatan dan penumpang juga berhak atas penggunaan fasilitas bagasi yang tidak dikenakan biaya maksimal 10 kg per penumpang. Ketentuan kelebihan bagasi diatur sesuai dengan kesepakatan antara pengangkut dan penumpang (Pasal 84 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003).

Menurut Pasal 187 UU No. 22 Tahun 2009, perusahaan pengangkutan umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh pengguna jasa baik penumpang maupun pengirim barang jika terjadi pembatalan keberangkatan. Selain itu menurut Pasal 191

UU No. 22 Tahun 2009, perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Perusahaan pengangkutan umum juga bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang (Pasal 192 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009). Apabila dalam penyelenggaraan pengangkutan, terjadi kecelakaan pengangkutan yang mengakibatkan penumpang menjadi korban kecelakaan lalu lintas, maka menurut Pasal 240 UU No. 22 Tahun 2009 penumpang berhak untuk mendapatkan:

a. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau pemerintah;

b. Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas; dan

c. Santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.

Apabila perusahaan pengangkutan tidak memberikan santunan asuransi atau tidak mengasuransikan tanggung jawabnya, maka terhadap perusahaan pengangkutan tersebut dapat diberikan sanksi administratif, yakni peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan izin dan/atau pencabutan izin.

Dan setiap korban kecelakaan lalu lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 241 UU No. 22 Tahun 2009).

Pada UU No. 22 Tahun 2009 juga terdapat perlindungan hukum bagi pengguna jasa (penumpang) yang merupakan penyandang cacat, orang tua lanjut usia, anak-anak, wanita hamil dan orang sakit untuk memperoleh perlakuan khusus antara lain meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan. Bagi perusahaan angkutan umum yang tidak

memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan izin dan/atau pencabutan izin.

Hal ini sangat berbeda dengan undang-undang Lalu Lintas sebelumnya, yakni UU No. 14 Tahun 1992, dimana di dalam undang-undang tersebut perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang) angkutan umum belum maksimal, bahkan masih sangat minim. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak pengaturan mengenai peranan serta tanggung jawab pemerintah secara detail terhadap penyelenggaraan lalu lintas, dan tidak adanya pengaturan mengenai peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pengangkutan, selain itu pasal- pasal (ketentuan) mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum masih sangat sedikit dibandingkan dengan UU No. 22 Tahun 2009, misalnya dalam hal perlakuan khusus bagi penyandang cacat , manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil dan orang sakit. Dalam UU No. 22 Tahun 2009, hal tersebut dijabarkan secara jelas, namun dalam UU No. 14 Tahun 2009 berdasarkan Pasal 49 (1), perlakuan khusu hanya diberikan bagi penderita cacat saja. Hal ini membuktikan bahwa dalam UU No. 22 Tahun 2009, perlindungan hukum bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum lebih menjamin diperhatikan.

Pada perusahaan pengangkutan CV. Karya Agung, perlindungan hukum terhadap penumpang di CV. Karya Agung telah dilaksanakan dengan baik. Dimana, pihak CV. Karya Agung akan memberikan pelayanan angkutan kepada para calon penumpang yang telah melakukan pembayaran dan akan mengembalikan biaya angkutan apabila terjadi keterlambatan atau pembatalan keberangkatan. Dan pihak CV. Karya Agung akan memberikan ganti kerugian kepada penumpang terhadap segala sesuatu kerugian yang timbul akibat kesalahan atau kelalaian pihak pengangkut. Dan pihak CV. Karya Agung telah

mengasuransikan setiap penumpang yang diangkutnya, sehingga jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan luka-luka, cacat seumur hidup ataupun meninggal dunia akan mendapatkan santunan dari PT. Jasa Raharja terhadap penumpang atau ahli warisnya (bagi penumpang yang meninggal dunia).119

119Hasil wawancara dengan Ibu Samaria Sinaga, Pimpinan Direksi CV. Karya Agung, pada tanggal 17

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pihak pengangkut dan pihak pengguna jasa sama tinggi. Dalam perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini dia berhak untuk memperoleh jasa pengangkutan. Penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut.

2. Hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum akibat kesalahan dari pihak pengangkut, menurut UU No. 22 Tahun 2009 adalah kecelakaan dalam pengangkutan. Sedangkan pada penyelenggaraan pengangkutan darat yang diselenggarakan oleh CV. Karya Agung, hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum yang diakibatkan kesalahan dari pihak pengangkut antara lain kecelakaan yang diakibatkan kesalahan atau kelalaian pengemudi. Pengguna jasa (penumpang) dapat juga menderita kerugian akibat keadaan (kondisi) angkutan umum tidak dalam keadaan baik dan layak pakai, juga dapat disebabkan karena barang bawaan penumpang hilang, dicuri, ataupun jatuh di jalan.

3. Adapun perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang) angkutan umum telah diatur dengan baik dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mana dalam undang-undang ini tidak hanya terdapat peranan serta tanggung jawab pihak pengangkut dan pihak penumpang tetapi juga terdapat

pengaturan mengenai peranan dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, serta sanksi bagi para pihak yang tidak memenuhi peraturan yang terdapat dalam undang- undang tersebut.

B. Saran

Sebagai bagian terakhir maka penulis mencoba memberikan saran-saran dan pertimbangan-pertimbangan. Adapun saran dan pertimbangan itu adalah sebagai berikut:

1. Agar pihak pemerintah dapat semakin meningkatkan kegiatan sosialisasi UU No. 22 Tahun 2009, baik terhadap penyelenggara angkutan umum dan terhadap masyarakat luas sebagai pengguna jasa angkutan umum. Hal ini bertujuan agar pihak perusahaan pengangkutan dapat memahami hak dan kewajibannya dengan baik sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada penumpangnya, dan agar masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan umum dapat mengetahui kewajiban dan hak-haknya yang dilindungi dalam UU No. 22 Tahun 2009, sehingga nantinya dapat tercapai penyelenggaraan pengangkutan yang baik dan lancar.

2. Agar penyelenggara angkutan umum CV. Karya Agung dapat meminimalisirkan hal- hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi pengguna jasa (penumpang), misalnya mengadakan pembinaan kepada para pengemudi angkutan CV. Karya Agung secara berkala, sehingga keamanan dan keselamatan para penumpang bias lebih terjamin. 3. Agar segala upaya perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang)

angkutan umum yang sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 dapat benar- benar dilaksanakan oleh seluruh perusahaan pengangkutan umum.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adji, Sution Usman, dkk, 1990, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Arrasjid, Chainur, 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Asshiddiqie, Jimly, Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen, Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan NKRI.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1974, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

______________________, 1983, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung: Penerbit Alumni.

Basri, Hasnil, 2002, Hukum Pengangkutan, Medan: Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Djamin, Djanius, Syamsul Arifin, 1993, Bahan Dasar Hukum Perdata, Medan: Perbanas. Harahap, Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Penerbit Alumni.

Kansil, C. S. T, 2006, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Komariah, 2008, Hukum Perdata, Malang: UMM Press.

Muhammad, Abdulkadir, 1990, Hukum Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti.

___________________, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra Aditya Bakti. Mertokusumo, Soedikno, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty. Projodikoro, Wirjono, 1981, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Penerbit Sumur. Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan: Penerbit Pusaka Bangsa.

Purwosutjipto, H. M. N, 1981, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan.

Subekti, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Pembimbing Masa. ______, 1987, Hukum Perjanjian, Bandung: PT. Intermasa.

Suharmoko, 2004, Hukum Perjanjian, Jakarta: Prenada Media.

Tirtodiningrat, 1986, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Jakarta: PT. Pembangunan.

Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Medan: USU Press.

Warpani, Suwardjoko, 1990, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Bandung: ITB. _______________, 2000, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung: ITB. Watni, Syaiful, dkk, 2004, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut

dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, Jakarta: Penerbit Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.

C. Kamus

W. J. S Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka.

D. Internet

Dokumen terkait