• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Tinjauan Kepustakaan

3. Bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Pidana

Putusan hakim atau yang biasa disebut juga dengan putusan pengadilan sangat diperlukan untuk menyelesaikan suatu perkara pidana. Putusan hakim ini dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum tentang statusnya dan untuk dapat mempersiapkan langkah hukum selanjutnya seperti menerima putusan, melakukan upaya hukum banding, kasasi, grasi, dan sebagainya.

Pengertian putusan hakim menurut Leden Marpaung, adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak- masaknya yang dapat berbentuk tulisan maupun lisan.45

Ditinjau dari segi praktik dan teoritik mengenai putusan hakim, Lilik Mulyadi menyatakan:46

Pengertian putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Putusan juga dapat diartikan sebagai hasil atau kesimpulan dari suatu yang telah dipertibangkan

“Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar hukum yang dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya”

45Lilik Mulyadi,

Hukum Acara Pidana; Normatif, Teoritis, Praktik, dan Permasalahannya. (PT. Alumni: Bandung, 2007), hlm. 217.

dan dinilai dengan matang yang dapat berbentuk tulisan ataupun lisan.47

Secara teoritik, putusan bebas dalam sitem hukum Eropa Kontinental biasa disebut dengan Vrijspraak sedangkan dalam sistem hukum Anglo-Saxon putusan bebas disebut juga dengan Acquital. Pada asasnya, putusan bebas ini biasanya dijatuhkan hakim dengan alasan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa atau Penuntut Umum dalam surat dakwaan.

Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang peradilan. Putusan yang dijatuhkan hakim dimaksudkan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya, dengan terlebih dahulu memeriksa perkaranya.

Agar suatu putusan dapat dianggap sah dan berkekuatan hukum, sesuai dengan Pasal 195 dan 200 KUHAP semua putusan harus diucapkan di sidang terbuka untuk umum dan setelah itu ditandatangai oleh majelis hakim dan panitera.

KUHAP menetapkan 3 bentuk putusan pengadilan dalam pasal 191 dan pasal 193, yaitu sebagai berikut:

1. Putusan Bebas (Vrijspraak)

48

Dalam penjelasannya, Pasal 191 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adalah karena menurut penilaian hakim yang didasarkan pada

47Kejaksaan Agung, “

Peristilahan Hukum Dalam Pratek”, (Kejaksaan Agung: Jakarta, 1985), hlm. 221.

alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana, perbuatan yang didawakannya tidak cukup terbukti.

Secara yuridis, Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan bebas setelah memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa:49

a. Ketiadaan alat bukti seperti ditentukan asas minimum pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negative wettelijke bewijs theorie) sebagaimana dianut dalam KUHAP. Jadi, pada prinsipnya Majelis Hakim pada persidangan tidak cukup membuktikan tentang kesalahan terdakwa serta hakim tidak yakin terhadap kesalahan tersebut.

b. Majelis Hakim berpandangan terhadap asas minimum pembuktian yang ditetapkan oleh undang-undang telah terpenuhi, tetapi Majelis Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa.

Pendapat lain, yaitu menurut Martiman Prodjohamidjojo, bahwa dakwaan tidak terbukti berarti apa yang disyaratkan oleh Pasal 183 tidak terpenuhi, yaitu karena:50

b. Meskipun terdapat dua alat bukti yang sah, tetapi hakim tidak mempunyai keyakinan atas kesalahan terdakwa, misalnya ada keterangan dua saksi yang sah, tetapi hakim tidak yakin atas kesalahan a. Tiadanya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, yang disebut

oleh Pasal 184 KUHAP, contohnya satu saksi tanpa diteguhkan dengan bukti lain.

49

Ibid, hlm. 218.

50

terdakwa.

c. Jika salah satu atau lebih unsur tidak terbukti

2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan (Onslag van alle Rechtsvervloging) Kemudian bentuk lain dari putusan adalah putusan lepas dari segala tuntutan. Dasar hukum dari eksistensi putusan ini adalah Pasal 191 ayat 2 KUHAP yang berbunyi : “Jika pengadilan berpendapat bahwa pebuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.” Dapat kita simpulkan bahwa terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum apabila perbuatan yang didakwakan kepadanya memang terbukti secara sahdan meyakinkan, namun perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana baik merupakan kejahatan ataupun suatu pelanggaran.

Putusan lepas dari segala tuntutan dapat dijatuhkan bila terdapat alasan penghapus pidana baik yang menyangkut perbuatannya sendiri (alasan pembenar) maupun yang menyangkut diri pelaku pidana perbuatan itu (alasan pemaaf), misalnya:51

51

Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. (PT. Raja Grafindo Persada: a. Orang yang sakit jiwa, atau cacat jiwanya, diatur dalam Pasal 44 KUHP b. Keadaan memaksa (overmacht), diatur dalam Pasal 48 KUHP

c. Membela diri (noodweer), diatur dalam Pasal 49 KUHP

d. Melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturaan Undang-Undang, diatur dalam Pasal 50 KUHP

e. Melakukan perintah yang diberikan oleh atasan yang sah, diatur dalam Pasal 51 KUHP

Menurut Soedarjo,52

Wigjosoebroto mengklasifikasikan penelitian hukum sebagai berikut: hal-hal yang menjadi penghapus suatu tindak pidana dalam pasal-pasal tersebut adalah hal yang bersifat umum, selain yang diatur dalam pasal tersebut ada diatur mengenai hal-hal yang menjadi penghapus pidana yang bersifat khusus, misalnya Pasal 166 dan 310 ayat (3) KUHP.

3. Putusan Pemidanaan ( Veroordeling )

Putusan pemidanaan disebut juga dengan Veroordeling yang diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang menyatakan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana"

Dokumen terkait