• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Pola Peresepan

2. Bentuk sediaan obat

Perkembangan ilmu biofarmasi, melihat bentuk sediaan sebagai suatu

drug delivery system” yang menyangkut pelepasan obat berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari obat yang sudah dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorpsi oleh cairan tubuh, metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat dari tubuh. Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula dan cara pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran cerna dan sebagian lagi masih belum dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna. Sesudah obat didistribusikan dalam tubuh maka konsentrasinya akan ditentukan oleh parameter farmakokinetiknya (Sjuib, 2008).

Menurut bentuk sediaannya, obat dikelompokkan menjadi:

1. Bentuk padat, contohnya adalah serbuk (pulvis), tablet, pil, kapsul, dan suppositoria.

2. Bentuk setengah padat, contohnya adalah salep (unguentum), krim, pasta, cerata, gel, salep mata (occulenta).

3. Bentuk cair/larutan, contohnya adalah potio, sirup, eliksir, obat tetes, gargarisme,clysma,epithemia, injeksi, infuse intravena,douche, dan lotio. 4. Bentuk gas, contohnya adalah inhalasi/spray/aerosol(Syamsuni, 2005).

a. Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan. Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (Dirjen POM RI, 1995).

b. Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat

juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor yang paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Kapsul gelatin keras terdiri atas dua bagian, bagian tutup dan bagian induk. Umumnya, ada lekuk khas pada bagian tutup dan induk, untuk memberikan penutupan yang baik bila bagian induk dan tutup cangkangnya dilekatkan sepenuhnya, yang mencegah terbukanya cangkang kapsul yang diisi, selama transportasi dan penanganan. Kapsul cangkang keras yang terbuat dari pati terdiri atas bagian tutup dan induk. Karena kedua bagian tersebut tidak melekat dengan baik, maka bagian-bagian tersebut dilekatkan menjadi satu pada saat pengisian, untuk menghindari pemisahan (Dirjen POM RI, 1995).

c. Pulvis (serbuk)

Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau pemakaian luar. Serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut dan lebih larut daripada bentuk sediaan yang dipadatkan, karena serbuk mempunyai luas permukaan yang luas. Anak-anak atau orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan obat dalam bentuk serbuk. Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul dalam ukuran yang lazim, dapat dibuat dalam bentuk serbuk. Obat yang tidak stabil dalam suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam bentuk serbuk (Dirjen POM RI, 1995).

Serbuk oral dapat dapat diserahkan dalam bentuk terbagi (pulveres) atau tidak terbagi (pulvis). Pada umumnya pulveres dibungkus dengan kertas perkamen. Walaupun begitu apoteker dapat melindungi serbuk dari pengaruh lingkungan dengan melapisi tiap bungkus dengan kertas selofan atau sampul polietilena. Pulvis hanya terbatas pada obat yang relatif tidak poten, seperti laksan antasida, makanan diet dan beberapa analgesik tertentu dan pasien dapat menakar secara aman dengan sendok teh atau penakar lain. Serbuk tidak terbagi lainnya antara lain, serbuk gigi, serbuk tabur. Serbuk tidak terbagi sebaiknya disimpan dalam wadah gelas, bermulut lebar, tertutup rapat, untuk melindungi pengaruh atmosfer dan mencegah penguapan senyawa yang mudah menguap. (Dirjen POM RI, 1995).

d. Salep

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok:

1). Dasar salep senyawa hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci, tidak mengering serta tidak berubah warna dalam waktu yang lama (Dirjen POM RI, 1995).

2). Dasar salep serap. Dasar salep ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga bermanfaat sebagai emolien (Dirjen POM RI, 1995).

3). Dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini dinyatakan juga

sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologic (Dirjen POM RI, 1995).

4). Dasar salep larut air. Dasar salep ini juga sering disebut dengan dasar salep tak berlemak, dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti paraffin, lanolin anhidrat atau malam (Dirjen POM RI, 1995).

Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut. Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi (Dirjen POM RI, 1995).

e. Solutiones (larutan)

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur. Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiaannya, misalnya larutan oral, larutan topikal, atau penggolongan yang didasarkan pada sistem pelarut dan zat terlarut seperti spirit, tingtur, dan larutan air. Larutan oral merupakan sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air (Dirjen POM RI, 1995).

Dokumen terkait