• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Definisi BBLR

Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada di bawah persentil 10 dinamakan ringan untuk kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut prematur (Proverawati, 2010).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan pada saat kelahiran <2.500 gram tanpa memandang masa gestasi (Sholeh M dkk., 2014). Jadi, BBLR tidak hanya dapat terjadi pada bayi prematur, tapi juga pada bayi cukup bulan yang mengalami hambatan pertumbuhan selama kehamilan (Profil Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).

b. Etiologi BBLR

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah yaitu :

1) Prematur Murni

Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamilan atau di sebut juga neonatus preterm/BBLR/SMK (Anik, 2013).

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya BBLR Faktor Persalinan Prematur atau BBLR adalah :

a) Inufisiensi plasenta b) Disproporsi sefalopelvik

c) Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enukleasi miom.

d) Grande multipara e) Gemeli

f) Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion g) Plasenta previa`

c. Tanda Gejala BBLR

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai ciri-ciri : 1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu 2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram

3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm

5) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang

6) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya 7) Tumit mengkilap, telapak kaki halus

8) Genitalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki)

9) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah

10) Fungsi syaraf yang belum atau tidak efktif dan tangisnya lemah 11) Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot

dan jaringan lemak masih kurang

12) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada (Rukiyah, 2011). d. Klasifikasi BBLR

Menurut Rukiyah (2011), ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR, yaitu :

1) Menurut harapan hidupnya :

a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram

b) Bayi berat lahir sangat renda h (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram

c) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000 gram.

2) Menurut masa gestasinya :

a) Prematuritas murni : masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).

b) Dismaturitas : bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

e. Komplikasi BBLR

Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berat badan lahir rendah adalah sebagai berikut:

1) Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan barnapas pada bayi)

2) Hipoglikemi simptomatik, terutama pada laki-laki

3) Penyakit membrane hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernapasan berikutnya.

5) Hiperbilirubinemia

Bayi dismatur sering mendapatkanhiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.

f. Diagnosis BBLR

Dalam mendiagnosa bayi dengan BBLR maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah tersebut di bawah ini :

1) Penghitungan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir)

2) Penilaian secara klinis : BB, PB, Lingkar Dada, dan Lingkar Kepala (Rukiyah, 2011).

g. Penanganan BBLR

Penanganan BBLR antara lain :

1) Mempertahankan suhu dengan ketat : BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.

2) Mencegah infeksi dengan ketat : BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.

3) Pengawasan nutrisi/ASI : Refleks menelan BBLR belum sempurna oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. 4) Penimbangan ketat : Perubahan berat badan mencerminkan kondisi

gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.

5. NIFAS

1. Definisi nifas

Kala puerperium (nifas) yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya organ kandungan pada keadaan yang normal (Manuaba, 2013).

Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selsai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-nikah (Vivian, dkk.2011).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Masa nifas berlangsung lama kira-kira 6 minggu

(Prawirohardjo, 2006). 2. Tahapan masa nifas :

a. Puerperium dini

Kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta menjalankan aktifitas layaknya wanita normal lainnya.

b. Puerperium intermediate

Suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c. Puerperium remote

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Vivian, dkk. 2011).

3. Perubahan fisiologis masa nifas

Perubahan fisilogis menurut Vivian, dkk. 2011 sebagai berikut : a. Uterus

Proses involusi adalah proses kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses involusi sebagai berikut:

1) Iskemia miometrium

Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemia dan menyebabkan serat otot atrofi (Vivian, dkk.2011).

2) Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga panjangnya 10x dari semula dan lebar lima kali dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormone estrogen dan progesterone (Vivian, dkk.2011).

3) Efek oksitosin

Menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uteri sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan

berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs/tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan (Vivian, dkk.2011).

Menurut Mochtar (2012) terjadi perubahan fisilogis pada uterus yaitu uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (berinvolusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. a. Involusi tempat plasenta

Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata, kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. penyembuhan luka bekas plassenta khas sekali. Pada pemulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus (Vivian, dkk. 2011).

b. Perubahan ligament

Ligament dan diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi (Vivian, dkk. 2011).

c. Perubahan pada serviks

Perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah ada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin (Vivian, ddk. 2011).

d. Lokhia

Ekresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organism berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada vagina normal. Menurut Vivian dkk (2011) pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya sebagai berikut :

1) Lokia rubra/merah (kruenta)

Lokia ini muncul pada hari 1-3 masa postpartum. Warnanya merah dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari desidua dan chorion. Lokia ini terdiri atas sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, dan sisa darah.

2) Lokia sanguinolenta

Lokia ini muncul pada hari 3-7 hari postpartum. Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma darah.

3) Lokia serosa

Lokia ini muncul pada hari ke 7-14 postpartum. Warnanya kekuningan/kecoklatan. Lokia ini terdiri atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit, dan robekan jalan lahir.

4) Lokia alba

Lokia ini muncul lebih dari hari ke 14 postpartum. Warnanya lebih pucat, putih, kekuningan, serta lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati (Vivian, dkk. 2011).

e. Perubahan pada vagina dan perineum

Estrogen pascaportum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagiana. Kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat

koitus (diaspareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstrurasi dimulai lagi.

Menurut Prawirohardjo (2006) perubahan fisiologis masa nifas sebagai berikut : perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran lokhia, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan system tubuh lainnya, perubahan psikis.

Tabel 2.5 Tinggi Fundus Uteri (TFU) dan berat uterus

Involusi TFU Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat,2 jari

dibawah pusat

1000 Gram

1 minggu Pertengahan pusat

simfisis

750 Gram

2 minggu Tidak teraba diatas

simpfisis

500 Gram

6 minggu Normal 50 Gram

8 minggu Normal seperti

sebelum hamil.

30 Gram

*jbpst = jari bawah pusat Sumber : Mochtar (2012).

Tabel 2. 6 perubahan uterus masa nifas

Involusi uterus TFU Berat uterus Diameter uterus Palpasi cervik Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak 7 hari Pertengahan pusat - shympisis 500 gr 7,5 cm 2 cm

14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm

6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit

4. Fase psikologi ibu nifas

a. Fase taking in : fase ketergantungan ibu yang berlangsung 1-2 hari pasca melahirkan. Dalam fase taking ini ibu berfokus pada dirinya

b. Fase taking hold : fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu selalu merasa khawatiran atas ketidak mampuannya dan tanggung jawab merawat anak. Periode taking hold dianggap masa perpindahan dari keadaan ketergantungan manjadi keadaan mandiri.

c. Fase letting go : fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan (Bethsaida, dkk. 2012).

5. Kebijakan program nasional masa nifas

Menurut profil kesehatan 2015 : 144 kunjungan masa nifas dilakukan sebanyak 3 kali yaitu :

a. KF-1 : 6 jam sampai hari 3

b. KF-2 : hari ke 4 sampai hari ke 28 hari pasca persalinan c. KF-3 : pada hari ke-29 sampai hari ke-42 pasca persalinan

Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari : a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, penapasan, dan

suhu).

b. Pemeriksaan tingga puncak rahim (fundus uteri) c. Pemeriksaan lokhia dan cairan anjuran ASI Ekslusif

d. Pemberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) keehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana.

e. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).

6. Komplikasi masa nifas a. Hemoragi

1) Perdarahan pasca persalinan primer

Perdarahan per vaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin. Beberapa etiologi dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa plasenta (80%), laserasi jalan lahir (20%) serta gangguan faal bembekuan darah pascasolusio plasenta (Vivian dkk,2011).

Penatalaksaan yang dapat dilakukan menurut Vivian ddk (2011) yaitu :

a. Perdarahan kala III (plasenta belum lahir)

Massase fundus uterus untuk memicu kontraksi uterus disertai dengan tarikan tali pusat terkendali. Bila perdarahan terus terjadi mekipun laserasi jalan lahir atau rupture uteri. Bila plasenta belum dapat dilakukan plasenta menual (Vivian dkk, 2011).

b. Perdarahan pasca persalinan

1) Periksa apakah plasenta lengkap 2) Massase fundus uteri

3) Pasang infuse RL dan berikan uterotonik

4) Bila perdarahan lebih dari 1 L pertimbangan tranfusi 5) Periksa faktor pembekuan darah

6) Bila kontraksi uterus baik dan perdarahan terus terjadi periksa kembali kemungkinan adanya laserasi jalan lahir.

7) Bila perdarahan terus berlangsung lakukan kompresi bimanual.

8) Bila perdarahan terus berlangsung, pertimbangan ligasi arteri hipogastrika.

Dokumen terkait