• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhirnya dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.

b. Pada kala III persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah kelahiran bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena pelekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan terlipat, menebal dan akhirnya lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina.

c. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah : 1) Uterus menjadi bundar

2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim.

3) Tali pusat bertambah panjang. 4) Terjadi perdarahan.

4. Kala IV (kala observasi)

a. Kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi lahir, untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum.

b. Kala IV dimulai sejak ibu dinyatakan aman dan nyaman sampai 2 jam.

c. Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan pasca persalinan sering terjadi pada 2 jam pertama. d. Observasi yang dilakukan adalah :

1) Tingkat kesadaran penderita.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu, pernafasan, nadi.

3) Kontraksi uterus, Tinggi Fundus Uteri.

4) Terjadinya perdarahan : perdarahan normal bila tidak melebihi 400-500 cc.

Lama persalinan dihitung dari kala 1 sampai dengan kala III kemungkinan akan berbeda, dibawah ini adalah table perbedaan lama persalinan anatara Nullipara dengan Multipara.

Tabel 1.1 lama persalinan

Lama Persalinan

Para 0 Multipara

Kala I 13 jam 7 jam

Kala II 1 jam ½ jam

Kala III ½ jam ¼ jam

14 ½ jam 7 ¾ jam

(4) Mekanisme Persalinan

Pada minggu terakhir kehamilan, segmen bawah rahim meluas untuk menerima kepala janin, terutama pada primigravida, sedangkan pada multigravida, peluasan tersebut terjadi pada saat dimulainya partus (Mochtar, 2012).

(5) Asuhan pada persalinan a) Tujuan asuhan persalinan

Tujuan asuhan persalinan normal adalah untuk menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi. Walaupun dengan intervensi yang minimal, namun upaya yang terintegrasi dan lengkap tetap harus dijaga agar

prinsip keamanan dan kualitas pelayanan optimal. Dengan pendekatan seperti ini, maka hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti cuci tangan, penggunaan sarung tangan, sanitas lingkungan dan proses ulang (Sterilisasi) peralatan bekas pakai.

2) Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan, dan menolong proses persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan patrograf untuk membuat keputusan klinik sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan memadai.

3) Memberikan asuhan sayang ibu disetiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi pasien dan keluarganya tentang proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.

4) Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi pasien di setiap tehapan persalinan dan tahapan bayi baru lahir (BBL).

5) Menghindari berbagai tindakan yang tidak perlu dan berbahaya seperti pemasangan kateter urin, tindakan episiotomy, amniotomi sebelum terjadi pembukaan lengkap, meminta pasien meneran secara terus menerus, dan penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir. 6) Melakukan penatalaksanaan aktif pada kala III untuk

mencegah perdarahan pasca persalinan.

7) Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan menghangat bayi pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali tanda-tanda komplikasi serta mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk menyelamatkan pasien dan bayi baru lahir.

8) Memberikan asuhan dan pemantauan pada awal nifas untuk memastikan kesehatan, keamanan, serta kenyamanan pasien dan bayi baru lahir : mengenali secara dini tanda dan gejala bahaya atau komplikasi pasca persalinan pada pasien juga pada bayi baru lahir serta mengambil tindakan yang sesuai. 9) Mengajarkan pada pasien dan keluarganya untuk mengenali

tanda dan gejala bahaya pada masa nifas pada pasien dan bayi baru lahir.

10)Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan (Sulistyawati, A, 2010).

b) Asuhan Persalinan Normal 58 Langkah

1) Langkah 1

Mendengarkan, melihat dan memeriksa gejala serta tanda gejala kala II sebagai berikut :

a) Ibu mengatakan dorongan kuat dan rasa ingin meneran. b) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada

rectum dan vagina.

c) Perineum tampak menonjol. d) Vulva dan sfingter ani membuka.

2) Langkah ke 2

Memastikan perlengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksanakan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia, yaitu : tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering., lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.

a) Menggelar kain diatas perut ibu, tempat resusitasi, dan mengganjal bahu bayi.

b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

3) Langkah 3

4) Langkah 4

Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian mengeringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

5) Langkah 5

Memakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.

6) Langkah 6

Memasukan oksitosin kedalam tabung suntik ( menggunakan tangan yang memakan sarung tangan DTT dan steril, memastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).

7) Langkah 7

Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibahasi air DTT.

a) Jika introitus vagina, perineum atau terkontaminasi tinja, membersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.

b) Membuang kapas atau pembersih ( terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.

c) Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (mendokumentasi, melepaskan, dan merendam dalam larutan klorin 0,5%).

8) Langkah 8

a) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

b) Melakukan amniotomi bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap.

9) Langkah 9

Mendokumentasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5% kemudian melepaskan dan merendam kedalam terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.

10) Langkah 10

Memeriksakan denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 120-160 x/menit).

11) Langkah 11

a) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, serta membantu

ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.

b) Menunggu hingga timbul rasa ingin meneran,

melanjutkan pemantauan kondisi ibu dan janin, memantau kenyamanan ibu ( mengikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif), dan mendokumentasikan sesuai temuan yang ada.

c) Menjelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan member semangat pada ibu untuk meneran secara benar

12) Langkah 12

Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran ( jika ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, membantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi yang diinginkan dan memastikan ibu merasa nyama).

13) Langkah 13

Melaksanakan bimbingan meneran pada saar ibu merasakan ada dorongan kuat untuk meneran dengan cara sebagai berikut :

a) Membimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.

b) Mendukung dan beri semangat pada saat meneran dan memperbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.

c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).

d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.

e) Menganjurkan keluarga member dukungan dan

semangat untuk ibu.

f) Memberikan cukup asupan cairan per-oral (minum). g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

h) Segera merujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 120 menit atau 2 jam meneran pada primigravida, dan 60 menit atau 1 jam meneran pada multipravida.

14) Langkah 14

Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran 60 menit.

15) Langkah 15

Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

16) Langkah 16

Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu.

17) Langkah 17

Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.

18) Langkah 18

Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

19) Langkah 19

Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka melindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan defleksi dan membantu lahirnya kepala. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernafas cepat dan dangkal.

20) Langkah 20

Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan segera melanjutkan proses kelahiran bayi.

a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, mengklem tali pusat didua tempat dan memotong diantara klem tersebut.

21) Langkah 21

Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

22) Langkah 22

Memegang secara biparietal setelah kepala melakukan putaran paksi luar. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Secara lembut menggerakan kepala kea rah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian menggerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

23) Langkah 23

Menggeser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan, dan siku sebelah bawah setelah kedua bahu lahir. Menggunakan tangan atas untuk menyelusuri dan memegang lengan dan sebelah atas.

24) Langkah 24

Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berkelanjut ke punggung, bokong dan kaki. Memegang kedua mata kaki (memasukan telunjuk diantara kaki dan memegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

25) Langkah 25

Melakukan penilaian (selintas) sebagai berikut :

a) Apakah bayi menangis kuat atau bernafas tanpa kesulitan?

b) Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Jika bayi tidak bernafas atau megap-megap, segera lakukan tindakan resusitasi ( langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia).

26) Langkah 26

Mengeringkan dan memosisikan tubuh bayi diatas perut ibu.

a) Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa membersihkan verniks), kecuali bagian tangan.

b) Mengganti handuk basah dengan handuk kering.

c) Memastikan bayi dalam kondisi mantap diatas perut ibu.

27) Langkah 27

Memastikan kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (cek janin tunggal).

28) Langkah 28

Memberitahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik).

29) Langkah 29

Menyuntikkan oksitosin 10 unit (intramuscular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (melakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin) dalam waktu satu menit setelah bayi lahir.

30) Langkah 30

Menjepit tali pusat dengan menggunakan klem (dua menit setelah bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilicus) bayi. Pada sisi luar klem penjepit, mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan melakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.

31) Langkah 31

Memotong dan mengikat tali pusat dengan cara sebagai berikut :

a) Mengangkat tali pusat yang telah dijepit dengan satu tangan kemudian melakukan pengguntingan tali pusat (melindungi perut bayi) diantara 2 klem tersebut.

b) Mengikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang ke sisi

berlawanan dan melakukan ikatan kedua menggunakan benang dengan simpul kunci.

c) Melepaskan klem dan memasukan dalam wadah yang telah tersedia.

32) Langkah 32

Melakukan persiapan inisiasi menyusui dini dengan cara sebagai berikut :

a) Menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ke ibu kekulit bayi.

b) Meletakan bayi dengan posisi tengkurap didada ibu. c) Meluruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan

baik didinding dada perut ibu.

d) Mengusahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.

33) Langkah 33

Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi.

34) Langkah 34

Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

35) Langkah 35

Meletakan satu tangan diatas kain pada perut iu yaitu padaa tepi atas simfisis untuk mendeteksi dan tangan lain menegangkan tali pusat.

36) Langkah 36

Menegangkan tali pusat kearah bawah setelah uterus berkontraksi, sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas (dorso cranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri).

Menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik kemudian mengulangi prosedur diatas. Meminta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu jika uterus tidak segera berkontraksi.

37) Langkah 37

Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial

hingga plasenta terlepas. Meminta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai kemudian kearah atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial).

a) Jika tali pusat bertambah panjang memindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat maka :

(1) Memberi dosis ulang oksitosin 10 unit IM.

(2) Melakukan katerisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh.

(3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

(4) Mengulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya.

(5) Segera merujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir.

(6) Melakukan manual plasenta jika terjadi perdarahan.

38) Langkah 38

Melahirkan plasenta dengan kedua tangan saat plasenta muncul diintroicus vagina. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian melahirkan dan menepatkan plasenta pada wadah yang telah disedikan. Jika selaput ketuban robek memakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian menggunakan jari-jari tangan atau klem

DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

39) Langkah 39

Melakukan massase uterus segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir. Meletakan telapak tangan di fundus dan melakukan massase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Melakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ massase.

40) Langkah 40

Memeriksakan kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan memastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Memasukan plasenta ke dalam kantung plastic atau tempat khusus.

41) Langkah 41

Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

42) Langkah 42

Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

43) Langkah 43

Memberi cukup waktu untuk terjadi kontak kulit ibu bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam).

a) Sebagian besar bayi berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.

b) Membiarkan bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.

44) Langkah 44

Melakukan penimbangan/pengukuran bayi, member tetes mata antibiotic profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramuscular dipaha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu dengan bayi.

45) Langkah 45

a) Memberikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian vitamin K1) dipaha kanan anterolateral.

b) Meletakan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.

c) Meletakan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan membiarkan sampai bayi berhasil menyusu.

46) Langkah 46

Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam sebagai berikut:

a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.

b) Setiap 15 menit pada satu jam pertama pasca persalinan.

c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan. d) Melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksanakan

atonia uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.

47) Langkah 47

Mengajarkan ibu dan keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai kontraksi.

48) Langkah 48

Mengevaluasi dan mengestimasi jumlah kehilangan darah.

49) Langkah 49

Memantau TTV ibu sebagai berikut :

a) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama dua jam pertama persalinan. b) Memeriksa temperature ibu sekali setiap jam selama

dua jam pertama pasca persalinan.

c) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

50) Langkah 50

Memeriksaka kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 x/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5ºC).

51) Langkah 51

Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan setelah didekontaminasi.

52) Langkah 52

Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

53) Langkah 53

Membersihkan badan ibu menggunakan air DTT kemudian membersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan darah serta membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

54) Langkah 54

Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu memberikan ASI, serta menganjurkan keluarga untuk member ibu minuman dan makanan yang diinginkan.

55) Langkah 55

Mendekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

56) Langkah 56

Mecelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% membalik bagian dalam keluar, dan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

57) Langkah 57

Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian mengeringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.

58) Langkah 58

Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), memeriksa tanda vital, dan asuhan kala IV (Buku Pelatihan APN, 2014, JNPK-KR 2014).

c) Komplikasi dalam persalinan 1) Persalinan Prematur

Persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari aterm (37 minggu). Persalinan premature memerlukan pemantuan secara khusus karena mempunyai resiko yang tinggi dengan kelahiran berat bayi lahir rendah (BBLR) (Varney, 2008).

2) Ketuban pecah dini

Ketuban yang pecah sebelum ada tanda-tanda persalinan tanpa melihat usia gestasi. Dikatakan ketuban

pecah dini apabila ketuban pecah lebih dari 8 jam dan tidak ada pembukaan serviks (Varney, 2008).

3) Amnionitis atau korioamnionitis

Terjadi infeksi pada kulit ketuban dan cairan ketuban, biasanya terjadi karena ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam), dengan atau tanpa persalinan yang memanjang, pada pemeriksaan dalam (Varney, 2008).

4) Prolaps tali pusat

Menumbung atau tali pusat masuk kedalam serviks. Prolaps tali pusat dapat menyebabkan hipoksia pada janin. Terdapat dua jenis prolaps tali pusat yaitu : menumbung (frank) dan terkemuka (occult) (Varney, 2008).

5) Disfungsi uteri

Diagnosa yang ditegakkan dengan melakukan observasi pemanjangan waktu setiap fase atau kala persalinan yang melebihi waktu persalinan (Varney, 2008). 6) Rupture uteri

Terjadi robekan atau laserasi pada uterus, yang dapat disebabkan oleh bekas SC, dorongan fundus saat bersalin, janin besar. Tanda gejala rupture dapat menyerupai tanda dan gejala gangguan berat lainnya. Perdarahan terjadi ke dalam peritoneum dapat mengiritasi

diafragma dan menyebabkan nyeri menjalar ke dada (Varney, 2008).

Dokumen terkait